KARAKTERISTIK PASIEN DAN KUALITAS HIDUP
PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI
TERAPI HEMODIALISA
Aguswina Butar-Butar*, Cholina Trisa Siregar**
*Mahasiswa Fakultas Keperawatan USU
**Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara
Jl. Prof. Maas No. 3 Kampus USU Medan 20155 Phone: 0821 6329 2333
E-mail: aguswinabutarbutar@gmail.com
Abstrak
Karakteristik berarti hal yang berbeda tentang seseorang, tempat, atau hal yang menggambarkannya. Setiap individu mempunyai ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) yang berbeda-beda dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan; karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Karakteristik seseorang sangat mempengaruhi pola kehidupan seseorang, karakteristik bisa dilihat dari beberapa sudat pandang diantaranya umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan seseorang, disamping itu keseriusan seseorang dalam menjaga kesehatannya sangat mempengaruhi kualitas kehidupannya baik dalam beraktivitas, istirahat, ataupun secara psikologis. Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang mendapat kepuasaan dan kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari. WHO telah merumuskan empat dimensi kualitas hidup yaitu dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi sosial dan dimensi lingkungan. Keempat dimensi tersebut sudah dapat menggambarkan kualitas kehidupan pasien gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa yang mempunyai agama, etnis dan budaya yang berbeda.
Kata kunci: karakteristik, kualitas hidup, pasien gagal ginjal kronik
1. Pendahuluan
Gagal ginjal kronik sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat diseluruh dunia (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2004). Laporan The United States Renal Date System (USRDS) pada tahun 2007 menunjukkan adanya peningkatan populasi penderita gagal ginjal kronik di Amerika Serikat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dimana prevalensi penderita gagal ginjal kronik mencapai 1.569 orang per sejuta penduduk (Warlianawati, 2007). Sedangkan jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia saat ini terbilang tinggi, mencapai 300.000 orang tetapi belum semua pasien dapat tertangani oleh para tenaga medis, baru sekitar 25.000 orang pasien yang dapat ditangani, artinya ada 80 persen pasien tak tersentuh pengobatan sama sekali (Susalit, 2012). Pengobatan bagi penderita gagal ginjal kronik tahap
akhir, dilakukan dengan pemberian terapi dialisis seperti hemodialisa atau transplantasi ginjal yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas hidup pasien ((Brunner & Suddarth, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian Yuliaw (2009), bahwa responden memiliki karakteristik individu yang baik hal ini bisa dilihat dari usia responden dimana yang menderita penyakit gagal ginjal paling banyak dari kalangan orang tua yaitu sebanyak 26,9 %, dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 67,3 % dan tingkat pendidikan SMA sebanyak 44,2 % dam kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik masuk dalam katagori tinggi yaitu 67,3 %. Hasil penelitian Yuliaw (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan kualitas hidup dimensi fisik pasien gagal ginjal kronik di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang. Hal ini menunjukkan semakin tinggi karakteristik seseorang maka akan semakin baik pula kualitas hidupnya.
Karakteristik seseorang sangat mempengaruhi pola kehidupan seseorang, karakteristik bisa dilihat dari beberapa sudat pandang diantaranya umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan seseorang, disamping itu keseriusan seseorang dalam menjaga kesehatannya sangat mempengaruhi kualitas kehidupannya baik dalam beraktivitas, istirahat, ataupun secara psikologis. Dan banyak orang yang beranggapan bahwa orang terkena penyakit gagal ginjal akan mengalami penurunan dalam kehidupannya. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik seseorang sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang terutama yang mengidap penyakit gagal ginjal kronik (Yuliaw, 2009).
2. Konsep Karakteristik
Karakter (watak) adalah keseluruhan atau totalitas kemungkinan-kemungkinan bereaksi secara emosional seseorang yang terbentuk selama hidupnya oleh unsur-unsur dari dalam (dasar, keturunan, dan faktor-faktor endogen) dan unsur-unsur dari luar (pendidikan dan pengalaman, serta faktor-faktor eksogen) (Sunaryo, 2004).
Karakteristik berarti hal yang berbeda tentang seseorang, tempat, atau
hal yang menggambarkannya. Sesuatu yang membuatnya unik atau berbeda. Karakteristik dalam individu adalah sarana untuk memberitahu satu terpisah dari yang lain, dengan cara bahwa orang tersebut akan dijelaskan dan diakui. Sebuah fitur karakteristik dari orang yang biasanya satu yang berdiri di antara sifat-sifat yang lain (Sunaryo, 2004).
Notoatmodjo (2010) menyebutkan ciri-ciri individu digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu:
1. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur
2. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras, dan sebagainya.
3. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit.
3. Karakteristik Pasien
Karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, agama, suku/budaya, dan ekonomi/penghasilan.
Usia
juga erat kaitannya dengan prognose penyakit dan harapan hidup mereka yang berusia diatas 55 tahun kecenderungan untuk terjadi berbagai komplikasi yang memperberat fungsi ginjal sangat besar bila dibandingkan dengan yang berusia dibawah 40 tahun (Indonesiannursing, 2008).
Jenis kelamin
Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, manusia dibedakan menurut jenis kelaminnya yaitu pria dan wanita. Istilah gender berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin. Gender adalah pembagain peran kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas sesuai norma-norma dan adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan masyarakat.
Secara umum, setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-laki maupun perempuan, tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki-laki dan perempuan. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup, genetika atau kondisi fisiologis (Budiarto & Anggraeni, 2002).
Penelitan Yuliaw (2009) menyatakan, bahwa responden memiliki karakteristik individu yang baik hal ini bisa dilihat dari jenis kelamin, bahwa perempuan lebih banyak menderita penyakit gagal ginjal kronik, sedangkan laki lebih rendah dan responden laki-laki mempunyai kualitas hidup lebih jelek dibandingkan perempuan, semakin lama menjalani terapi hemodialisa akan semakin rendah kualitas hidup penderita.
Status Perkawinan
Perkawinan merupakan salah suatu aktivitas individu. Aktivitas individu umumnya akan terkait pada suatu tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan, demikian pula dalam hal perkawinan. Karena perkawinan merupakan suatu aktivitas dari satu pasangan, maka sudah selayaknya mereka
pun juga mempunyai tujuan tertentu. Tetapi karena perkawinan itu terdiri dari dua individu, maka adanya kemungkinan bahwa tujuan mereka itu tidak sama. Bila hal tersebut terjadi, maka tujuan itu harus dibulatkan agar terdapat suatu kesatuan dalam tujuan tersebut (Tarigan, 2011).
Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan pembangunan sektor ekonomi, yang satu dengan lainnya saling berkaitan dan berlangsung dengan berbarengan (Hamalik, 2008).
Yuliaw (2009) dalam penelitiannya mengatakan bahwa, pada penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang di hadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi kejadian, mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, serta dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut dalam membuat keputusan. Hasil penelitian ini didukung dengan teori dimana pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting untuk terbentuknya tindakan, perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari pengetahaun (Notoatmodjo, 2005).
Pekerjaan
Penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau membayar tranportasi (Notoatmodjo, 2010).
Budiarto dan Anggraeni (2002) mengatakan berbagai jenis pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit. Hal ini disebabkan sebagaian hidupnya dihabiskan di tempat pekerjaan dengan berbagai suasana lingkungan yang berbeda.
Agama
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya. Agama dan kepercayaan spiritual sangat mempengaruhi pandangan klien tentang kesehatan dan penyakitnya, rasa nyeri dan penderitaan, serta kehidupan dan kematian. Sehat spiritual terjadi saat individu menentukan keseimbangan antara nilai-nilai dalam kehidupannya, tujuan, dan kepercayaan dirinya dengan orang lain. Penelitain menunjukkan hubungan antara jiwa, daya pikir, dan tubuh. Kepercayan dan harapan individu mempunyai pengaruh terhadap kesehatan seseorang (Potter & Perry, 2009).
Suku/Budaya
Budiarto dan Anggraeni (2002) mengatakan, klasifikasi penyakit berdasarkan suku sulit dilakukan baik secara praktis maupun secara konseptual, tetapi karena terdapat perbedaan yang besar dalam frekuensi dan beratnya penyakit di antara suku maka dibuat kalsifikasi walaupun terjadi kontroversial. Pada umumnya penyakit yang berhubungan dengan suku berkaitan dengan faktor genetik atau faktor lingkungan.
Ekonomi/penghasilan
individu yang status sosial ekonominya berkecukupan akan mampu menyediakan segala fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, individu yang status sosial ekonominya rendah akan mengalami kesulitan di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Sunaryo, 2004).
4. Kualitas Hidup
Menurut WHO kualitas hidup adalah sebagai persepsi individu sebagai laki-laki ataupun perempuan dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, hubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka (WHOQOL, 2004).
Kualitas hidup adalah kondisi dimana pasien kendati penyakit yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik, psikologis, sosia maupun spiritual serta secara optimal memanfaatkan hidupnya untuk kebahagian dirinya maupun orang lain.
5. Dimensi Kualitas Hidup
Menurut WHOQoL group (The World Health Organization Quality of Life) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa kualitas hidup terdiri dari 4 dimensi. Keempat dimensi WHOQoL group meliputi:
1. Kesehatan fisik
Berhubungan dengan kesakitan dan kegelisahan, ketergantungan pada perawatan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, tidur dan istirahat, aktifitas kehidupan sehari-hari, dan kapasitas kerja. 2. Kesehatan psikologis
gambaran tubuh dan penampilan, serta penghargaan terhadap diri sendiri.
3. Hubungan sosial
Terdiri dari hubungan personal, aktivitas seksual, dan hubungan sosial
4. Lingkungan
Terdiri dari keamanan dan kenyamanan fisik, lingkungan fisik, sumber penghasilan, kesempatan memperoleh informasi, keterampilan baru, partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi atau aktifitas pada waktu luang.
6. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Desita (2010) menyakatan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah sosio demografi yaitu jenis kelamin, umur, suku/etnik, pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan. Kedua adalah medik yaitu lama manjalani hemodialisa, stadium penyakit, dan penatalaksanaan medis yang dijalani.
Penelitian Yuliaw (2009) menemukan bahwa karakteristik individu yang terdiri dari pendidikan, pengetahuan, umur, dan jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik. Sedangkan Yuwono (2000) dalam penelitiannya mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal adalah umur, jenis kelamin, etiologi gagal ginjal, cara terapi pengganti, status nutrisi dan kondisi kormorid.
Kesimpulan Dan Saran
Karakteristik berarti hal yang berbeda seseorang, tempat, atau hal yang menggambarkannya. Karakteristik seseorang sangat mempengaruhi pola kehidupan seseorang, karakteristik bisa dilihat dari beberapa sudat pandang diantaranya umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan suku. Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang
mendapat kepuasaan dan kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari. dimensi kualitas hidup terbagi empat bagian yaitu kesehatan fisik, sosial, spritual, dan lingkungan.
Setelah mengetahui hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik.
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Budiarto & Anggraeni. 2002. Pengantar Epidemiologi, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Hamalik, O. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara.
Indonesiannursing. 2008. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi
Ketidakpatuhan Perawatan Hemodialisis. Diakses dari http://indonesiannursing.com/?=192 tanggal 30 April 2012.
Lase, W. N. (2011). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 2003.
Penyakit Ginjal Kronik dan Glomerulopati : Aspek Klinik dan Patologi Ginjal Pengelolaan Hipertensi Saat ini. Jakarta.
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan, Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.
1/81403. Pada tanggal 30 April 2012.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
The Word Health Organization Quality Of Life (WHOQOL)-BREF. Dibuka pada tanggal 29 April 2012.
Togatorop, L. 2011. Hubungan Perawat Pelaksana dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Universitas Toronto. 2004. QOL Concept. Dibuka pada website http://www.utoronto.ca/qolconceps. Pada tanggal 29 April 2012.
Warlianawati. 2007. Persepsi Pasien Terhadap Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual pada Pasien Penyakit Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa di RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta 2007. Di Buka pada Website: http://www.publikasi.umy.ac.id/ind ex.php/PSIK 2007. Pada tanggal 26 April 2012.
Yuliaw, A. 2009. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kualitas Hidup Dimensi Fisik pasien Gagal Ginjal Kronik di RS Dr. Kariadi Semarang. Diakses dari digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/ jtpunimus-gdl-annyyuliaw-5289-2-bab2.pdf pada tanggal 29 April 2012.
Notoatmodjo, S. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.