• Tidak ada hasil yang ditemukan

Experimental Analisis Penggunaan CFRP (Carbon Fiber Reinforcement Polymer) dan GFRP (Glass Fiber Reinforcement Polymer) pada Perkuatan Beton Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Experimental Analisis Penggunaan CFRP (Carbon Fiber Reinforcement Polymer) dan GFRP (Glass Fiber Reinforcement Polymer) pada Perkuatan Beton Chapter III V"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 UMUM

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental

yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium di P4TK. Secara umum urutan

tahap penelitian ini meliputi:

a. Penyediaan bahan penyusun beton

b. Pemeriksaan bahan

c. Perencanaan campuran beton (mix design)

d. Pembuatan benda uji

e. Pemeriksaan nilai slump

f. Pengujian kuat tekan beton umur 28 hari

Jumlah benda uji yang akan dibuat akan dijelaskan pada tabel 3.1 benda uji

berbentuk silinder dan memiliki diameter 150 mm dan tinggi 300 mm

Tabel 3.1 Jumlah benda uji silinder

Benda Uji

Benda Uji

Kuat Tekan Jumlah

28 hari

Beton

Konvensional 5 5

Beton + CFRP 5 5

Beton + GFRP 5 5

Σ = 15

(2)

Gambar 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian

Mulai

Analisa dan pengolahan data Secara Teoritis : Analisa perbandingan kuat tekan

Pengujian Kuat Tekan Benda Uji pada Umur 28 Hari

Analisa dan pengolahan data hasil pengujian : Analisa perbandingan kuat tekan

Penarikan Kesimpulan dan Saran

Selesai Mulai

Penyediaan dan Pemeriksaan Benda Uji

Perencanaan Beton (Mix Design)

Pembuatan Benda Uji

Beton Konvensional

Beton dengan CFRP

(3)

3.2 PENYEDIAAN DAN PEMERIKSAAN BAHAN PENYUSUN BETON

Bahan penyusun beton yang direncanakan terbagi atas 3, yaitu bahan

penyusun untuk beton konvensional, beton dengan CFRP, dan beton dengan

GFRP. Bahan-bahan penyusun masing-masing benda uji meliputi :

a. Semen Portland

b. Batu Pecah (Split)

c. Pasir (Sand)

d. Air (Water)

Masing-masing tipe beton terdiri komponen penyusun utama yang

berbeda. Bahan penyusun untuk beton konvensional adalah beton tanpa FRP,

bahan penyusun untuk beton dengan CFRP adalah beton dengan Wrapping

Carbon Fiber Reinforcement Polymer, sedangkan untuk beton dengan GFRP

adalah beton dengan Wrapping Glass Fiber Reinforcement Polymer. Agregat

penyusun adalah Batu Pecah (Split).

Perencanaan campuran beton normal yang berbeda dimaksudkan untuk

menjadi varibel pembanding antara kedua beton untuk mengetahui kinerja dari

beton normal dengan bahan penyusun CFRP dan GFRP.

3.2.1. Semen Portland

Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen Ordinary

Portland Cement (OPC) tipe I yaitu Semen Padang dalam kemasan 1 zak 50 kg.

3.2.2. Agregat Halus

Dalam penelitian ini agregat halus yang digunakan malalui tahapan

pembersihan lumpur dan liat melalui penyucian dengan ayakan no.200. Agregat

halus (pasir) yang dipakai dalam campuran beton melalui pemeriksaan, meliputi:

3.2.2.1. Analisa Ayakan Pasir

a. Tujuan:

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai

modulus kehalusan pasir (FM)

b. Hasil pemeriksaan:

(4)

Pasir dapat dikategorikan pasir halus.

Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam

beberapa kelas, yaitu :

▪ Pasir halus : 2.20 < FM < 2.60

▪ Pasir sedang : 2.60 < FM < 2.90

▪ Pasir kasar : 2.90 < FM < 3.20

3.2.2.2. Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan

No.200)

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.

b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur : 4,3%< 5% , memenuhi persyaratan.

c. Pedoman :

Untuk memeriksa kadar bahan organik yang terkandung di dalam pasir.

b. Hasil pemeriksaan :

Warna kuning terang (standar warna No.3), memenuhi persyaratan.

c. Pedoman :

Standar warna No.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organik

pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.

(5)

3.2.2.4. Pemeriksaan Clay Lump Pada Pasir

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan liat pada pasir.

b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan liat 1,3%< 1% , tidak memenuhi persyaratan (pasir dicuci)

c. Pedoman :

Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1%

(dari berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus dicuci.

3.2.2.5. Pemeriksaan Berat Isi Pasir

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan

longgar.

b. Hasil pemeriksaan :

Berat isi keadaan rojok / padat : 1725,503 kg/m3

Berat isi keadaan longgar : 1654,168 kg/m3

c. Pedoman :

3.2.2.6. Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Pasir

a. Tujuan :

Untuk menetukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi)

(6)

c. Pedoman :

Berat jenis SSD merupakan perbandingan antara berat pasir dalam keadaan

SSD dengan volume pasir dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated

Surface Dry) di mana permukaan pasir jenuh dengan uap air sedangkan

dalamnya kering, keadaan pasir kering di mana pori-pori pasir berisikan udara

tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu di

mana pasir basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan

air adalah persentase dari berat pasir yang hilang terhadap berat pasir kering di

mana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

3.2.3. Agregat Kasar

Agregat kasar yang digunakan dalam perencanaan beton yaitu batu

pecah. Untuk mencapai tujuan dari penelitian, ukuran diameter agregat kasar

(Batu Pecah) yang digunakan adalah agregat lolos ayakan no.15.

Pencucian agregat juga terlebih dahulu dilakukan demi mencapai index

properties yang baik dari material yang digunakan. Pencucian dimaksudkan untuk

meminimalisasi lumpur maupun liat yang mungkin terdapat pada material dan

dapat menurunkan mutu rencana dari beton.

Pemeriksaan yang dilakukan pada agregat kasar meliputi:

3.2.3.1. Analisa Ayakan Batu Pecah

a. Tujuan :

Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai

modulus kehalusan(fineness modulus / FM) kerikil.

b. Hasil pemeriksaan :

FM : 6.01

5.5 <6.01< 7.5 , memenuhi persyaratan.

(7)

2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus

kehalusan (FM) antara 5.5 sampai 7.5.

3.2.3.2. Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Kerikil Lewat Ayakan

No.200)

a. Tujuan :

Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil.

b. Hasil pemeriksaan :

Kandungan lumpur : 0.95%< 1% , memenuhi persyaratan.

c. Pedoman :

Kandungan Lumpur yang terdapat pada agregat kasar tidak dibenarkan

melebihi 1% (ditentukan dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1%

maka pasir harus dicuci.

3.2.3.3 Pemeriksaan Keausan Dengan Mesin Los Angeles

a. Tujuan :

Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar.

b. Hasil pemeriksaan :

Persentase keausan : 30,50< 50%

c. Pedoman :

keausan tidak boleh lebih dari 50%.

3.2.3.4 Pemeriksaan Berat Isi Batu Pecah

a. Tujuan :

Untuk memeriksaan berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat

dan longgar.

b. Hasil pemeriksaan :

Berat isi keadaan rojok / padat : 1620.325 kg/m3

(8)

c. Pedoman :

Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi batu pecah dengan cara

merojok lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti

bahwa kerikil akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan

mengetahui berat isi batu pecah maka kita dapat mengetahui berat batu becah

dengan hanya mengetahui volumenya saja.

3.2.3.5 Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi Batu Pecah

a. Tujuan :

Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi)

batu pecah.

keadaan SSD dengan volume batu pecah dalam keadaan SSD. Keadaan SSD

(Saturated Surface Dry) di mana permukaan batu pecah jenuh dengan uap air,

keadaan batu pecah kering di mana pori batu pecah berisikan udara tanpa air

dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu di mana

pasir basah total dengan pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah

persentase dari berat batu pecah yang hilang terhadap berat batu pecah kering,

di mana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.

Hasil pengujian harus memenuhi :

Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu.

3.2.4. Air

Air yang digunakan dalam pembuatan sampel adalah air yang berasal

dari sumber air yang bersih. Secara pengamatan visual air yang dapat pembuatan

(9)

kotoran-kotoran seperti minyak dan zat organik lainnya. Dalam penelitian ini air yang

dipakai adalah berasal dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium Bahan Rekayasa

Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.

3.2.5 Fiber Reinforcement Polymer (FRP)

FRP (Fiber Reinforcement Polymer) yang digunakan Carbon Fiber

Reinforcement Polymer dan Glass Fiber Reinforcement Polymer.

Spesifikasi dari CFRP231C

Memiliki tebal 0.35 mm, kuat tarik 2.6 GPa, modulus elastisitas 231

GPa, dan regangan 1%.

Spesifikasi dari GFRP Tipe E CR (Corrosion Resistant)

Memiliki tebal 0.35 mm, kuat tarik 2.35 GPa, modulus elastisitas 72

GPa, dan regangan 2%

3.3 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)

Perencanaan campuran beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi

atau proporsi bahan-bahan penyusun beton. Proporsi bahan-bahan penyusun beton

ini ditentukan melalui sebuah perencanaan beton (mix design). Hal ini dilakukan

agar proporsi campuran dapat memenuhi syarat teknis. Dalam menentukan

proporsi campuran dalam penelitian ini digunakan metode yang berdasarkan pada

SNI 2847:2002.

Kriteria dasar perancangan beton dengan menggunakan metode ini

adalah minimalisasi penggunaan agregat halus (pasir) dalam campuran

beton.Sehingga beton akan di dominasi oleh agregat bergradasi lebih kasar dan

mineral filler pasir akan lebih minimum.

Perencanaan campuran beton pada penelitian ini. Dari hasil perhitungan

mix design diperoleh perbandingan campuran, seperti tabel 3.2.

Tabel 3.2 Perbandingan Campuran Beton Normal.

Semen Pasir Air Kerikil

(10)

Perhitungan mix design secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.

3.4 Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji campuran untuk percobaan, yaitu campuran beton

normal. Setelah semua bahan selesai disediakan, hidupkan mesin molen dan

masukkan air kedalamnya yang berfungsi untuk membasahi mesin tersebut

supaya adukan beton yang sebenarnya tidak berkurang. Setelah ±30 detik, air

didalam molen dibuang. Pertama yang dilakukan adalah memasukkan pasir, dan

semen biarkan selama ±3 menit supaya pasir, dan semen tercampur dengan

merata. Kemudian air dimasukkan secukupnya (10% dari total air) ke dalam

molen secara menyebar, dengan tujuan agar campuran agregat halus, dan semen

tidak menimbulkan abu yang mengepul dan keluar dari molen. Selanjutnya

masukkan batu pecah dan biarkan mesin molen ±7 menit sampai campuran beton

benar-benar tercampur secara merata. Setelah itu masukkan air secara bertahap

tiap 1 liter sehingga terlihat campuran mulai mengalami penggumpalan. Setelah

itu tunggu campuran beton hingga mencapai kondisi beton segar.

Adukan yang sudah tercampur merata, dituangkan ke dalam sebuah pan

besar yang tidak menyerap air, dan kemudian adukan diukur kekentalannya

dengan menggunakan metode slump test dari kerucut Abrams-Harder. Setelah

pengukuran nilai slump, campuran beton dimasukkan ke dalam cetakan silinder

yang berukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 dengan cara dibagi dalam tiga

tahapan, dimana masing-masing tahapan diisi 1/3 bagian dari cetakan silinder dan

lalu dipadatkan dengan menggunakan alat vibrator. Setelah umur beton 24 jam,

cetakan silinder dibuka dan mulai dilakukan perawatan beton (curing) dengan

cara direndam dalam bak perendaman sampai pada masa yang direncanakan untuk

melakukan pengujian. Ketika mau dilakukan pengujian beberapa beton dilapisi

dengan CFRP dan GFRP.

3.5 Pemeriksaan nilai slump

Adapun tahapan pengujian slump adalah:

(11)

2. Adukan beton dimasukkan kedalam kerucut hingga 1/3 tinggi kerucut lalu

dirojok 25 kali

3. Adukan beton dimasukkan lagi kedalam kerucut hingga 2/3 tinggi kerucut

lalu dirojok 25 kali

4. Adukan beton ditambah lagi hingga penuh lalu dirojok 25 kali.

5. Permukaan kerucut diratakan

6. Kerucut diangkat perlahan-lahan vertikal ke atas

7. Penurunan adukan diukur dengan mistar dengan cara meletakkan kerucut

terpancung disamping adukan beton maka penurunan diukur dari tinggi

permukaan kerucut terpancung hingga ke tinggi permukaan adukan beton

tersebut.

3.6. Pemasangan FRP

• Untuk Carbon Fiber Reinforcement Polymer menggunakan Sikadur 330

A dan Sikadur 330 B dengan perbandingan 4:1. Pertama kita campurkan

Sikadur 330 A dan B, lalu kita letakkan pada FRP. Sebelum ditempelkan

beton terlebih dahulu digrenda agar permukaan kasar, sehingga FRP dapat

melekat dengan baik, jika tidak digrenda maka permukaan akan licin

dikarenakan waktu pembuatan beton menggunakan minyak, selanjutnya

kita tempelkan FRP pada beton lalu di roller.

• Untuk Glass Fiber Reinforcement Polymer menggunakan MAPE Wrap 1

SP A dan MAPE Wrap 31 SP B dengan perbandingan 3:1. Pertama kita

campurkan MAPEWRap 1 SP A dan MAPEWrap 31 SP B, lalu letakkan

campuran pada FRP. Sebelum ditempelkan beton terlebih dahulu digrenda

agar permukaan kasar sehingga FRP dapat melekat dengan baik, jika tidak

digrenda maka permukaan akan licin dikarenakan waktu pembuatan beton

menggunakan minyak, selanjutnya kita tempelkan FRP pada beton lalu di

roller.

(12)

3.7. Pengujian Kuat Tekan Silinder Beton

Pengujian yang dilakukan terhadap tiap benda uji yaitu pengujian kuat

tekan beton (Compressive Test) pada Laboratorium P4TK.

Gambar 3.3. Compression Test Machine GOTech U60 di Lab P4TK

Pengujian dilakukan pada umur beton 28 hari untuk tiap variasi beton

masing-masing sebanyak 5 buah. Sehari sebelum pengujian sesuai dengan umur

rencana, silinder beton dikeluarkan dari bak perendaman dan dikeringkan kurang

lebih 24 jam. Beberapa beton dilapisi CFRP dan GFRP.

Adapun tahap-tahap pengujian kuat tekan silinder beton adalah

1. Keluarkan benda uji silinder yang akan diuji kekuatan tekannya dari bak

perendaman untuk tiap benda uji yang akan diuji kuat tekannya berdasarkan

umur beton kemudian diamkan 1 hari agar benda uji berada dalam kondisi

kering saat pengujian. Setelah itu beberapa beton dilapisi oleh CFRP dan

GFRP.

Gambar 3.4. FotoBenda Uji

2. Lelehkan mortar belerang dan letakkan kedalam cetakan pelapis.

3. Letakkan permukaan atas benda uji ke dalam cetakan pelapis secara tegak

(13)

dan menempel pada permukaan atas benda uji. Lakukan pengapingan untuk

kedua sisi penampang beton.

4. Timbang benda uji

5. Letakkan benda uji pada mesin tekan compression machine secara centris.

Gambar 3.5. Benda Uji pada Compression Machine

6. Hidupkan mesin tekan dengan penambahan beban yang konstan.

7. Lakukan pembebanan sampai jarum penunjuk beban tidak naik lagi dan

menunjukkan bahwa beton tidak lagi memberi perlawanan terhadap kuat

tekan yang diberikan. ambil grafik dimana arah y adalah pembebanan, arah x

adalah deformasi vertical. dan catat angka max load yang ditunjukkan pada

komputer.

(14)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. KUAT TEKAN DAN REGANGAN SILINDER BETON

4.1.1 KUAT TEKAN DAN REGANGAN BETON DENGAN TEORITIS

Sebelum pengujian diperlukan sebuah analisa agar eksperimen tersebut

tidak meleset, maka dari itu kita memerlukan perhitungan analisa dari kuat tekan

dan regangan dari beton tersebut, analisa tersebut dilakukan dengan oleh metode

(ACI Committee 440R-02, 2008) dan Richarts Model.

Tabel 4.1. Hasil Kuat Tekan dan Regangan Beton dengan Teoritis

Benda Uji Kuat Tekan

(MPa)

Regangan

Beton Konvensional 30 0,001

Beton dangan CFRP 54,15 0,006

Beton dengan GFRP 35,04 0,003

Maka dari hasil di atas kita dapat membuatkan grafik kuat tekan secara

teoritis pada Gambar 4.1

Gambar 4.1. Grafik Kuat Tekan Secara Teoritis

(15)

sedangkan dengan GFRP meningkatkan kuat tekan sebesar 14,384% dikarenakan

modulus elastisitas yang dimiliki GFRP lebih kecil dibandingkan dengan CFRP.

Dan regangan yang terjadi < 0.01 sehingga memenuhi syarat (ACI Committee

440R-02, 2008)

4.1.2 KUAT TEKAN DAN REGANGAN BETON DENGAN EKSPERIMEN

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kuat tekan beton

konvesional, beton dengan CFRP, dan beton dengan GFRP, dimana benda uji

berbentuk silinder melalui proses pembuatan dan perawatan yang dilaksanakan di

Laboratorium Beton USU.

Pengujian dilakukan pada umur 28 hari. Pengujian dilakukan berdasarkan

SNI 1974 : 2011, Cara uji kuat tekan beton dengan benda uji silinder. Hasil

pengujian kuat tekan untuk ketiga variasi beton dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 4.2. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton

No Benda

(16)

diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Faktor bentuk untuk benda uji silinder normal

adalah 1 sesuai dengan SNI 1974 : 2011.

Tabel 4.3. Hasil Regangan Beton Secara Eksperimental

(17)

Gambar 4.2. Grafik Hubungan Pembebanan dan Deformasi vertikal untuk beton

Konvensional

Elastis

Elastis

Plastis

Plastis

(18)

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Pembebanan dan Deformasi vertikal untuk beton

dengan CFRP Elastis

Elastis Elastis

Plastis

Plastis

(19)

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Pembebanan dan Deformasi vertikal untuk beton

dengan GFRP

Dari hasil pengujian kuat tekan ketiga jenis benda uji dapat disimpulkan

bahwa beton dengan CFRP memiliki kuat tekan yang lebih tinggi di bandingkan

dengan kuat tekan beton dengan GFRP dan beton konvensional. Dengan kuat

tekan beton dengan CFRP pada umur 28 hari adalah 44.257 MPa, kuat tekan

beton dengan GFRP sebesar 38.016 MPa, dan kuat tekan beton konvensional

sebesar 38.98 MPa. Peningkatan kuat tekan beton dengan CFRP, kuat tekan beton

dengan GFRP berada antara 26.89 %, 14.89 % dari beton konvensional.

Elastis Plastis

Elastis

Elastis

Plastis

(20)

Dalam mendesain beton ini perlu diketahui bahwa kuat tarik, regangan,

dan modulus elastisitas dari tiap FRP akan memberikan hasil yang berbeda

terhadap kuat tekan dari beton yang direncanakan. Beton dengan CFRP, akan

menghasilkan beton yang memiliki kuat tekan yang tinggi dikarenakan kuat tarik

dari CFRP yang tinggi sebesar 2.6 GPa, regangan yang kecil sebesar 1 %, dan

modulus elastisitas tinggi sebesar 210 GPa, dibandingkan dengan beton dengan

GFRP dan konvensional.

4.2. POLA RETAK PADA PENGUJIAN KUAT TEKAN

Pola retak pada pengujian kuat tekan benda uji silinder beton yang kerap

terjadi adalah keruntuhan pola retak kerucut, retak total dan retak geser. Pola retak

beton berdasar pada SNI 1974 : 2011.

Gambar 4.5. Pola Retak (SNI 1974 : 2011)

Pola keretakan dapat di amati melalui Gambar 4.5

(21)

4.4. DISKUSI

Fiber Reinforcement Polymer (FRP) adalah salah satu material perkuatan

struktur yang dapat memperkuat struktur secara eksternal. Dalam penelitian ini

FRP dijadikan sebagai bahan pelapis beton.

FRP merupakan material yang dapat berbentuk lembaran, pelat, atau

tulangan. Umumnya FRP ini dapat diperoleh dari PT MAPE, PT. SIKA, dll.

Pada penelitian ini, trial mix sebanyak tiga kali, demi mencapai mutu

rencana. Trial Mix dan dapat dilihat pada daftar berikut :

1. Trial Mix I pada tanggal 28 Maret 2017

Mix Design diperoleh perbandingan bahan penyusun beton untuk 3 benda

uji sebagai berikut :

Semen : 7.76 kg

Pasir : 12.40 kg

Kerikil : 21.30 kg

Air : 3.54 L

Pada Trial Mix ini diameter dari agregat kasar yang di gunakan adalah lolos

ayakan diameter 19 mm.

Pengujian benda uji trial mix I (pada umur 3 hari )

Tabel 4.4. Pengujian Benda Uji Trial Mix I

Sampel Berat (Kg)

Kuat Tekan

kN MPa

Sampel I 12.526 320 21.83

Sampel II 12.865 380 24.56

(22)

Dari hasil pengujian kuat tekan ketiga jenis benda uji dapat disimpulkan

bahwa beton dengan CFRP memiliki kuat tekan yang lebih tinggi di bandingkan

dengan kuat tekan beton dengan GFRP dan beton konvensional. Dengan kuat

tekan beton dengan CFRP pada umur 28 hari adalah 53.322 MPa, kuat tekan

beton dengan GFRP sebesar 45.803 MPa, dan kuat tekan beton konvensional

sebesar 38.98 MPa. Peningkatan kuat tekan beton dengan CFRP, kuat tekan beton

dengan GFRP berada antara 26.89 %, 14.89 % dari beton konvensional.

Dalam mendesain beton ini perlu diketahui bahwa kuat tarik, regangan,

dan modulus elastisitas dari tiap FRP akan memberikan hasil yang berbeda

terhadap kuat tekan dari beton yang direncanakan. Beton dengan CFRP, akan

menghasilkan beton yang memiliki kuat tekan yang tinggi dikarenakan kuat tarik

dari CFRP yang tinggi sebesar 2.6 GPa, regangan yang kecil sebesar 1 %, dan

modulus elastisitas tinggi sebesar 210 GPa, dibandingkan dengan beton dengan

GFRP dan konvensional.

Maka dari itu perbandingan penelitian saya dengan yang telah dilakukan

peneliti yang lain hanya berbeda sedikit. Seperti dengan penelitian Remi Eid dan

Patrick Paultre kenaikan yang terjadi sebesar 25% untuk CFRP, Taufikrahman

kenaikan terjadi 20% untuk CFRP dan Penelitian I Ketut Sudarsana dan A.A

(23)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Kuat tekan beton dengan CFRP secara teoritis adalah 54.15 Mpa. Kuat tekan

beton dengan GFRP secara teoritis adalah 35.04 MPa. Sedangkan kuat tekan

beton normal secara teoritis adalah 30 MPa. Jadi dapat diambil kesimpulan

bahwa beton dengan adanya CFRP dan GFRP secara teoritis dapat

meningkatkan kuat tekan sebesar 44.6%, 14.384% dari beton konvensional.

2. Kuat tekan beton rata-rata dengan CFRP secara eksperimental pada umur 28

hari adalah 53.322 Mpa. Kuat tekan beton rata-rata dengan GFRP pada umur

28 hari adalah 45.803 MPa. Sedangkan kuat tekan beton normal rata-ratapada

umur 28 hari adalah 38.983 MPa. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa beton

dengan adanya CFRP dan GFRP secara eksperimental dapat meningkatkan

kuat tekan sebesar 26.89%, 14,89% dari beton konvensional

3. Kuat tekan yang terjadi yang secara teoritis dengan eksperimental hanya

terdapat perbedaan di beton dengan CFRP.

5.2. SARAN

1. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh CFRP dan GFRP untuk

perkuatan beton.

2. Meneliti perbandingan jumlah lapisan untuk melihat kinerja struktur beton

yang berbeda.

3. Meneliti perbandingan dengan menambahkan tulangan pada beton dengan

CFRP dan GFRP pada perkuatan kolom.

Gambar

Tabel 3.1  Jumlah benda uji silinder
Gambar 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian
Gambar 3.4. Foto Benda Uji
Gambar 3.5. Benda Uji pada Compression Machine
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada benda uji yang diberi satu lapis Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) , kuat tekan beton meningkat sebesar 14,9778 % dibandingkan dengan kuat tekan beton

Metode ACI memberikan hasil yang lebih besar untuk balok yang diperkuat dengan GFRP dibandingkan hasil eksperimen hal ini dikarenakan metode ACI 440 mengasumsikan

Pada benda uji yang diberi satu lapis Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP), kuat tekan beton meningkat sebesar 15,7324 % dibandingkan dengan kuat tekan beton

pola retak yang terjadi. Retak pada beton beralih/terjadi ke posisi yang tidak ada perkuatan GFRP. Hal tersebut membuat beton bertambah kedaktailanya. Dilihat dari pola

Sehingga beban yang bisa ditahan balok dengan perkuatan CFRP lebih besar daripada balok yang diperkuat menggunakan

Tegangan tekan maksimum kolom beton setelah diperkuat dengan E-GFRP jacketing yang hanya memberikan konstribusi kurungan beton [5] akan digambarkan dalam geometri

Dalam penelitian ini, sampel terdiri dari 3 benda uji silinder dengan ukuran diameter 15 cm dam tinggi 30 cm untuk pengujian kuat tekan beton, dan 3 benda uji balok

Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudiasa (2002) penambahan lapis GFRP dapat meningkatkan kekuatan lentur balok beton bertulang sebesar 10,8%