• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Komunikasi Pemasaran Pariwisata Arung Jeram Kabupaten Aceh Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Komunikasi Pemasaran Pariwisata Arung Jeram Kabupaten Aceh Tenggara"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pariwisata sebagai sebuah produk yang dipasarkan kepada para wisatawan memerlukan strategi komunikasi agar dapat dikenal luas ditengah-tengah masyarakat. Promosi suatu destinasi dan brand kepariwisataanyang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata (DTW) dilakukan agar target kunjungan wisatawan dapat tercapai. Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan secara signifikan akan menambah pendapatan suatu daerah, mampu menggerakkan roda ekonomi serta bisa menjadi katalisator dalam pembangunan. Ada beragam kegiatan yang dapat dilakukan sebagai bahagian dalam upaya kegiatan promosi, seperti penyebarluasan informasi daerah tujuan wisata (DTW) dengan menonjolkan keindahan alam,keunikan ragam budaya dan ekspose kekayaan kuliner. Selain itu promosi pariwisata juga dapat dilakukan dengan berpartisipasi mengikuti beragam pameran kepariwisataan baik di dalam maupun diluar daerah atau menyelenggarakan event pariwisata.

(2)

mengelola informasi destinasi wisata. Stakeholder pariwisata meliputi pemerintah, organisasi kepariwisataan di daerah, para pegiat wisata dan masyarakat sekitar.

Perkembangan pariwisata sebagai perpelancongan atau turisme sudah diakui sebagai industri terbesar saat ini, dilihat dari berbagai indikator, seperti sumbangan terhadap pendapatan dunia dan penyerapan tenaga kerja(Poerwadarminta, 2015: 712). Melihat tren pariwisata tahun 2020, perjalanan wisata dunia akan mencapai 1,6 milyar orang. Diantaranya 438 juta orang akan berkunjung ke kawasan Asia-Pasifik, dan 100 juta orang ke Cina. Jumlah wisatawan yang sedemikian besar, maka Indonesia umumnya dan Kabupaten Aceh Tenggara secara khusus dapat menawarkan segala daya tariknya untuk mendatangkan wisatawan dan merebut pangsa pasarnya. Namun sayangnya dengan perolehan sebesar USD 4, 496 miliar pada tahun 2002, penerimaan devisa dari pariwisata Indonesia hanya memperoleh 0,95% dari pengeluaran wisatawan dunia (USD 474 miliar).

(3)

Kabupaten/kota pada khususnya. Apalagi pemerintah sudah mencanangkan bahwa pariwisata harus menjadi andalan pembangunan Indonesia sejak tahun 2008 melalui program “Visit Indonesia Year 2008”.

Program Visit Indonesia Year (VIY) 2008 dan diteruskan pada tahun 2009, 2010, 2011 dengan program yang sama, yakni: 1) kunjungan jurnalis luar negeri, 2) Familiarization Tour (Fam Tour) dari sumber utama pariwisata internasional, 3) mengaktifkan perwakilan pariwisata internasional, 4) roadshow

pemulihan citra pariwisata Indonesia, dan 5) kampanye iklan citra Indonesia. Pada 1 Januari 2011 Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia menggunakan

tageline, logo (brand destinasi) pariwisata baru yaitu Wonderful Indonesia (WI). Akan tetapi kegiatan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia, kurang tepat sasaran, hal ini berdasarkan pendapat Fanggy dan Richardson (2011): ... kebanyakan responden mengatakan telah melihat kampanye di internet, manakala Menteri menyatakan mereka lebih suka untuk membuat pengiklanan di televisi

Destinasi pariwisata modern sangat kompleks dan sangat kapitalistik, dengan penggunaan manajemen bisnis yang akurat dan terukur. Perubahan

tageline, logo (brand destinasi) pariwisata Indonesia baru yang telah dikenal luas di masyarakat sebagai brand yang tidak terlalu berhasil mengantarkan pesan produk destinasi Indonesia, kecuali pesan artistik kepada pengguna pariwisata. Akan tetapi “Pihak Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia

(4)

Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia memandang pariwisata berdasarkan program pemerintah secara sepihakmengabaikan analisis kebutuhan khalayak, hal ini berdampak pada kurang objektifnya perumusan masalah, pemilihan media massa yang kurang tepat, pengembangan pesan yang one side issue, yakni teknik penyampaian pesan yang menonjolkan sisi kebaikan saja. Pengabaian pertimbangan publik tentang

BrandDestinasiIndonesia dari VIY tahun 2008 menjadi WI tahun 2011 dinilai kurang mampu memperkenalkan destinasi wisata tanah air. Publikasi hasil penelitian Tita (2008) menyimpulkan bahwa: “... destinasi Indonesia Ultimate in Diversity (IUiD) sejak tahun 2007 dikurangi aplikasi dan sosialisasinya karena ada rencana brand tersebut akan diganti dengan brand lain”.

Kemauan dan kemampuan pemerintah sebagai penanggung jawab bidang kepariwisataan mulai dari tingkat nasional dan tingkat daerah, sebagai tugas dan fungsi pemerintahan tidak dapat dilepaskan dari membangun sinergisitas dengan masyarakat. Keadaan yang menunjukkan bahwa pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah tidak dapat mengabaikan keinginan masyarakat dalam pengelolaan kepariwisataan di daerah. Manajemen dalam pelaksanaan kepariwisataan saat ini mensyaratkan koneksitas antara berbagai pihak baik itu pemerintah, masyarakat, dan lembaga pariwisata terkait. Hal ini dijelaskanoleh Bungin (2015: 86):

(5)

beberapa bagian penting seperti; (1) industri pariwisata, (2) destinasi pariwisata, (3) pemasaran pariwisata, dan (4) kelembagaan pariwisata. Jhonpaul (2015) mengatakan komponen utama pariwisata terdiri dari; “(1) aksesibilitas, (2) akomodasi, dan (3) atraksi. Ramesh (2015) menambahkan: fasilitas dan aktivitas sebagai bagian yang tidak bisa diabaikan dalam pembangunan industri pariwisata dengan manajemen modern”. Popy (2007) secara khsusus menyebutkan bahwa “Brand Indonesia memiliki beberapa kekurangan, yaitu: 1) koordinasi pejabat dan lembaga kepariwisataan belum optimal, 2) minimnya pembiayaan kepariwisataan, dan 3) kendala rendahnya rekomendasi dari lembaga-lembaga dunia tentang destinasi wisata Indonesia”. Hingga menurut Larsen dan George (2004), dibutuhkan pemasaran yang sering dilakukan oleh para pelaku pariwisata agar brandsebagai destinasi wisata berhasil.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Arief Yahya, melalui harian Kompas, Selasa, 16-06-2015 menyebutkan potensi pariwisata bisa dikembangkan dalam ekonomi Indonesia selain gas, minyak bumi, batu bara dan kelapa sawit, pernyataan tersebut secara lengkap dikutip sebagai berikut:

... potensi wisata sangat besar di mana sebagai penyumbang devisa terbesar keempat setelah minyak dan gas, batubara, serta kelapa sawit. Untuk itu ke depan, pemerintah ingin pariwisata menjadi penyumbang devisa nasional yang terbesar. Pariwisata Indonesia dinilai memiliki keunggulan dari sisi detinasi dan harga. Dalam lima tahun ke depan pemerintah menetapkan target kunjungan 20 juta wisatawan asing, dengan target pemasukan devisa Rp. 260 triliun. Angka tersebut sangat wajar, mengingat selama 2014 saja sektor pariwisata mampu menyumbang devisa sebesar Rp. 136 triliun. Dengan capaian target kunjungan wisata tersebut diprediksi Indonesia akan mampu bersaing secara ekonomi dengan negara-negara maju.

(6)

peningkatan karena keterbatasan sumber daya yang tidak terbarukan seperti minyak dan gas, serta batubara dengan cadangan semakin menipis, dan dampak lingkungan dari perkebunan kelapa sawit yang semakin menjadi kajian serius oleh pemerintah. Berbeda halnya dengan sektor pariwisata yang tidak mengeksploitasi alam, bahkan menjadi sumber daya alam yang terbaharukan melalui pengelolan sektor keperiwisataan yang berpihak pada keberlasungan kehidupan alam hingga menjadi daya tarik wisatawan.

Pengembangan sektor pariwisata menjadi salah satu sektor penghasil devisa di negeri ini bukan tanpa hambatan karena belum maksimalnya dan masih kurang serius memahami sektor pariwisata menjadi salah satu sektor unggulan dalammenghasilkan devisa. Hambatan lingkungan ekonomi, lingkungan teknologi, lingkungan politik dan hukum, lingkungan sosial dan budaya serta keamanan, menurut Bungin (2015: 227), menjadi kendala dalam “memasarkan

objek-objek pariwisata itu”.

Hambatan ekonomi ditunjukkan oleh minimnya dana pemasaran pariwisata dengan objek pemasaran yang begitu luas. Apalagi kedudukan pariwisata Indonesia terus menerus dihadapkan dengan kesulitan ekonomi global, mengingat sasaran pemasaran periwisata nasional berkaitan dengan negara-negara internasional, terutama negara-negara Amerika dan Eropa. Bahkan dana pemasaran Indonesia saat ini untuk bidang pariwisata sekitar 10 persen dari dana yang digunakan negara tetangga, yakni Malaysia untuk memasarkan objek-objek pariwisatanya.

(7)

seperti telepon free call bagi wisatawan, telepon murah dan tersebar sampai di pelosok daerah untuk wisatawan. Internet dan telepon belum digunakan secara maksimal sebagai infrastruktur pemasaran pariwisata nasional. Seharusnya, kemajuan teknologi informasi dan transportasi saat ini menyebabkan berbagai destinasi dapat disatukan menjadi destinasi wisata yang dikemas menjadi paket wisata. Data tentang jumlah kunjungan wisata belum akurat, baik domestik maupun wisata mancanegara.

Masalah teknologi pengangkutan, juga menjadi masalah tersendiri, baik frekuensi maupun persiapan alat pengangkutan. Ketidaknyamanan angkutan darat, bahkan ketidakamanan angkutan udara dan laut menjadi gambaran yang menunjukkan dibutuhkan kesungguhan dalam penanganannya oleh pemerintah.Garuda Indonesia sebagai angkutan publik, misalnya, belum mampu memberikan dukungan terhadap sektor pariwisata dengan biaya akomodasi murah yang ditawarkan kepada para wisatawan, seperti AirAsia di Malaysia yang memberikan kemudahan dan kemurahan sebagai daya tarik untuk berkunjung ke negeri jiran tersebut. Termasuk pemberian tiket promosi mudah dipesan dan murah bagi wisatawan ke Malaysia.

(8)

daerah konflik di Aceh, menjadi daerah-daerah rentan terhadap isu-isu politik, berdampak pada ancaman keselamatan dan keamanan wisatawan. Isu-isu keamanan yang berbahaya bagi keselamatan jiwa dan harta wisatawan berakibat pada pembatalan rancangan melancong ke destinasi itu dengan segera meninggalkan kawasan tujuan bahkan meninggalkan Indonesia. Maraknya pemboman yang dikaitkan dengan terorisme, terutama di Jakarta dan Bali, memberikan citra tidak aman bagi Indonesia untuk dikunjungi.

Masalah sosial budaya menjadi salah satu kendala pariwisata yang tidak bisa dianggap ringan. Bagaimana warga asing yang berwisata tidak aman dan tidak nyaman dengan ulah pemerasan dilakukan oknum tertentu, pengemis, kebersihan yang dipertanyakan, juga prasangka buruk terhadap orang asing. Walau Indonesia memiliki kekayaan sosial budaya yang beragam dan bernilai tinggi untuk dipasarkan pada sektor pariwisata, namun masalah sosial dan budaya juga harus menjadi daya dukung tersendiri untuk kemajuan sektor pariwisata nasional.

Otonomi daerah sebagaimana diundangkan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan:

Pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas yang berlaku dan tugas pembantuan. Pemberian wewenang pemerintah pusat kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terjadinya perubahan guna mencapai kesejahteraan masyarakat melalui kualitas pelayanan yang juga melibatkan peran serta masyarakat.

(9)

melalui penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) bersinergi dengan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS).

Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011, pasal 2 angka 6 tentang RIPPNAS untuk tahun 2010-2025, bahwa:

a. Peningkatan kualitas dan kuantitas Destinasi Pariwisata.

b. Mengkomunikasikan Destinasi Pariwisata Indonesia dengan menggunakan media pemasaran secara efektif, efisien dan bertanggung jawab.

c. Mewujudkan Industri Pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian nasional, dan

d. Mengembangkan Kelembagaan Kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang mampu mensinergikan pembangunan Destinasi Pariwisata, Pemasaran Pariwisata, dan Industri Pariwisata secara profesional, efektif dan efisien. Kelembagaan tersebut harus mencakup unsur Kementrian, Pemerintah Daerah (Propinsi mapun Kabupaten) dan masyarakat (Akademisi).

Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara, menanggapi amanat undang-undang dan peraturan pemerintah Republik Indonesia, dengan melakukan promosi pariwisata daerah. Pengembangan sektor pariwisata di Aceh Tenggara diarahkan pada pemanfaatan sektor pariwisata sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan penekanan pada pariwisata alam (natural tourism)dan Budaya.

Sasaran dari pariwisata adalah meningkatkan arus kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik dari tahun ke tahun (http://wisataleuseragara.blogspot.co.id).

Berdasarkan ekspos Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Tenggara tahun 2016, keunggulan tujuan wisata daerah juga meliputi:

(10)

Pemandian Air Panas Uning Segugur dan Pemandian Air Panas Lawe Ger-ger.

Namun demikian, kepemilikan kelebihan sumber daya tersebut perlu diiringi dengan upaya dan usaha yang lebih terarah, agar sumber daya tersebut mampu memiliki daya saing dalam menarik kunjungan wisatawan. Sehingga sektor pariwisata mampu menjadi sektor unggulan dalam membangun ekonomi masyarakat dengan ciri khas berhubungan dengan: 1) Something to see adalah obyek wisata tersebut harus mempunyai sesuatu yang bisa dilihat atau dijadikan tontonan oleh pengunjung wisata, 2) Something to do adalah agar wisatawan yang melakukan pariwisata di sana bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk memberikan perasaan senang, bahagia, relax berupa fasilitas rekreasi baik itu arena bermain ataupun tempat makan, terutama makanan khas dari tempat tersebut sehingga mampu membuat wisatawan lebih betah untuk tinggal di sana, dan 3) Something to buy adalah fasilitas untuk wisatawan berbelanja yang pada umumnya adalah ciri khas atau icon dari daerah tersebut, sehingga bisa dijadikan sebagai oleh-oleh (Yoeti, 1985: 164).

Kebijakan ini memberikan beberapa implikasi antara lain perlu adanya pembenahan yang menyeluruh diberbagai sektor. Namun tentunya agar lebih efisien dan efektifnya pembangunan kepariwisataan tersebut diperlukan suatu

(11)

pada tahun 2015 dialokasikan dana mencapai angka 1 milyar rupiah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Aceh Tenggara. Hal ini menggambarkan adanya pengimplementasian yang problematik.

Peran pemerintah melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Aceh Tenggara sebagai aktor utama dalam implementasi kebijakan publik terlalu dominan, sehingga pariwisata terkesan hanya terpampang sebatas keindahan eksotik secara defenitif di ruang publik, yakni kehadiran pariwisata dimaknai sebatas keindahan semata yang tidak berpengaruh terhadap sektor-sektor yang lain dan bergerak pada pseudo (semu) profit buat masyarakat setempat. Seharusnya implementasi kebijakan itu mencakup tiga aktor utama, yakni pemerintah (state), swasta

(private) dan masyarakat sipil (civil society) yang belum optimal dalam sinergi membangun sektor pariwisata daerah saat ini.

Kesemua aktor tersebut berafiliasi pada upaya memajukan dan menyukseskan kebijakan. Untuk mengoptimalkan implementasi kebijakan yang menggunakan pendekatan top-down, maka ketersedian sumber daya implementasi harusoptimal dari keberadaan kebijakan pariwisata berbasis wisata kuliner, wisata keluarga, dan bahkan wisata budaya merupakan reflektif dari ketidakefektifan kebijakan tersebut pada tataran implementasi. Ketidakefektifan implementasi kebijakan tersebut berakar pada hambatan-hambatan yang bervariasi, yang salah satunya adalah kegagalan dalam mengkomunikasikan tujuan wisata kepada para wisatawan.

(12)

Selain itu ada juga kebiasaan untuk menentukan perjalanan wisata berdasarkan modal atraksi wisata, seperti wisata alam, wisata bahari, wahana wisata”

(Soekadijo, 1996).Keunikan menjadi salah satu pendorong wisatawan mancanegara untuk datang ke negara lain melalui budaya masyarakat dan kerajinan khas yang tentu berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya.Motif atraksi wisata menjadi tujuan wisata unggulan yang dikembangkan Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara, melalui eventarung jeram berupa Festival Rafting International yang sudah dilaksanakan tahun 2015 di mana sebelumnya pada tahun 2011 sudah pernah diselenggarakan, akan tetapi dihentikan sementara karena alasan keamanan, baru dilaksanakan kembali tahun 2015.

Kegiatan arung jeram melalui event arung jeram tingkat nasional dan internasional secara berkala akan dijadikan EventRafting Championship sebagai kegiatan pariwisata dalam kalender eventtahunan (calender of event) berskala internasional. Upaya ini ditempuh sebagai strategi dalam memperkenalkan arung jeram Kabupaten Aceh Tenggara kepada masyarakat luas baik wisatawan mancanegara ataupun wisatawan domestik.

Data kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara di Kabupaten Aceh Tenggara menunjukkan trend positif dari tahun 2014 ke tahun 2015 yang dapat dilihat pada data berikut :

Tabel 1.1

Kunjungan Wisatawan Ke Aceh Tenggara

Tahun Wisatawan Mancanegara Wisatawan Nusantara

2011 408 4.778

2012 490 8.601

2013 544 14.740

2014 261 20.634

2015 1.376 20.756

(13)

Kegiatan event arung jeram bersekala internasional pada tahun 2015 mempengaruhi kenaikan kunjungan wisatawan mancanegara, sehingga menjadi alasan pemerintah daerah Kabupaten Aceh Tenggara untuk terus mempertahankan event arung jeram sebagai kegiatan Calender of event. Potensi arung jeram kabupaten Aceh Tenggara didukung oleh letak strategis yang berbatasan langsung dengan Sumatera Utara sebagai pintu gerbang masuk ke Propinsi Aceh melalui jalur tengah. Aceh Tenggara merupakan jalur wisatawan sehingga menjadi nilai tambah dalam pengembangan kepariwisataan.

Upaya Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara dengan mengandalkan daya tarik objek wisata semata belumlah cukup. Faktor penghambat yang perlu diselesaikan segera berdasarkan penelitian Hanafi (2016), adalah: “Belum adanya

kerja sama dengan pihak ketiga (swasta) dalam mengelola objek wisata, minimnya intensitas promosi oleh pemerintah daerah dalam mempromosikan objek wisata, profesionalisme, pengetahuan dalam memajukan kepariwisataan daerah masih minim, dan persaingan objek wisata yang sama”.

(14)

melakukan penelitian dengan Fokus pada Strategi Komunikasi Pemasaran Pariwisata Arung Jeram Kabupaten Aceh Tenggara.

1.2. FokusMasalah

Adapun fokus masalah dalam tesis ini adalah bagaimana Strategi Komunikasi Pemasaran Pariwisata Arung Jeram Kabupaten Aceh Tenggara. Pendekatan strategi pemasaran yang akan dilihat menggunakan strategi bersaing

(competitive strategy).Secara khusus masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan promosi pariwisata arung jeram di Kabupaten Aceh Tenggara?

2. Bagaimana strategi komunikasi pemasaran pariwisata arung jeram di Kabupaten Aceh Tenggara?

3. Bagaimana pelaksanaan promosi pariwisata arung jeram di Kabupaten Aceh Tenggara?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan daripenelitian ini adalah untuk menjawab fokus masalah penelitian yakni untuk mengetahui:

1. Perencanaan promosi pariwisata arung jeram di Kabupaten Aceh Tenggara. 2. Strategi komunikasi pemasaran pariwisata arung jeram di Kabupaten Aceh

Tenggara.

(15)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat akademik: penelitian ini dapat digunakan mengembangkan kajian-kajian strategi komunikasi pemasaran di bidang pariwisata dalam perspektif ilmu komunikasi. Khususnya berkaitan dengan Strategi Komunikasi Pemasaran Pariwisata (SKPP) di Kabupaten Aceh Tenggara.

2. Kegunaan praktis:

a. Bagi masyarakat, penelitian ini sebagai upaya untuk memperkenalkan pariwisata arung jeram di Kabupaten Aceh Tenggara sebagai event tahunan dalam promosi pariwisata.

Gambar

Tabel 1.1 Kunjungan Wisatawan Ke Aceh Tenggara

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mengisi form ini dengan lengkap dan melampirkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan (scan/fotocopy NPWP dan Rekening), mohon segera dikirim ke

Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan oleh peneliti tentang penelitian yang akan dilaksanakan sesuai dengan judul di atas, maka saya dengan mengetahui tujuan

sufi sehingga terkondisi nilai-nilai dari setiap jenjang. Sedangkan al-ahwal adalah kondisi jiwa yang muncul sebagai wujud usai melaksanakan satu tingkat maqam... dalam

Tujuan: mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan, dukungan keluarga dan akses layanan Kesehatan dengan tingkat pemanfaatan layanan kesehatan maternal primer di Desa

yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal oleh Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo Kabupaten Jember Tahun 2013 (Correlated Faktors of Antenatal

Sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan telihat bahwa pada cluster 1 merupakan kolompok aksesi tanaman aren dengan karakter fenotip yang sesuai untuk memproduksi buah dari

Pemberian Makan .... KESIMPULAN DAN

Banten West Java Tourism Development Corporation sebagai badan usaha pengusul dan telah memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39