• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Tanaman Sukun (Arthocarpus communiis Forst) Terhadap Penggunaan Pelepah Pisang Sebagai Mulsa Organik Pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahi Sabungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Tanaman Sukun (Arthocarpus communiis Forst) Terhadap Penggunaan Pelepah Pisang Sebagai Mulsa Organik Pada DTA Danau Toba, Desa Paropo, Kecamatan Silahi Sabungan"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Danau Toba berada di daerah Sumatera Utara merupakan salah satu aset

Negara/Pemda yang sangat berharga dan termasuk salah satu Daerah Tujuan

Wisata penting setelah Bali dan Lombok/NTB sehingga merupakan kebanggaan

tersendiri bagi daerah ini. Ditetapkannya Danau Toba sebagai salah satu daerah

tujuan wisata, karena anggapan selama ini memiliki panorama alam yang indah.

Sekarang ini keindahan Danau Toba sudah terusik seabgai akibat eksploitasi

sumber daya alamnya, baik daerah perairan maupun daratan disekitarnya.

Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba seluas lebih kurang 369.854

ha, yang terdiri dari 190.314 ha daratan di pulau Sumatera (keliling luar danau),

69.280 ha daratan pulau Samosir (di tengah danau) dan 110.260 ha berupa

perairan Danau Tobanya sendiri (luas permukaannya). Pada bagian utara kawasan

danau toba merupakan bagian dari tanah karo yang memiliki topografi daratan

relief bergunung dan terjal. Daerah timur dan tenggara di daerah Parapat dan

Porsea memiliki relief datar hingga bergunung. Bagian selatan kawaasan danau

toba merupakan dataran hingga wilayah berbukit. Bagian barat hingga utara

merupakan dataran dan perbukitan hingga bergunung dengan lereng terjal kea rah

tepi danau seperti sekitar Tele, Silalahi dan Tongging (Siregar, 2008).

Luas hutan pada Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba pada tahun

1985 adalah ± 78.558 Ha dan menurun pada tahun 1997 menjadi ± 62.403 Ha.

Penurunan luas hutan tersebut diikuti dengan pertambahan luas semak belukar

dari 103.970 Ha menjadi 114.258 Ha serta bertambahnya luas padang rumput dari

5.870 Ha menjadi 22.528 Ha (LPPM USU, 2000). Penyebab menurunnya luas

(2)

2

hutan pada DTA Danau Toba adalah kebakaran hutan, penebangan hutan secara

liar dan pembukaan hutan untuk dikonversi manjadi lahan pertanian. Salah satu

penyebab kebakaran hutan adalah keteledoran masyarakat, sebagian masyarakat

membakar alang-alang dengan tujuan untuk mendapatkan rumput muda sebagai

makanan ternak, sehingga pembakaran alang-alang dapat merambat ke areal

berhutan. Pada DTA Danau Toba telah terjadi indikasi adanya penebangan hutan

secara liar, penebangan hutan secara liar untuk kawasan Danau Toba akan

menurunkan kapasitas resapan kawasan hutan terhadap air hujan. Pembukaan

hutan untuk dikonversi menjadi lahan pertanian akan mengakibatkan lahan

terbuka sehingga akan mengakibatkan laju erosi, transpor sedimen maupun

meningkatkan resapan kawasan yang telah dibuka penutupan hutannya juga akan

menurunkan kemampuan lahan meresap air hujan

(Kementerian Lingkungan Hidup, 2011).

Isu tentang degradasi lahan dan hutan yang gencar muncul di berbagai

wacana, menuntut pemerintah dan masyarakat untuk segera menindaklanjuti

dengan tindakan yang nyata. Tindakan nyata tersebut tentu saja harus disertai

dengan perencanaan yang matang dari berbagai aspek. Salah satu aspek yang

menonjol dalam hal ini adalah aspek pengelolaan lahan dan hutan. Dalam

perencanaan pengelolaan lahan, informasi yang dibutuhkan salah satunya adalah

tentang potensi lahan dan kesesuaiannya untuk jenis tanaman tertentu. Informasi

ini diperlukan terutama untuk menentukan kegiatan atau jenis konservasi tanah

yang harus dilakukan (Wahyuningrum et al., 2003).

Upaya untuk mengurangi laju degradasi dan memulihkan kondisi

ekosistem kawasan DTA Danau Toba telah banyak dilakukan, baik atas inisiatif

(3)

3

pemda maupun inisiatif kelompok masyarakat serta berbagai lembaga swadaya

masyarakat. Namun upaya-upaya tersebut belum membuahkan hasil nyata dalam

memperbaiki kondisi ekosistem maupun kesejahteraan masyarakat di kawasan

DTA Danau Toba. Belum berhasilnya upaya tersebut dikarenakan lahan yang

kritis, terjal dan kondisi tanah yang miskin hara (Harahab, 2009).

Pemilihan jenis tanaman yang cocok merupakan hal yang sangat penting

dalam pemanfaatan lahan kritis. Salah satu tanaman yang cocok pada lahan kritis

yaitu tanaman tropis yang pertumbuhannya berada pada kisaran 20-400C dan juga

mampu tumbuh pada daratan rendah sampai ketinggian 650 mdpl. Sosok pohon

sukun yang tinggi dengan perakaran yang tidak begitu dalam tetapi cukup kokoh

sehinggga cocok untuk tanaman penghijauan. Tajuknya yang besar mampu

mengurangi erosi tanah akibat angin kencang, mengingat perakarannya yang

mencengkram tanah dengan kuat sehingga mampu menyimpan air hujan, sehingga

dengan adanya tanaman sukun ini dapat memperbaiki sumber tata air. Tanaman

sukun mempunyai arti penting dalam menopang kebutuhan sumber pangan karena

sumber kalori dan juga kandungan gizi yang tinggi (Laksamana, 2011).

Tanaman sukun merupakan tanaman tahunan yang termasuk ke dalam

family Moraceae. Daerah asalnya adalah Pasifik, Polynesia, dan Asia Tenggara,

termasuk Indonesia. Kanopi pohon sukun sangat bagus, memiliki warna daun

hijau tua dengan system perakaran yang kuat, sehingga dapat berfungsi sebagai

penahan erosi dan pencegah intrusi air laut ke darat di sekitar pantai. Pada masa

lalu sukun dianggap penting bagi bangsa Polinesia yang selalu membawa tanaman

tersebut ke perahu mereka dan menanamnya kembali di daratan di tempat mereka

tingga di sekitar pasifik (Alrasyid, 2013).

(4)

4

Mulsa adalah suatu bahan yang digunakan sebagai penutup tanah yang

bertujuan untuk menghalangi pertumbuhan gulma, menjaga suhu tanah agar tetap

stabil, mencegah jatuhnya percikan air langsung mengenai permukaan tanah

(Wiharjo,1997 dalam Hayati, 2008).

Pemberian mulsa organik memiliki tujuan antara lain melindungi akar

tanaman, menjaga kelembaban tanah, meminimalisasi air hujan yang langsung

jatuh ke permukaan tanah sehingga memperkecil hilangnya hara, erosi, dan

menjaga struktur tanah, menjaga kestabilan suhu dalam tanah, serta dapat

menyumbangkan bahan organik bagi tanaman. Bahan yang paling sering

digunakan sebagai mulsa organik yakni jerami padi, sisa-sisa tanaman ataupun

bagian-bagian tanaman lain juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan penutup

tanah.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh mulsa pelepah

pisang terhadap pertumbuhan tanaman sukun di Daerah Tangkapan Air (DTA).

Hipotesis Penelitian

Aplikasi penggunaan mulsa organik pelepah pisang berpengaruh nyata

terhadap pertumbuhan bibit sukun di lapangan.

Manfaat Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan mulsa organik pelepah pisang

pada tanaman sukun di lapangan dan sebagai informasi untuk penggunaan mulsa

organik terhadap pertumbuhan dan penyerapan air bagi tanaman.

Referensi

Dokumen terkait

Pengadaan, antara lain: latar belakang pendidikan, pengalaman kerja dan identitas yang

Peserta Program Gelar Ganda Percepatan adalah mahasiswa yang telah menempuh minimum 50% dari total beban sks di PS 1, dengan IPK minimum 3,0 dan lulus seleksi untuk

Terbentuknya Forum Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau FoKSBI menunjukkan bahwa semua pihak; pemerintah, sektor swasta, lembaga swadaya masyarakat, asosiasi pengusaha, dan

[r]

 Persyaratan khusus untuk penambahan Program Studi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Perguruan Tinggi Terdiri atas :.. Perjanjian Kerjasama Antara Fakultas

Jadual Kegiatan, termasuk Pengaturan Jaga (Rawat Inap). BAB III STANDAR

2) Manufacturing Cycle Efficiency dan jelaskan hasil perhitungan tersebut. 3) Waktu produksi yang merupakan aktivitas tidak bernilai tambah.. Manajemen meminta bantuan

19 Tahun 2005, namun PP tersebut juga mengatur bahwa setiap satuan pendidikan tinggi dapat melampaui kedelapan standar minimum tersebut dengan merumuskan/