• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Logika Estetika Etika dalam Ilmu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Logika Estetika Etika dalam Ilmu"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang LOGIKA, ETIKA DAN ESTETIKA DALAM FILSAFAT ILMU

Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas . Kami mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua kami yang selalu memberi nasehat serta dukungan dalam menjalankan tugas-tugas serta kewajiban yang harus ditaati di dalam kampus. Dan kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini.

(2)

Daftar isi

KATA PENGANTAR...i

Daftar isi...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...6

1.3 Tujuan Penulisan...6

BAB II PEMBAHASAN...7

2.1 FILSAFAT...7

2.1.1 Pengertian Filsafat...7

2.1.2 Objek Filsafat Ilmu...18

2.1.3 Fungsi Filsafat Ilmu...21

2.1.4. Substansi Filsafat Ilmu...22

2.1.5. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu...26

2.1.6 Persamaan dan Perbedaan Filsafat Ilmu dan Ilmu – Ilmu Lain...27

2.1.7. Tujuan dari Filsafat Ilmu...29

3.1 Logika...30

3.1.1 Pengertian Logika...30

3.1.2 Sejarah Logika...33

3.1.3 Logika Sebagai Cabang Filsafat...43

3.1.4 Kegunaan Logika...44

3.1.5 Macam - Macam Logika...46

(3)

3.1.7 Logika kontingensial...47

3.1.8 Logika sentensial...48

3.1.9 Logika silogisme...48

3.2 Etika...49

3.2.1 Pengertian Etika...49

3.2.2 Hubungan Etika dengan Ilmu Filsafat...52

3.2.3 Etika Sebagai Ciri Khas Filsafat...54

3.2.4 Hakikat Etika Filsafat...57

3.2.5 Perbedaan etika, moral, norma, dan kesusilaan...59

3.2.6 Aliran atau Paham dalam Etika...62

3.2.7 Etika Alamiah...66

3.2.8 Etika Objektif...67

3.2.9 Etika Universal...67

3.2.10 Etika Sosiokultural...67

3.2.11 Etika Ilmiah atau Etika Kritis...68

3.3 Estetika...68

3.3.1 Pengertian Estetika...68

3.3.2 Sejarah Estetika...99

3.3.3 Fungsi Estetika...138

3.3.4 Bentuk Estetika Menurut Budaya...141

3.3.5 Estetika Timur...144

BAB III PENUTUP...158

4.1 Kesimpulan...158

4.2 Saran...158

(4)
(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).

Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.

Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.

(6)

pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.

Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.

Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).

(7)

oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.

Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas serta dikaitkan dengan permasalahan yang penulis akan jelajahi, maka penulisan ini akan difokuskan pada pembahasan tentang: “Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam”, dengan pertimbangan bahwa latar belakang pendidikan penulis adalah ilmu pengetahuan alam (MIPA – Kimia).

Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa, Logika adalah salah satu cabang filsafat.

Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.

(8)
(9)
(10)

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa permasalahan diantaranya :

1. Apa yang dimaksud dengan logika? 2. Apa yang dimaksud dengan etika? 3. Apa yang dimaksud dengan estetika?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah :

(11)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 FILSAFAT

2.1.1 Pengertian Filsafat

Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999). Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.

(12)

yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).

Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984).

Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997), dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak semua persoalan itu harus persoalan filsafat.

 Filsafat Ilmu

Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.

(13)

dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.

Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).

Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.

(14)

dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu. Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.

 Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam

Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan mengambil sebuah rantai sebagai perbandingan, menjelaskan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah mengembangkan pengertian tentang strategi dan taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tersebut sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal dan ilmu pengetahuan alam di ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri dari filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan praktis dalam menurunkan hukum-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah menjembatani putusnya rantai tersebut dan menunjukkan bagaimana seseorang beranjak dari pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan pandangan dunia yang di dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian mempunyai hubungan erat.

(15)

dan yang dapat digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) dari proses belajar yang ada dalam struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan untuk mengendalikan kondisi eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait dengan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.

Menurut Van Melsen (1985), ciri khas pertama yang menandai ilmu alam ialah bahwa ilmu itu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang mengizinkan registrasi inderawi yang langsung. Hal kedua yang penting mengenai registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan ilmu alam sekarang ini registrasi itu tidak menyangkut pengamatan terhadap benda-benda dan gejala-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan kepada kita. Yang diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu terdapat bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu menahu tentang elektron-elektron dan bagian-bagian elementer lainnya.

(16)

pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan keempat. Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).

Pada pengelompokkan tersebut, meskipun tidak dijelaskan induk dari setiap ilmu tetapi dalam kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia dan biologi adalah bagian dari kelompok ilmu pengetahuan alam.

Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang mempelajari perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (dalam The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.

Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu kimia sebagai “… that it relates to the law of the phenomena of composition and decomposition, which result from the molecular and specific mutual action of different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-kira adalah ilmu yang berhubungan dengan hukum gejala komposisi dan dekomposisi dari zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu kimia tidak saja melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan perbandingan (komparasi).

(17)

Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas dari hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam pengembangan ilmu IPA selanjutnya.

Definisi Nominalis Realis Filsafat Ilmu

1) Definisi Nominalis

Definisi nominalis ialah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum dimengerti. Jadi, sekadar menjelaskan kata sebagai tanda, bukan menjelaskan hal yang ditandai.Definisi nominalis terutama dipakai pada permulaan sesuatu pembicaraan atau diskusi.

Definisi nominalis ada 6 macam, yaitu :

Ø definisi sinonim,

Ø definisi simbolik,

Ø definisi etimologik,

Ø definisi semantik,

Ø definisi stipulatif,

Ø dan definisi denotatif.

2) Definisi Realis

Definisi Realis ialah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu istilah.Jadi, bukan sekadar menjelaskan istilah, tetapi menjelaskan isi yang dikandung oleh suatu istilah.

(18)

Ø Definisi Esensial.

Definisi esensial, yakni penjelasan dengan cara menguraikan bagian-bagian dasar yang menyusun sesuatu hal, yang dapat dibedakan antrra definisi analitik dan definisi konotatif. Definisi analitik, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan bagian-bagian sesuatu benda yang mewujudkan esensinya. Definisi konotatif, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan isi dari suatu term yang terdiri atas genus dan diferensia.

Ø Definisi Deskriptif.

Definisi deskriptif, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki oleh hal yang didefinisikan yang dibedakan atas dua hal, definisi aksidental dan definisi kausal. Definisi aksidental, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan jenis dari halnya dengan sifat-sifat khusus yang menyertai hal tersebut, Definisi kausal, yakni penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana sesuatu hal terjadi atau terwujud. Hal ini berarti juga memaparkan asal mula atau perkembangan dari hal-hal yang ditunjuk oleh suatu term.

3) Definisi Filsafat Ilmu

Secara epistimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari kata Philos yang berarti kesukaan atau kecintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia yang berarti kebijaksanaan.Secara harafiah, filsafat diartikan sebagai suatu kecintaan terhadap kebijaksanaan

(kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan).

(19)

Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu ( ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire.Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science(sains).Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme – positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisika [2]. Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat ilmu adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”.Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu.Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat.

Berikut ini kami paparkan beberapa definisi dari Filsafat Ilmu Menurut para ahli :

1) Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”.

Filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.

(20)

Filsafat ilmu adalah ilmu yang membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.

3) A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines.

Filsafat Ilmu adalah sabang pengetahuan filsafat yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan peranggapan – peranggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.

4) Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”.

Filsafat Ilmu adalah penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.

5) May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.”

Filsafat Ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.

(21)

Filsafat Ilmu adalah suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan

7) Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”.

Filsafat Ilmu adalah suatu cabang ilmu filsafat yang mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, peranggapan - peranggapan metafisis, dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika.

(22)

berusaha memperoleh pemahaman mengenai azas-azas, latar belakang serta hubungan-hubungan yang dipunyai kegiatan ilmiah. Sumbangan tersebut bisa berbentuk

(1) mengarahkan metode-metode penyelidikan ilmiah kejuruan kepada penyelenggaaraan kegiatan ilmiah ;

(2) menerapkan penyelidikan kefilsafatan terhadap terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah. Dalam hal ini mempertanyakan kembali secara de-jure mengenai landasan-landasan serta azas-azas yang memungkinkan ilmu itu memberi pembenaran pada dirinya serta apa yang dianggapnya benar.

Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi ( filsafat pengetahuan ) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu, seperti :

Ø Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut ? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ?( Landasan ontologism )

Ø Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ? Bagaimana prosedurnya ? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar ? Apakah kriterianya ? Apa yang disebut kebenaran itu ? Adakah kriterianya ? Cara / teknik / sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?( Landasan epistemologis )

(23)

operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral / profesional ? ( Landasan aksiologis ).

2.1.2 Objek Filsafat Ilmu

“ No problem, no science ”. Ungkapan Archi J Bahm ini seolah sederhana namun padat akan makna. Dari ungkapan ini kita bisa mengetahui bahwasanya Filsafat Ilmu muncul dari adanya permasalahan tertentu. Filsafat Ilmu, menurut Bahm, diperoleh dari pemecahan suatu masalah keilmuan. Tidak ada masalah, berarti tidak ada solusi. Tidak ada solusi berarti tidak memperoleh metode yang tepat dalam memecahkan masalah. Ada metode berarti ada sistematika ilmiah.

Objek dari Filsafat Ilmu terbagi kedalam dua bagian, yaitu objek material dan objek formal :

1. Objek Material filsafat

Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.

Menurut Drs. H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :

(24)

b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak ( theodicae ) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia ( antropologi metafisik ) dan alam ( kosmologi ).

Sedangkan menurut Surajiyo dkk. obyek material dimaknai dengan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan. Obyek material juga berarti hal yang diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Obyek material mencakup apa saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang materil maupun yang non-materil. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep dan sebagainya. Misal: objek material dari sosiologi adalah manusia. Contoh lainnya, lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Maka, berpikir merupakan obyek material logika.

Istilah obyek material sering juga disebut pokok persoalan (subject matter). Pokok persoalan ini dibedakan atas dua arti, yaitu :

Ø Pokok persoalan ini dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penyelidikan faktual. Misalnya: penyelidikan tentang atom termasuk bidang fisika; penyelidikan tentang chlorophyl termasuk penelitian bidang botani atau bio-kimia dan sebagainya.

(25)

2. Objek Formal filsafat

Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan seseorang. Obyek formal diartikan juga sebagai sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang darimana obyek material itu disorot. Obyek formal suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Oleh karena itu, akan tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu. Dengan kata lain, “tujuan pengetahuan sudah ditentukan.

Misalnya, obyek materialnya adalah “manusia”, kemudian, manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia, diantaranya : psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya.

3. Implikasi Obyek Material dan Obyek Formal

Persoalan-persoalan umum ( implikasi dari obyek material dan obyek formal ) yang ditemukan dalam bidang ilmu filsafat antara lain sebagai berikut :

§ Sejauh mana batas-batas atau ruang lingkup yang menjadi wewenang masing-masing ilmu filsafat itu, dari mana ilmufilsafat itu dimulai dan sampai mana harus berhenti.

§ Dimanakah sesungguhnya tempat-tempat ilmu filsafat dalam realitas yang melingkupinya.

(26)

§ Apakah persoalan kausalitas ( hubungan sebab-akibat yang berlaku dalam ilmu ke-alam-an juga berlaku juga bagi ilmu-ilmu sosial maupun humaniora ).

2.1.3 Fungsi Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :

· Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.

· Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.

· Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.

· Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan

· Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.[5]

Sedangkan Ismaun ( 2001 ) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu : sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.

(27)

Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun ( 2001 ) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan :

(1) fakta atau kenyataan,

(2) kebenaran ( truth ),

(3) konfirmasi dan

(4) logika inferensi.

1. Fakta atau kenyataan

Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.

Ø Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.

Ø Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena.Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.

Ø Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan

Ø Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.

Ø Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.

(28)

Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia.

Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia.Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu.Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis.Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil.Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.

2. Kebenaran ( truth )

Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatic .[6]

Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi.

Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. ( Ismaun; 2001 )

a. Kebenaran koherensi

Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.

b. Kebenaran korespondensi

(29)

dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik

c. Kebenaran performatif

Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual.Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.

d. Kebenaran pragmatik

Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.

e. Kebenaran proposisi

Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif.Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar.Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.

f. Kebenaran struktural paradigmatik

(30)

keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.

3. Konfirmasi

Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik.Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar.Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya.Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.

4. Logika inferensi

Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme.Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta.Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta.Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.

(31)

Di lain pihak, Jujun Suriasumantri( 1982 : 46 – 49 ) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.

2.1.5. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu

Ismaun ( 2001 : 1 ) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya :

Ø Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.

Ø Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.

Ø Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.

Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral.Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif.Bila etik dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak merusak lingkungan.

(32)

Persamaan filsafat ilmu dan ilmu lainnya, baik sejarah ilmu, sosiologi ilmu dan psikologi ilmu adalah sebagai berikut :

1. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap lengkapnya sampai keakar - akarnya.

2. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian - kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab-sebanya.

3. Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.

4. Keduanya mempunyai metode dan sitem.

5. Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar

Perbedaan filsafat ilmu dengan filsafat atau ilmu-ilmu lain seperti sejarah ilmu, psikologi, sosiologi, dan sebagainya terletak pada masalah yang hendak dipecahkan dan metode yang akan digunakan. Filsafat ilmu tidak berhenti pada pertanyaan mengenai bagaimana pertumbuhan serta cara penyelenggaraan ilmu dalam kenyatannya, melainkan mempermasalahkan masalah metodologik, yakni mengenai azas-azas serta alasan apakah yang menyebabkan ilmu dapat menyatakan bahwa ia memperoleh pengetahuan ilmiah.[7]

Pertanyaan seperti itu tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri tetapi membutuhkan analisa kefilsafatan mengenai tujuan serta cara kerja ilmu. Pertalian antara filsafat dan ilmu harus terjelma dalam filsafat ilmu. Kedudukan filsafat ilmu dalam lingkungan fisafat secara keseluruhan adalah :

(33)

2) filsafat ilmu erat hubungannya dengan logika dan metodologi, dan dalam hal ini kadang-kadang filsafat ilmu dijumbuhkan denganmetodologi ( Beerling, 1985; 4 ). Hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan lebih erat dalam bidang ilmu pengetahuan manusia.Ilmu-ilmu manusia seringkali lebih jelas masih mempunyai filsafat ilmu tersembunyi.[8]

Secara garis besar perbedaan filsafat ilmu dengan ilmu – ilmu lain, baik sejarah ilmu, psikologi ilmu maupun sosiologi ilmu adalah :

1) Filsafat menyelidiki, membahas, serta memikirkan seluruh alam kenyataan, dan menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu sama lain. Jadi ia memandang satu kesatuan yang belum dipecah-pecah serta pembahasanya secara kesuluruhan. Sedangkan ilmu-ilmu lain atau ilmu vak menyelidiki hanya sebagian saja dari alam maujud ini, misalnya ilmu sejarah hanya membicarakan kejadian – kejadian yang sudah terjadi di masa lampau, ilmu psikologi hanya membicarakan tentang jiwa, dan ilmu sosiologi hanya membicarakan tentang manusia.

2) Filsafat tidak saja menyelidiki tentang sebab-akibat, tetapi menyelidiki hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu lainnya hanya membahas tentang sebab dan akibat suatu peristiwa.

3) Dalam pembahasannya filsafat menjawab apa ia sebenarnya, dari mana asalnya, dan hendak ke mana perginya. Sedangkan ilmu lainnya harus menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.

2.1.7. Tujuan dari Filsafat Ilmu

Tujuan filsafat ilmu adalah :

(34)

2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.

3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang alamia dan non-alamia.

4. Mendorong pada calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkanya.

5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.

3.1 Logika

3.1.1 Pengertian Logika

(35)

Logika sebagai ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Penalaran adalah proses pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah diketahui (Premis) yang nanti akan diturunkan kesimpulan.

Logika juga merupakan suatu ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran dalam praktek, hal ini yang menyebabkan logika disebut dengan filsafat yang praktis. Dalam proses pemikiran, terjadi pertimbamgan, menguraikan, membandingkan dan menghubungkan pengertian yang satu dengan yang lain. Penyelidikan logika tidak dilakukan dengan sembarang berpikir. Logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan atau ketepatannya. Suatu pemikiran logika akan disebut lurus apabila pemikiran itu sesuai dengan hukum-hukum serta aturan yang sudah ditetapkan dalam logika. Dari semua hal yang telah dijelaskan tersebut dapat menunjukkan bahwa logika merupakan suatu pedoman atau pegangan untuk berpikir.

ASAS-ASAS PEMIKIRAN, CARA MENDAPATKAN KEBENARAN, DAN PEMBAGIAN LOGIKA

A. Asas-Asas Pemikiran

Asas adalah pangkal atau asal dari mana sesuatu itu muncul dan dimengerti. Maka “Asas Pemikiran” adalah pengetahuan di mana pengetahuan lain muncul dan dimengerti. Asas bagi kelurusan berpikir mutlak, ia adalah dasar daripada pengetahuan dan ilmu. Asas pemikiran ini dapat dibedakan menjadi :

1. Asas identitas (principiumidentitatis = qanun zatiyah).

(36)

diberi perumusan akan berbunyi : “Bila proposisi itu benar maka benarlah ia”.

2. Asas kontradiksi (principiumcontradiktoris = qanun tanaqud).

Prinsip ini mengatakan bahwa pengingkaran sesuatu tidak mungkin sama dengan pengakuannya. Sebab realitas ini hanya satu sebagaimana disebut dalam asas identitas. Dengan kata lain : dua kenyataan yang kontradiktiris tidak mungkin bersama-sama secara simultan. Jika dirumuskan akan menjadi “Tidak ada proposisi yang sekaligus benar dan salah”.

3. Asas penolakan kemungkinan ketiga (principium exlusi tertii = qanun imtina’)

Asas ini menyatakan bahwa antara pengakuan dan pengingkaran kebenaranya terletak pada salah satunya. Pengakuan dan pengingkaran merupakan pertentangan mutlak, karena itu di samping tidak mungkin benar keduanya juga tidak mungkin salah keduanya. Jika di rumuskan berbunyi “suatu proposisi selalu dalam keadaan benar atau salah “.

B. Cara Mendapatkan Kebenaran

Ada dua cara untuk mendapatkan kebenaran yaitu : melalui metode induksi dan metode deduksi .

1. Induksi adalah cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus yang bersifat individual. Penalaran ini dimulai dari kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Seperti :

Besi dipanaskan memuai

Seng dipanaskan memuai

(37)

Jadi : semua logam jika dipanaskan memuai

Cara penalaran ini mempunyai dua keuntungan. Pertama, kita dapat berpikir secara ekonomis. Kita bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih umum tidak sekedar kasus yang menjadi dasar pemikiran kita. Kedua, pernyataan yang dihasilkan melalui pemikiran induksi tadi memungkinkan proses penalaran selanjutnya, baik secara induktif maupun secara deduktif.

2. Deduksi adalah kegiatan berpikir merupakan kebalikan dari penalaran induksi. Deduksi adalah cara berpikir dari pernyataan yang bersifat umum menuju kesimpulan yang bersifat khusus. Seperti :

Semua logam bila dipanaskan, memuai Tembaga adalah logam Jadi, tembaga bila dipanaskan, memuai.

Dengan penalaran deduktif kita mendapat pengetahuan yang terpercaya, meskipun pengetahuan ini kita dapatkan tidak melalui penelitian lebih dahulu.

C. Pembagian Logika

Dilihat dari segi kualitasnya logika natiralis (mantiq Al-fikri) yaitu kecakapan berlogika berdasarkan kemampuan akal bawaan manusia. Kemampuan berlogika naturalis pada tiap-tiap orang berbeda-beda tergantung dari tingkatan pengatahuannya. Logika artifialis atau logika ilmiah (matiq Al- suri) yang bertugas membantu mantiq Al-fitri. Mantiq ini memperhalus , mempertajam serta menunjukkan jalan pemikiran agar akal dapat bekerja lebih teliti, efisien, mudah dan aman.

(38)

1. Logika Tradisional adalah logika Aristoteles dan logika daripada logokus yang lebih, tetapi masih mengikuti system loigika aristoteles.

2. Logika Modern tumbuh dan dimulai dari abad XIII, mulai abad ini ditemukan sistem baru, metode baru yang berlainan dengan system logika Aristoteles. Saatnya dimulai sejak Raymundus lulus manemukan metode baru logika yang disebut Ars magna.

Jika dilihat dari obyeknya logika formal (mantiq As-suwari) dan logika material (mantiq Al- Maddi).

Cara berpikir Induktif dipergunakan dalam logika material, yang mempelajari dasar-dasar persesuaian pikiran dengan kenyataan. Ia menilai hasil pekerjaan logika formal dan menguji benar tidaknya dengan kenyataan empiris.

3.1.2 Sejarah Logika

Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.

(39)

dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisiyang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.

Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika. Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM -226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.

Kaum Sofis, Socrates, dan Plato tercatat sebagai tokoh-tokoh yang ikut merintis lahirnya logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan Kaum Stoa. Logika dikembangkan secara progresif oleh bangsa Arab dan kaum muslimin pada abad II Hijriyah. Logika menjadi bagian yang menarik perhatian dalam perkembangan kebudayaan Islam. Namun juga mendapat reaksi yang berbeda-beda, sebagai contoh Ibnu Salah dan Imam Nawawi menghukumi haram mempelajari logika, Al-Ghazali menganjurkan dan menganggap baik, sedangkan Jumhur Ulama membolehkan bagi orang-orang yang cukup akalnya dan kokoh imannya. Filosof Al-Kindi mempelajari dan menyelidiki logika Yunani secara khusus dan studi ini dilakukan lebih mendalam oleh Al-Farabi.

(40)

Pada abad XIII sampai dengan abad XV muncul Petrus Hispanus, Roger Bacon, Raymundus Lullus, Wilhelm Ocham menyusun logika yang sangat berbeda dengan logika Aristoteles yang kemudian kita kenal sebagai logika modern. Raymundus Lullus mengembangkan metoda Ars Magna, semacam aljabar pengertian dengan maksud membuktikan kebenaran - kebenaran tertinggi. Francis Bacon mengembangkan metoda induktif dalam bukunya Novum Organum Scientiarum . W.Leibniz menyusun logika aljabar untuk menyederhanakan pekerjaan akal serta memberi kepastian. Emanuel Kant menemukan Logika Transendental yaitu logika yang menyelediki bentuk-bentuk pemikiran yang mengatasi batas pengalaman. Selain itu George Boole (yang mengembangkan aljabar Boolean), Bertrand Russel, dan G. Frege tercatat sebagai tokoh-tokoh yang berjasa dalam mengembangkan Logika Modern. Pada abad 9

hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De

Interpretatione,Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan. Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika.

Lahirlah logika modern dengan tokoh-tokoh seperti:

 Petrus Hispanus 1210 - 1278)

 Roger Bacon 1214-1292

 Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika

baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.

 William Ocham (1295 - 1349)

(41)

dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concrning Human Understanding. Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. J.S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic.

Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti:

· Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian. · George Boole (1815-1864)

· John Venn (1834-1923) · Gottlob Frege (1848 - 1925)

Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University,melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce’s Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs).

Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).

Sebagai salah satu cabang filsafat, maka logika dapat dibagi menjadi [10]:

(42)

ditaati, agar dapat berpikir dengan benar sehingga dapat memperoleh kebenaran. Logika formal dinamakan orang juga logika minor sedangkan apa yang sekarang disebut logika formal ialah ilmu yang mengandung kumpulan kaidah-kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran.

2. Logika dalam arti luas ialah mencakup perbincangan yang sistematis mengenai pencapai kesimpulan-kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem-sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam termasuk didalamnya pembahasan tentang logika itu sendiri.

3. Logika Induktif adalah logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang benar yang berawal dari hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi atau kemungkinan.

4. Logika material mempelajari lansung pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan-kenyataan praktis yang sesungguhnya.

5. Logika murni yang merupakan pengetahuan yang mengenai asas-asas dan aturan-aturan logika yang, berlaku umumpada semua segi dan bagian dari pernyataan-pernyataan dengan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam suatu cabang ilmu dari istilah yang di pakai dalam pernyataan-pernyataan yang dimaksud.

6. Logika terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu, bidang-bidang filsafat dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-sehari.

7. Logika filsafati dapat dipandang sebagai suatu ragam atau bagian logika yang berkaitan dengan pembahasan-pembahasan dalam bidang filsafat.

(43)

bentuk lambang-lambang yang khusus dan cermat untuk menghindari makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa.

Tokoh Logika Dan Pemikirannya

 Aristoteles

Aristoteles, seorang filosof dan ilmuwan terbesar dalam dunia masa lampau, yang memelopori penyelidikan ihwal logika, memperkaya hampir tiap cabang falsafat dan memberi sumbangan-sumbangan besar terhadap ilmu pengetahuan. Pendapat Aristoteles, alam semesta tidaklah dikendalikan oleh serba kebetulan, oleh keinginan atau kehendak dewa yang terduga, melainkan tingkah laku alam semesta itu tunduk pada hukum-hukum rasional. Kepercayaan ini menurut Aristoteles diperlukan bagi manusia untuk mempertanyakan setiap aspek dunia alamiah secara sistematis, dan kita harus memanfaatkan pengamatan empiris, dan alasan-alasan yang logis sebelum mengambil keputusan.

 Raymundus Lullus

Raymundus Lullus mengembangkan metoda Ars Magna, semacam aljabar pengertian dengan maksud membuktikan kebenaran – kebenaran tertinggi. Francis Bacon mengembangkan metoda induktif dalam bukunya Novum Organum Scientiarum . W.Leibniz menyusun logika aljabar untuk menyederhanakan pekerjaan akal serta memberi kepastian. Emanuel Kant menemukan Logika Transendental yaitu logika yang menyelediki bentuk-bentuk pemikiran yang mengatasi batas pengalaman.

(44)

Leibniz menganjurkan penggantian pernyataan dengan symbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonhard Euler, seorang ahli matematika dan logika swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antar term yang terkenal dengan sebutan sirkel-Euler.

 John Stuart Mill

John Stuart Mill mempertemukan system induksi dengan system deduksi. Setiap pangkal pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi kedua-duanya bukan bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu.

 Thales

Thales (624 SM – 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.

Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:

Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)

Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia

Air jugalah uap

(45)

Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.

Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini.

 Poespoprojo

Poespoprojo menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari aktivitas berpikir yang menyelidiki pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman konkret, pengalaman sesitivo-rasional, fakta, objek-objek, kejadian-kejadian atau peristiwa yang dilihat atau dialami. Logika bertujuan untuk menganalisis jalan pikiran dari suatu penalaran/pemikiran/penyimpulan tentang suatu hal. Poespoprojo menjelaskan tentang pikiran dan jalan pikiran dengan alur logika dan sistematika yang merupakan alur pikiran algoritmik sementara Olson menekankan pada pemecahan masalah lewat gagasan-gagasan yang diperoleh dengan jalan yang unik. Namun tetap berlandaskan pada sistematika dan logika

 Olson

Olson tidak menerangkan definisi pemikiran dalam konteks logika namun menjelaskan pikiran dalam konteks kreativitas. Pembahasannya ditekankan pada bahasan mengenai pemecahan masalah dengan menempuh ‘jalan’ yang tidak biasa. Olson menggunakan aspek-aspek di luar pembahasan logika dan ilmu menalar yang hampir bisa disebut dengan logika transendental.

(46)

Marx dan Engels adalah murid Hegel di lapangan Logika. Dalam ilmu logika, mereka berdua lah yang kemudian melakukan revolusi pada revolusi Hegelian—dengan menyingkirkan elemen mistik dalam dialektikanya, dan menggantikan dialektika idealistik dengan sebuah landasan material yang konsisten.

 Euklides

Euklides melakukan hal yang sama untuk dasar-dasar geoemetri; Archimides untuk dasar-dasar mekanika; Ptolomeus dari Alexandria kemudian menemukan astronomi dan geografi; dan Galen untuk anatomi.

 Hegel

Hegel, seorang tokoh dari sekolah filsafat idealis (borjuis) di Jerman, adalah seorang guru besar yang pertama kali mentransformasikan ilmu logika, seperti di sebutkan oleh Marx: “bentuk-bentuk umum gerakan dialektika yang memiliki cara yang komprehensif dan sadar sepenuhnya.”

 Petrus Hispanus

Petrus Hispanus menyususn pelajaran logika berbentuk sajak. Petrus inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk system penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Kumpulan sajak Petrus mengenai logika ini bernama Summulae.

 Francis Bacon

(47)

kalangan di barat. Sehingga kemudian perhatian lebih ditujukan pada system induksi.

 Cristian Wolff

Cristian Wolff lebih dikenal sebagai pembela setia ajaran-ajaran Leibniz, namun di samping itu ia juga cukup gigih mengembangkan logika-matematik system filsafat yang terkait dengan berbagai lapangan pengetahuan dengan mempergunakan sarana metode deduktif seperti yang dipakai dalam matematik.

 Marx dan Engels

Marx dan Engels adalah murid Hegel di lapangan Logika. Dalam ilmu logika, mereka berdua lah yang kemudian melakukan revolusi pada revolusi Hegelian—dengan menyingkirkan elemen mistik dalam dialektikanya, dan menggantikan dialektika idealistik dengan sebuah landasan material yang konsisten.

 Theoprastus

Theoprastus (371-287 sM), memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius (233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan-lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan klasifikasi. Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian.

(48)

Al-Farabi (873-950 M) yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua, menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir Grik lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian baru sehingga menjadi delapan bagian.

 John Venn

John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram Venn (Venn’s diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.

3.1.3 Logika Sebagai Cabang Filsafat

Filsafat adalah kegiatan / hasil pemikiran /permenungan yang menyelidiki sekaligus mendasari segala sesuatu yang berfokus pasa makna dibalik kenyataan atau teori yang ada untuk disusun dalam sebuah system pengetahuan rasional.

(49)

Logika sebagai cabang filsafat adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Menurut Louis O. Kattsoff, logika membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu dan kadang-kadang logika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang penarikan kesimpulan.

Logika bisa menjadi suatu upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : Adakah metode yang dapat digunakan untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud pendapat yang benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang salah? Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan tentang penyimpulan.

3.1.4 Kegunaan Logika

Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktivitas berpikir dan bertindak, manusia mendasarkan diri atas prinsip ini. Logika menyampaikan kepada berpikir benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan keyakinan seseoranng, karena itu ia mendidik manusia bersikap obyektif, tegas, dan berani, suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala suasana dan tempat. Selain hubungannya erat dengan filsafat dan matematik, logika dewasa ini juga telah mengembangkan berbagai metode logis (logical methods) yang banyak sekali pemakaiannya dalam ilmu-ilmu, sebagai misal metode yang umumnya pertama dipakai oleh suatu ilmu.

(50)

aturan-aturan yang diformalkan untuk keperluan penalaran yang betul tidak saja dapat menangani perbincangan-perbincangan yang rumit dalam suatu bidang ilmu, melainkan ternyata juga mempunyai penerapan. Misalnya dalam penyusunan program komputer dan pengaturan arus listrik, yang tidak bersangkutan dengan argumen.

Pengertian ilmu logika secara umum adalah ilmu yang mempelajari aturan-aturan berpikir benar. Jadi dalam logika kita mempelajari bagaimana sistematika atau aturan-aturan berpikir benar. Subjek inti ilmu logika adalah definisi dan argumentasi. Yang selanjutnya dikembangkan dalam bentuk silogisme.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kegunaan logika adalah sebagai berikut:

 Membantu setiap orang mempelajari logika untuk berpikir secara

rasional, kritis, lurus, tetap,

 Tertib, metodis, dan koheren atau untuk menjaga kita supaya selalu

berpikir benar.

 Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan

objektif.

 Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir

secara tajam dan mandiri.

 Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis.

 Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari

kesalahan-kesalahan berpikir kekeliruan serta kesesatan.

(51)

 Sebagai ilmu alat dalam mempelajari ilmu apapun, termasuk filsafat.

Karena yang dipelajari dalam ilmu logika hanyalah berupa aturan-aturan berpikir benar maka tidak otomatis seseorang yang belajar logika akan menjadi orang yang selalu benar dalam berpikir. Itu semua tergantung seperti apa dia menerapkan aturan-aturan berpikir itu, disiplin atau tidak dalam menggunakan aturan-aturan itu, sering berlatih, dan tentu saja punya tekad dalam kebenaran.

Kegunaan dari kita belajar logika adalah daya analisis kita semakin bertambah dan dimana apabila ada suatu masalah, kita dapat mengambil keputusan dengan benar. Disamping itu belajar logika juga sangat bermanfaat dalam manajemen waktu, dan juga logika merupakan dasar ilmu psikologi yang paling mendasar. Intinya dengan belajar logika kemampuan berpikir dan daya analisis kita semakin berkembang.

3.1.5 Macam - Macam Logika

Setelah mempelajari tentang filsafat ilmu lebih mendalam lagi, ternyata didalamnya terdapat banyak sekali materi yang disajikan. Yang salah satunya adalah tentang logika, dan logika sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Logika Alamiah

(52)

dilahirkan. Dan dapat disimpulkan pula bahwa logika alamiah ini sifatnya masih murni.

2. Logika Ilmiah

Lain halnya dengan logika alamiah, logika ilmiah ini menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Dengan adanya pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman.

Logika ilmiah ini juga dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau setidaknya dapat dikurangi. Sasaran dari logika ilmiah ini adalah untuk memperhalus dan mempertajam pikiran dan akal budi.

3.1.6 Logika Konstruktif

Logika di dalam konteks konstruksi realitas dalam bagian ini dimaksudkan untuk menunjuk segala langkah prosesual konstruksional yang melibatkan penalaran logis untuk tujuan tercapainya kesesuaian, ketepatan dan keakuratan pengkonstruksian realitas. Konstruksi realitas yang logis akan tercermin pada tidak adanya kesenjangan apalagi perbedaan antara konstruksi realitas dengan realitas yang diwakilinya. Menurut ihsan (2010:117) bahwa “kegiatan berpikir yang dapat menghasilkan pengetahuan yang benar juga mempunyai cara atau aturan yang berbeda-beda”. Oleh karena penggunaan logika dimaksudkan untuk mencapai kepastian (exactness) dari setiap simpulan pemikiran dan penalarannya, maka konstruksi yang diawali dengan penalaran seperti ini akan dapat dikategorikan sebagai konstruksi yang logis.

(53)

Makna yang logis dari suatu konstruksi realitas sosial harus secara internal menyatu di dalam realitas terkonstruksi itu sendiri. Integrasi logika ini diakui (kebenarannya:penulis) bukan saja pada interrelasi elemen-elemen kultural yang tertentu saja yang kita temui di dalam bentuk proposisi verbal, seperti pernyataan tertulis, akan tetapi berlaku untuk elemen-elemen kultural nonverbal seperti halnya acara-acara dan musik, dan juga bahkan berlaku untuk relasi antar elemen kultural dari kelas-kelas yang berbeda-beda seperti sebuah organisasi keluarga spesifik, sebuah gaya budaya/kebudayaan, type kepribadian spesifik, dan aturan dan ketentuan hukum legal tertentu . menurut suriasumantri (2009:46) bahwa “suatu penarikan kesimpulan dianggap sahih (valid) kalau cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana secara luas logika dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih”.

3.1.8 Logika sentensial

Logika sentensial membatasi dirinya untuk membahas kalimat-kalimat sederhana yang tertentu, yang tidak terurai secara keselurhan, menggabungkannya dengan kalimat penghubung yang menjadikannya kalimat-kalmat gabungan. Kalimat gabungan itu hanya dipergunakan sebagai alasan, yang validitas dan invaliditasnya sepenuhnya bergantung pada bentuk atau cara bagaimana kalimat-kalimat sederhana itu digabungkan.Contoh logika sentensial paling sederhana adalah, jika kalmatnya adalah :

• Bapak pergi ke Jakarta atau ke Surabaya • Bapak tidak pergi ke Jakarta

• Simpulan yang benar adalah : Bapak pergi ke Surabaya.

Kalimat-kalimat penghubung pada penggabungan dua kalimat di dalam logika sentensial adalah: dan, atau, bukan, jika-maka, jika dan hanya jika

(54)

Silogisme kategoris merupakan sebuah penafsiran atas satu proposisi kategoris sebagai simpulan atas dua proposisi yang lainnya yang merupakan premis-premis. Pada masing-masing premis memiliki satu istilah yang juga ada pada proposisi kesimpulan dan ada pada proposisi premis lainnya.

Contoh paling sederhana:

• Setiap binatang akan mati (Premis major)

• Semua manusia adalah binatang (Premis minor)

• Oleh karenanya, semua manusia akan mati (Simpulan)

Menurut suriasumantri (2009:49) bahwa “ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan kesimpulan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak dipenjuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secar deduktif. Argumentasi matematik seperti a sama dengan b dan bila b sama dengan c maka a sama denga c merupakan suatu penalaran deduktif.

3.2 Etika

3.2.1 Pengertian Etika

Referensi

Dokumen terkait

What is Lorem Ipsum? Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum. Why do we use it? It is a long established fact that a reader will be distracted by the readable content of a page when looking at its layout. The point of using Lorem Ipsum is that it has a more-or-less normal distribution of letters, as opposed to using 'Content here, content here', making it look like readable English. Many desktop publishing packages and web page editors now use Lorem Ipsum as their default model text, and a search for 'lorem ipsum' will uncover many web sites still in their infancy. Various versions have evolved over the years, sometimes by accident, sometimes on purpose (injected humour and the like). Where does it come from? Contrary to popular belief, Lorem Ipsum is not simply random text. It has roots in a piece of classical Latin literature from 45 BC, making it over 2000 years old. Richard McClintock, a Latin professor at Hampden-Sydney College in Virginia, looked up one of the more obscure Latin words, consectetur, from a Lorem Ipsum passage, and going through the cites of the word in classical literature, discovered the undoubtable source. Lorem Ipsum comes from sections 1.10.32 and 1.10.33 of "de Finibus Bonorum et Malorum" (The Extremes of Good and Evil) by Cicero, written in 45 BC. This book is a treatise on the theory of ethics, very popular during the Renaissance. The first line of Lorem Ipsum, "Lorem ipsum dolor sit amet..", comes from a line in section 1.10.32. The standard chunk of Lorem Ipsum used since the 1500s is reproduced below for those interested. Sections 1.10.32 and 1.10.33 from "de Finibus Bonorum et Malorum" by Cicero are also reproduced in their exact original form, accompanied by English versions from the 1914 translation by H. Rackham. Where can I get some? There are many variations of passages of Lorem Ipsum available, but the majority have suffered alteration in some form, by injected humour, or randomised words which don't look even slightly believable. If you are going to use a passage of Lorem Ipsum, you need to be sure there isn't anything embarrassing hidden in the middle of text. All the Lorem Ipsum generators on the Internet tend to repeat predefined chunks as necessary, making this the first true generator on the Internet. It uses a dictionary of over 200 Latin words, combined with a handful of model sentence structures, to generate Lorem Ipsum which looks reasonable. The generated Lorem Ipsum is therefore always free from repetition, injected humour, or non-characteristic words etc. 5 paragraphs words bytes lists Start with 'Lorem ipsum dolor sit amet...' Translations: Can you help translate this site into a foreign language ? Please email

pylori does not cause reflux symptoms, therefore I do not seek the organism in this setting Part B, Treatment of H.. pylori Q6, What is your preferred 1st line treatment for