• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Fenol Pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Botol Plastik Serta Perilaku Pedagang Dalam Menjual Air Minum Dalam Kemasan Di Kecamatan Medan Baru Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kadar Fenol Pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Botol Plastik Serta Perilaku Pedagang Dalam Menjual Air Minum Dalam Kemasan Di Kecamatan Medan Baru Tahun 2017"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Minum

Air minum adalah salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Air minum

adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang

memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum yang baik

adalah air yang memenuhi persyaratan seperti bebas dari cemaran

mikroorganisme maupun bahan kimia yang berbahaya dan tidak berasa, berwarna,

dan berbau (Soemirat, 2009).

Penyediaan air bersih selain kuantitasnya, kualitasnya pun harus

memenuhi standar yang berlaku. Karena air baku belum tentu memenuhi standar,

maka dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standar air minum. Pengolahan

air minum dapat sangat sederhana sampai sangat kompleks tergantung kualitas air

bakunya. Apabila air bakunya baik, maka mungkin tidak diperlukan pengolahan

sama sekali. Apabila hanya ada kontaminan kuman, maka desinfeksi saja sudah

cukup, tetapi apabila air baku semakin jelek kualitasnya maka pengolahan harus

lengkap (Soemirat, 2009).

2.2 Syarat Air Minum

Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa,

dan tidak berbau. Air minumpun seharusnya tidak mengandung kuman pathogen

dan segala makhluk yang membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung

zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, tidak dapat diterima secara estetis,

dan dapat merugikan secara ekonomis (Soemirat,2009).

(2)

Pentingnya pengelolaan air minum sedimikian rupa sehingga air tersebut

memenuhi/ paling tidak mendekati syarat yang dikehendaki. Air yang diperlukan

harus memenuhi syarat kesehatan, baik kualitas maupun kuantitasnya.

2.2.1 Syarat Kualitas

Untuk kepentingan masyarakat sehari-hari, persedian air harus memenuhi

standar air minum dan tidak membahayakan kesehatan manusia. Menurut

Kepmenkes RI no.907/MENKES/VII/2002, standar-standar air minum yang harus

dipenuhi agar suatu persedian air dapat dinyatakan layak sebagai air minum :

1. Memenuhi Persyaratan Bakteriologis

Air minum yang akan dipergunakan harus terhindar dari kemungkinan

terkontaminasi dari kuman-kuman, parasite maupun patogen.

2. Memenuhi Persyaratan Kimia

Air yang akan dipergunakan adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan

oleh zat-zat kimia atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan. Bahan-bahan

kimia kimia itu terdiri dari :

a. Bahan-bahan inorganik seperti air raksa, cadmium, tembaga, timah, besi,

seng, dan lan-lain.

b. Bahan-bahan organik seperti benzene, toluene, acrylamide, vinil chlorida,

dichloromethane, tetrachloroethane, 2-chlorophenol, 2,4-dichlorophenol,

2,4,6-trochlorophenol, styrene dan lain-lain.

c. Pestisida seperti DDT, permetthrin, lindane, propanil, simazine, fenoprop dan

(3)

3. Memenuhi Persyaratan Radioaktif

Air minum yang baik seharusnya tidak memiliki radioaktif dalam air yang

dapat menggangu kesehatan seperti Gross alpha activity dan Gross beta activity.

4. Memenuhi Persyaratan Fisik

Air yang dipergunakan untuk minum sebaiknya tidak berbau, berasa,

jernih, suhu ± 3oC dari suhu udara dan tidak keruh.

2.2.2 Syarat Kuantitas

Peningkatan kuantitas air adalah merupakan syarat kedua setelah kualitas,

karena semakin maju tingkat hidup seseorang maka akan semakin tinggi pula

tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut (Sutrisno,2004). Tabel berikut ini

sebagai perbandingan penggunaan air bersih di Indonesia dan Amerika serikat

berdasarkan keperluan rumah tangga (Soemirat,2009) .

Tabel 2.1 Konsumsi Air Bersih di Perkotaan Indonesia Berdasarkan Keperluan rumah tangga

Keperluan Konsumsi

1/or/h

Mandi, Cuci, Kakus 12,0

Minum 2,0

Cuci Pakaian 10,7

Kebersihan Rumah 31,4

Taman 11,8

Cuci Kendaraan 21,1

Wudhu 16,2

Jumlah 138,5

(4)

Kebutuhan Pemanfaa L/h

Minum dan Masak 7,6

Mesin cuci piring 14

Toilet 91

Mandi 76

Cuci Pakaian 32

Siram Tanaman 9,5

Pembuangan 95

Sampah 2,7

Jumlah 327,8

Tabel 2.2 Perkiraan Kebutuhan Air Bagi Keluarga Dengan Empat Anggota di U.S.A

tan

Sumber : Penelitian yang dilakukan oleh James Lamb 1985(Soemirat,2009).

2.3 Jenis Air Minum

Menurut Kepmenkes RI No 907/MENKES/SK/VII/2002, tentang syarat

syarat dan pengawasn kualitas air minum, disebutkan bahwa jenis air minum

meliputi :

a. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah

tangga.

b. Air yang didistribusikan melalui tangki air .

c. Air kemasan.

d. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman

yang disajikan kepada masyarakat.

Dalam ketentuan umum Peraturan Menteri Kesehatan RI no.

907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air

(5)

atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat

langsung diminum.

Air minum kemasan atau dengan istilah AMDK (Air Minum Dalam

Kemasan), merupakan air minum yang siap di konsumsi secara langsung tanpa

harus melalui proses pemanasan terlebih dahulu (BSN, 2006).

2.4 Air Minum Dalam Kemasan Plastik

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia no.

96/M-IDN/PER/12/2011, AMDK memiliki definisi yang jelas, yaitu air yang

telah diproses, tanpa bahan pangan lainnya dan bahan tambahan pangan, dikemas,

serta aman untuk diminum. Air minum dalam kemasan yang aman, harus

memenuhi persyaratan air minum dalam kemasan yang diatur sesuai dengan

Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI-01-3SS3-1996. Untuk hal tersebut

diperlukan pengendalian mutu dari awal sampai dengan akhir meliputi, bahan

baku, proses produksinya, serta produk jadi, dalam hal ini yaitu produk AMDK.

Air minum kemasan atau dengan istilah AMDK (Air Minum Dalam

Kemasan), merupakan air minum yang siap di konsumsi secara langsung tanpa

harus melalui proses pemanasan terlebih dahulu. Air dalam kemasan mencakup

air mineral dan air demineral. Air mineral adalah air minum dalam kemasan yang

mengandung mineral dalam jumlah tertentu tanpa menambahkan mineral,

sedangkan air demineral merupakan air minum dalam kemasan yang diperoleh

melalui proses pemurnian seperti destilasi, reverse osmosis, dan proses setara

(BSN, 2006).

Air minum dalam kemasan secara umum dapat dikelompokkan menjadi

(6)

biasanya dilakukan pengisisan ulang baik oleh produsen bermerek maupun depot

air minum isi ulang (tanpa merek), dan lebih banyak dikonsumsi oleh konsumen

yang berada di perkantoran, hotel, dan rumah tangga. Sedangkan konsumen utama

AMDK kemasan Small/single pack atau kemasan yang dapat dibawa secara

praktis seperti kemasan 1500ml /600ml (botol), 240 ml/220 ml (gelas) dikonsumsi

orang-orang yang sedang melakukan perjalanan (Arif, 2009) .

2.4.1 Jenis-jenis AMDK

Menurut Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia no. 96/M-

IDN/PER/12/2011, jenis-jenis AMDK yang beredar di Indonesia, diantaranya

adalah :

1. Air Mineral

Air mineral adalah air minum dalam kemasan yang mengandung mineral

dalam jumlah tertentu tanpa penambahan mineral.

2. Air Demineral

Air demineral adalah air minum dalam kemasan yang diperoleh melalui

proses pemurnian secara distilasi, deionisasi, reverse osmosis.

3. Air Mineral Alami

Air mineral alami adalah air minum yang diperoleh langsung dari sumber

air alami atau dibor dari sumur dalam, dengan proses terkendali yang menghindari

pencemaran atau pengaruh luar atas sifat kimia, fisika, dan mikrobiologi air

(7)

4. Air Minum Embun

Air minum embun adalah air yang diperoleh dari proses pengembunan uap air

dari uadara lembab menjadi tetesan air embun yang diola lebih lanjut menjadi air

minum embun yang dikemas.

2.4.2 Proses Produksi Berbagai Jenis AMDK 1 . Air Mineral

Tahap air tanah atau air permukaan pertama-tama ditampung dalam bak

ataupun tangki.Bila lokasi sumber air cukup jauh, air dapat dialirkan

menggunakan pipa atau diangkut menggunakan tangki. Pada proses transportasi,

air dapat ditambahkan desinfektan.

Tahap selanjutnya adalah penyaringan atau filtrasi.Penyaringan dilakukan

dalam beberapa tahap yakni penyaringan secara mikrofiktrasi penyaringan dengan

karbon aktif, dan penyaringan secara makro- filtrasi. Penyaringan secara

makrofiltrasi digunakan untuk menyaring partikel-partikel kasar dengan

menggunakan pasir.Penyaringan menggunakan karbon aktif digunakan untuk

menyerap bau, rasa, warna, sisa khlor, dan bahan organik.Penyaringan

secara mikrofiltrasi digunakan untuk menyaring partikel halus dengan ukuran

maksimal 10 mikron.

Desinfeksi berfungsi untuk membunuh mikroba pathogen. Desinfeksi

dapat dilakukan dengan menggunakan ozon, penyinaran lampu UV dengan

panjang gelombang 254 nm dan intensitas minimum 10000 mw detik per cm2

dan desinfeksi menggunakan ion silver .Pengisian dan penutupan pada kemasan

(8)

dan saniter. Suhu ruang maksimal 25 derajat celcius. Selanjutnya air yang telah

dikemas dipak dan didistribusikan (Florence B,2015).

Pengambilan dan penampungan air baku (air tanah atau air permukaan)

Penyaringan/filtrasi (Makrofilter,karbon aktif,mikrofilter)

Desinfeksi (ozon, uv, atau ion silver)

Pengisian dan penutupan (dapat diisi ditambah gas oksigen, karbon dioksida, atau

nitrogen) pada kemasan yang telah dicuci

Pengepakan

Gambar 2.1 Proses Produksi Air Mineral (Sumber: Florence B,2015 Berdasarkan Permenprin RI No. 96 Tahun 2011)

2. Air Demineral

Tahapan produksi air demineralisasi secara umum sama seperti air

mineral, hanya terdapat perbedaan karena pada air demineral membutuhkan tahap

de-mineralisasi. Demineralisasi dapat dilakukan dengan cara pengunaan membran

Reverse Osmosis (RO), distilasi, dan deionisasi. Pada demineralisasi RO,

digunakan membran dengan diameter hollow fibre yang kecil sehingga

dihasilkan produk akhir dengan kandungan zat terlarut maksimum 10 mg /L.

Demineralisasi distilasi menggunakan perangkat penyulingan dan pada deionisasi

menggunakan perangkat de-ionisasi dengan produk akhir memiliki kandungan zat

(9)

Desinfeksi (ozon, uv, atau ion silver) Pengambilan dan penampungan air baku (air

tanah atau air permukaan)

Penyaringan/filtrasi (Makrofilter,karbon aktif,mikrofilter)

Demineralisasi (RO, destilasi, deionnisasi)

Pengisian dan penutupan (dapat diisi ditambah gas oksigen, karbon dioksida, atau

nitrogen) pada kemasan yang telah dicuci

Pengepakan

Gambar 2.2 Proses Produksi Air Demineral (Sumber: Florence B,2015 Berdasarkan Permenprin RI No. 96 Tahun 2011)

3.Air Mineral Alami

Proses produksi air mineral alami sama saja dengan air mineral, hanya saja

tidak terdapat tahap desinfeksi (Florence B,2015).

Pengambilan dan penampungan air baku (air tanah atau air permukaan)

Penyaringan/filtrasi (Makrofilter,karbon aktif,mikrofilter)

Pengisian dan penutupan (dapat diisi ditambah gas oksigen, karbon dioksida, atau

nitrogen) pada kemasan yang telah dicuci

Pengepakan

(10)

4. Air Mineral Embun

Tahap pertama dalam proses produksi air minum embun adalah

pengambilan udara.Udara yang lembab dihisap dengan menggunakan mesin

proses pengembunan yang terkendali. Selanjutnya udara disaring sehingga

diperoleh udara bersih. Udara bersih kemudian diembunkan atau dikondensasi

dengan menggunakan perangkat yang sama sehingga diperoleh air embun. Air

embun lalu ditampung dalam tangki penampung dan disaring menggunakan

karbon aktif dan mikrofilter. Tahap desinfeksi, pengisian dan penutupan pada

kemasan yang telah dicuci dan pengepakan dilakukan seperti proses produksi pada

jenis AMDK yang lainnya (Florence B,2015

Pengambilan udara (udara lembab)

Penyaringan /filtrasi udara

Penampungan air embun

Penyaringan/filtrasi air embun (mikrofilter

Desinfeksi (ozon, uv, atau ion silver)

Pengisian dan Penutupan (dapat ditambahkan gas oksigen)

Pengepakan

(11)

2.5 Plastik Sebagai Bahan Pengemas AMDK

Kemasan AMDK telah diatur dalam Peraturan Mentri Perindustrian RI

No. 96/M-IND/DEP/12/2011 dalam pasl 12 ayat 1 bahwasanya bahan pengemas

AMDK terbuat dari kaca ataupun bahan plastik.Bahan plastik yang dimaksud

adalah :

1. Polietilen (PE)

Terdapat dua jenis polietilen yaitu Polietilen Densitas Rendah (PEDR)

dihasilkan dari proses polimerisasi pada tekanan tinggi. Bahan ini bersifat kuat,

agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaannya terasa agak berlemak. Di

bawah temperatur 60° C sangat resisten terhadap sebagian besar senyawa kimia.

Di atas temperature tersebut polimer ini menjadi larut dalam pelarut karbon dan

hidrokarbon klorida. Daya proteksinya terhadap uap air baik, tetapi kurang baik

bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. Titik lunaknya rendah, sehingga tak tahan

untuk proses steriilisasi dengan uap panas dan bila ada senyawa kimia yang

bersifat polar akan mengalami stress cracking (retak oleh tekanan). Jenis

polietilen yang lain adalah Polietilen Densitas Tinggi (PEDT) yang dihasilkan

dengan polimerisasi pada tekanan dan temperatur rendah (50-75)° C memakai

katalisator Zeglier, mempunyai sifat lebih kaku, lebih keras, kurang tembus

cahaya dan kurang terasa berlemak.

2. Polipropilen (PP)

Polipropilen termasuk kelompok olefin, bersifat lebih keras dan titik lunaknya

lebih tinggi daripada PEDT, lebih kenyal tetapi mempunyai daya tahan terhadap

kejutan lebih rendah. Tidak mengalami stress cracking oleh perubahan kondisi

(12)

aromatik dan hidrokarbon klorida dalam keadaan panas, serta sifat

permeabilitasnya terletak antara PEDR dan PEDT.

3. Polyethylene terephthalate (PET)

Bersifat jernih dan transparan, kuat, tahan pelarut, kedap gas dan air, melunak

pada suhu 80oC. Biasanya digunakan untuk botol minuman, minyak goreng,

kecap, sambal, obat. Tidak untuk air hangat apalagi panas. Untuk jenis ini,

disarankan hanya untuk satu kali penggunaan dan tidak untuk mewadahi pangan

dengan suhu >60oC.

4. Polivinil Klorida (PVC)

Polivinil Klorida dibuat dari monomer yang mngandung gugus vinil. PVC

mempunyai sifat kaku, keras, namun jernih dan lengkap, sangat sukar ditembus

air dan permeabilitas gasnya rendah. Pemberian plasticizers (biasanya ester

aromatik) dapat melunakkan film yang membuatnya lebih fleksibel tetapi regang

putusnya rendah, tergantung jumlah plasticizers yang ditambahkan.

5. Polikarbonat (PC)

Polikarbonat, polimer ini mempunyai titik leleh bervariasi sampai 300° C,

kuat, ulet, keras dan tembus cahaya, serta mudah larut dalam pelarut hidrokarbon

klorida.

Beberapa aditif yang terdapat pada plastik dan styrofoam diperlukan untuk

memperbaiki sifat-sifat fisika kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang sengaja

ditambahkan itu dikelompokkan sebagai komponen nonplastik, berfungsi sebagai

pewarna, antioksidan, penyerap cahaya ultraviolet, penstabil panas, penurun

viskositas, penyerap asam, pengurai peroksida, pelumas, peliat dan lain-lain

(13)

Kemungkinan toksisitas plastik sebagai pengemas makanan juga berasal

dari komponen aditif yang mempunyai berat molekul rendah. Senyawa ini

terlepas dari plastik pada waktu proses pengemasan. Senyawa ini akan terlepas

pada temperatur tinggi atau jika kontak dengan bahan makanan panas (Sulchan

dan Endang,2007).

Kemasan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang menggunakan bahan

baku polivinil khlorida dan kopolimer akrilonitril perlu disimpan di tempat yang

bebas dari panas matahari, untuk mencegah lepasnya monomer-monomer plastik.

Di dalam perdagangan sering kita melihat para penjual meletakkan AMDK di

bawah terik matahari. Hal ini perlu dihindarkan karena semakin tinggi suhu

semakin tinggi peluang terjadinya migrasi zat-zat plastik ke dalam bahan yang

dikemas (Sulchan dan Endang,2007).

2.6 Migrasi Senyawa Plastik dalam AMDK 2.6.1 Fenol

Phenol merupakan salah satu persenyawaan aromatik yang paling penting.

Phenol (C6H5OH) adalah monohydrosida derivate benzene. Fenol digunakan

secata luas sebagai germicida, dan desinfektan dinilai dengan fenol koefisien,

yaitu kekuatan membunuh kuman relatif berkenaan dengan fenol (Sutrisno,2004).

Gambar 2.5 Senyawa Fenol (C6H5OH)

Fenol disebut juga asam karbol, cresol, kreolin, lycresol. Bahan-bahan

(14)

hama (desinfektan) seperti untuk membersihkan lantai, kamar mandi atau WC dan

untuk menghilangkan bau busuk. Penggunaan bidang kesehatan dipergunakan

sebagai antiseptic atau pembasmi kuman, seperti untuk mencuci lengan dengan

larutan 1%-2% (Adiwisastra,1992).

Fenol dalam kemasan air minum itu berfungsi sebagai desinfektan dan

menghilangkan bau (Adiwisastra, 1992). Senyawa fenol berdasarkan beberapa

penelitian ternyata mempunyai sifat sangat toksik, sehingga banyak negara

menetapkan kadar maksimum yang diperkenankan dalam air minum dalam

jumlah yang relatif sangat kecil (Wirjosentono, 1994).

Dalam Kepmenkes RI no. 907/MENKES/VII/2002 tentang syarat-syarat

dan pengawasan kualitas air minum, kadar maksimum fenol yang diperbolehkan

ada dalam air minum sangat kecil yaitu 600-1000µg/l untuk 2-chlorophenol,

0,3µg/l untuk dichlorophenol dan 2-300µ g/l untuk 2,4,6 trochlorophenol.

A. Efek Fenol Terhadap Kesehatan

Fenol dapat menyebabkan iritasi dan luka bakar dari paparan. Uap fenol

yang mengiritasi saluran pernapasan dan menelan fenol dapat menyebabkan

kerusakan korosif terhadap seluruh saluran gastrointestinal (GI). Paparan kulit

untuk fenol menyebabkan peradangan, eritema, perubahan warna kulit, luka

bakar dan nekrosis. Paparan pada mata dapat menyebabkan iritasi dan kekeruhan

kornea. Fenol mudah diserap melalu inhalasi, sistem pencernaan dan paparan

dermal, yang menghasilkan toksisitas sistemik. Penyerapan, fenol cepat

didistribusikan ke seluruh tubuh. Rute utama dari ekskresi fenol adalah dalam

(15)

Data yang tersedia sangat terbatas untuk sifat karsinogenik fenol terhadap

manusia. The International Agency for Research on Cancer atau Badan

Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) menyimpulkan bahwa fenol tidak

diklasifikasikan sebagai karsinogen pada manusia. Pada studi efek karsinogenik

hewan jangka panjang tidak dilaporkan kejadian karsinogenik pada hewan

pengerat yang diberikan fenol melalui oral (PHE,2016).

Tabel 2.3 Bahaya Kesehatan yang disebabkan oleh fenol pada paparan tunggal dan paparan berulang Menurut WHO

dari mulut, tenggorokan, dan saluran

cerna sistem; depresi sistem saraf

kerusakan hati dan ginjal; gangguan

sistem saraf pusat

.Sumber : Phenol Health and Safety Guide (WHO,1994

Tabel 2.4 Bahaya Kesehatan yang disebabkan oleh fenol pada paparan jangka lama dan paparan jangka cepat menurut Public Health England.

Paparan Jangka Lama Paparan Jangka Cepat 1. Paparan pada saluran pernapasan

kemungkinan dapat menyebabkan berat badan berkurang,kelemahan otot,kerusakan hati.

2. Paparan saluran cerna kemungkinan dapat menyebabkan luka pada mulut, iritasi saluran cerna, kardiovaskular, dan efek pernapasan dan tubuh mengalami penurunan berat badan.

1. Menyebabkan keracunan pada bagian kontak dan sistemik, oleh semua rute dari paparan.

(16)

Lanjutan Tabel 2.4 Bahaya Kesehatan yang disebabkan oleh fenol pada paparan jangka lama dan paparan jangka cepat menurut Public Health England.

Paparan Jangka Lama Paparan Jangka Cepat 3. Paparan kronis pada dapat mengakibatkan

bercak hitam pada kulit , iritasi kulit, kulit melepuh, peradangan dan nekrosis.

4. Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) menyimpulkan bahwa fenol tidak diklasifikasikan sebagai karsinogen pada manusia.

3. Akut inhalasi karena fenol mengarah ke mengi, iritasi saluran pernapasan , anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, vertigo,

United States Environtmental Protection Agency (US EPA) menetapkan,

paparan fenol dalam air minum pada konsentrasi 6 miligram per liter (mg / L)

hingga 10 hari diharapkan untuk tidak menimbulkan efek yang merugikan pada

anak. EPA telah menetapkan bahwa paparan seumur hidup untuk 2 mg / L fenol

dalam air minum tidak diperkirakan menyebabkan efek samping (ATSDR,2008).

Konsentrasi fenol dalam AMDK seperti yang ditetapkan oleh FDA (Food

and Drug Administration) bahwa konsentrasi fenol dalam air minum dalam

kemasan tidak boleh melebihi 0,001 mg / L (ATSDR,2008).

B. Toksisitas Fenol

Fenol (asam karbol) dalam berbagai cara masuk kedalam tubuh

mempunyai pengaruh yang buruk, karena fenol merupakan racun protoplasmic

(sel-sel darah) atau korosif terhadap kulit yang mengakibatkan nekrotis (kulit

menjadi mati) (Adiwisastra,1992).

Keracunan sistemik dari fenol, mula-mula merangsang dan menimbulkan

depresi (penekanan) terhadap sistem saraf pusat, hilangnya tonus, penyempitan

pembuluh syaraf dan terhentinya pernafasan. Fenol mempengaruhi juga terhadap

(17)

8-15 gr. Penyerapan oleh usus, baru terjadi setelah bahan larutan fenol berada

dalam lambung beberapa jam kemudian (Adiwisastra,1992).

Kolap dan kematian disebabkan kegagalan bernafas, biasanya terjadi 15

menit sampai beberapa hari, tapi saat-saat yang bahaya biasanya terjadi dalam

jangka 24 jam. Pengobatan pada keracunan oleh fenol hanya dapat dilakukan

secara simptomatis dan supportive (didasarkan gejala-gejalanya) yang tampak

(Adiwisastra,1992).

C. Gejala-gejala Keracunan

Fenol yang masuk kedalam tubuh melalui makanan dan minuman dan

kontak kulit, bisa menimbulkan gejala keracunan yaitu :

1. Luka bakar korosif yang putih pada selaput lender ( mucus membrane)

dalam mulut, kerongkongan (oseofagus), lambung, sakit daerah

lambung dan muntah seperti yang didapati pada keracunan bahan

kimia korosif lainnya, diare (mencret) disertai darah.

2. Kulit pucat, berkeringat, badan lemah, sakit kepala, pusing-pusing dan

tinnitus ( suara berdengung dalam kuping)

3. Syok, denyut nadi tidak teratur, hipotensi (tekanan darah menurun

atau rendah), pernafasan dangkal, kulit kebiru-biruan (cyanotis), dan

suhu badan menurun.

4. Penderita gelisah dan tidak sadarkan diri, pada anak-anak biasanya

timbul kejang.

5. Kencing sedikit dan berwarna gelap atau seperti seperi asap atau

kabut, merupakan tanda-tanda terganggunya ginjal.

(18)

7. Bila mengenai kulit, kulit akan terkelupas dan akan teras sakit sekali,

kulit menjadi kering dan berwarna putih dan bila kulit yang putih

terlepas, meninggalkan bekas yang berwarna coklat.

2.6.2 Senyawa Monomer Dalam Botol PET

Beberapa senyawa kimia dari botol plastik jenis PET yang telah diperiksa

oleh beberapa peneliti yang dapat bermigrasi :

1. Monomer dan Oligomer

Beberapa peneliti telah melaporkan reaktan sisa dan kerusakan berat

molekul rendah dalam produk botol PET sebagai migran potensial. Mengenai

kehadiran monomer dan reaktan sisa dalam polimer, menurut Begley et al. dalam

Bach (2012) diukur asam tereftalat (6,9 mg / L), asam monohidroksi etilena

tereftalat (34,4 mg / L), BHET (49,1 mg / L) dan trimer siklik (9592 mg / L)

dalam botol minuman PET komersial. Pada percobaan Morelli-Cardoso et al

dalam Bach (2012) etilena glikol, percobaan migrasi di 16 botol PET datang

langsung dari industri kemasan Brasil. Botol yang diisi dengan suling air, 3%

asam asetat cair dan 15% etanol berair. Untuk semua kasus, etilena glikol migrasi

terdeteksi setelah 10 hari pada suhu 40 ° C.

2. Tanda-tanda Keberadaan Logam

Spesies anorganik dapat hadir sebagai residu dari katalis atau aditif yang

digunakan untuk memproduksi botol PET. Menurut Uni Eropa bahwa Sb2O3

adalah katalis yang paling penting yang digunakan dalam sintesis PET. Menurut

Westerhoff et al. dalam Bach (2012) telah menganalisis 23 logam dalam botol

PET. Konsentrasi tertinggi ditemukan untuk Co, Cr, Fe, dan Mn, dengan 27 mg /

(19)

relatif rendah konsentrasi ini diamati pada bahan polimer dibandingkan dengan

Sb.

Menurut Shotyk dan Krachler dalam Bach (2012) penulis menemukan

konsentrasi Sb dari 2 mg / L atau lebih dalam dua merek air PET-botol. Mereka

juga mempelajari pengaruh waktu penyimpanan, setelah jangka waktu 6 bulan

pada suhu kamar, konsentrasi Sb ditemukan memiliki meningkat 90% rata-rata di

48 merek air minum dalam kemasan dari negara-negara Eropa.

3. Senyawa Karbonil

Menurut Lorusso et al dan Romao et al dalam Bach (2012) beberapa

senyawa karbonil telah dilaporkan ada dalam air minum dalam kemasan dan di

kemasan PET. Senyawa organik yang mudah menguap yang dihasilkan dalam

PET oleh degradasi termal. Asetaldehida yang dihasilkan selama reaksi

polimerisasi dan proses mencair selama pembuatan botol PET. Pemotongan

obligasi rantai polimer mengarah ke pembentukan karboksil dan vinyl rantai ester

berakhir. Asetaldehida dibentuk oleh kombinasi dua kelompok akhir sebagai sub-

produk reaksi. Studi difusi senyawa karbonil dari dinding botol PET untuk air

bertujuan untuk menentukan faktor yang signifikan (waktu kontak, suhu

penyimpanan, paparan cahaya, psiko sifat kimiawi air minum, dll) yang dapat

mendukung migrasi mereka dari polimer ke dalam air kemasan.

Penelitian yang dilakukan Pepin et al.dalam Bach (2012) deteksi senyawa

ini dalam air mineral berkarbonasi dan dalam konsentrasi awal dinding botol PET

setelah paparan maksimum 3 bulan pada 25, 37 dan 45 ° C. Penggunaan tiga nilai

(20)

8,8 mg / L, membuktikan bahwa migrasi itu terkait dengan jumlah asetaldehida di

dinding botol dan tergantung pada suhu dan waktu penyimpanan.

Sumber utama formalin dan asetaldehida dalam air minum dalam kemasan

PET adalah pengemasan. Konsentrasi formalin dan asetaldehida di dinding botol

PET tergantung pada formulasi baku material dan pada teknologi manufaktur

yang digunakan (produksi butiran, dan preforms botol ), difusi formalin dan

asetaldehida dipengaruhi oleh suhu, waktu penyimpanan dan air karbonasi terkait

dengan pH rendah di botol air minum (Bach, 2012).

4.Plasticzers

Menurut Oehlmann et al. dalam Bach (2012) penambahan plasticizer

untuk resin plastik tersebar luas, untuk meningkatkan kelembutan dan

fleksibilitas, terutama di Polyvinyl Chloride (PVC) hingga 20-30%. Di-2-

Ethylhexyl Phthalate (DEHP) adalah plasticizer paling luas diproduksi dan

digunakan . plasticizer (seperti ftalat) tidak diyakini digunakan untuk pembuatan

botol PET. Menurut beberapa referensi yang dikutip dalam Bach (2012)

phthalates dalam kontak bahan makanan tunduk pada peraturan yang ketat.

Namun bahan tersebut telah ditemukan dalam bahan PET dan air dalam botol

PET.

Berikut adalah berbagai penelitian yang dikutip oleh Bach (2012) terkait

Phthalates dan DEHA sebagai plasticzers :

A. Phthalates

Membandingkan hasil analisis air minum kemasan sebelum dan sesudah

penyimpanan, Casajuana dan Lacorte dalam Bach (2012) menyimpulkan bahwa

(21)

° C) meningkatkan konsentrasi DBP, BBP dan DEHP dalam air minum kemasan.

Setelah pemaparan, konsentrasi rata-rata DBP, BBP dan DEHP yang 0,046 mg /

L, 0,010 mg / L dan 0,134 mg / L, masing-masing. Resin Cap-penyegelan untuk

makanan kemasan juga telah menunjukkan untuk peran mereka dalam

kontaminasi DEHP Hirayama et al. dalam Bach (2012).

Montuori et al. dalam Bach (2012) adalah satu-satunya penulis yang

menyelidiki adanya asam phtalic (PHA) dalam air dalam botol PET selain DMP,

DEP, DiBP, DBP dan DEHP. hasilnya menunjukkan bahwa PHA adalah phthalate

paling banyak ditemukan dalam air kemasan dengan maksimal tingkat 3,50 ug / L.

Mereka juga menemukan bahwa konsentrasi phthalates dalam sampel botol PET

20 kali lebih tinggi dibandingkan mereka dari botol kaca langsung dianalisis

setelah pembelian.

B. Di-2-etilheksil adipat (DEHA)

Pengaruh paparan sinar matahari dan suhu yang berkaitan dengan tingkat

DEHA di PET-botol air diselidiki oleh Schmid et al. (2008) dalam perawatan

SODIS air. Itu perbedaan konsentrasi DEHA dalam air kemasan yang diamati

dalam kaitannya dengan peningkatan suhu dan sampel dari berbagai negara

(Honduras, Nepal dan Swiss) yang dibandingkan.Tingkat DEHA tertinggi 0,044

mg / L pada 60 ° C dengan paparan sinar matahari ditemukan dalam botol PET

dari Honduras.

Menurut Bach (2012) bahwa phthalate yang ester dan DEHA ditemukan

memiliki berbagai konsentrasi dalam air minum kemasan tergantung pada studi

yang bersangkutan, hasil yang kontras dalam literatur juga mungkin karena

(22)

PET dan perbedaan dalam kondisi penyimpanan (waktu kontak, suhu dan cahaya).

Penjelasan lain yang mungkin adalah besar variasi dalam penggunaan plasticizer

dalam indu stri kemasan dari waktu ke waktu

5. Antioksidan

Oksidasi dan foto-oksidasi bahan polimer dapat dihambat atau dikurangi

dengan menggunakan semacam stabilizer. Sejumlah kecil zat ini dapat

ditambahkan ke polimer sebelum diproses. Antioksidan paling luas terhalang

oleh inhibitor fenol (Bach, 2012).

A. Akilfenol

McNeal et al. dalam Bach (2012) pembuatan kemasan makanan, tris

(nonilfenil) fosfit (TNPP) digunakan sebagai antioksidan aditif untuk

menstabilkan beberapa polimer seperti karet, styrene, polimer vinil dan

polyolefines. Oksidasi aditif ini menghasilkan 4-nonylphenol (NP). Sumber lain

NP dan juga oktilfenol (OP) berasal dari degradasi nonylphenols polyethoxylated

(APEOs). APEOs adalah surfaktan yang banyak digunakan sebagai pembersih di

bidang manufaktur botol.

Amiridou dan Voutsa dalam Bach (2012) melakukan penelitian dengan

meletakkan botol di luar ruangan dan langsung terkena sinar matahari selama 15

dan 30 hari. jejak rendah NP (sekitar 10 µg / L) dan OP (sekitar 2 µ g / L) yang

diamati. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam NP dan OP jumlah sebelum

dan setelah terpapar yang ditemukan dalam air kemasan. Sebaliknya, jejak NP di

21 merek air minum kemasan di PVC, PE dan PET diamati oleh Li et al. dalam

Bach (2012). Konsentrasi berkisar antara 108 µ g / L untuk 298 µ g / L dalam air

(23)

untuk orang dewasa dengan berat 60 kg (USEPA, 2006; USEPA, 2009)

melakukan tidak melebihi asupan ditoleransi harian (TDI) dari 5 µg / kg berat

badan yang diusulkan oleh Nielsen et Al. dalam Bach (2012) menyimpulkan

bahwa BHT terjadinya air mineral bisa disebabkan penggunaan cap PE pada botol

PET.

B. Butylated hydroxytoluena (BHT)

BHT adalah antioksidan fenolik yang digunakan dalam plastik kemasan,

karet, kosmetik dan juga sebagai aditif makanan. Hal ini banyak digunakan

sebagai thermostabilizer untuk polyethylene, polypropylene, poliester dan

polyvinyl chloride seperti yang dikutip oleh Bach (2012) dari berbagai referensi

(Sheftel,; Tombesi dan Freije,).

Mengenai terjadinya BHT dalam botol air PET, Tombesi dan Freije dalam

Bach (2012) menemukan jumlah terukur dari senyawa ini di 5 dari 15 sampel air

PET-botol dengan konsentrasi berkisar antara 21,5-38,0 g / L. Kemudian,

kelompok penelitian yang sama Tombesi et al. dalam Bach (2012) terdeteksi

BHT dalam tiga sampel air minum kemasan tetapi konsentrasi sepuluh kali lebih

rendah dari pada studi pertama. Para penulis mengklaim bahwa jumlah diukur

tidak melebihi tingkat yang direkomendasikan oleh standar Uni Eropa total fenol

dalam air minum.

6. Stabilisator UV

Sampai sekarang, tinuvin P (2- (2H-benzotriazol-2-yl) p-kresol) dan

tinuvin 234 (2- (2H- benzotriazol-2-yl) -4,6-bis (1-metil-1-phenylethyl) fenol)

adalah satu-satunya stabilisator UV ditemukan dengan analisis langsung dari botol

(24)

produksi polystyrene, poliamida, polymethacrylate, poliester, polyvinyl chloride

dan polypropylene Sheftel dalam Bach (2012). Batas-batas migrasi spesifik

(SML) dari Tinuvin 324 dan tinuvin P yang tetap di 1,5 mg / kg dan 30 mg / kg,

masing-masing (Uni Eropa, 2011).

7. Pelumas

Menurut Schaefer et al. Dalam Bach (2012) pelumas adalah jenis lain dari

aditif yang umumnya digunakan untuk produksi plastik kemasan untuk

meminimalkan adhesi makanan, untuk mengurangi gesekan atau untuk

mendukung elastisitas bahan.

Asam lemak amida juga merupakan jenis pelumas yang digunakan untuk

memproduksi penutup polyolefin. Pelumas seperti erucamide dan juga oleamide

diizinkan di Eropa sebagai material pembuat bahan plastik dimaksudkan datang

dalam kontak dengan untuk makanan (Uni Eropa, 2011). Untuk informasi,

erucamide dan oleamide tidak digunakan dalam pembuatan botol PET. Namun,

erucamide dapat digunakan dalam pembuatan untuk penutup botol, ini bisa

menjelaskan mengapa senyawa ini ditemukan dalam air mineral dalam

konsentrasi mulai dari 2,0 µg / L untuk 182 µ g / L seperti yang diamati oleh

Buiarelli et al. dalam Bach (2012).

8. Bisphenol A

Menurut pendapat McNeal et al dalam Bach (2012) Bisphenol A (BPA)

adalah bagian yang digunakan dalam pembuatan resin epoxy dan polikarbonat

plastik (PC) untuk kemasan makanan. Adapun studi tentang pengaruh sinar

matahari dalam migrasi BPA dalam air PET-botol,percobaan luar dilakukan

(25)

heated 10.51 (2010) (2012) didapat konsentrasi rendah (hingga 4 µ g / L) dari BPA yang diamati dalam

air PET-botol sebelum dan setelah paparan sinar matahari.

Li et al. dalam Bach (2012) mendeteksi BPA di 17 merek air minum

kemasan dari Cina di bawah kondisi yang sama (dianalisis segera setelah

pembelian).Konsentrasi BPA yang ditemukan dalam air minum dalam kemasan

bervariasi ,konsentrasi berkisar 17,6-324 µ g / L..

Tabel 2.5 Migrasi Sb2o3 dari botol air minum PET

Table 1 – Results of antimony (Sb) migration from PET into bottled water. Exposure

temperature Exposure Simulant Other Concentration Concentration Reference

(CO ) Parameters mean (µg/l) mean

(26)

Name Simulant Temperature Conditions Parameters mean (µg/l) mean Reference

Carbonated r.t. 170 days – – 60.0 ± 6.0 Dabrowska

water et al. (2003)

Carbonated r.t. 6 days – – 10.5 ± 1.1 Dabrowska

water at pH = et al. (2003)

Lanjutan Tabel 2.5 Migrasi Sb2o3 dari botol air minum PET

Exposure Other Concentration Concentration

Tabel 2.6 Migrasi Carbonyl Compounds dari botol air minum PET

Table 2 – Results of carbonyl compounds migration from PET into bottled water.

(27)

Lanjutan Tabel 2.6 Migrasi Carbonyl Compounds dari botol air minum PET

Compound Name

Propanal

Simulant TemperatureExposure ConditionsExposure ParametersOther Concentration Concentration

(28)

Tabel 2.7 Migrasi esters phthalate dari botol air minum PET

Table 3 – Results of phthalate esters migration from PET into bottled water.

Compound

DMP Mineral water 22°C 30 days < 0.04 - Bosnir et al.

Water Up to 30°C 10 weeks < 0.002 - 0.003 0.002 (2007)

DEP Mineral water 22°C 30 days < 0.04 – 1 0.11

Casajuana and Bosnir et al.

Water Up to 30°C 10 weeks 0.082 – 0.355 0.214 Casajuana et

Lacorte (2003)

DBP Still water Refrigerated - 0.08 – 0.32 0.357 ±0.606 Cao (2008)

Mineral water 22°C 30 days < 0.04 – 50 11 Bosnir et al.

Water Up to 30°C 10 weeks 0.020 – 0.070 0.046 Casajuana and

Lacorte (2003)

DiBP Mineral water 22°C 30 days < 0.005 - Bosnir et al.

Water Up to 30°C 10 weeks < 0.004 – 0.010 < 0.004 Casajuana and

Lacorte (2003)

DEHP Dionised water r.t. 17 hours, 0.14 – 0.24 0.19 ± 0.05 Schmid et al.

darkness (2008)

Dionised water r.t. 17 hour, 0.10 – 0.38 0.26 ± 0.10 Schmid et al.

sunlight (2008)

Dionised water 60°C 17 hours, 0.15 – 0.71 0.36 ± 0.21 Schmid et al.

sunlight (2008)

Mineral water r.t. 12 months, - 3220 ± 200 Biscardi et al.

darkness (2003)

Mineral water r.t. 3 months < 0.02 – 6.8 - Leivadara et al.

(2008)

Mineral water 22°C 30 days < 0.04 – 50 8.8 Bosnir et al.

(2007)

Water Up to 30°C 10 weeks < 0.002 – 0.188 134 Casajuana and

Lacorte (2003)

Mineral water Up to 30°C 3 months, < 0.02 - Leivadara et al.

sunlight (2008)

DOP Mineral water 22°C 30 days < 0.04 - Bosnir et al.

(2007)

Sumber : Bach, 2012

2.6.3 Bahaya Kesehatan

Efek kesehatan yang ditimbulkan oleh masing-masing bahan kimia yang

sudah tetap digunakan sebagai pelarut dari plastik menurut Department of

(29)

1. Antimony (Sb)

a) Zat mutagenik yang dianggap karsinogenik bagi manusia karena data

yang cukup dari studi hewan jangka panjang atau terbatas bukti dari studi

hewan dibuktikan dengan bukti dari studi epidemiologi mengindikasikan

bahwa zat tersebut dapat menyebabkan risiko kanker.

b) Menginduksi pembentukan oksigen dan nitrogen reaktif in vivo dan in

vitro di sel mamalia.

2. Tin (Sn)

a) Dalam bentuk anorganik, timah logam umumnya dianggap memiliki

toksisitas rendah bila tertelan karena penyerapan yang buruk dan ekskresi

cepat.

b) Beberapa senyawa organotin menunjukkan toksisitas yang signifikan dan

bervariasi, tetapi ini tidak hadir dalam air kemasan.

3. Diisobutyl phthalate (DIBP)

a) Memenuhi kriteri untuk diklasifikasikan sebagai racun karsinogenik.

b) Perubahan pada produksi testoteron testis janin dianggap paling sensitif

pada perkembangan sel reproduksi laki-laki.

c) Dalam bukti votro aktivitas biologis yang terkait terjadi gangguan

endokrin.

4. 3,5-Di-tert-butyl-4-Hydroxybenzaldehyde

Tidak ada data toksisitas yang tersedia.

5. 3,5-Di-tert-butylbenzoquinone

a) Menyebabkan kerusakan DNA oksidatif pada pembuahan sel dan

(30)

b) Quinones berhubungan dengan efek neurotoksik kronis dan termasuk

gangguan pengelihatan.

6. 2,4-Di-tert-butylphenol

a) Mengganggu aktivitas reseptor esterogen manusia.

b) Sitotoksisitas terhadap sel kanker manusia

c) Dapat menyebabkan kanker pada mausia

d) Tidak bersifat genotoksik deteksi pada makanan

e) Ditemukan memiliki estrogenik rendah dan aktivitas anti-androgenik

7. fenantrena

a) Tidak diklasifikasikan karsinogenik untuk manusia

b) Diklasifikasikan sebagai persisten ,bioakumulatif dan beracun.

8. 2,2-Dimetoksi-1,2-diphenylethanone

a) aktivitas estrogenik signifikan diukur dengan in vitro reporter assay gen.

2.7 Perilaku

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari

luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini

disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

2.7.1 Domain Perilaku

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2010), membagi perilaku itu

didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak

mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk

(31)

domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah

affektif (affectife domain), dan ranah psikomotor (psicomotor domain).

Menurut Notoatmodjo (2010), dalam perkembangan selanjutnya oleh para

ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur

dari :

1. Pengetahuan (knowlegde)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan

seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan

tindakan terhadap masalah yang dihadapi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :

a) Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.

b) Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.

c) Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran.

Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) terhadap suatu materi

yang telah dipelajari sebelumnya

2) Memahami (Comprehension)

Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

(32)

3) Aplikasi

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

4) Analisis

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan

ada kaitannya dengan yang lain.

5) Sintesa

Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan baru.

6) Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi / objek.

2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2010)

menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok:

a) Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek

b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan

(33)

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Praktik atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain

adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa

tingkatan :

a) Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

b) Respon terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.

(34)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai

praktik tingkat tiga.

d) Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi

kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari

atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,

yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Menurut penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2010), mengungkapkan

bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut

terjadi proses berurutan yakni :

1) Kesadaran (awareness)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu

terhadap stimulus (objek)

2) Tertarik (interest)

Dimana orang mulai tertarik pada stimulus.

3) Evaluasi (evaluation)

Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Mencoba (trial)

(35)

5) Menerima (Adoption)

Gambar

Tabel 2.1   Konsumsi Air Bersih di Perkotaan Indonesia Berdasarkan Keperluan rumah tangga
Tabel 2.2   Perkiraan Kebutuhan Air Bagi Keluarga Dengan Empat Anggota di U.S.A
Gambar 2.1    Proses  Produksi  Air  Mineral  (Sumber:  Florence  B,2015  Berdasarkan Permenprin RI No
Gambar  2.2  Proses  Produksi  Air  Demineral  (Sumber:  Florence  B,2015  Berdasarkan Permenprin RI No
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peramalan PeojnaIan Air Minorn Dalam Kemasan (AMDK) Di PT. Air rncrupkan salah saru s u m k daya alam dan kc&amp;utuhan hidup yang paling penting dan muupakan

Pada tahap improve akan diberikan beberapa rekomendasi perbaikan terkait dengan waste yang terjadi sepanjang value stream pada proses produksi AMDK pada waste

a) Siapkan contoh botol plastik sebanyak 16 buah, pastikan botol dalam keadaan kering dan tidak bocor. b) Isi botol plastik dengan air sampai batas leher botol, lalu tutup.. c)

menyatakan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Sistem Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Al-Qodiri Menggunakan Metode

Untuk menjaga agar eksploitasi airtanah untuk industri air minum dalam kemasan (AMDK) agar tidak mengganggu potensi sumberdaya airtanah yang dimanfaatkan oleh

Faktor-faktor penyebab cacat produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) PDAM Tirta Sembada pada produk botol 330 ml dengan urutan rangking 1 dengan nilai RPN 512 pada

Apabila dilihat dari sisi perusahaan manufaktur AMDK (contohnya Aqua, Club, Nestle, Amidis, Aquaria, Aguaria, Sinar Sosro, dan perusahaan AMDK lainnya), fenomena

Trihudiyatmanto Email: trihudiyatmanto@unsiq.ac.id Pengaruh Persepsi Harga, Hambatan Berpindah, Retensi Konsumen Terhadap Loyalitas Konsumen Air Minum Dalam Kemasan AMDK Le