• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Pemuasan Need For Affiliation Dengan Self-Disclosure Pada Orang Dengan Hiv Aids (Odha)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Pemuasan Need For Affiliation Dengan Self-Disclosure Pada Orang Dengan Hiv Aids (Odha)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 SELF-DISCLOSURE II.1.1 Definisi Self-Disclosure

Sears (1999) menyebutkan bahwa pengungkapan diri dapat disebut juga dengan keterbukaan diri, sementara Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa keterbukaan diri dapat disebut juga dengan self-disclosure. Self-disclosure adalah suatu bentuk komunikasi yang melibatkan pemberian informasi mengenai diri sendiri yang biasanya disembunyikan atau ditutupi (DeVito, 2015). Self-disclosure yang dikemukakan oleh Johson (dalam Supratiknya, 1995) merupakan pengungkapan reaksi atau tanggapan individu terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan individu tersebut. Rogers mendefinisikan self-disclosure sebagai suatu keuntungan yang potensial dari pengungkapan diri individu kepada orang lain. Menurut Morton self-disclosure adalah kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain (Baron & Brascombe, 2012).

(2)

mengemukakan bahwa self-disclosure adalah bagian dari referensi diri yang dikomunikasikan yang diberikan individu secara lisan pada suatu kelompok kecil.

Berdasarkan uraian beberapa tokoh mengenai pengertian self-disclosure, maka dapat diambil kesimpulan bahwa self-disclosure adalah suatu pola komunikasi interpersonal yang memberikan informasi tentang dirinya kepada orang lain. Dari sini kita dapat melihat dan memahami bahwa self-disclosure yang dilakukan oleh ODHA adalah pengungkapan informasi yang meliputi segala sesuatu hal yang biasanya tidak diketahui atau berusaha untuk ditutupi dari orang lain, termasuk status mengenai status HIV/AIDS yang dimilikinya.

II.1.2 Dimensi Self-Disclosure

Self-disclosure berbeda bagi setiap individu dalam hal kelima dimensi di bawah ini (DeVito, 2015):

1. Amount

Kuantitas dari self-disclosure dapat diukur dengan mengetahui frekuensi dengan siapa individu mengungkapkan diri dan waktu yang diperlukan untuk melakukan self-disclosure.

2. Valence

(3)

3. Accuracy/Honesty

Ketepatan dan kejujuran individu dalam melakukan self-disclosure. Ketepatan dari pengungkapan diri individu dibatasi oleh tingkat individu mengetahui dirinya sendiri. Self-disclosure dapat berbeda dalam hal kejujuran. Individu bisa saja jujur secara total atau dilebih-lebihkan, melewatkan bagian penting atau berbohong.

4. Intention

Dalam melakukan self-disclosure, salah satu hal yang kita pertimbangkan adalah maksud atau tujuannya. Tidak mungkin seseorang tiba-tiba melakukan self-disclosure apabila tidak memiliki maksud dan tujuan tertentu. Contoh, ketika ingin mengurangi rasa bersalah atau untuk mengungkapkan perasaan. Ketika individu menyadari maksud dan tujuan self-disclosure maka dapat dikatakan individu tersebut melakukan kontrol atas self-disclosure yang dilakukan.

5. Intimacy

(4)

dilakukan. Selain itu, akan makin luas juga cakupan bahasan yang kita komunikasikan melalui self-disclosure itu.

Berdasarkan penjelasan teori di atas dapat disimpulkan bahwa self-disclosure menurut DeVito dilihat dari sudut pandang lima dimensi yaitu, dimensi amount, valence, accuracy/honesty, intention, dan intimacy. Self-disclosure yang dilakukan oleh ODHA dilihat berdasarkan seberapa sering ODHA melakukannya dan berapa lama waktu yang dibutuhkan ODHA untuk melakukannya. Selain itu ketika ODHA melakukan self-disclosure maka juga dilihat berdasarkan apakah informasi yang diungkapkan adalah hal negatif dan positif, apakah informasi yang disampaikan bersifat apa adanya, dilebih-lebihkankan, atau bahkan dikurang-kurangi. Self-disclosure juga dilihat dari dimensi apa yang menjadi tujuan ODHA melakukannya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti menggunakan dimensi amount, valence, accuracy/honesty, intention, intimacy dalam pengukuran self-disclosure.

II.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Disclosure

Sejumlah faktor yang mempengaruhi self-disclosure yaitu who you are, budaya, gender, siapa yang menjadi pendengar, dan apa topik yang diungkapkan (DeVito, 2015).

1. Who You Are

(5)

melakukan self-disclosure dibandingkan tipe kepribadian lainnya. McCroskey dan Wheeless mengatakan orang yang berkompeten memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih baik mengenai hal-hal yang ingin diungkapkan. Demikian pula, rasa percaya diri mereka dapat membuat mereka lebih bersedia mengambil risiko akan reaksi negatif yang mungkin terjadi ketika melakukan self-disclosure.

2. Budaya

Budaya yang berbeda memiliki pandangan yang berbeda terhadap self-disclosure. Beberapa budaya terutama budaya yang didominasi maskulinitas memandang self-disclosure sebagai bentuk dari kelemahan. Orang-orang di Amerika Serikat lebih terbuka daripada orang-orang di Inggris, Jerman, Jepang.

3. Your Gender

Stereotip populer mengenai perbedaan gender dalam self-disclosure menekankan keengganan pria untuk berbicara tentang dirinya sendiri. Sebagian besar penelitian mendukung pandangan yang menunjukkan bahwa wanita lebih sering melakukan self-disclosure dibandingkan pria.

(6)

untuk diungkapkan kepada teman-teman mereka daripada wanita. Menurut Argyle et al., wanita lebih banyak mengungkapkan berbagai hal kepada anggota keluarga besar dibandingkan laki-laki.

4. Your Listeners

Self-disclosure umumnya dilakukan dengan orang yang disukai, dipercayai, dan lebih mudah terjadi dalam kelompok kecil daripada dalam kelompok besar, dan yang paling sering adalah kelompok yang terdiri dari dua orang (dyadic) yaitu satu orang melakukan self-disclosure dan satu orang sebagai pendengar. Individu dapat mengendalikan self -disclosure, tetap melakukan self-disclosure jika ada dukungan dari pendengar dan berhenti jika tidak ada. Pendengar yang berjumlah lebih dari satu akan mempersulit proses self-disclosure karena respon pendengar bervariasi. 5. Your Topic

Individu akan lebih mudah untuk mengungkapkan tentang beberapa topik dari topik yang lain. Sebagai contoh, seseorang lebih mungkin untuk mengungkapkan informasi tentang pekerjaan atau hobi daripada tentang kehidupan seks atau situasi keuangan (Jourard, 1971 dalam DeVito, 2015). Seseorang juga lebih cenderung untuk mengungkapkan informasi yang menguntungkan dari informasi yang tidak menguntungkan. Jadi, umumnya seseorang akan semakin sedikit melakukan self-disclosure untuk hal yang bersifat lebih pribadi dan topik negatif.

(7)

1. Sikap terhadap agama, negara, dan ras yang berbeda

2. Status finansial, berapa banyak uang bisa dihasilkan, berapa banyak uang yang dimiliki, dan berapa jumlah uang tabungan

3. Perasaan terhadap orangtua 4. Fantasi seksual

5. Kesehatan fisik dan mental 6. Pasangan ideal

7. Perilaku minum-minum atau penggunaan obat 8. Pengalaman hidup yang paling memalukan 9. Keinginan yang belum dicapai

10.Konsep diri

(8)

II.1.4 Dampak Positif Dan Negatif Self-Disclosure

Self-disclosure sebagai bentuk komunikasi yang penting dalam perkembangan suatu hubungan memiliki banyak keuntungan. Beberapa keuntungan/dampak positif yang diperoleh dengan melakukan self-disclosure.

1. Self-Knowledge

Seseorang mungkin tidak dapat sepenuhnya mengetahui dan memahami bagaimana dirinya jika tidak melakukan self-disclosure dengan. Melalui self-disclosure seseorang memperoleh sebuah perspektif baru mengenai dirinya sendiri, pemahaman yang lebih mendalam mengenai perilakunya. 2. Meningkatkan Kemampuan Coping

Self-Disclosure dapat meningkatkan kemampuan dalam menghadapi masalah terutama perasaan bersalah. Ketika melakukan self-disclosure individu akan merasa lebih mendapatkan kekuatan dibandingkan penolakan. Mereka yang telah melakukan self-disclosure merasa lebih dapat menerima diri mereka, dan dapat mengembangkan respon-respon positif bagi diri mereka sendiri.

3. Communication Enhancement

(9)

4. Meaningful of Relationship

Self-disclosure penting jika dua orang sedang membina suatu hubungan yang bemakna (meaningful relationships). Jika dalam suatu hubungan self-disclosure dilakukan, maka bisa dilihat sikap saling mempercayai, menghargai, dan memperdulikan satu dengan yang lain. Hal ini dapat memunculkan suatu hubungan yang bermakna, yaitu suatu hubungan jujur dan terbuka.

Selain memiliki keuntungan, self-disclosure juga memiliki kemungkinan menimbulkan dampak negatif. Beberapa dampak negatif dari self-disclosure adalah:

1. Personal Risk

Seseorang tidak akan melakukan self-disclosure pada sembarang orang. Secara umum self-disclosure hanya akan dilakukan pada orang yang dirasa akan mendukung dirinya. Namun hal ini tidak dapat dipastikan. Orang yang dianggap pasti akan mendukung, bisa saja menolak dan menjauh setelah self-disclosure dilakukan.

2. Relationship Risk

(10)

berbeda agama. Sahabat atau pacar bisa saja memberikan reaksi yang sama, ketika mengetahui bahwa teman atau pasangannya mengidap penyakit yang mematikan.

3. Professional Risk atau Material Losses

Self-disclosure tidak selalu menghasilkan sesuatu yang menyenangkan. Self-disclosure yang berisi informasi negatif umumnya akan menimbulkan dampak negatif juga. Tidak jarang self-disclosure menyebabkan seseorang akan kehilangan materi dengan berbagai cara. Orang yang diketahui homoseksual akan dikeluarkan dari pekerjaannya. Karyawan yang mengaku menggunakan narkotika atau mencuri sesuatu akan mendapatkan pemecatan dan tindakan kriminal sebagai hasilnya.

(11)

II.2NEED FOR AFFILIATION II.2.1 Definisi Need for Affiliation

McClelland (1987), need for affiliation adalah kebutuhan akan persahabatan, berkaitan dengan adanya keinginan untuk memastikan, memelihara atau mementingkan efektivitas dari hubungan dengan individu atau kelompok. Need for affiliation muncul karena individu ingin disukai, ingin diterima sebagai sahabat atau ingin dimaafkan ketika melakukan kesalahan. Individu dengan need for affiliation yang tinggi diindikasikan memiliki harapan tentang kehangatan dan hubungan yang erat dengan individu lain.

Menurut Maslow, manusia adalah makhluk sosial sehingga kebutuhan afiliasi pada manusia timbul secara naluriah. Karena sifatnya yang naluriah, kebutuhan ini sudah timbul sejak seseorang dilahirkan dan terus bertumbuh dan berkembang dalam perjalanan hidupnya. Karena sifatnya yang naluriah juga maka keinginan untuk memuaskannya pun berada pada intensitas yang tetap tinggi (Schultz, 2005). Dwyer (2000) menganggap afiliasi sebagai kebutuhan dasar untuk berhubungan dengan orang lain. Kita berafiliasi dalam berbagai keadaan seperti bersenang-senang, memperoleh perizinan, mengurangi ketakutan, dan untuk berbagai keintiman seksual.

(12)

II.2.2 Aspek Need for Affiliation

Hill (1987) berdasarkan teori McClelland melakukan penelitian dan mengembangkan aspek need for affiliation, yaitu:

1. Positive Stimulation

Stimulus positif dapat berupa kondisi menyenangkan yang didapat ketika individu melakukan kontak fisik yang melibatkan perasaan dan emosi yang mendalam dan membina hubungan yang harmonis, kasih sayang dan rasa cinta dengan orang lain.

2. Attention/Praise

Setiap individu membutuhakan perhatian dan pujian dari orang lain. Perhatian dan pujian diberikan sebagai rasa penghargaan atas kemampuannya bergaul dengan orang lain, serta kebutuhan akan dorongan untuk membina hubungan sosial melalui persetujuan dan dukungan orang lain.

3. Social Comparison

Perbandingan sosial dapat mempengaruhi kebutuhan afiliasi individu ketika membina hubungan sosial dengan orang lain. Perbandingan sosial dapat mengurangi ketidakjelasan mengenai identitas diri dalam hubungan dengan orang lain dengan cara melakukan perbandingan dengan orang lain. 4. Emotional Support

(13)

Berdasarkan penjelasan teori di atas dapat disimpulkan bahwa need for affiliation terdiri dari empat aspek yaitu, aspek positive stimulation, attention atau praise, social comparison, dan emotional support. Need for affiliation pada ODHA dilihat berdasarkan keinginan ODHA untuk mendapakan simpati atau dukungan emosional lainnya dari orang lain. Selain itu need for affiliation ODHA juga dilihat ketika ODHA melakukan perbandingan sosial untuk melihat apakah orang lain memiliki kesamaan atau perbedaan dengan dirinya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti menggunakan aspek positive stimulation, attention atau praise, social comparison, dan emotional support untuk mengukur need for affiliation pada ODHA.

II.3 HIV/AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. HIV ini menyerang sel-sel darah putih yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit. Salah satu unsur yang penting dalam sistem kekebalan tubuh adalah sel CD4 yang merupakan salah satu jenis sel darah putih. Namun sel CD4 dibunuh ketika HIV menggandakan diri dalam darah. Semakin lama individu terinfeksi HIV maka semakin banyak sel CD4 dibunuh sehingga jumlah sel semakin rendah dan kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melindungi diri dari infeksi semakin rendah.

(14)

kumpulan gejala penyakit yang disertai oleh infeksi HIV. Gejala-gejala tersebut tergantung dari infeksi oportunistik yang menyertainya. Infeksi oportunistik terjadi karena menurunnya daya tahan tubuh yang disebabkan rusaknya imun tubuh akibat infeksi HIV tersebut.

Individu yang terinfeksi HIV dinyatakan sebagai penderita AIDS ketika menunjukkan gejala atau penyakit tertentu akibat penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Kerusakan sistem kekebalan tubuh terjadi secara bertahap yaitu mula-mula tidak ada gejala, kemudian diikuti oleh gejala seperti pembesaran kelenjar getah bening, diare, penurunan berat badan dan sariawan. (Green, 2006).

II.4 HUBUNGAN ANTARA PEMUASAN NEED FOR AFFILIATION DENGAN SELF-DISCLOSURE PADA ODHA

(15)

lain. ODHA tidak melakukan self-disclosure untuk menghindari penolakan keluarga, dan teman (Simoni, Mason, Marks, Ruiz, et al., 1995). Hays (1993) menyebutkan faktor utama yang mempersulit proses self-disclosure adalah takut akan diskriminasi, dan rusaknya hubungan interpersonal.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat beberapa alasan ODHA melakukan dan tidak melakukan self-disclosure yaitu karena rasa takut dan cemas terhadap diskriminasi, penolakan, keinginan untuk lebih dekat dengan orang yang menjadi tempat berbagi informasi, dan mendapat dukungan sosial. Alasan tersebut berbeda-beda dan hal ini menggambarkan bagaimana keunikan dan perbedaan masing-masing individu dalam menanggapi hal-hal yang terjadi dalam kehidupannya. Keunikan dan suatu hal yang membuat individu berbeda dari individu lainnya merupakan merupakan kepribadian (Hall,1985).

(16)

orang lain dan tidak menyukai aktivitas yang tidak melibatkan orang lain (Burger, 2000).

McClelland mengatakan individu dengan tipe kepribadian ekstrovert, suka bersosialisasi, mudah mengekspresikan pendapat, suka menghabiskan waktu dengan orang lain digambarkan sebagai individu yang memiliki need for affiliation tinggi. Individu demikian memiliki keuntungan pada kesehatan, yaitu berkorelasi dengan sistem imun. (Jemmott, 1987; McClelland, 1979; McClelland & Jemmott, 1980 dalam Pervin, 2008). Nevedal (2009) mengatakan need for affiliation memiliki hubungan positif dengan kesehatan ODHA.

Individu dengan need for affiliation yang terpenuhi akan memiliki kualiatas kesehatan yang lebih baik, akan tetapi ketika need ini tidak terpenuhi maka dapat menimbulkan gangguan psikologis. Salah satu cara pemenuhan need for affiliation adalah dengan melakukan self-disclosure. Kilamanca (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa need for affiliation memiliki hubungan yang signifikan dengan self-disclosure. Berdasarkan penelitian Yoseptian (2012), need for affiliation juga memiliki hubungan positif dengan self-disclosure. Dari hasil-hasil penelitian tersebut apakah hal yang sama juga terjadi pada ODHA, mengingat ODHA mendapat stigma negatif dari masyarakat.

(17)

untuk mempertahankan hubungan dengan orang lain sehingga menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan konsekuensi negatif atas hubungan interpersonalnya. Self-disclosure yang dimungkinkan dapat memperkuat kualitas hubungan antarindividu, pada saat yang sama memiliki konsekuensi dapat menurunkan kualitas hubungan antarindividu juga. Hal ini memungkinkan individu tidak melakukan self-disclosure dengan orang lain. Ketika ODHA mengetahui akan adanya konsekuensi negatif yang muncul ketika melakukan self-disclosure, maka akan ada kemungkinan proses self-disclosure akan terhambat. Akan tetapi terdapat kemungkinan ketika seseorang melakukan self-disclosure maka orang lain akan memahami dirinya.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti merasa bahwa ada hubungan positif antara pemuasan need for affiliation dengan self-disclosure pada ODHA.

II.5 KERANGKA KONSEP

Gambar II.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan gambar II.1 dapat dilihat bahwa aspek dari need for affiliation yaitu positive stimulation, attention/praise, social comparison, dan emotional

(18)

support dapat memberikan kontribusi dalam menentukan bagaimana self-disclosure pada ODHA.

II.6 HIPOTESIS PENELITIAN

Gambar

Gambar II.1 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu media pembelajaran yang cukup efektif yaitu interactive whiteboard, aplikasi yang berjalan pada sebuah jaringan yang memungkinkan menggambar secara bersamaan antara

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap mahasiswi prodi D-3 Kebidanan STIKes Senior Medan, maka tingkat pengetahuan mahasiswi tentang Virus Zika

Manajemen melakukan penilaian resiko yang bisa mengancam kelangsungan operasi perusahaan, dengan menerapkan sistem informasi akuntasi yang sesuai dan relevan dengan

Kondisi tersebutmemacu permasalahan dalam pengelolaan hutan.Seiring dengan semangat reformasi kegiatan penebangan kayu dan pencurian kayu dihutan menjadi semakin

Case Report: Zika Virus Infection Acquired During Brief Travel to Indonesia.. Interim Guidelines For The Evaluation And Testing of Infants With Possible Congenital

Dalam pelaksanaan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut Manado Tahun Anggaran 2012, Penerapan Sistem Pengendalian K3 pada Pelaksanaan Konstruksi sudah berjalan cukup baik dengan

berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya” (pasal 1 angka 28). Perubahan sekaligus pergeseran sifat rahasia bank, seperti yang dirumuskan

medium, sehingga laju disolusi meningkat. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan. Faktor yang berkaitan dengan sediaan meliputi :.. 1) Efek formulasi. Laju disolusi