Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta
Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu,
Pemerintah Kabupaten/ Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja
pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di
daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah
perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian,
pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun.
Namun, seringkali Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam
mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung
meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa
pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan
dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif
pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk
mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah.
Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat
disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya
di daerah.
Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada
dasarnya bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan
b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari
masyarakat dan sektor swasta untuk mendukung pembangunan bidang
Cipta Karya,
c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya.
9.1. Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya
Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan
arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:
1.Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi
daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan
yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah:
untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah
didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah,
Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan
Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai
pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005
Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi
Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan
besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan
kriteria teknis.
4.Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/
Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota
merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan,
termasuk bidang pekerjaan umum. Penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal
dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan
wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada
daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan
prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang
didesentralisasikan.
5.Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011
Tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah,
Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank,
serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman
langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah
pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi
persyaratan:
a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75%
penerimaan APBD tahun sebelumnya;
b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk
mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit
2,5;
c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;
d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang
bersumber dari pemerintah;
persetujuan DPRD
6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005
Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010):
Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha
dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat
dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum,
infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.
7.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan
Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri
dari:
a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.
b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak
Langsung.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan
Pembiayaan Pengeluaran.
8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010
Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang
Infrastruktur : Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian
sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria
teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:
a. Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan
sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan
rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk
daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis
Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;
Tingkat kerawanan air minum.
b. Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan
sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala
kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan
yang diselenggara-kan melalui proses pemberdayaan masyarakat.
DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat
kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang
dengan kriteria teknis:
Kerawanan sanitasi;
Cakupan pelayanan sanitasi.
9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011
Tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum
yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri:
Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN,
Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat,
Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu.
Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan
Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur ke-PU-an yang
telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan
penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam
rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas
sektor.
Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang
dibahas dalam RPI2-JM bidan Cipta Karya meliputi:
1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada
Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana
Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.
(DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk
pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.
3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan
bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah
kabupaten untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala
kabupaten/kota.
4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama
pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social
Responsibility (CSR).
5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.
6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian
dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan
peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut
perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan
memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang
Cipta Karya.
9.2. Profil APBD Kabupaten Bener Meriah
Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten Bener Meriah selama
3-5 tahun terakhir dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi
APBD dalam 5 tahun terakhir. Komponen yang dianalisis berdasarkan format
Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah sebagai berikut:
1. Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak
Langsung.
2. Pendapatan Daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, dan Pendapatan Lain yang Sah.
3. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan
Tabel 9.1. Perkembangan Pendapatan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir
No PENDAPATAN DAERAH
2009 2010 2011 2012 2013
RKPD 2013 Tabel 3.12 (Target)
RKPD 2013 Tabel 3.12 (Target)
1 Pendapatan Asli Daerah
1.2. Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
2 Dana Perimbangan
2.3. Dana Alokasi Khusus
3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
DBH Pajak dari Propinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
Tabel 9.2. Perkembangan Belanja Daerah dalam 5 Tahun Terakhir
No. Uraian Belanja
2009 2010 2011 2012 2013
RKPD 2010 Tabel 6
RKPD 2013 Tabel 3.13 (Realissi)
RKPD 2013 Tabel 3.13 (Realissi)
RKPD 2013 Tabel 3.13 (Target)
RKPD 2013 Tabel 3.13 (Target)
1 Belanja Tidak Langsung
1.1. Belanja Pegawai
1.4. Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bantuan Keuangan Kepada Propinsi/Kabupaten/Kota dan
1.6. Belanja Tak Terduga
500,000,000.00 - -
1,000,000,000.00 6,000,000.00
2 Belanja Langsung
2.1. Belanja Pegawai
2.2. Belanja Barang dan Jasa
Tabel 9.3. Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir
No. BELANJA DAERAH 2009 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
Rp % Rp % Rp % Rp % Rp %
1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9 -10 -11
1 Penerimaan
Pembiayaan Daerah 55,938,542,805.32 100.00 27,202,141,046.00 100.00 9,343,289,812.82 100.00 5,830,417,406.16 100.00 31,115,196,828.31 100.00
1.1 Penggunaan SiLPA 37,438,542,805.32 66.93 8,702,141,046.00 31.99 8,884,145,862.82 95.09 5,830,417,406.16 100.00 31,115,196,828.31 100.00
1.2 Pencairan Dana
Cadangan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1.3 Hasil Penjualan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1.4 Kekayaan Daerah 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1.5 Penerimaan Pinjaman
dan Obligasi Daerah 18,500,000,000.00 33.07 18,500,000,000.00 68.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1.5 Penerimaan Kembali
Pinjaman 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1.7 Penerimaan Piutang
Daerah 0.00 0.00 0.00 0.00 459,143,950.00 4.91 0.00 0.00 0.00 0.00
1.8 Belanja Hibah 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2 Pengeluaran
Pembiayaan 0.00 0.00 1,029,911,748.00 0.00 18,500,000,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2.1 Pembentukan Dana
Cadangan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2.2 Penyertaan Modal 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2.3 Pembayaran Pokok
Pinjaman 0.00 0.00 0.00 0.00 18,500,000,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2.4 Pinjaman Daerah 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2.5 Pembayaran Utang
Pajak 0.00 0.00 1,029,911,748.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Gambar 9-1 : Grafik Perkembangan Proporsi Pendapatan dan Belanja dalam APBD Kabupaten Bener Meriah
9.3. Profil Investasi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Setelah APBK Bener Meriah secara umum dibahas, maka perlu dikaji berapa
besar investasi pembangunan khusus bidang Cipta Karya di daerah tersebut
selama 3-5 tahun terakhir yang bersumber dari APBN, APBA, APBK Bener
100,00 200,00 300,00 400,00 500,00 600,00 700,00
2010 2011 2012 2013 2014
Belanja operasi
Belanja tak terduga
Belanja Transfer ke desa
Belanja Modal
100,00 200,00 300,00 400,00 500,00 600,00
2010 2011 2012 2013 2014
Pendapatan lain yg sah
DAK
DAU
Dana bagi hasil
9.3.1. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber Dari
APBN dalam 5 Tahun Terakhir
Meskipun pembangunan infratruktur permukiman merupakan tanggung
jawab Pemda, Ditjen Cipta Karya juga turut melakukan pembangunan
infrastruktur sebagai stimulan kepada daerah agar dapat memenuhi
SPM. Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan
dana ke daerah melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan
peraturan yang berlaku (PermenPU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang
dialokasikan pada suatu kabupaten/kota Perlu dianalisis untuk melihat trend
alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah tersebut.
Di samping APBN yang disalurkan Ditjen Cipta Karya kepada SNVT di
daerah, untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur
permukiman juga dilakukan melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus.
DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu
dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah sesuai prioritas nasional.
Prioritas nasional yang terkait dengan bidang Cipta Karya adalah
pembangunan air minum dan sanitasi. DAK Air Minum digunakan untuk
memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada
masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di
perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Sedangkan
DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air
limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada
masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan
melalui proses pemberdayaan masyarakat. Besar DAK ditentukan oleh
Kementerian Keuangan berdasarkan Kriteria Umum, Kriteria Khusus dan
Kriteria Teknis. Dana DAK ini perlu dilihat alokasi dalam 5 tahun terakhir
Tabel 9.4. APBN Cipta Karya di Kabupaten Bener Meriah dalam 5 Tahun Terakhir
Tabel 9.5 Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kab. Bener Meriah dalam 5 Tahun Terakhir
Tabel 9.6. Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir
Sektor
Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi Alokasi
2009 2010 2011 2012 2013
Pengembangan Permukiman
22,132,500,000.00 Penataan Bangunan & Lingkungan
9.3.2. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari
APBD dalam 5 Tahun Terakhir
Pemerintah Kabupaten Bener Meriah memiliki tugas untuk membangun
prasarana permukiman di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah
daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya perlu
dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total belanja
daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi
pembangunan infrastruktur baru, operasional dan pemeliharaan infrastruktur
yang sudah ada.
Selain itu, pemerintah daerah juga didorong untuk mengalokasikan
Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) sebagai dana
pendamping kegiatan APBN di kabupaten/kota. DDUB ini menunjukan
besaran komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan
bidang Cipta Karya.
Kabupaten Bener Meriah belum pernah melaksanakan program
pembiaayaan Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sehingga tabel
9.7 status data NA tetapi untuk jangka menengah akan dialokasikan sebagai
dana pendamping APBN.
9.3.3. Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya
dalam 5 Tahun Terakhir
Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua
fungsi, yaitu untuk menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial
(social oriented) sekaligus untuk menghasilkan laba bagi perusahaan
maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah (profit oriented).
Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang
pelayanan bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum,
persampahan dan air limbah. Kinerja keuangan dan investasi perusahaan
dalam mengembangkan infrastruktur Cipta Karya.
Dalam bagian ini disajikan kinerja perusahaan daerah yang bergerak di
bidang Cipta Karya berdasarkan aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek
operasi dan aspek sumber daya manusia. Khusus untuk PDAM, indikator
tersebut telah ditetapkan BPP-SPAM untuk diketahui apakah perusahaan
daerah memiliki status sehat, kurang sehat atau sakit.
9.3.4. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari
Swasta dalam 5 Tahun Terakhir
Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki
pemerintah, maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam
pembangunan infrastruktur Cipta Karya melalui skema Kerjasama
Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi cost-
recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan
non-cost recovery. Dasar hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah
Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan
Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta PermenPPN No. 3 Tahun 2012
Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan
hukum untuk pelaksanaan CSR tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 2007 tentang
Penanaman Modal.
Selama ini dalam pembiayaan investasi infrastruktur di Kabupaten Bener
Meriah belum pernah bekerja sama dengan pihak swasta atau KPS,
sehingga status data pada tabel 9.8 pada lima tahun terakhir adalah NA
Tabel 9.1. Perkembangan KPS Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir
Kegiatan Tahun KomponenKPS VolumeSatuan Nilai (Rp) Skema KPS Ket.
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Pengembangan Air Minum
- … NA NA NA NA NA
Pengembangan PPLP
- … NA NA NA NA NA
Pengembangan Permukiman
- … NA NA NA NA NA
Penataan Bangunan dan Lingkungan
- … NA NA NA NA NA
9.4. Proyeksi dan Rencana Investasi Bidang Cipta Karya
Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan
pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai
jangka waktu RPI2-JM) maka dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan
APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan rencana kerjasama
pemerintah dan swasta.
9.4.1. Proyeksi APBD 5 tahun ke depan
Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan
melakukan perhitungan regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima
tahun terakhir menggunakan asumsi atas dasar trend historis. Setelah
diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi APBD
terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi
proporsinya sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya.
Dari data proyeksi APBD pada tabel 9.9, dapat dinilai kapasitas keuangan
daerah dengan metode analisis Net Public Saving dan kemampuan
pinjaman daerah (DSCR).
untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang dapat
dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya. Berdasarkan proyeksi APBD,
dapat dihitung NPS dalam 3-5 tahun ke depan untuk melihat kemampuan
anggaran pemerintah berinvestasi dalam bidang Cipta Karya. Adapun
rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut.
Keterangan :
Belanja mengikat adalah belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindari oleh Pemerintah Daerah dalam tahun anggaran bersangkutan
seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja
subsidi, belanja bagi hasil serta belanja lain yang mengikat sesuai
peraturan yang berlaku.
Kewajiban daerah antara lain pembayaran pokok pinjaman, pembayaran kegiatan lanjutan, serta kewajiban daerah lain sesuai
dengan peraturan daerah yang berlaku.
Dari analisa data pada tabel 9.9. maka NPS untuk Kabupaten Bener Meriah
adalah semakin menurun seiring dengan trend total penerimaaan daerah
Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage
Ratio/DSCR)
Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan
untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan
arus kas. Pinjaman Daerah dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah
Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan
bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No. 30 Tahun 2011
Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang
akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum
APBD tahun sebelumnya;
b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk
mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
c. Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman.
d. Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah,
Pemerintah Daerah juga wajib memenuhi persyaratan tidak mempunyai
tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah.
Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio
kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau
dikenal dengan Debt Service Cost Ratio (DSCR). Berdasarkan
peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2,5. DSCR ini menunjukan
kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus
memberikan gambaran kapasitas keuangan pemerintah
Pada bagian ini perlu dihitung DSCR daerah dalam 3-5 tahun terakhir
dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Bener Meriah belum berniat untuk
menggunakan dana Pinjaman Daerah untuk pembiayaan pembangunan
bidang Cipta Karya, sehingga tidak perlu dihitung DSCR.
9.4.2. Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah
Kabupaten Bener Meriah memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam
bidang pelayanan bidang Cipta Karya hanya pada sektor air minum yaitu
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bengi, sedangkan untuk
sektor lain belum ada. Dalam hal ini, PDAM Tirta Bengi belum memiliki
rencana dalam lima tahun ke depan dalam bentuk business plan.
9.4.3. Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya
Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah
perlu menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan
skema kerjasama pemerintah dan swasta di bidang Cipta Karya untuk
ditawarkan ke pihak swasta.
Untuk Kabupaten Bener Meriah keberadaan perusahaan swasta yang
bergerak di bidang Cipta Karya belum ada, seperti perusahaan pengelola
sampah, pengelola air minum, atau pengelola limbah karena belum cukup
menguntungkan. Sehingga pada tabel 9.10. belum ada proyek yang dapat
didanai dari dana KPS pada lima tahun kedepan, maka status data NA.
Tabel 9.2. Proyek Potensial yang Dapat Dibiayai dengan KPSdalam 5 Tahun Ke Depan
Nama Kegiatan
Deskripsi Kegiatan
Biaya Kegiatan (Rp)
Kelayakan
Finansial Keterangan
(1) (2
)
(3) (4) (5)
IRR = ...
9.5. Analisis Keterpaduan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan
Bidang Cipta Karya
Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis
tingkat ketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur
Cipta Karya yang meliputi sumber Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi
Aceh, Pemerintah Kabupaten Bener Meriah, perusahaan daerah, serta dunia
usaha dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan
investasi pembangunan bidang Cipta Karya dengan mendorong
pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber.
Untuk investasi bidang Cipta Karya dari data dan trend perkembangan lima
tahun atau jangka menenghah ke depan masih banyak bertumpu pada dana
APBN dan sebaga dana pendamping dapat diaolkasikan dari dana DAK,
OTSUS dari APBA dan dana APBK Bener Meriah. Untuk dana dari sektor
swasta dan masyarakat belum memungkinkan.
9.5.1. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah
Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program
dan kegiatan yang ada dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya Kabupaten
Bener Meriah dihitung melalui hasil analisis yang telah dilakukan.
9.5.2. Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya
Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan
untuk memenuhi kebutuhan pendaanan dalam melaksanakan usulan
program yang ada dalam RPI2-JM, maka Pemerintah Kabupaten Bener
Meriah menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan pendanaan bagi
pembangunan infrastruktur permukiman dengan terus menambah alokasi
dana untuk bidang Cipta Karya setiap pengusulan anggaran APBK Bener