• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Perdata Islam di Indonesia Analisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hukum Perdata Islam di Indonesia Analisi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Izzatul Ulya

NIM : 15230082

Kelas : HTN-ICP

KASUS DAN KRONOLOGI KASUS

Aldi Taher menikahi Georgia Aisyah pada tanggal 25 Oktober 2017. Namun menurut sumber dari berita lain mengatakan bahwa pernikahan mereka telah diwarnai dengan perselisihan sejak awal pernikahan. Georgia Aisyah melayangkan gugatan cerainya ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat pada 20 Oktober 2017 lalu. Keributan yang terjadi terus-menerus membuat Georgia Aisyah tak kuat melanjutkan pernikahannya dengan Aldi Taher. Bahkan, wanita yang berprofesi sebagai dokter gigi itu mengaku sudah sering cekcok di awal pernikahannya.

(2)

LATAR BELAKANG

Perceraian merupakan putusan dari pernikahan, karena tidak mungkin adanya perceraian jika tidak adanya perkawinan. Perkawinan merupakan awal dari hidup bersama antara laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri, sedangkan perceraian merupakan akhir dari kehidupan bersamasuami istri tersebut. Setiap orang menghendaki agar perkawinan yang dilakukannya tetap utuh sepanjang masa kehidupannya. Tetapi tidak sedikit pulaperkawinan yang dibina berakhir dengan sebuah perceraian. Tidak selalu perkawinan yang dilaksanakan itu sesuai dengan keinginan, walaupun sudah diusahakan semaksimal mungkin dengan membinanya secara baik, tetapi pada akhirnya terpaksa mereka harus berpisah dan memilih jalan cerai.

Perceraian sendiri memiliki beberapa dampak, di antaranya adalah mengenai perebutan hak asuh anak (pemeliharaan anak). Satu hal yang menjadi ketakutan besar bagi seorang anak adalah perceraian orang tua, ketika perceraian terjadi anak akan menjadi korban utama. Orangtua yang bercerai harus tetap memikirkan bagaimana membantu anak untuk mengatasi penderitaan akibat perpisahan orang tuanya. Orang tua adalah orang pertama yang bertanggung jawab untuk membayarkan hak-hak anak keturunan mereka. Namun, tidak jarang tugas seperti itu menjadi terputus baik atas kehendak suami istri, maupun diluar kehendak mereka. Suatu perceraian, khusus pada cerai hidup meskipun bisa melegakan hati dua belah pihak, tetapi sudah pasti merupakan pengalaman pahit bagi sang anak.

(3)

perceraian Aldi Taher dengan Istrinya dilihat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

RUMUSAN MASALAH

Dari paparan latar belakang di atas maka dalam makalah ini disusun menengai rumusan masalah, di antaranya:

1. Bagaimana kasus perceraian antara Aldi Taher dan istrinya ditinjau dari UU No 1/1974 Tentang Perkawinan dan KHI?

(4)

KAJIAN TEORI

1. Putusnya Perkawinan

Menurut istilah, seperti yang dituliskan oleh al-Jaziri, talak adalah melepaskan ikatan (hall al-qaid) atau bisa juga disebut pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata yang ditentukan. Kemudian Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri. definisi ini agak panjang dapat kita lihat dalam kitab Kifayat al-Akhyar yang menjelaskan talak sebagai sebuah nama untuk melepaskan ikatan pernikahan dan talaka lafaz jahiliyah yang setelah Islam datang menetapkan lafaz itu sebagai kata untuk melepaskan nikah. Maka dari definisi talak di atas, jelaslah bahwa talak merupakan sebuah institusi yang digunakan untuk melepaskan sebuah ikatan perkawinan.1

2. Pengertian Cerai Gugat

Dalam hukum Islam membagi perceraian kepada dua golongan besar yaitu talak dan fasakh. Talak adalah perceraian yang timbul dari tindakan suami untuk melepaskan ikatan dengan lafadz talak dan seumpamanya, sedangkan fasakh adalah melepas ikatan perkawinan antara suami isteri yang biasanya dilakukan oleh isteri. Dari dua golongan perceraian ini, Dr. Abdurrahman Taj sebagaimana dikutip oleh H.M Djamil Latief, S.H. membuat klasifikasi perceraian sebagai berikut:2

1) Talak yang terjadi dengan keputusan hakim yaitu li’an, perceraian dengan sebab aib suami seperti impoten dan perceraian dengan sebab suami menolak masuk Islam,

1 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016) h. 205

2 Abdul Manan, Problematika Perceraian Karena Zina dalam Proses Penyelesaian Perkara di Lingkungan Peradilan Agama, dalam Jurnal Mimbar Hukum, (Jakarta: al-Hikmah &

(5)

2) Talak yang terjadi tanpa putusan Hakim yaitu talak biasa yakni talak yang diucapkan suami baik sharih maupun kinayah dan ‘ila,

3) Fasakh yang terjadi dengan keputusan hakim yaitu dengan sebab perkawinannya anak laki-laki atau perempuan yang masih dibawah umur dan perkawinan itu tidak dilakukan oleh wali yaitu bapaknya atau kakeknya, fasakh dengan sebab salah satu pihak dalam keadaan gila, tidak sekufu, kurangnya mas kawin dari mahar mitsil dan salah satu pihak menolak masuk Islam,

4) Fasakh yang terjadi tanpa adanya putusan hakim, yaitu fasakh dengan sebab merdekanya isteri, ada hubungan semenda antara suami isteri dan nikahnya fasid sejak semula.

Apabila dilihat dari penjelasan di atas maka secara umum pengertian dari cerai gugat yaitu isteri menggugat suaminya untuk bercerai melalui pengadilan, yang kemudian pihak pengadilan mengabulkan gugatan dimaksud sehingga putus hubungan penggugat (isteri) dengan tergugat.3

3. Sebab-Sebab Putusnya Perkawinan

Talak sebagai sebab putusnya perkawinan adalah institusi yang paling banyak dibahas para ulama. Seperti apa yang dinyatakan dalam oleh Sarakhsi, Talak itu hukumnya dibolehkan ketika berada dalam keadaan darurat, baik atas inisiatif suami (talak) atau inisiatif (Khulu’). Setidaknya ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian, yaitu:

1) Nusyuz (kedurhakaan) yang dilakukan oleh seorang istri terhadap suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah, penyelewengan dan hal-hal yang dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga.

(6)

2) Nusyuz suami terhadap Istri. Kemungkinan nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak suami untuk memenuhi kewajibannya pada istri, baik nafkah lahir maupun nafkah batin.

3) Salah satu pihak berbuat zina

4) Terjadinya Syiqaq. Kemungkinan yang ketiga ini terjadi karena kedua-duanya terlibat dalam syiqaq (percekcokan), misalnya disebabkan karena kesulitan ekonomi, sehingga keduanya sering bertengkar.4

4. Alasan Cerai menurut UU Nomor 1/1974 Tentang Perkawinan dan KHI Dalam pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi karena salah satu pihak meninggal dunia, karena perceraian dan karena adanya putusan pengadilan. Kemudian dalam pasal 39 ayat (2) ditentukan bahwa untuk melaksanakan perceraian harus cukup alasan yaitu antara suami isteri tidak akan hidup sebagai suami isteri. Ketentuan ini dipertegas lagi dalam penjelasan pasal 39 ayat (2) tersebut dan pasal 19 Peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang mana disebutkan bahwa alasan yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan perceraian adalah:5

1. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat dan lain sebagainya yangsukar disembuhkan

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya.

3. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiyaan berat yang membahayakan pihak lain.

4. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.

4 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 212

(7)

5. Antara suami isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

KHI pada pasal 116 juga mengatur bahwa yang dapat menjadi alasan terjadinya perceraian adalah disebabkan karena:6

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah karena hal lain diluar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/isteri.

f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Sedangkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan penambahan dua ayat yaitu: (a) suami melanggar taklik talak dan (b) peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.7

5. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian

Pasal 41 UUP juga membicarakan akibat yang timbul oleh perceraian. Adapun bunyi pasalnya adalah sebagai berikut:8

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah:

6 Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 221

7 Abdul Kadir Muhammad, Perkembangan Beberapa Hukum Keluarga, h. 127

(8)

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelohara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak, pengadilan member keputusannya.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan

biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.9

6. Pemeliharaan Anak Bila Terjadi Perceraian dalam Islam

Bila terjadi pemutudan perkawinan karena perceraian, baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-mata demi kepentingan anaknya. Jika terjadi perselisihan antara suami dan istri mengenai penguasaan anak-anak maka dapat diselesaikan melalui jalur musyawarah keluarga ataupun dengan keputusan pengadilan.

Persoalan jika terjadi perceraian, siapakah yang berhak untuk memelihara anak. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud ada peristiwa, seorang wanita menghadap Rasulullah dan berkata,

Ya Rasulullah bahwasanya anakku ini perutkulah yang mengandungnya, asuhankulah yang mengawasinya, dan air susukulah minumannya. Bapaknya hendak mengambilnya dariku, maka bersabda Rasulullah, engkau lebih berhak untuk memelihara anak itu, selama engkau belum menikah dengan lelaki lain.

Apabila dilihat dari beberapa teks-teks suci dalam hal pemeliharaan anak jika terjadi perceraian antara kedua orang tuanya, menetapkan untuk pemeliharaan anak pada pihak ibu selama anak belum balig dan belum menikah dengan lelaki lain. Alasannya bisa dilihat pada pernyataan Abu Bakar as-Siddiq,

Ibu lebih cenderung sabar kepada anak, lebih halus, lebih pemurah, lebih oenyantun, lebih baik dan lebih penyayang. Ia lebih berhak atas anaknya.10

7. Pemeliharaan anak perspektif UU No 1 Tahun 1974

9 Abdul Kadir Muhammad, Perkembangan Beberapa Hukum Keluarga, h. 127

(9)

Secara global Undang-Undang Perkawinan telah member aturan pemeliharaan anak tersebut yang dirangkai dengan akibat putusnya sebuah perkawinan. Di dalam pasal 41 dinyatakan bahwa:

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah:

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelohara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak, pengadilan member keputusannya.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.11

Menyangkut kewajiban orang tua terhadap anak dimuat di dalam BAB X mulai pasal 45-4912

Pasal 45

1) Kedua orang tua wajib memelihara dan menddidik anak-anak mereka sebaik-baiknya

2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

Pasal 46

1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.

2) Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas bnila mereka itu memerlukan bantuannya.

Pasal 47

1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.

2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan i luar Pengadilan.

11 Abdul Kadir Muhammad, Perkembangan Beberapa Hukum Keluarga, h. 127

(10)

Pasal 48

Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggandakan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.

Pasal 49

1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saidara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :

a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; b. Ia berkelakuan buruk sekali.

2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih berkewajiban untuk memberi pemeliharaan kepada anak tersebut.

8. Pemeliharaan anak perspektif KHI

KHI dalam pasal-pasalnya menggunakan istilah Pemeliharaan Anak yang dimuat di dalam BAB XIV Pasal 98 – 106. Beberapa pasal yang penting akan kutipan di sini:13

Pasal 98

1) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.

2) Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.

3) Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban trsebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu.

Kemudian, pasal yang secara eksplisit mengatur masalah kewajiban pemeliharaan anak dan harta jika terjadi perceraian hanya terdapat dalam Pasal 105 dan Pasal 106.

Pasal 105 Dalam hal terjadinya perceraian :

(11)

a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;

b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya; c. biaya pemeliharaanditanggung oleh ayahnya.

Pasal 106

1) Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa atau dibawah pengampunan, dan tidak diperbolehkan memindahkan atau menggadaikannya kecuali karena keperluan yang mendesak jika kepentingan dan keslamatan anak itu menghendaki atau suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan lagi.

2) Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat (1)

Pasal-pasal KHI tentang hadanah menegaskan bahwa kewaiban pengasuhan material dan non material merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Lebih dari itu, KHI malam membagi tugas-tugas yang harus diemban kepada orang tua kendatipun mereka berpisah. Anak yang belum mumayiz tetap diasuh oleh ibunya, sedangkan ayahnya bertanggung jawab atas pembiayaan.

Kompilasi Hukum Islam juga menentukan bahwa anak yang belum mumayiz tetap atau berumur dua belas tahun adalah hak bagi ibu untuk memeliharanya, sedangkan apabila anak tersebut telah mumayiz, ia dapat memilih antara ayah atau ibunya untuk bertindak sebagai pemeliharaannya.14

(12)

ANALISIS

1. Perceraian Aldi Taher dengan Aisyah menurut Hukum Perdata Islam Indonesia

Seperti apa yang dinyatakan dalam oleh Sarakhsi di atas bahwa talak itu hukumnya dibolehkan ketika berada dalam keadaan darurat, baik atas inisiatif suami (talak) atau inisiatif (Khulu’). Setidaknya ada empat kemungkinan penyebab terjadinya cerai, di antaranya adalah nusyuz seorang istri terhadap suami, nusyuz seorang suami terhadap istri, salah satu pihak berbuat zina atau murtad, dan syiqaq (percekcokan).

Pengaturan masalah perceraian di Indonesia secara umum terdapat dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP), Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (PP 9/1975). Berdasarkan Pasal 38 UUP, perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan. Selain itu, Pasal 39 ayat (1) UUP mengatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan.

Cerai gugat atau gugatan cerai yang dikenal dalam UUP dan PP 9/1975 adalah gugatan yang diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat (Pasal 40 UUP jo. Pasal 20 ayat [1] PP 9/1975). Dalam kasus ini, orang yang menggugat adalah Georgia Aisyah selaku Istri dari Aldi Taher.

(13)

maka Georgia diperbolehkan menggugat cerai Aldi apabila Aldi memang tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami.

Namun, Georgia membantah jika ia melayangkan gugatan terhadap Aldi karena penyakit kanker Aldi. Ia mengatakan bahwa penyebab Aisyah melayangkan gugatan cerai adalah karena sering terjadinya pertengkaran hingga tidak bisa disatukan kembali. Bahkan ia mengatakan bahwa percekcokan tersebut sudang sering terjadi di awal pernikahan mereka. Aisyah juga mengatakan bahwa sudah tidak bersama dengan Aldi selama satu bulan dan memilih tinggal bersama keluarganya.

Apabila dilihat dari alasan Aisyah di atas, maka hal itu merujuk pada PP Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf e yang berbunyi ‘antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukum kembali dalam rumah tangga. Hal ini terlihat jelas dalam perceraian ini yang mana sebelumnya mediasi telah dilakukan berkali-kali antara Aldi beserta keluarga dan juga Aisyah beserta keluarga yang tak kunjung menemui titik temu. Akhirnya, Georgia tetap melayangkan gugatan cerai terhadap Aldi Taher. Dalam Islam, istilah ini dikenal dengan Syiqaq.

Dalam konteks hukum Islam (yang terdapat dalam KHI), istilah cerai gugat berbeda dengan yang terdapat dalam UUP maupun PP 9/1975. Jika dalam UUP dan PP 9/1975 dikatakan bahwa gugatan cerai dapat diajukan oleh suami atau istri, mengenai gugatan cerai menurut KHI adalah gugatan yang diajukan oleh istri sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 132 ayat (1) KHI yang berbunyi:

“Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan Agama, yang daerahhukumnya mewilayahitempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman tanpa izin suami.”

Sedang dalam alasan atau sebab perceraian dalam kasus ini terdapat dalam Pasal 115 huruf f Kompilasi Hukum Islam.

(14)

istri sedang hamil, hal tersebut tidak dilarang, baik di dalam Kompilasi Hukum Islam maupun di UU Perkawinan dan peraturan pemerintahnya. Namun, terdapat masa iddah atau masa tunggu bagi janda yang diceraikan oleh suaminya ketika sedang hamil, yaitu sampai ia melahirkan. Hal ini terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam maupun dalam UU Perkawinan. Sehingga bisa saja seorang suami menceraikan istrinya ketika sedang hamil.

2. Hak Asuh Anak dalam Perceraian Aldi Taher dengan Aisyah

Seperti yang telah diketahui di atas bahwa Georgia Aisyah, istri Aldi Taher, tengah hamil anak kedua. Sebelumnya, Aisyah juga telah memiliki anak yaitu Geraldine Nur Ardiansyah yang kini berusia dua tahun. Aldi Taher mengakui pasrah mengenai hak asuh anak dan diserahkan kepada pengadilan.

Apabila merujuk pada hukum Islam sendiri, sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi Ya Rasulullah bahwasanya anakku ini perutkulah yang mengandungnya, asuhankulah yang mengawasinya, dan air susukulah minumannya. Bapaknya hendak mengambilnya dariku, maka bersabda Rasulullah, engkau lebih berhak untuk memelihara anak itu, selama engkau belum menikah dengan lelaki lain. Kemudian juga hadis yang berbunyi Ibu lebih cenderung sabar kepada anak, lebih halus, lebih pemurah, lebih oenyantun, lebih baik dan lebih penyayang. Ia lebih berhak atas anaknya. Maka hak asuh anak dalam kasus ini adalah jatuh kepada Georgia.

Sedang menurut UUP Di dalam pasal 41 dinyatakan bahwa:

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah:

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak, pengadilan memberi keputusannya.

(15)

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.15

Sangat jelas apabila dilihat dalam peraturan di atas maka pemeliharaan anak dan mendidik anak tetap jatuh kepada kedua orang tua. Karena dalam kasus ini Aldi tidak mempermasalahkan hak asuh anak, maka pengadilanlah yang akan menutuskannya. Namun untuk biaya kehidupan dan pendidikan anak, beban dipikulkan terhadap Aldi selaku ayah. Selain itu Aldi juga berkewajiban atas biaya penghidupan dan/atau menentukan kewajiban bagi bekas istri.

Sedangkan dalam KHI, mengenai pemeliharaan anak akibat cerai terdapat dalam Pasal 105,

Dalam hal terjadinya perceraian :

a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;

b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya; biaya pemeliharaanditanggung oleh ayahnya.

Karena anak pasangan Aldi Taher dan Georgia Aisyah masih berumur 2 tahun dan belum mumayiz maka hak asuh anak berada di bawah ibunya.

DAFTAR PUSTAKA

Manan, Abdul. Problematika Perceraian Karena Zina dalam Proses Penyelesaian Perkara di Lingkungan Peradilan Agama, dalam Jurnal Mimbar Hukum, (Jakarta: al-Hikmah & DITBINBAPERA,.No 52 Th XII, 2001

Muhammad, Abdul Kadir. Perkembangan Beberapa Hukum Keluarga di Beberapa Negara Eropa. Bandung: Citra Aditya, 1998

Nuruddin , Amiur dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI. Jakarta: Prenadamedia Group, 2016

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan Intrution Prevention System (IPS) yan g di terapkan pada Server dengan mengunakan Snort sebagi tools nya dan Acid-MySQL sebagai Database Snort, bertujuan

Hasil dari penelitian ini adalah menghasilkan system e-learning berbasis website untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, efektif dan waktu lebih efisien sehingga

Model common effect atau pooled regression merupakan model regresi data panel yang paling sederhana. Model ini pada dasarnya mengabaikan struktur panel dari

motivasi yang diberikan kepada karyawan sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi pada Department Housekeeping kami masih menemui beberapa kendala dalam meningkatkan

[r]

Masalah dan solusi yang ditawarkan Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas maka solusi yang ditawarkan adalah sebagai berikut melakukan inovasi yang berbasis

Dalam ajaran Islam khususnya dalam kitab suci al-Qur’an banyak kita temukan ayat-ayat yang sebenarnya membicarakan tentang manusia, mulai dari proses asal-usul

Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir untuk meningkatkan penerimaan pajak parkir adalah kebijakan ekstensifikasi dan kebijakan intensifikasi,