• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Yuridis Terhadap Keberadaan Sertifikasi Halal Untuk Melindungi Produk Pengusaha Dalam Menghadapi Persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Yuridis Terhadap Keberadaan Sertifikasi Halal Untuk Melindungi Produk Pengusaha Dalam Menghadapi Persaingan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

ASEAN sebagai kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan

Tiongkok, kini telah membangun komunitas ASEAN Economic Community (AEC)

atau yang dikenal juga sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun

2015 yang menjadi pasar tunggal dikawasan Asia Tenggara.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dibentuk oleh para pemimpin

ASEAN dalam menghadapi

sebagai basis produksi tunggal. Visi dari ASEAN di dalam perdagangan bebas ini

adalah pada tahun 2015 akan dapat dilakukannya aliran bebas barang (free flow of

goods) secara bebas tanpa mengalami hambatan, baik tarif maupun non-tarif.

Pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dilakukan dalam

Konferensi Tingkat Tinggi di Bali pada 7 Oktober 2003, dimana Para Petinggi

ASEAN mendeklarasikan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan

dibentuk pada tahun 2015 untuk meningkatkan daya saing ASEAN dalam

menyaingi Tiongkok dan India dalam menarik investasi asing. Penerapan

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 ini juga akan merubah ASEAN

menjadi sebuah pasar tunggal yang berbentuk basis produksi, kawasan ekonomi

(2)

kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global.1

Dalam melakukan kerjasama negara negara anggota ASEAN menerapkan

prinsip-prinsip kerjasama sebagai berikut :

Dalam proses mewujudkan ASEAN Economic Community (AEC) atau

yang dikenal juga sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015

ini, negara-negara anggota ASEAN melakukan peningkatan daya saing produk

makanan, pertanian dan kehutanan di pasar internasional, dan pemanfaatan serta

pemberdayaan produk lokal yang telah menjadi prioritas regional.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk sebuah kawasan

ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi sehingga memerlukan suatu

kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual

Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce.

Tujuan dibuatnya kebijakan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

agar dapat tercipta iklim persaingan yang adil, terdapat perlindungan konsumen,

mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta, menciptakan jaringan transportasi

yang efisien, aman, dan terintegrasi, menghilangkan Double Taxation, dan

meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online. Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi kawasan yang memiliki perkembangan

ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah.

2

1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah

(3)

setiap anggota ASEAN agar tidak terganggu dalam urusan dalam negeri

negaranya dan tidak mencampur masalah di negara tersebut dengan

ASEAN.

2. Tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara sesama anggota.

3. Apabila terdapat perdebatan dan perbedaan pendapat antara anggota, maka

diselesaikan masalah tersebut secara damai.

4. Apabila terdapat masalah dari negara-negara ASEAN, negara-negara

anggota menolak untuk menggunakan senjata atau kekuatan yang dapat

menyebabkan perang.

5. Kerjasama ASEAN diimplementasikan secara efektif. rasional, dan berguna.

Masyarakat Ekonomi ASEAN dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan

daya saing negara peserta ASEAN dalam menarik investasi asing agar semakin

bertambahnya lapangan pekerjaan dalam meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.3

Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi

Asean (MEA) ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang, jasa,

investasi dan tenaga terampil dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia

Tenggara sehingga kompetisi dalam negeri sendiri akan semakin ketat. Persaingan

akan semankin meningkat bagi Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN

lainnya dalam menyediakan barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai pada tahun

2015 dirancang untuk mewujudkan WAWASAN ASEAN 2020.

(4)

bebas serta aliran modal yang bebas.4

Tujuan dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk

meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN dalam menghadapi

masalah-masalah di bidang ekonomi antar negara-negara anggota ASEAN.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) juga bertujuan untuk menghilangkan

hambatan-hambatan kegiatan ekonomi lintas kawasan yang diimplementasikan

melalui 4 pilar utama, yaitu :5

1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional (single

market and production base). Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis

produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam

jumlah yang besar, dan skilled labour (tenaga kerja terdidik) menjadi tidak

ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.

ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi memiliki lima elemen

utama, yaitu6

a. Aliran bebas barang. :

b. Aliran bebas jasa.

c. Aliran bebas investasi.

d. Aliran modal yang lebih bebas.

e. Aliran bebas tenaga kerja terampil.

2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi

(competitive economic region). Diperlukan suatu kebijakan yang meliputi

4

(5)

peraturan kompetisi (competition policy), perlindungan konsumen

(consumer protection), hak atas kekayaan intelektual (intellectual property

rights), pengembangan infrastruktur, perpajakan (taxation), dan

e-commerce. Hal ini akan mengakibatkan :

a. Terciptanya iklim persaingan yang adil.

b. Terdapat perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen

perlindungan consumen.

c. Mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta.

d. Menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman, dan

terintegrasi.

e. Menghilangkan sistem Double Taxation.

f. Meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis

online.

3. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata

(equitable economic development). Dengan memprioritaskan pada Usaha

Kecil Menengah (UKM), dan prakarsa integrasi ASEAN untuk

negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam). Kemampuan

daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi

akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan

sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta

teknologi.

4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan

(6)

pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan

meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Dengan

membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap

negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara-negara-negara di

kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui

pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota

ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk

meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya

terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun juga

memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.

Diadakannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ditujukan untuk

meningkatkan daya saing kawasan, mendorong pertumbuhan ekonomi, menekan

angka kemiskinan dan untuk meningkatkan standar hidup masyarakat ASEAN.

Dengan adanya pembangunan perekonomian ASEAN, diharapkan dapat

mengarahkan ASEAN sebagai tulang punggung perekonomian Asia.

Dengan dimulainya Mayarakat Ekonomi ASEAN (MEA) maka setiap

negara anggota ASEAN harus meleburkan batas teritori dalam sebuah pasar

bebas. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menyatukan pasar setiap

negara menjadi pasar tunggal. Sebagai pasar tunggal, arus barang dan jasa yang

bebas merupakan sebuah keharusan. Selain itu negara dalam kawasan juga

diharuskan membebaskan arus investasi, modal dan tenaga terampil.

(7)

ASEAN terlihat dinamis dan dapat bersaing terhadap gerakan bisnis dengan

tenaga kerja yang memiliki bakat dan terampil sehingga dapat memperkuat

kelembagaan mekanisme di ASEAN. Adapun bentuk kerjasama dalam

Masyarakat Ekonomi ASEAN, yaitu :

1. Pengembangan pada sumber daya manusia.

2. Pengakuan terkait kualifikasi professional.

3. Konsultasi yang lebih dekat terhadap kebijakan makro keuangan dan

ekonomi.

4. Memiliki langkah-langkah dalam pembiayaan perdagangan.

5. Meningkatkan infrastruktur.

6. Melakukan pengembangan pada transaksi elektronik lewat e-ASEAN.

7. Memperpadukan segala industri yang ada diseluruh wilayah untuk dapat

mempromosikan sumber daerah.

8. Meningkatkan peran dari sektor swasta untuk dapat membangun MEA atau

Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint, Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA) sangat dibutuhkan dalam rangka memperkecil kesenjangan pada

pembangunan antara negara-negara ASEAN dengan cara meningkatkan

ketergantungan anggota-anggota didalamnya. Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA) dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai

makanan, dan menghasilkan blok perdagangan tunggal yang dapat menangani dan

(8)

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) juga memunculkan tantangan baru

bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas yang

diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu,

tekstil, dan barang elektronik. Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan

banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia

yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar

negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit

neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.7

Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi

para pencari kerja karena banya tersedia lapangan kerja dengan berbagai Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung

masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat membantu pertumbuhan

ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja,

pengembangan sumber daya manusia, dan akses yang lebih mudah kepada pasar

dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk.

Tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber daya

alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang

memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara

lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan

asing dapat merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan peraturan investasi yang

ada di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk

(9)

kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi

keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa

jadi tanpa ada hambatan tertentu.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi kesempatan yang bagus

bagi para pencari kerja untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang

diinginkan. Namun hal ini dapat memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi

Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah

bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand

serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada

peringkat keempat di ASEAN.8

Dengan diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak awal

2016, perhatian sudah mulai dialihkan pada pencapaian visi Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) 2025. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) harus dapat

memberikan dukungan penuh terhadap pembangunan ekonomi nasional. Maka,

Pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan perdagangannya baik di dalam

ASEAN maupun di luar ASEAN, agar tercipta perekonomian Indonesia yang

berintegrasi secara global.

Dengan hadirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Indonesia

memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri

sebagai basis dalam memperoleh keuntungan. Namun demikian, Indonesia masih

memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) telah diimplementasikan.

8

(10)

Indonesia mempunyai berbagai potensi dan sumber daya yang tidak

dimanfaatkan yang menyebabkan negara-negara ASEAN yang memanfaatkan

untuk kepentingan ekonomi nasional, sehingga hubungan Indonesia pada bidang

ekonomi dan perdagangan bersama ASEAN kurang mampu bersaing.

Bagi Indonesia, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diharapkan menjadi

kesempatan yang baik agar mengurangi hambatan perdagangan. Hal ini akan

berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP

Indonesia.

Menyadari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) juga memiliki pengaruh

yang besar terhadap perekonomian kawasan, Indonesia berupaya memanfaatkan

momentum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai pendorong peningkatan

perekonomian nasional dengan menguatkan kerjasama ekonomi regional dengan

negara-negara ASEAN lainnya.

Vietnam, Thailand dan Singapura adalah bagian dari ASEAN yang

diperhitungkan oleh Indonesia sebagai mitra potensial yang dapat mendorong

perekonomian kawasan. Indonesia sebagai ekonomi terbesar di kawasan

memfokuskan pada ketiga negara tersebut dalam pelaksanaan Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) agar kerjasamanya dalam kerangka Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) dapat mendukung kepentingan ekonomi Indonesia.9

Kerjasama negara-negara anggota ASEAN dalam Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) walaupun dapat membantu meningkatkan perdagangan dan

(11)

ASEAN, tetapi diperlukan juga perlindungan produk dalam negeri dalam

menghadapi pasar bebas ASEAN.

Salah satu cara untuk melindungi produk dalam negeri adalah dengan

memberikan sertifikasi halal terhadap produk tersebut agar kualitas produk

tersebut terjamin dan dapat bersaing dalam pasar bebas. Sertifikasi halal ini

merupakan instrument perlindungan terhadp produk dalam negeri dalam

mengahadpi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan

mengenai perlindungan produk dalam negeri dalam menghadapi Masayarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) dengan mengangkat judul : KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN SERTIFIKASI HALAL UNTUK MELINDUNGI PRODUK PENGUSAHA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA).

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya,

permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini , yaitu :

1. Bagaimanakah kebijakan perlindungan produk dalam negeri dalam

kerangka pasar tunggal ASEAN berdasarkan Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA)?

2. Bagaimanakah pengaturan sertifikasi halal dalam perundang-undangan

(12)

3. Bagaimanakah keberadaan sertifikasi halal sebagai instrument perlindungan

terhadap produk dalam negeri dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA)?

C.Tujuan & Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kebijakan perlindungan produk dalam negeri dalam

kerangka pasar tunggal ASEAN berdasarkan Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA).

2. Untuk mengetahui pengaturan sertifikasi halal dalam perundang-undangan

nasional di bidang perdagangan.

3. Untuk mengetahui keberadaan sertifikasi halal sebagai instrument

perlindungan terhadap produk dalam negeri dalam menghadapi Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA).

Dalam setiap penulisan skripsi diharapkan terdapat manfaat yang dapat

diambil di dalam penulisannya. Manfaat secara umum yang dapat diambil dalam

penulisan skripsi ini terdiri dari manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang

bersifat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Tulisan ini memberikan pengetahuan mengenai perdagangan bebas di Era

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan juga mengenai pemberian

(13)

melindungi produk pengusaha yang ditinjau dari Undang – Undang Nomor

33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

2. Manfaat Praktis

Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran, dan menambah wawasan masyarakat untuk dapat mengetahui

tentang perlindungan hukum terhadap produk pengusaha pada era pasar

tunggal ASEAN yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014

tentan Jaminan Produk halal. Uraian ini juga sebagai bahan kajian untuk

para akademisi dan para peneliti lainnya yang ingin mengadakan penelitian

yang lebih dalam mengenai pemberian jaminan produk halal.

D.Keaslian Penulis

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di perpustakaan

Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa skripsi yang berjudul: “Kajian

Yuridis Terhadap Keberadaan Sertifikasi Halal Untuk Melindungi Produk

Pengusaha Dalam Menghadapi Persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA)” belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Namun penulis menemukan bahwa ada karya tulis yang memiliki

kemiripan dengan skripsi ini, yaitu skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum

Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal” yang

ditulis oleh mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang bernama

(14)

produsen farmasi ditinjau Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang

Jaminan Produk Halal dengan permasalahan :

1. Bagaimana pengaturan perdagangan produk farmasi dalam sistem hukum

Indonesia ?

2. Bagaimana kehalalan suatu produk menurut Undang – Undang Nomor 33

Tahun 2014 ?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap produsen farmasi pada era pasar

tunggal ASEAN ?

Penelitian yang dilakukan pada skripsi yang berjudul “Kajian Yuridis

Terhadap Keberadaan Sertifikasi Halal Untuk Melindungi Produk Pengusaha

Dalam Menghadapi Persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ” secara

khusus membahas tentang perlindungan produk dalam negeri dalam menghadapi

Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan menggunakan sertifikasi halal.

Penelitian skripsi ini berbeda dengan penelitianan skripsi dan tersebut

yang juga membahas tentang perdagangan luar negeri, karena terdapat perbedaan

yang signifikan mengenai substansi pembahasan. Oleh karena itu, penulisan

skripsi ini merupakan hasil pemikiran sendiri tanpa ada meniru hasil karya orang

lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Dengan demikian keaslian

(15)

E.Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Perdagangan Bebas

Perdagangan bebas sebagai suatu kebijakan yang dikeluarkan

pemerintah untuk tidak melakukan diskriminasi terhada

atas perdagangan yang terjadi di negaranya.10

Hambatan perdagangan (trade barriers) adalah regulasi atau peraturan

pemerintah yang dilakukan pemerintah yang membatasi perdagangan bebas

(free trade)

Perdagangan bebas sebagai suatu

sistem terhadap barang, arus modal, dan tenaga kerja secara bebas antara

negara-negara, tanpa hambatan yang bisa menghambat proses perdagangan.

11

, yang menghambat arus barang dan/atau jasa dalam perdagangan

internasional atau menghambat arus barang, jasa, orang dan modal antar

negara. Bentuk-bentuk hambatan perdangangan antara lain:12

a. Tarif atau bea cukai.

Tarif adalah pajak atau cukai yang dibebankan pemerintah untuk suatu

produk yang diperdagangkan secara internasional sehingga harga barang

impor menjadi lebih tinggi.13

1) Bea ekspor (export duties), yaitu pajak atau bea yang dikenakan

terhadap barang yang diangkut menuju negara lain.

Tujuan penggunaan tarif untuk melindungi

ekonomi dalam negeri dari kompetisi luar negeri. Tarif dapat digolongkan

menjadi beberapa bagian, antara lain :

10

11

Pandika, Rusli. Sanksi Dagang Unilateral di bawah Sistem Hukum WTO, (Bandung: PT Alumni, 2010), halaman 139

12

Ibid., halaman 140 13

(16)

2) Bea transit (transit duties), yaitu pajak yang dikenakan terhadap

barang-barang yang melalui wilayah negara lain dengan ketentuan

bahwa negara tersebut bukan merupakan tujuan akhir dari

pengiriman.

3) Bea impor (import duties), yaitu pajak yang dikenakan terhadap

barang-barang yang masuk dalam suatu negara dengan ketentuan

pemungutan pajak tersebut adalah merupakan tujuan akhir dari

pengiriman barang.

4) Uang jaminan impor, yaitu persyaratan bagi importir suatu produk

untuk membayar kepada pemerintah sejumlah uang tertentu pada

saat kedatangan produk di pasar domestik sebelum penjualan

dilakukan.

b. Kuota.

Kuota adalah suatu kebijakan yang membatasi jumlah produk impor agar

jumlah produk impor yang ditawarkan di dalam negeri berkurang sehingga

harga jualnya naik yang dapat memengaruhi daya beli konsumen terhadap

produk impor. Kuota juga di bagi menjadi beberapa bagian, antara lain :

1) Absolute atau Unilateral Kuota, yaitu pembatasan yang hanya di

lakukan untuk negara sepihak, tidak melalui persetujuan dengan

negara lain.

2) Negotiated atau Bilateral Kuota, yaitu kuota yang besar kecilnya

(17)

3) Tarif Kuota, yaitu gabungan antara tarif dan Kuota. Suatu barang

yang dimasukkan ke dalam negeri melebihi jumlah yang telah

ditargetkan, maka tarifnya akan menjadi lebih mahal.

4) Mixing Kuota, yaitu pembatasan penggunaan bahan mentah yang

diimpit pada proporsi tertentu dalam memproduksi barang.

c. Subsidi.

Subsidi adalah bantuan pemerintah yang dihasilkan dari pajak untuk

produsen lokal dengan cara meringankan pajak, pemberian fasilitas,

pemberian kredit bank yang murah ataupun pemberian hadiah atau insentif

dari pemerintah. Adanya subsidi, harga barang dalam negeri menjadi

murah, sehingga barang-barang hasil produksi dalam negeri mampu

bersaing dengan barang-barang impor.

d. Muatan lokal.

e. Peraturan administrasi.

Setiap negara mempunyai ketentuan dan peraturan sendiri dalam mengatur

perdagangan dengan negara lain. Hal inilah yang dapat menghambat

perdagangan internasional, karena negara pengekspor harus mematuhi

ketentuan yang berlaku di Negara pengimpor, begitu juga sebaliknya.

Seperti perizinan ekspor-impor, aturan-aturan prosedur ekspor-impor,

masalah pajak, masalah penentuan harga, dan system pembayaran. Saat ini

pemerintah mewajibkan penggunaan L/C Letter Of Credit sebagai alat

pembayaran kegiatan ekspor untuk sejumlah industri. Ini untuk

(18)

L/C di dalam negeri setiap pembayaran terhadap produk ekspor diatur

dalam peraturan tersebut.

f. Peraturan antidumping.

Adanya hambatan perdangan dapat mengurangi

karena masyarakat tidak dapat mengambil keuntungan dari

negara lain. Pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan perdangan adalah

produsen da

Produsen mendapatkan proteksi dari hambatan perdagangan, sementara

pemerintah mendapatka

hambatan perdangan, harga

menyebabkan matinya industri lokal perlahan-lahan.

Banyak negara memiliki perjanjian perdagangan bebas, dan beberapa

organisasi internasional mendorong perdagangan bebas antara anggota mereka.

Perdagangan bebas dicontohkan oleh Area Ekonomi Eropa

terbuka dengan sangat sedikit pembatasan perdagangan.14

Tujuan dilakukannya perdagangan bebas adalah untuk menurunkan

harga barang dan jasa dengan mendorong kompetisi. Produsen dalam negeri

tidak akan lagi dapat mengandalkan subsidi pemerintah dan bentuk bantuan

(19)

dari produsen dalam negeri, sementara perusahaan asing dapat membuat

terobosan di pasar baru ketika hambatan perdagangan diangkat.

Selain mengurangi harga, perdagangan bebas juga seharusnya

mendorong inovasi, karena persaingan antar perusahaan memicu kebutuhan

untuk datang dengan produk inovatif dan solusi untuk merebut pangsa pasar.

Adapun prinsip hukum perdagangan internasional yang diatur daalm

GATT/WTO, meliputi:

a. Prinsip Non-Diksriminasi (Non-Discrimination Principle), meliputi :

1) Prinsip most favoured Nation

Semua negara anggota terikat untuk memberikan negara –

negara yang lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan

kebijakan impor dan ekspor serta menyangkut biaya – biaya

lainnya. Perlakuan yang sama tersebut harus dijalankan dengan

segera dan tanpa syarat terhadap produk yang berasal atau yang

ditujukan

2) Prinsip National Treatment

b. Prinsip Resiprositas15

Prinsip yang mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik diantara

sesama negara anggota WTO dalam kebijaksanaan perdagangan

internasional. Artinya, apabila suatu negara dalam kebijaksanaan

perdagangan internasionalnya menurunkan tarif masuk atas produk impor

dari suatu negara, maka negara yang mengekspor produk tersebut wajib

15

(20)

juga menurunkan tarif masuk untuk produk dari negara pertama tadi.

Prinsip ini diterapkan terutama dalam hal terjadinya pertukaran

barang antara dua negara secara timbal balik, dan menghendaki adanya

kebijaksanaan atau konsesi yang seimbang dan saling menguntungkan

antara negara yang satu dengan yang lainnya dalam perdagangan

internasional.

c. Prinsip penghapusan hambatan kuantitatif (prohibition of quantitative

rectriction)16

Hambatan kuantitatif dalam GATT/WTO adalah hambatan

perdagangan yang bukan merupakan tarif atau bea masuk. Termasuk

dalam katagori hambatan ini adalah kuota dan pembatasan ekspor secara

sukarela. Menyadari bahwa pembatasan kuota cenderung tidak adil dan

dalam prakteknya justru dikriminasi. Oleh karena itu, hukum perdagangan

internasional melalui WTO, menetapkan menghendaki transparansi dan

menghilangkan jenis hambatan kuantitatif. Jadi, jika ingin melakukan

proteksi perdagangan internasional, tidak boleh menggunakan kouta

sebagai penghambat, melainkan hanya tarif yang hanya boleh diterapkan.

d. Prinsip perdagangan yang adil (fairness principles)

Dalam perdagangan internasional, prinsip fairness ini diarahkan

untuk menghilangkan praktik – praktik persaingan curang, dalam kegiatan

ekonomi yang disebut dengan praktik dumping dan subsidi dalam

(21)

Maka, apabila hal diatas terjadi negara pengimpor yang dirugikan

mempunyai hak untuk menjatuhkan sanksi balasan. Sanksi balasan itu

adalah berupa pengenaan bea masuk tambahan yang disebut dengan bea

masuk dumping yang dijatuhkan terhadap produk – produk yang di ekspor

secara dumping dan countervailing duties atau bea masuk untuk barang –

barang yang terbukti telah diekspor dengan fasilitas subsidi.

e. Prinsip tarif mengikat (binding tariff principles)

Setiap negara anggota WTO harus memenuhi berapapun besarnya

tarif yang telah disepakatinya atau disebut dengan tarif mengikat.

Pembatasan perdagangan bebas dengan prinsip tarif yang masih

ditoleransi, misalnya melakukan tindakan proteksi terhadap industri

domestik melalui kenaikan tarif (bea masuk).

Sebagian besar negara-negara saat ini adalah anggota dari perjanjian

perdagangan multilatera

sebagian besar pemerintah masih memberlakukan beberapa kebijakan

penerapan tarif impor atau subsidi untuk ekspor. Pemerintah juga dapat

membatasi perdagangan bebas untuk membatasi ekspor sumber daya alam.17

2. Pengertian Perlindungan Pelaku Usaha

Pengertian pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan

usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang

didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

17

diakses

(22)

negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi.18

Perlindungan pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usaha dalam

berbagai bidang ekonomi berupa hak untuk menerima pembayaran yang sesuai

dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan. Pelaku usaha juga mendapat perlindungan hukum dari

tindakan konsumen yang beritikad tidak baik dan mendapat pembelaan diri

yang seharusnya ketika menyelesaikan sengketa dengan konsumen serta

merehabilitasi nama baiknya.

Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian tersebut meliputi

perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan

lain-lain.

19

Selain itu pelaku usaha juga mendapat perlindungan hak atas merk

dari produk yang dia keluarkan selama dalam jangka waktu perlindungan

merk.20Pemerintah juga dapat memberikan fasilitas dan/atau kemudahan untuk

pelaksanaan kegiatan pameran dagang yang dilakukan oleh Pelaku Usaha

untuk mengembangkan Ekspor komoditas unggulan nasional dalam rangka

memberikan perlindungan kepada pelaku usaha.21

World Trade Organization (WTO) sendiri memberikan perlindungan

terhadap pelaku usaha melalui tindakan :

18

(23)

1. Anti Dumping

Dalam perdagangan internasional, dumping dilarang karena dianggap

dapat merugikan perekonomian negara lain yang menimbulkan kerugian

material karena adanya diskriminasi harga sehingga dikenakannya bea masuk

anti-dumping (BMAD) untuk menutup kerugian industri dalam negeri.

Pemungutan dilakukan terhadap semua yang melakukan impor dumping yang

menyebabkan kerugian. Jumlah bea masuk anti-dumping tidak akan melebihi

selisih harga dumping dengan harga normal.

2. Anti Subsidi

World Trade Organization (WTO) menyediakan tindakan-tindakan

yang boleh diambil oleh anggotanya untuk melindungi industri domestik

yang menghasilkan barang-barang sejenis melawan akibat dampak negatif

dari impor atas barang-barang bersubsidi dengan menerapkan bea masuk

(Countervailing Duties) untuk mengimbangi efek dari subsidi yang diberikan

oleh negara pengekspor untuk perusahaan eksportir.

3. Tindakan Pengamanan (Safeguard)

Negara-negara anggota WTO dapat melakukan tindakan pengamanan

(safeguard) untuk melindungi industri dalam negeri dan bersifat non

diskriminatif. Maka, negara-negara pengekspor dibatasi aksesnya di pasar negara

pengimpor karena banjirnya produk impor di negaranya dengan mengendalikan

perdagangan luar negeri meliputi, perizinan, standar, pelarangan dan pembatasan

(24)

ditetapkan sebagai eksportir sehingga eksportir tersebut yang akan bertanggung

jawab sepenuhnya terhadap barang yang diekspor.

3. Pengertian Sertifikasi Halal

Sertifikasi Halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal

melalui beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, dan proses produksi

untuk memenuhi standar LPPOM MUI. Sertifikat halal adalah fatwa tertulis MUI

yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari'at Islam.22

23

1. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

2. UU No 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen.

3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

924/Menkes/SK/VIII/ 1996 tentang perubahan atas Keputusan Menteri

Kesehatan RI No.82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pecantuman Tulisan Halal

pada Label Makanan.

4. Fatw

5. Peraturan dan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan

Pangan.

6. Keputusan Menag No. 518 Tanggal 30 November 2001 tentang Pedoman

dan Tata cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal dan Keputusan

Menag No. 519 tanggal 30 November 2001 tentang Lembaga Pelaksana

(25)

7. Piagam Kerjasama Departemen KEsehatan, Departemen Agama dan MUI

tentang Pelaksanaan Pencantuman Label "halal" pada Makanan tertanggal

21 Juni 1996.

Tujuan pemberian Sertifikasi Halal pada produk pangan, obat-obat,

kosmetika dan produk lainnya dilakukan untuk memberikan kepastian status

kehalalan suatu produk, sehingga dapat menenteramkan hati para konsumen.

Kesinambungan proses produksi halal dijamin oleh produsen dengan cara

menerapkan Sistem Jaminan Halal.

Sertifikat halal sebagai persyaratan untuk pengurusan perijinan label halal

yang mengikuti peraturan dari Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM).

Pemegang Sertifkat halal bertanggung jawab memelihara kehalalan produk yang

diproduksinya dan sertifikat tersebut tidak dapat dipindahtangankan.24

F. Metode Penelitian

Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mencantumkan label halal pada

kemasan produk, dengan tujuan memberikan kepastian kehalalan suatu produk

pangan, obat-obatan dan kosmetika, sehingga dapat menenteramkan batin yang

mengkonsumsinya. Sertifikat halal suatu produk dikeluarkan setelah diputuskan

dalam sidang Komisi Fatwa MUI yang sebelumnya berdasarkan proses audit yang

dilakukan oleh LPPOM MUI.

Untuk mencari dan menemukan kebenaran secara ilmiah serta

memperoleh hasil yang optimal dalam melengkapi bahan-bahan bagi penulisan

24

(26)

skripsi, Metode yang digunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah :

1. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif.

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang melakukan analisa

hukum atas peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim. Dalam

penulisan ini pendekatan yuridis normatif digunakan untuk meneliti

norma-norma hukum yang mengatur tentang keberadaan sertifikasi halal untuk

melindungi produk pengusaha dalam menghadapi persaingan Masayrakat

Ekonomi ASEAN (MEA).

Penelitian ini bersifat deskriptif, yang mengungkapkan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang

menjadi objek penelitian. Penelitian yang bersifat deskriptif merupakan

metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan

yang sedang terjadi atau berlangsung yang tujuan agar dapat memberikan

data seteliti mungkin mengenai objek penelitian sehingga mampu menggali

hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum

atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan

hukum primer, sekunder dan tersier.

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan huku yang mengikat yang

(27)

Undang nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal,

Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan,

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menunjang dan

memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku,

jurnal ilmiah dan pendapat para ahli hukum ekonomi.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukumyang memberikan penjelasan

dari bahan hukum primer dan badan hukum sekunder, berupa kamus

hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian

kepustakaan (library research), yaitu penelitan yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan pustaka atau disebut dengan data sekunder. Adapun data

sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari

buku-buku, artikel, peraturan perundang-undangan dan bahan bacaan lain

yang terkait dengan penulisan skripsi ini.

4. Analisis data

Data yang diperoleh dari studi kepustakaan, dianalisis dengan

metode kualitatif. Metode kualitatif yaitu data penelitian diolah dan

dianalisis berdasarkan kualitas dan kebenarannya lalu dideskripsikan

dengan menggunakan kata-kata sehingga diperoleh bahasan atau paparan

dalam bentuk kalimat yang sistematis dan dapat dimengerti yang kemudian

(28)

karena landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar focus penelitian

sesuai dengan fakta lapangan.

G.Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman untuk mendapatkan jawaban atas

rumusan permasalahan, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar

melalui sistematika penulisan. Tujuannya agar tidak terjadi kesimpangsiuran

dalam menguraikannya lebih lanjut mengenai inti permasalahan yang akan dicari

jawabannya. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari lima bab yang

terdapat dalam skripsi. Setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab yang akan

mendukung keutuhan pembahasan setiap bab. Sistematikannya adalah sebagai

berikut :

Bab I, merupakan bab pendahuluan, dalam Bab I ini dibahas mengenai

latar belakang yang menjelaskan alasan pemilihan judul yang kemudian akan

dilanjutkan dengan perumusan masalah dan diikuti dengan tujuan dan manfaat

dari penelitian. Bab ini juga membahas mengenai keaslian penulisan, tinjauan

kepustakaan serta metodelogi penelitian yang digunakan dan diakhiri dengan

sistematika penulisan.

Bab II, berjudul Kebijakan Perlindungan Produk Dalam Negeri Dalam

Kerangka Pasar Tunggal ASEAN Berdasarakan Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA). Dalam bab ini berisi mengenai perdagangan bebas dalam Masyarakat

(29)

dalam perdagangan bebas di ASEAN maupun dalam perundang-undangan di

Indonesia.

Bab III, berjudul Pengaturan Sertifikasi Halal Dalam Perundang-undangan

Nasional di Bidang Perdagangan. Dalam bab ini berisi mengenai Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, bagaimana

penyelenggaraannya terhadap produk yang diperdagangkan, kepastian hukum

terhadap produk yang bersertifikasi halal serta peranan masyarakat dalam

penyelenggaraan jaminan produk halal.

Bab IV, berjudul Keberadaan Sertifikasi Halal Sebagai Instrumen

Perlindungan Terhadap Produk Dalam Negeri Dalam Menghadapi Masyrakata

Ekonomi ASEAN (MEA). Dalam bab ini berisi mengenai sertifikasi halal sebagai

bentuk perlindungan konsumen, peningkatan daya saing produk yang telah

bersertifikasi halal dan penggunaan sertifikasi halal terhadap produk luar negeri

yang masuk ke Indonesia berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Bab V, merupakan bab penutup dari keseluruhan rangkaian bab-bab

sebelumnya yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan leukemia akut, pada pemeriksaan darah tepi pasien dengan reaksi leukemoid tidak dijumpai populasi sel monoklonal dan pada sumsum tulang biasanya ditemukan

Dalam rangka mengetahui bagaimana mengembangkan berpikir kritis pada diri seseorang, R.H Ennis dalam Hassoubah (2004: 87) memberikan sebuah definisi berpikir

wilayah desa dalam bentuk sinergitas program antara pemerintah Daerah pemerintah Desa dan masyarakat dalam mewujudkan masyarkat yang sejahtera. Standart harga upah kerja

Beberapa tokoh masyarakat memperkuat dari pernyataan Lurah Sungai Jingah , seperti yang disampaikan oleh Ibu Jamiah ketua Rt.14 Kelurahan Sungai Jingah,

Berdasarkan uraian di atas dan latar belakang mengenai pentingnya audit manajemen sumber daya manusia terhadap peningkatan kinerja karyawan untuk menilai

5 ADES AKASHA WIRA INTERNATIONAL Tbk RISR1 - RAYA SAHAM REGISTRA, PT 1000.. 6 ADHI ADHI KARYA (PERSERO) Tbk DAEN1 - DATINDO ENTRYCOM,

Dengan adanya kebijakan pelayanan terpadu satu pintu di Kabupaten Siak, masyarakat bisa mengurus segala jenis perizinan dalam satu tempat saja, namun sejalan dengan

[r]