• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Dissenting Opinion Dalam Putusan Tindak Pidana Pencucian Uang“ (Studi Kasus Putusan No.21 Pid.Sus-Tpk 2015 Pn.Mdn.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Dissenting Opinion Dalam Putusan Tindak Pidana Pencucian Uang“ (Studi Kasus Putusan No.21 Pid.Sus-Tpk 2015 Pn.Mdn.)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan dan kehidupan manusia merupakan sisi lain kehidupan yang akan terus ada sepanjang sejarah kehidupan manusia. Mengenai kejahatan, terdapat banyak pendapat, salah satunyaRoeslan saleh mengemukakan:1

Kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan tradisional dapat dikategorikan sebagai kejahatan kerah biru (Blue Collar Crime), yang merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional. Misalnya, perampokan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.

“Sejak lama orang menaruh perhatian terhadap pertanyaan : syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi, baru pembentuk undang-undang dapat menentukan suatu perbuatan atau perbuatan-perbuatan sebagai perbuatan pidana atau delik? Mencari jawaban atas pertanyaan ini mengakibatkan pula bahwa haruslah dipersoalkan terlebih dahulu mengenai tujuan apakah pada umumnya akan dicapai pembentuk undang-undang dengan menentukan suatu perbuatan sebagai perbuatan pidana. Selagi mengenai tujuan dari hukum pidana orang masih berbeda pendapat, selama itu pula pembentuk undang-undang pun akan menghadapi kesulitan untuk menetapkan apakah bentuk-bentuk baru dari kelakuan yang dipandang mengganggu ketenteraman masyarakat, akan dinyatakan suatu perbuatan pidana”.

Bila pelaku kejahatan tradisional melakukan kejahatan karena alasan himpitan ekonomi dan latar belakang intelegensia mereka yang kurang baik, maka ada bentuk lain dari kejahatan yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan intelegensia danlatar belakang perekonomian yang baik.

1Roeslan Saleh,

(2)

Sedangkan kejahatan2 yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan intelegensia dan sokongan perekonomian yang baik dapat dikategorikan sebagai kejahatan kerah putih (White Collar Crime), yakni suatu kejahatan atau tindak pidanayang dilakukan oleh seseorang yang memiliki status sosial terhormatdan terpandang dalam kaitannya dengan pekerjaannya, yang salah satu bentuknya adalah tindak pidana yang dinamakan dengan pencucian uang.3

Secara populer dapat dijelaskan bahwa aktivitas pencucian uang merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan, atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organisasi criminal (criminal organization), maupun individu yang melakukan

Pencucian uang atau dalam istilah Bahasa Inggris dikenal dengan money laundering merupakan satu bentuk kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).

Dalam konvensi PBB tahun 1995 dan pada konvensi Palermo 2000, yang membahas tentang pemberantasan kejahatan dan tindak pidana, dimana ada 17 jenis kejahatan yang termasuk tindak pidana serius (serious crime). Ternyata tindak pidana yang menduduki peringkat pertama adalah pencucian uang, kemudian diikuti oleh korupsi dan penyelundupan. Hal ini melahirkan suatu motivasi internasional untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

2

Pengertian tindak pidana lebih luas dari kejahatan. Kejahatan dalam hukum pidana adalah prbuatan pidana yang pada dasarnya diatur dalam Buku II KUHP dan di dalam aturan-aturan lain di luar KUHP yang di dalamnya dinyatakan perbuatan itu sebagai kejahatan. Perbuatan pidana lebih luas dari kejahatan karena meliputi juga pelanggaran, yaitu perbuatan yang diatur dalam Buku III KUHP dan di luar KUHP yang di dalamnya dinyatakan perbuatan itu sebagai pelanggaran. Pada umumnya para ahli tidak menerima pengertian kejahatan dalam kriminologi adalah sama luasnya dengan kejahatan dalam hukum pidana. Lihat Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, (Aksara Baru: Jakarta, 1987), hlm. 17-18.

3

(3)

tindak pidana korupsi, penyuapan, perdagangan narkotika, kejahatan kehutanan, kejahatan lingkungan hidup, dan tindak pidana lainnya dengan maksud menyembunyikan, menyamarkan, atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari tindak pidana agar hasil kejahatan yang diperoleh menjadi seolah-olah sah tanpa terdeteksi berasal dari kegiatan yang ilegal.

Nominal uang yang menjadi objek pencucian uangbiasanya sangat besar jumlahnya, sehingga dapat mempengaruhi neraca keuangan nasional bahkan keuangan global. Menurut R. Bosworth Davies, kejahatan ini dapat menekan perkonomian dan menimbulkan bisnis yang tidak fair, terutama jika dilakukan oleh pelaku kejahatan yang terorganisir, berlangsung terus-menerus, dijalankan secara teratur, memiliki lini bisnis, berkegiatan dalam volume yang besar, melibatkan dana yang besar, dan menghasilkan uang yang sangat besar.

Kejahatan terorganisir ini disebut juga sebagai suatu kegiatan kriminal yang rumit, karena dilakukan dalam skala besar oleh kelompok-kelompok orang yang diatur denganmekanisme yang saling terhubung satu sama lain. Hal ini seringkali dilakukan dengan tidak memperdulikan ketertiban umum, melanggar hukum, bahkan dengan melakukan kejahatan yang erat kaitannya dengan tindak pidana lain seperti korupsi.4

Berangkat dari adanya kesadaran dan motivasi internasional untuk memberantas tindak pidana pencucian uang, dan mengingat ruang lingkup dan dimensinya yang sangat luas, Pada tahun 1989 di Paris, Negara yang tergabung dalam kelompok G-7 mendirikan sebuah badan yang bernama Financial

4

(4)

ActionTask Force on Money Launderingdengan tujuan untuk membangun kerjasama internasional dalam menghadapi kejahatan pencucian uang.

Setelah melakukan beberapa survey dan penelitian dari berbagai sumber, FATF menyimpulkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang oleh masyarakat internasional disinyalir menjadi salah satu sumber sekaligus muara kegiatan money laundering. Oleh karenanya pada tahun 2013 lalu Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) telah melakukan review atas sistem hukum dan sistem keuangan di Indonesia dalam kaitannya dengan kegiatan

money laundering.Review yang dilakukan oleh FATF di Indonesia ini dapat menyebabkan adanya tekanan internasional yang diberlakukan terhadap negara yang belum menerapkan rezim anti pencucian uang seperti Filipina dan Indonesia. Menghadapi review yang dilakukan oleh FATF tersebut Pemerintah dan Bank Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dimasukkannya Indonesia sebagai non cooperative country and territory seperti meyakinkan FATF terhadap komitmen Indonesia untuk memerangi money laundering, menerbitkan Peraturan Bank Indonesia yang mewajibkan bank untuk menerapkan prinsip mengenal nasabah (Know Your Costumer Principles) dan mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Money Laudering kepada DPR untuk segera dibahas dan disetujui.

(5)

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang5 yang kemudian pada tanggal 17 April 2002 diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang6 yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.7

5

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4191)

6

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108)

7Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan

Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2010 Nomor 122)

(6)

Benarkah Indonesia ialah negara yang berlandaskan atas hukum? Jawabannya tentu saja adalah benar. Landasan konstitusional selain tersirat dalam Pembukaan, dapat kita simak dari Undang-Undang Dasar yang berbunyi:8 “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Konsep Indonesia sebagai negara hukum mengarah pada tujuan terciptanya kehidupan demokratis, melindungi hak azasi manusia, dan kesejahteraan yang berkeadilan.9

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Asas inimengandung maknsa yang amat dalam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, karena itu berarti bahwa negara dalam melaksanakan tugasnya senantiasa harus mendasarkan diri kepada hukum dan keadilan.10

Sejalan dengan ketentuan yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka salah satu prinsip yang harus dipegang adalah menjamin penyelenggaraan kekuasaan lembaga peradilan. Mengacu pada perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tersebut, secara tegas dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkup Peradilan

Bukti lain yang menjadi dasar yuridis bagi keberadaan negara hukum Indonesia dalam arti material yaitu pada Bab XIV Pasal 33 dan Pasal 34 UUD Negara RI 1945, bahwa negara turut aktif dan bertanggungjawab atas perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.

8

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (amandemen ketiga)

9

Bambang Waluyo, Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, (Sinar Grafika: Jakarta, 1992), hlm. 1.

10

(7)

Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.Selain itu sebagai negara hukum yang menganut prinsip presumption of innocence,tidak diperbolehkan memandang seseorang bersalah atas perbuatannya apabila belum ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu meskipun seseorang didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang yang dianggap sebagai extra ordinary crime, hakim tetap harus menjaga keseimbangan antara kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa, dan kepentingan korban. Hakim harus mengambil keputusan yang adil dan melindungi hak-hak dan kepentingan terdakwa sebagai warga negara.

Hakim merupakan pilar utama dan tempat terakhir bagi pencari keadilan dalam proses peradilan. Sebagai salah satu elemen kekuasaan kehakiman yang menerima, memeriksa, dan memutus perkara, hakim dituntut untuk memberikan keadilan kepada para pencari keadilan.11

Sistem hukum Indonesia mengakui hakim sebagai makhluk mulia yang dihargai keluhuran dan keagungan martabatnya. Oleh karena itu, memberi ruang gerak kebebasan hakim sebagai media untuk merefleksikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan denyut rasa keadilan publik menjadi sebuah keharusan. Sebagai salah satu unsur dalam sistem peradilan, hakim memiliki posisi dan peran penting apalagi dengan segala kewenangan yang dimilikinya. Melalui putusannya hakim dapat mengalihkan hak kepemilikan, mencabut

11

Mujahid A. Latief, et. Al., Kebijakan Reformasi Hukum; Suatu Rekomendasi (jilid II),

(8)

kebebasan warga negara, menyatakan tidak sah tindakan sewenang-wenang pemerintah, memisahkan suami istri, dan lain-lain.12

Putusan hakim akan terasa begitu dihargai dan mempunyai nilai kewibawaan jika putusan tersebut dapat merefleksikan rasa keadilan hukum masyarakat, dan juga merupakan sarana bagi masyarakat pencari keadilan untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan. Sebelum seorang hakim memutus suatu perkara, maka ia akan menanyakan kepada hati nuraninya sendiri, apakah putusan ini nantinya akan adil dan bermanfaat bagi manusia ataukah sebaliknya akan lebih banyak membawa kemurtadan,13

Perbedaan pendapat sangat dimungkinkan terjadi sebagai konsekuensi pelaksanaan persidangan dengan susunan hakim majelis seperti yang diterapkan di Indonesia.

sehingga selain seorang hakim diharapkan mempunyai otak cerdas dan wawasan yang luas, seiranghakim juga diharapkan memiliki hati nurani yang bersih.

14

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, secara tegas dirumuskan bahwa: “Segala campur tangan dalam

Umumnya pengadilan memeriksa dan memutus perkara sekurang-kurangnya dengan tiga orang hakim, kecuali apabila undang-undang menentukan lain. Diantara para hakim tersebut bertindak sebagai Ketua, dan lainnya sebagai Anggota Sidang yang masing-masing memiliki pendapat dan pandangan terhadap perkara yang dihadapkan kepadanya.

12Wildan Suyuthi Mustofa,

Kode Etik Hakim (jilid II), (Kencana: Rawamangun, 2013), hlm. 72.

13

Rudi Duparmono, “Peran Serta Hakim dalam Pembelajaran Hukum”, MajalahHukum Varia Peradilan Edisi No. 246 Bulan Mei 2006, (Ikahi: Jakarta, 2006), hlm. 50.

14Sudikno Mertokusumo,

(9)

peradilan oleh pihak luar diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan RI Tahun 1945”,15

Dengan demikian jelas kiranya bahwa dalam membuat suatu keputusan, kehadiran pendapat berbeda (dissenting opinion) merupakan konsekuensi dari prinsip independency of judiciary. Namun demikian pada saat yang bersamaan kebebasan hakim ini juga harus tetap dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun secara moral kepada publik.

disamping itu Hakim harus melaksanakan disiplin tinggi dalam memutus perkara sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor: 215/KMA/SK/XII/2007 Butir 2 Pasal 8 ayat (1) yang berbunyi: “Hakim berkewajiban mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, khususnya hukum acara, agar dapat menerapkan hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan”. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang bebas, merdeka, dan terlepas dari segala pengaruh. Oleh karena itu, Hakim dalam memutus perkara seharusnya berpegang teguh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk memenuhi rasa keadilan.

16

Sehubungan dengan penelitian ini, dimana pengkajiannya diarahkan dalam hal dissenting opinion yang dinyatakan oleh hakim pada Pengadilan Negeri Medan adalah merupakan suatu cerminan bahwa dissenting opinion merupakan

15

Achmad Ali, Menguak Realitas Hukum : Rampai Kolom & Artikel Pilihan dalam Bidang Hukum, (Prenada Media Group: Jakarta, 2008), hlm. 207.

16

(10)

bagian penegakan hukum secara teknis jika dilihat dari aspek penerapan ilmu hukum yaitu dalam mekanisme pengambilan putusan oleh majelis.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dan bertitik tolak dari uraian tersebut, maka penulis akan membahas Penerapan Dissenting Opinion

dalam Putusan Tindak Pidana Pencucian Uang. (Suatu Studi Putusan dengan Nomor 21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn.)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dalam bagian pendahuluan pada penulisan skripsi ini, dan juga untuk memberikan batasan dari ruang lingkup pembahasan yang kemudian akan diangkat sebagai bahan materi dalam skripsi ini, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang akan diangkat, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana dissenting opiniondalam Mekanisme Pengambilan Putusan oleh Hakim Ditinjau dari Hukum Acara Pidana Indonesia?

2. Bagaimana Penerapan dissenting opinion dalam Putusan Pengadilan Tindak Pidana Pencucian Uang No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

(11)

Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui dissenting opiniondalam mekanisme pengambilan putusan oleh Hakim ditinjau dari Hukum Acara Pidana Indonesia?

2. Untuk mengetahui penerapan dissenting opinion dalam putusan pengadilan tindak pidana pencucian uang No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn?

2. Manfaat Penelitian

Hasil dari pelaksanaan penelitian sudah selayaknya akan dapat bermanfaat bukan hanya bermanfaat untuk penulis saja, tetapi juga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dalam penulisan penelitian skripsi ini, untuk itu penulismerasa perlu dipaparkan tentang hal-hal yang menurut penulias akan memberikan manfaat dari hasil penelitian dan penulisan skripsi ini, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk menambah referensi di bidang karya ilmiah yang tujuannya juga untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan terutama di bidangilmu hukum. Penelitian ini juga merupakan latihan dan pembelajaran dalam menerapkan teori yang diperoleh sehingga menambah kemampuan, pengalaman, dan dokumentasi ilmiah.

2. Manfaat Praktis

(12)

mengetahui manfaatpenerapan dissenting opiniondalam pengambilan putusan hakim serta dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan.Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang sedang terjadi.

D. Keaslian Penelitian

Proses penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Dissenting Opinion

dalam Putusan Tindak Pidana Pencucian Uang” (Studi Kasus PutusanNo.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn) ini, sejauh pengamatan dan pengetahuan penulis tentang materi yang diangkat pada skripsi ini, belum ada penulis lain yang mengemukakannya, sehingga penulis merasa tertarik untuk mengangkat judul tersebut di atas serta pokok permasalahannya sebagai judul dan pembahasan yang akan diangkat dan dikembangkan dalam skripsi ini. Apabila di kemudian hari ada penulis yang sudah menulis tentang judul yang sama sebelum penulisan ini, penulis bertanggungjawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian dan Modus Pencucian Uang

(13)

laundering ini telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika seorang mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai strateginya.17

Pada masa itu, investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut Laundromat yang terkenal di Amerika Serikat. Pada dekade 1920 – 1930 ada kelompok pejahat yang dipimpin Al Capone, seorang penjahat terkenal dari Amerika Serikat yang melakukanmoney laundering terhadap uang haram yang didapatnya dengan menggunakan jasa seorang akuntan cerdas bernama Mayer Lansky.Money laundering yang dilakukannya adalah usaha binatu (laundry). Itulah asal muasal istilah money laundering.18

Kemudian Al Capone dijebloskan kedalam penjara berdasarkan pelanggaran terhadap Volstead Act.19

Charlie Lucky Luciano, seorang gembong kejahatan Amerika yang memiliki spesialisasi dalam menyelundupkan alkohol dan perjudian gelap, mengirim rekannya, Meyer Lansky untuk mengambil bagian dalam emas Nazi. Lansky berangkat ke Swiss dan membantu mentransfer lebih dari US$ 300 juta ke Suatu hal yang sangat luar biasa pada saat itudimana kepolisian yang bersenjata sekalipun tidak dapat menangkapnya. Bahkan serangan bersenjata yang dilakukan polisi untuk menghancurkan kelompok Al Capone dan menangkapnya selalu gagal karena kelompok itu pun memiliki persenjataan yang sama lengkap dan mematikan dengan yang dimiliki polisi.

17Adrian Sutedi,

Tindak Pidana Pencucian Uang.(Citra Aditya Bakti: Bandung, 2008), hlm. 1; yang dikutip dari Pathorang Halim,Op.Cit, hlm. 31.

18

Adrian Sutedi, Hukum Perbankan; Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan. (Sinar Grafika: Jakarta, 2007), hlm. 17

19

(14)

dalam rekening-rekening lain hingga sampai ke tangan bosnya yang licik, Al Capone.20

Dalam masyarakat Indonesia yang sedang mengalami perubahan yang pesat karena usaha-usaha pembangunan, hukum pun akan mengalami perubahan dan penyesuaian diri dengan keadaan masyarakat yang baru. Berbicaramengenai

money laundering, lebih dahulu akan diuraikan beberapa pendapat para pakar mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pengertian pencucian uang, antara lain:21

Pamela H. Bucy mengemukakan “money laundering is the

concealment of the existence nature or illegal source of illicit fund in such a manner that the funds will appear legitimate if discovered”(pencucian uang

M. Giovanoli dari BIS berpendapat bahwa money laundering merupakan suatu proses, yang menggunakan cara aset, terutama aset tunai yang diperoleh dari tindak pidana yang dimanipulasi sedemikian rupa sehingga aset tersebut seolah-olah berasal dari sumber yang sah.

J. Koeras, penuntut umum dari Nederland berpendapat bahwa money laundering merupakan satu cara untuk mengedarkan hasil kejahatan ke dalam suatu peredaran yang yang sah dan menutupi asal-usul yang tidak sah tersebut.

David A. Chaikin, Director Competitive Intelligence Consultants, Sidney, Australia berpendapat bahwa tidak ada definisi money laundering yang berlaku umum dan menyeluruh. David juga mengatakan bahwa penuntut umum dan badan-badan intelijen , pengusaha, negara maju, dan negara berkembang, masing-masing memiliki definisi atas money laundering yang didasarkan pada perbedaan prioritas dan pandangan. Menurutnya, definisi money launderingsecara yuridis untuk maksud penuntutan lebih sempit dibandingkan dengan definisi untuk kepentingan intelijen.

Stepehen Sanders, Assistant Director Compliance Samuel Montagu & Co berpendapat bahwa money laundering adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengubah, mentransfer, menyembunyikan, memiliki, atau membantu perbuatan tersebut, hasil yang diketahui berasal dari tindak pidana.

Clifford L. Karcmer, berpendapat bahwa money laundering adalah proses mengubah uang tunai yang tercemar dengan cara tertentu, sehingga uang tersebut dapat digunakan dengan lebih aman dalam perdagangan dengan cara menyembunyikan asal usul dana yang dikonversi.

20

Isnaini Khomarudin,Konspirasi Menghebohkan Dunia, terjemahan dariJamie King,

Conspiracy Theories. (Raih Asa Sukses: Depok, 2009), hlm. 210.

21

Biro Hukum Urusan Hukum dan Sekretariat Bank Indonesia, “Money Laundering”,

(15)

adalah penyembunyian sifat keberadaan atau sumber ilegal dana terlarang dengan cara sedemikian rupa sehingga dana akan tampak sah jika ditemukan)

Kemudian Departement of Justice Canada mengemukakan: “Money laundering is the conversion or transfer of property, knowing that such property

is derived form criminal activity, for the purpose of concealing the illicit nature

and the origin of the property from government authorities.22

Lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengindikasikan adanya kebutuhan masyarakat yang diakibatkan oleh adanya pergaulan secara internasional yang berdampak kepada sistem nilai yang berubah dengan sangat cepat. Perubahan ini merupakan dampak dari kebutuhan globalisasi. Wallerstein, salah seorang pemikir pentingan tentang globalisasi sejak abad ke-15 menyatakan bahwa pencucian uang adalah akibat pembentukan system kapitalis dunia.

(Pencucian uang adalah perbuatan mengkonversikan uang menjadi properti, yang diketahui berasal dari tindak pidana, dengan tujuan menyamarkan sumber dana dari kekuasaan pemerintah.)

23

Secara umum, pengertian atau definisi yang diberikan oleh para tokoh tersebut tidak jauh berbeda satu sama lain. Black’s Law Dictionary memberikan pengertian:term used oi describe investment or of other transfer of money flowing from rocketeeting, drug transaction, and other illegal sources into legitimate

channel so that is original source cannot be traced.24

22

Ibid.

23

Ibid.

24

Bismar Nasution, Rezim Anti Money Laundry di Indonesia (BooksTerrace & Library: Bandung, 2008), hlm. 17.

(16)

istilah untuk menggambarkan investasi di bidang-bidang yang legal melalui jalur yang sah, sehingga uang tersebut tidak dapat diketahui lagi asal-usulnya). Pencucian uang adalah proses menghapus uang hasil kegiatan ilegal atau kejahatan melalui serangkaian kegiatan investasi atau transfer yang dilakukan berkali-kali dengan tujuan untuk mendapatkan status legal untuk uang yang diinvestasikan atau dimusnahkan dalam sistem keuangan.25

25

Pathorang Halim,Op.Cit, hlm. 12.

Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang, perbuatan yang dikriminalisasikan sebagai pencucian uang dapat dilihat ketentuan dalam pasal 3, 4, dan 5. Pasal 3 mengkriminalisasikan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan,membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkandengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lainatas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuanmenyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sebagai suatu bentuk pencucian uang.

(17)

Untuk membuktikan adanya suatu tindak pidana pencucian uang, diperlukan usaha yang tidak sedikit. Hal ini dikarenakan kegiatannya sangat kompleks. Meskipun demikian, tahap-tahap dalam melakukan tindak pidana pencucian uang dapat digolongkan menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap Placement

Tahap ini merupakan upaya penempatan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan atau upaya menempatkan uang giral kembali kedalam sitem keuangan, terutama sistem perbankan.26 Oleh karena uang yang telah ditempatkan pada suatu bank itu selanjutnya dapat dipindahkan ke bank lain, baik bank di negara tersebut maupun di negara lain, uang tersebut bukan saja telah masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan, melainkan juga telah masuk kedalam sistem keuangan global atau internasional.27

Tahap kedua ini ialah dengan cara pelapisan (layering). Berbagai cara dapat dilakukan melalui tahap pelapisan ini yang tujuannya menghilangkan jejak, baik ciri-ciri aslinya atau asal-usul dari uang tersebut. Misalnya, melakukan transfer dana dari beberapa rekening ke lokasi lainnyaatau dari satu negara ke negara lain dan dapat dilakukan berkali-kali, memecah jumlah dananya di bank dengan maksud mengaburkan asal-usulnya, mentransfernya dalam bentuk valuta asing, membeli saham, melakukan transaksi derivatif, dan lain-lain. Seringkali terjadi bahwa si penyimpan dana tersebut justru bukan pemilik sebenarnya dan si

2. Tahap Layering

26

Bismar Nasution, Op.Cit, hlm. 19-20

27

(18)

penyimpan dana itu sudah merupakan pihak yang jauh, karena sudah dilakukan simpan-menyimpan berulang kali sebelumnya.

Cara lain dilakukan dengan pemilik uang kotor meminta kredit di bank dan dengan uang kotornya dipakai untuk membiayai suatu kegiatan usaha secara legal. Dengan melakukan cara seperti ini, maka kelihatan bahwa kegiatan usahanya yang secara legal tersebut tidak merupakan hasil dari uang kotor itu melainkan dari perolehan kredit bank tadi.

3. Tahap Integration

Tahap ini merupakan tahap penyatuan kembali uang-uang kotor tersebut setelah melalui tahap placement dan tahap layering di atas, yang untuk selanjutnya uang tersebut dipergunakan dalam berbagai kegiatan legal. Dengan cara ini akan tampak bahwa aktivitas yang dilakukan sekarang tidak berkaitan dengan kegiatan illegal sebelumnya, dan dalam tahap inilah kemudian uang kotor itu telah tercuci sehingga hasil akhir dapat dinikmati dan digunakan secara aman.28

Money laundering dikatakan bersifat kompleks bukan semata-mata karena tahapan-tahapan rumitdalam proses pencucian uangnya saja, tetapi juga

Ketiga kegiatan tersebut diatas dapat terjadi secara terpisah maupun simultan, namu secara umum dilakukan secara tumpang tindih, maksudnya dilakukan tanpa adanya keharusan salah satu tahap terpenuhi, tetapi bisa saja terjadi dengan adanya tumpang tindih diantara ketiga tahap pencucian tadi mengingat pencucian uang adalah suatu tindak pidana yang bersifat kompleks.

28

(19)

disebabkan oleh modus-modus yang dilakukan dalam money laundering yang bersifat variatif dan sangat teliti dalam menghindari aparat hukum. Secara rinci dan konkret, modus operasional kejahatan pencucian uang setidaknya terdapat 13 jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Modus secara Loan Back.

Modus ini dilakukan yakni dengan cara meminjam uangnya sendiri. Modus ini dapat dirinci lagi dalam bentuk:29

Modus ini cukup rumit karena memiliki sifat lika-liku sebagai cara menghapus jejak. Modus ini dilakukan dengan menyimpan dana sebesar US$ 10.000 supaya lolos dari kewajiban lapor. Kemudian beberapa kali dilakukan transfer, kemudian dikonversi dalam bentuk Certificate of Deposit untuk menjamin loan dalam jumlah yang sama yang diambil oleh orang di negara asal.Loan dibuat di negara tax heaven. Loan tadi tidak perlu ditagih, tetapihanya dengan mencairkan sertifikat deposito itu saja,kemudian uang tersebut ditransfer

a. Direct Loan, dilakukan dengan cara meminjam uang dari perusahaan luar negeri, yakni semacam perusahaan bayangan (immobilen investment company), yang direksi dan pemegang sahamnya adalah ia sendiri.Dalam bentuk back to loan, si pelaku meminjam uang dari cabang bank asing di negaranya. Pinjaman dengan jaminan bank asing secara stand by letterof credit atau certificate of depositadalah uang yang didapat dari hasil kejahatan. Pinjaman itu kemudian tidak dikembalikan, sehingga jaminan bank dapat dicairkan.

b. Bentuk lainnya dari modus ini ialah Parallel Loan, yakni pembiayaan internasional yang memperoleh aset di luar negeri. Karena ada hambatan restriksi mata uang, maka dicari perusahaan lain di luar negeri untuk sama-sama mengambil loan dan dana dari loan itu dipertukarkan satu sama lain.

2. Modus Operasi C-Chase

29

(20)

ke negara lain melalui rekening drug dealer dan disana uang itu didistribusikan menurut keperluan dan bisnis yang serba gelap.30

Suatu perusahaan samaran di dalam negeri didirikan dengan uang hasil kejahatan tersebut. Perusahaan tersebut kemudian berbisnis dan tidak menjadi persoalan apakah perusahaan terebut untung atau rugi. Akan tetapi seolah-olah yang terjadi adalah perusahaan yang bersangkutan menghasilkan uang bersih.

3. Modus Usaha Tersamar Dalam Negeri

31

Transfer uang dari luar negeri juga harus dicurigai karena besar kemungkinan dana tersebut adalah hasil kejahatan yang dikembalikan setelah kembali ke luar negeri.

4. Modus Transfer Uang dari Luar Negeri

32

Modus ini dilakukan dengan cara mengakuisisi perusahaannya sendiri. Contohnya, seseorang pemilik perusahaan di Indonesia, yang memiliki perusahaan secara gelap pula di Cayman Islands, negara tax heaven. Hasil usaha di Cayman digunakan untuk membeli saham perusahaan yang ada di Indonesia. Kemudian perusahaan yang ada di Indonesia (secara akuisisi) dapat mengambil uang hasil penjualan saham tadi.

5. Modus Akuisisi

33

30

Ibid,hlm. 7.

31

Pathorang Halim,Op.Cit, hlm. 60. 6. Modus Real Estate

32

Anonim, “Hati-Hati 10 Modus Operandi Pencucian Uang”, diakses dari

pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 14.14 WIB

33

(21)

Pelaku pencucian uang memiliki sejumlah perusahaan (pemegang saham mayoritas) dalam bentuk real estate yang akan bertindak sebagai agen atau pemborong.34

Modus ini biasanya diterapkan dalam bisnis transaksi barang lukisan atau antik. Misalnya pelaku membeli barang lukisan dan menjualnya kepada suruhan si pelaku itu sendiri dengan harga mahal. Harganya tidak terukur dan dapat ditetapkan dengan harga setinggi-tingginya dan bersifat sah. Hasil penjualan yang bersifat tinggi ini dapat dipandang sebagai dana yang sudah sah.

Sasarannya supaya melalui transaksi ini, hasil uang penjualan menjadi putih, disamping itu pula, pemilik saham minoritas dapat ditarik untuk memodali dalam proses pencucian uang. Modus yang sama pula dilakukan di pasar modal, yakni pembeli saham itu hanya perusahaan di lingkungannya saja dengan tawaran harga tinggi.

7. Modus Investasi Tertentu

35

Modus ini dilakukan dengan mendirikan perusahaan ekspor impor di negara sendiri, lalu di luar negeri (yang bersistem tax heaven) mendirikan pula perusahaan bayangan (shell company). Perusahaan di negara tax heaven ini mengekspor barang ke Indonesia dan perusahaan yang ada di luar negeri itu membuat invoice pembelian dengan harga tinggi. Inilah yang disebut over invoice

dan bila dibuat 2, maka disebut double invoices. Supaya perusahaan di Indonesia terus bertahan, perusahaan yang ada di luar negeri memberikan loan. Dengan cara

8. Modus Penyamaran Dokumen

34

Pathorang Halim,Op.Cit, hlm. 68.

35

(22)

loan ini, uang kotor dari perusahaan di luar negeri itu menjadi resmi masuk ke dalam negeri.36

Dalam modus operandi ini,uang hasil kejahatan dibawa ke luar negeri dan dimasukkan kembali melalui penanaman modal asing. Selanjutnya, keuntungan dari usaha ini diimplitasikan lagi kedalam proyek-proyek sehingga keuntungan dari proyek tersebut merupakan uang bersih bahkan sudah dipotong pajak.

9. Modus Perdagangan Saham

37

Modus ini dilakukan dengan menginvestasikan hasil perdagangan obat bius yang diinvestasikan untuk mendapat konsesi Pizza, sementara sisa lainnya diinvestasikan di Karibia dan Swiss.

10. Modus Pizza Conncetion

38

Kasus yang dipandang sebagai modus dalam pencucian uang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1990. Dana yang diperoleh dari perdagangan obat bius diserahkan kepada pedagang grosiran emas dan permata sebagai suatu sindikat. Kemudian emas batangan diekspor dari Uruguay dengan maksud supaya impornya bersifat legal. Uang yan g disimpan dalam desain kotak kemasan emas, kemudian dikirim kepada pedagan perhiasan yang bersindikat mafia obat bius. Penjualan dilakukan di Los Angeles. Hasil uang tunai dibawa ke bank, dengan maksud supaya seakan-akan berasal dari penjualan emas dan permata dan dikirim ke Bank New York dan dari ktoa ini dikirim ke bank di Eropa melalui negara Panama. Uang tersebut akhirnya sampai di Kolombia untuk didistribusikan dalam berupa membayar ongkos untuk investasi perdagangan obat bius, tetapi sebagian besar untuk investasi jangka panjang.

11. Modus La Mina

39

Mendirikan perusahaan keuangan seperti Deposit Taking Institutions di Canada. DTI ini terkenal dengan sarana pencucian uangnya seperti Chartered

12. Modus Deposit Taking

36

Pathorang Halim,Op.Cit, hlm. 60.

37

Ibid, hlm. 60.

38

Amin Widjaja Tunggal,Op.Cit, hlm. 10.

39

(23)

Banks, Trust Companies, dan Credit Union. Kasus pencucian uang yang melibatkan DTI antara lain transfer melalui telex, surat berharga, penukaran valuta asing, pembelian obligasi pemerintah dan treasury bills.40

Yakni memanfaatkan lembaga perbankan sebagai mesin pemutihan uang, dengan cara mendepositokan secara nama palsu, menggunakan safe deposit box

untuk menyembunyikan hasil kejahatan, menyediakan fasilitas transfer supaya dengan mudah ditransfer ke tempat yang dikehendaki, atau menggunakan

electronic fund transfer untuk melunasi kewajiban transaksi gelap, menyimpan atau mendistribusikan hasil transaksi gelap itu.

13. Modus Identitas Palsu

41

Pada negara – negara yang menganut sistem hukum AngloSaxon seperti Amerika dan Inggris, Pendapat atau opini di bidang hukum biasanya merupakan penjelasan tertulis yang dibuat oleh hakim. Penjelasan tertulis tersebut menyatakan peranan para hakim dalam menyelesaikan perkara. Penjelasan tertulis tersebut dibuat berdasarkan pada rasionalitas dan prinsip hukum yang mengarahkan mereka kepada peraturan yang dibuat. Pendapat biasanya diterbitkan dengan arahan dari pengadilan dan hasilnya mengandung pernyataan tentang apa itu hukum dan bagaimana seharusnya hukum tersebut diinterpretasikan. Para hakim pengadilan tersebut biasanya kemudian melakukan

2. Pengertian Dissenting Opinion

40

Ibid.

41

Anonim, “Hati-Hati 10 Modus Operandi Pencucian Uang”, diakses dari

(24)

penegakkan kembali, perubahan, dan penerbitan terhadap hal-hal yang dapat dijadikan sebagai panutan atau teladan dalam hukum. Pendapat atau opini dalam hukum tersebut dikenal dengan istilah Legal Opinion yangdapat diterjemahkan secara sederhana sebagai pendapat hukum.

Menurut H.F. Abraham Amos, pada negara – negara yang menganut Sistem Hukum Anglo Saxon, Legal Opinion tersebut terdiri dari:42

1. Judicial Opinion, adalah pernyataan atau pendapat atau putusanhakim di dalam memutuskan perkara atau kasus, baik kasusperdata maupun pidana

2. Majority Opinion, adalah pendapat hakim yang disetujui olehmayoritas dari para hakim pengadilan

3. Dissenting Opinion, adalah pendapat berbeda dala suatu kasus tertentu. Manfaatnya adalah untuk merunut fakta hukum (lex factum) yang keliru diterapkan dalam suatu putusan hakim, hal mana dipandang perlu untuk ditangguhkan sementara, diuji materil, atau dibatalkan, sebelum putusan tersebut mempunyai hukum tetap (inkraht van gewisjde)43

Adapun Menurut Pontang Moerad dissenting opinion

merupakan“pendapat/putusan yang ditulis oleh seorang hakim atau lebih yang tidak setuju dengan pendapat mayoritas majelis hakim, yang tidak setuju(disagree) dengan putusan yang diambil oleh mayoritas anggota majelishakim”.44

Di Indonesia, dissenting opinion pertama kali lahir tidak mempunyai landasan yuridis formal karena praktek hakim yang berkembang. Pertama kalinya

dissenting opinion ini memilik landasan yuridis di dalam Undang-Undang

42

H. F. Abraham Amos, Legal Opinion : Aktualisassi Teoritis & Empirisme, (Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2007), hlm. 104.

43

Ibid, hlm. 55.

44

(25)

Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998, dan sejak itu sudah banyak putusan pengadilan yang mulai memuat dissenting opinion.

3.Bentuk Putusan Hakim dalam Perkara Pidana

Putusan hakim atau yang biasa disebut juga dengan putusan pengadilan sangat diperlukan untuk menyelesaikan suatu perkara pidana. Putusan hakim ini dimaksudkan untuk memberikan suatu kepastian hukum tentang statusnya dan untuk dapat mempersiapkan langkah hukum selanjutnya seperti menerima putusan, melakukan upaya hukum banding, kasasi, grasi, dan sebagainya.

Pengertian putusan hakim menurut Leden Marpaung, adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tulisan maupun lisan.45

Ditinjau dari segi praktik dan teoritik mengenai putusan hakim, Lilik Mulyadi menyatakan:46

Pengertian putusan pengadilan menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka,yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. Putusan juga dapat diartikan sebagai hasil atau kesimpulan dari suatu yang telah dipertibangkan

“Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melakukan proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar hukum yang dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan untuk menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya”

45Lilik Mulyadi,

Hukum Acara Pidana; Normatif, Teoritis, Praktik, dan Permasalahannya. (PT. Alumni: Bandung, 2007), hlm. 217.

46

(26)

dan dinilai dengan matang yang dapat berbentuk tulisan ataupun lisan.47

Secara teoritik, putusan bebas dalam sitem hukum Eropa Kontinental biasa disebut dengan Vrijspraak sedangkan dalam sistem hukum Anglo-Saxon putusan bebas disebut juga dengan Acquital. Pada asasnya, putusan bebas ini biasanya dijatuhkan hakim dengan alasan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa atau Penuntut Umum dalam surat dakwaan.

Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan tergantung dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan sidang peradilan. Putusan yang dijatuhkan hakim dimaksudkan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya, dengan terlebih dahulu memeriksa perkaranya.

Agar suatu putusan dapat dianggap sah dan berkekuatan hukum, sesuai dengan Pasal 195 dan 200 KUHAP semua putusan harus diucapkan di sidang terbuka untuk umum dan setelah itu ditandatangai oleh majelis hakim dan panitera.

KUHAP menetapkan 3 bentuk putusan pengadilan dalam pasal 191 dan pasal 193, yaitu sebagai berikut:

1. Putusan Bebas (Vrijspraak)

48

Dalam penjelasannya, Pasal 191 ayat 1 KUHAP menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan adalah karena menurut penilaian hakim yang didasarkan pada

47Kejaksaan Agung, “

Peristilahan Hukum Dalam Pratek”, (Kejaksaan Agung: Jakarta, 1985), hlm. 221.

48

(27)

alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana, perbuatan yang didawakannya tidak cukup terbukti.

Secara yuridis, Majelis Hakim dapat menjatuhkan putusan bebas setelah memeriksa pokok perkara dan bermusyawarah beranggapan bahwa:49

a. Ketiadaan alat bukti seperti ditentukan asas minimum pembuktian menurut undang-undang secara negatif (negative wettelijke bewijs theorie) sebagaimana dianut dalam KUHAP. Jadi, pada prinsipnya Majelis Hakim pada persidangan tidak cukup membuktikan tentang kesalahan terdakwa serta hakim tidak yakin terhadap kesalahan tersebut.

b. Majelis Hakim berpandangan terhadap asas minimum pembuktian yang ditetapkan oleh undang-undang telah terpenuhi, tetapi Majelis Hakim tidak yakin akan kesalahan terdakwa.

Pendapat lain, yaitu menurut Martiman Prodjohamidjojo, bahwa dakwaan tidak terbukti berarti apa yang disyaratkan oleh Pasal 183 tidak terpenuhi, yaitu karena:50

b. Meskipun terdapat dua alat bukti yang sah, tetapi hakim tidak mempunyai keyakinan atas kesalahan terdakwa, misalnya ada keterangan dua saksi yang sah, tetapi hakim tidak yakin atas kesalahan a. Tiadanya sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, yang disebut

oleh Pasal 184 KUHAP, contohnya satu saksi tanpa diteguhkan dengan bukti lain.

49

Ibid, hlm. 218.

50

(28)

terdakwa.

c. Jika salah satu atau lebih unsur tidak terbukti

2. Putusan Lepas dari Segala Tuntutan (Onslag van alle Rechtsvervloging) Kemudian bentuk lain dari putusan adalah putusan lepas dari segala tuntutan. Dasar hukum dari eksistensi putusan ini adalah Pasal 191 ayat 2 KUHAP yang berbunyi : “Jika pengadilan berpendapat bahwa pebuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.” Dapat kita simpulkan bahwa terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum apabila perbuatan yang didakwakan kepadanya memang terbukti secara sahdan meyakinkan, namun perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana baik merupakan kejahatan ataupun suatu pelanggaran.

Putusan lepas dari segala tuntutan dapat dijatuhkan bila terdapat alasan penghapus pidana baik yang menyangkut perbuatannya sendiri (alasan pembenar) maupun yang menyangkut diri pelaku pidana perbuatan itu (alasan pemaaf), misalnya:51

51

Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia. (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2006), hlm. 117-118.

a. Orang yang sakit jiwa, atau cacat jiwanya, diatur dalam Pasal 44 KUHP b. Keadaan memaksa (overmacht), diatur dalam Pasal 48 KUHP

c. Membela diri (noodweer), diatur dalam Pasal 49 KUHP

(29)

e. Melakukan perintah yang diberikan oleh atasan yang sah, diatur dalam Pasal 51 KUHP

Menurut Soedarjo,52

Wigjosoebroto mengklasifikasikan penelitian hukum sebagai berikut: hal-hal yang menjadi penghapus suatu tindak pidana dalam pasal-pasal tersebut adalah hal yang bersifat umum, selain yang diatur dalam pasal tersebut ada diatur mengenai hal-hal yang menjadi penghapus pidana yang bersifat khusus, misalnya Pasal 166 dan 310 ayat (3) KUHP.

3. Putusan Pemidanaan ( Veroordeling )

Putusan pemidanaan disebut juga dengan Veroordeling yang diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang menyatakan: “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana"

F. Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Dalam melakukan suatu penelitian agar tercapainya sasaran dan tujuan yang diinginkan, metode yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

53

a. Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif

52

Soedarjo, Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana. (Akademi Pressinco: Jakarta, 1985), hlm. 58.

53

(30)

b. Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar-dasar falsafah hukum positif

c. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum incorento yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara tertentu Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif (yuridis normative) yang disebut juga dengan penelitian hukum doktrinal terhadap tindak pidana pencucian uang dalam peraturan perundang-undangan dan terhadap berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi serta menganalisis putusan dengan judul “Penerapan Dissenting Opinion dalam putusan perkara tindak pidana pencucian uang” (Studi Putusan Pengadilan Negeri No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn.). Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti berbagai bahan pustaka.

2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini menggunakan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data sekunder tersebut kemudian diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan diterapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yaitu berupa KUHAP dan perundang-undangan.

(31)

karya tulis ilmiah tentang tindak pidana pencucian uang dan dari beberapa sumber berupa situs internet yang berkaitan dengan pembahasan judul skripsi ini.

c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung beban hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi kepustakaan (Library Research) untuk medandapatkan data sekunder.

4. Analisis Data

Dalam penelitian yuridis normativepengolahan data berupa kegiatan dengan mengadakan sistemisasi terhadap bahan hukum tertulis, yang dilakukan dengan cara melakukan seleksi data sekunder, kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum untuk menyusun data hasil penelitian secara sistematis. Data sekunder dianalisis secara Kualitatif untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan dalam skripsi ini.

5.Sistematika Penulisan

(32)

Bab I : Bab ini menulisakan latar belakang, permasalahan, tujuan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Bab ini membahas tentang bagaimana mekanisme pengambilan putusan hakim, kedudukan dissenting opinion dalam putusan hakim, dan kedudukan dissenting opinion dalam hukum acara pidana di Indonesia

Bab III : Bab ini membahas tentang bagaimana analisis hukum pidana terhadap putusan Pengadilan Negeri Medan No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn.

Referensi

Dokumen terkait

penjualan online begitu penting bagi perusahaan sekarang ini dikarenakan pemasaran produk dalam internet memudahkan konsumen untuk memilih produk yang di ingini, ini

Dengan menggunakan ketiga metode tersebut maka seorang pengajar akan lebih mudah dalam menguasai kelas dan memberikan materi pelajaran. Dengan sedikit memberikan

dan kegiatan yang ada dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya Kabupaten. Bener Meriah dihitung melalui hasil analisis yang

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah membimbing saya selaku peneliti telah menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Analisis Perbedaan Kepuasan Mahasiswa

Pascakualifikasi untuk pekerjaan tersebut di atas telah memenuhi syarat, dan sebagaimana ketentuan kepada yang telah ditetapkan akan ditunjuk sebagai Penyedia Jasa

[r]

Tujuan dan teori pemasaran yang telah dikaji kemudian akan dijadikan landasan untuk dapat mengetahui segala kebutuhan, keinginan dan permintaan target sasaran

Berdasarkan data yang telah dijabarkan pada dalam hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa para validator sepakat jika perangkat pembelajaran IPA berbasis