Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
8.1. Pengembangan Permukiman
8.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan
perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus
meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman
kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan
kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan
dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus,
dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang
diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan
perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Terkait dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman maka
UU No. 1/2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut :
A
B
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
A. Tugas
1. Pemerintah Pusat
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba
dan Lisiba.
c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian
dan kawasan permukiman.
e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.
2. Pemerintah Provinsi
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi
di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada
kebijakan nasional.
b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas
kabupaten/kota.
c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat
provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan
hunian, dan kawasan permukiman.
e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
kawasan permukiman lintas kabupaten/kota.
f. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
g. Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi
masyarakat, terutama bagi MBR.
h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat
kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan
berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap
pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah,
perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan
peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.
f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
dan kawasan permukiman.
j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di
bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.
B. Wewenang
1. Pemerintah Pusat
a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah,
perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan
aman.
b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan
permukiman.
c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat nasional.
e. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan
perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.
f. Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
g. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan
kawasan permukiman.
h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh.
i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman.
j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan
dan kawasan permukiman.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat provinsi.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
provinsi.
f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat provinsi.
g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan
perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi.
h. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan
serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan
dan permukiman bagi MBR.
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR
pada tingkat kabupaten/kota.
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah
kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman.
h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh
dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
8.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
Pada Tahun 2008 jumlah penduduk di Kabupaten Nganjuk sebesar 1.069.299 jiwa
(Kabupaten Nganjuk dalam Angka, 2009) atau sejumlah 278.051 kepala keluarga. Perkiraan ada
kecenderungan meningkatnya kebutuhan perumahan di Kabupaten Nganjuk mengingat: a)
Jumlah fasilitas pendidikan tinggi yang terus bertambah, b) Tingginya angka pertumbuhan
penduduk, c) Perkembangan fungsi kota bagi Kabupaten Nganjuk. Penyediaan perumahan
terbesar masih ditunjang oleh perumahan kampung.
Pola perkembangan kawasan permukiman di Kabupaten Nganjuk terbagi menjadi 2,
yaitu:
1) Pola permukiman yang berkembang secara alamiah, yaitu permukiman yang berkembang
mengikuti pola permukiman yang sudah ada atau mengikuti pola jaringan jalan (linier),
dengan menggunakan lahan-lahan kosong untuk kegiatan permukiman. Pola permukiman
ini tidak terencana tetapi mengikuti pola perkembangan yang telah ada, pola ini biasanya
terdapat pada kawasan-kawasan perkampungan, serta desa-desa yang tersebar secara
sporadis. Perkembangan suatu perkampungan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:
a. Perkembangan jumlah penduduk
b. Pendapatan per kapita penduduk
c. Fasilitas yang tersedia
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
2) Pola permukiman yang berkembang secara terencana, pola permukiman terencana di
Kabupaten Nganjuk dapat dikatakan masih baru. Hal ini ditandai dengan banyaknya
kawasan-kawasan permukiman baru yang dikembangkan oleh pihak swasta seperti real
estate/developer, ataupun pihak pemerintah oleh KPR/BTN.
Kawasan permukiman perkotaan adalah kawasan ibukota Kecamatan. Di wilayah ini
kegiatannya difungsikan untuk kegiatan perkotaan seperti perdagangan, pendidikan,
perkantoran dan jasa sehingga lahan-lahan yang tersedia diorientasikan untuk menunjang
kegiatan tersebut. Sedangkan kawasan perdesaan adalah suatu kawasan yang didominasi
lahan-lahan pertanian (tegalan, persawahan serta penunjang kegiatan pertanian, peternakan dan
perikanan).
Di Kabupaten Nganjuk kawasan permukiman cukup berkembang di sekitar
masing-masing IKK. Perkembangan Kawasan permukiman ini diakibatkan meningkatnya jumlah
penduduk dan semakin kompleksnya kegiatan masyarakat khususnya di Kawasan Perkotaan.
Jika diamati, pola penyebaran permukiman yang berkembang secara umum berpola linier yaitu
cenderung mengikuti pola jalan yang telah ada, sehingga di beberapa wilayah kecamatan sering
terlihat pola permukiman yang terkesan padat di sepanjang jalan utama wilayah kecamatan,
misalnya di Kecamatan Sukomoro, Baron, dan Kertosono yang berada pada ruas jalan regional
yang menghubungkan Kabupaten Nganjuk dengan Kabupaten Jombang.
Pola penyebaran permukiman dapat dikelompokkan menjadi 2, antara lain :
1) Pola penyebaran bersifat linier
Pola penyebaran yang bersifat linier ini tampak di Kecamatan Rejoso, Gondang dan
kecamatan-kecamatan di bagian Utara Kabupaten Nganjuk serta Kecamatan Loceret, Pace
yang terletak di sebelah Selatan Kabupaten Nganjuk.
2) Pola penyebaran bersifat mengelompok
Pola penyebaran yang bersifat mengelompok ini tampak di Kecamatan Sawahan, Wilangan,
Ngluyu dan Bagor pola permukiman yang terbentuk bersifat mengelompok, yang
membentuk spot-spot yang terdiri atas beberapa kelompok perumahan dan setiap
kelompok perumahan terkadang dipisahkan oleh lahan kosong berupa ladang jagung
ataupun semak belukar dan hutan.
Pola perkembangan kawasan permukiman di Kabupaten Nganjuk dewasa ini cenderung
mengarah ke daerah-daerah atau kecamatan yang berada di kawasan yang subur. Selain itu juga
terkait dengan faktor aksesbilitas, kelengkapan fasilitas dan tingkat ketersediaan utilitas,
khususnya mengenai ketersediaan jaringan air bersih. Hal ini cukup dirasakan pada wilayah
Nganjuk bagian Selatan. Berdasarkan pertimbangan diatas, maka daerah dengan tingkat
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
Berbek, Sukomoro, Gondang dan Kertosono. Kegiatan yang dapat diambil dalam pengembangan
permukiman adalah menentukan kawasan permukiman yang bukan merupakan kawasan
konservasi sesuai dengan fungsi pola guna tanah.
Kawasan permukiman di Kabupaten Nganjuk tersebar dalam wilayah kota kecamatan
maupun permukiman di wilayah perdesaan. Kepadatan Penduduk di Kabupaten Nganjuk ini
seluruhnya adalah 873 (jiwa/Km2). Dengan wilayah Kecamatan terpadat yaitu Kecamatan
Nganjuk sebesar 2.956 (jiwa/Km2). Sedangkan kecamatan yang tingkat kepadatannya terkecil
adalah Kecamatan Ngluyu sebesar 168 (jiwa/Km2). Berikut merupakan gambaran umum
kondisi permukiman di kawasan perkotaan dan perdesaan.
1) Kawasan Perkotaan
Pola permukiman di kawasan perkotaan umumnya mengelompok dengan tingkat kepadatan
bangunan yang tinggi. Meskipun demikian, permukiman di kawasan perkotaan tidak dapat
dikatakan kumuh karena infrastruktur yang tersedia dapat melayani kebutuhan
penduduknya. Kawasan seperti ini dapat dilihat terutama di Kelurahan Payaman dan
Kauman Kecamatan Nganjuk. Kondisi bangunan rumah di kawasan perkotaan sebagian
besar sudah permanen.
2) Kawasan Perdesaan
Pola permukiman di kawasan perdesaan umumnya menyebar mengikuti ketersediaan
infrastruktur serta kedekatan dengan tempat bekerja penduduk. Kondisi permukiman di
kawasan ini umumnya memang kumuh karena kondisi bangunan yang sebagian besar masih
nonpermanent. Kondisi bangunan rumah yang nonpermanent di kawasan perdesaan
mencapai 60%. Meskipun kepadatan penduduk dan bangunannya tidak sepadat
permukiman kawasan perkotaan, kekumuhan permukiman kawasan perdesaan juga
disebabkan oleh infrastruktur yang kurang memadai. Masih banyak daerah-daerah
perdesaan yang belum terlayani air bersih dan akses jalan yang kurang baik. Selain itu,
penduduk umumnya belum memiliki sistem pengelolaan persampahan dan sanitasi, baik
yang dikelola secara individu maupun komunal.
Salah satu permukiman kawasan perdesaan di Kabupaten Nganjuk yang memiliki
permasalahan cukup kompleks ialah kawasan eksodus transmigran. Kawasan eksodus
transmigran ini tersebar di 12 kecamatan Kabupaten Nganjuk yang letaknya
berbatasan langsung dengan hutan. Namun, dari keduabelas kawasan tersebut, hanya
ada 4 kecamatan yang memiliki jumlah penduduk atau KK cukup besar, yaitu
Kecamatan Lengkong, Kecamatan Loceret, Kecamatan Bagor, dan Kecamatan Brebek.
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
dengan status lahan hak pakai. Kondisi bangunan sebagian besar nonpermanen.
Berikut kondisi kawasan eksodus tranmigran di 4 kecamatan Kabupaten Nganjuk.
Desa Sumberkepuh, Kecamatan Lengkong.
Di Desa Sumberkepuh, Kecamatan Lengkong ini terdapat dua lokasi eksodus
transmigran yang letaknya berdekatan, yaitu sebelah barat dan sebelah timur.
Pada kedua lokasi tersebut memiliki kesamaan karakteristik penduduk sehingga
dapat dikelompokkan menjadi satu. Penduduk di desa ini adalah transmigran yang
berasal dari Aceh. Mereka menempati kawasan ini sejak tahun 2000 dengan
jumlah 82 KK. Seluruh bangunan rumah yang ada bersifat nonpermanent yang
terbuat dari serat-serat tumbuhan. Tanah yang ditempati termasuk tanah milik
Perhutani. Pemerintah kabupaten sendiri telah menyerahkan tanah ini kepada
penduduk dengan status tanah hak pakai. Mereka menempati kawasan ini karena
sebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai petani yang memanfaatkan
lahan-lahan di hutan. Namun, mata pencaharian ini hanya bersifat sementara
(musiman). Pada musim kemarau, banyak penduduk yang mencari pekerjaan lain
di luar kawasan tersebut sebagai pekerja kasar seperti sopir dan tukang bangunan.
Dusun Pare, Desa Karangsono, Kecamatan Loceret.
Di Dusun Pare, Desa Karangsono, Kecamatan Loceret ini dihuni oleh 20 KK mulai
tahun 2001. Penduduuk di permukiman ini adalah transmigran yang berasal dari
Sampit. Kondisi fisik bangunan sudah ada yang permanen, persentasenya sekitar
25% dari jumlah bangunan yang ada. Tanah yang ditempati termasuk tanah milik
Perhutani. Pemerintah kabupaten sendiri telah menyerahkan tanah ini kepada
penduduk dengan status tanah hak pakai. Mereka menempati kawasan ini karena
sebagian besar penduduk bermatapencaharian sebagai petani yang memanfaatkan
lahan-lahan di hutan. Namun, mata pencaharian ini hanya bersifat sementara
(musiman). Pada musim kemarau, banyak penduduk yang mencari pekerjaan lain
di luar kawasan tersebut sebagai pekerja kasar seperti sopir dan tukang bangunan.
Potensi yang dimiliki kawasan ini adalah adanya beberapa penduduk yang
memiliki ketrampilan dalam membuat kandang unggas (burung, ayam, dll),
sehingga ketrampilan ini dapat dijadikan sebagai mata pencaharian tambahan
untuk penduduk.
Dusun Manyung, Desa Bagor Kulon, Kecamatan Bagor.
Di Dusung Manyung Desa Bagor Kulon, Kecamatan Bagor, penduduk menempati
kawasan ini sejak tahun 2000 dengan jumlah 25 KK. Seluruh bangunan rumah
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
Tanah yang ditempati termasuk tanah milik Perhutani. Pemerintah kabupaten
sendiri telah menyerahkan tanah ini kepada penduduk dengan status tanah hak
pakai. Mereka menempati kawasan ini karena sebagian besar penduduk
bermatapencaharian sebagai petani yang memanfaatkan lahan-lahan di hutan.
Namun, mata pencaharian ini hanya bersifat sementara (musiman). Pada musim
kemarau, banyak penduduk yang mencari pekerjaan lain di luar kawasan tersebut
sebagai pekerja kasar seperti sopir dan tukang bangunan.
Dusun Wilangun, desa Sendangbumen, Kecamatan Brebek.
Di Dusun Wilangan, Desa Sendangbumen, Kecamatan Brebek ini terdapat dua
lokasi eksodus transmigran yang letaknya berdekatan, yaitu sebelah barat dan
sebelah timur. Pada kedua lokasi tersebut memiliki kesamaan karakteristik
penduduk sehingga dapat dikelompokkan menjadi satu. Penduduk di desa ini
adalah transmigran yang berasal dari Sampit. Mereka menempati kawasan ini
sejak tahun 2001. Jumlah penduduk yang menempati kawasan ini hingga tahun
2008 adalah 66 KK. Sebagian kecil rumah sudah ada yang dibangun secara
permanen (2%), sisanya masih dengan kondisi nonpermanen. Tanah yang
ditempati termasuk tanah milik Perhutani. Pemerintah kabupaten sendiri telah
menyerahkan tanah ini kepada penduduk dengan status tanah hak pakai. Mereka
menempati kawasan ini karena sebagian besar penduduk bermatapencaharian
sebagai petani yang memanfaatkan lahan-lahan di hutan. Namun, mata
pencaharian ini hanya bersifat sementara (musiman). Pada musim kemarau,
banyak penduduk yang mencari pekerjaan lain di luar kawasan tersebut sebagai
pekerja kasar seperti sopir dan tukang bangunan.
Kondisi permukiman kawasan eksodus transmigran beserta jumlah KK yang
menempati dapat dilihat pada Tabel V - 1.
Tabel V - 1
Kondisi Permukiman Kawasan Eksodus Transmigran Kabupaten Nganjuk
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
No Lokasi Tahun
Parameter teknis wilayah pada pengembangan permukiman di Kabupaten Nganjuk, antara
lain:
1)Untuk kawasan permukiman perkotaan, kebutuhan serta pelayanan infrastruktur sudah
memenuhi standar.
2)Untuk kawasan permukiman perdesaan, kebutuhan serta pelayanan infrastruktur tidak
memenuhi standar.
3)Adanya keterkaitan antara kawasan eksodus transmigran dengan kawasan lain.
B. Aspek Pendanaan
Secara umum, pendanaan pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman sebagian
besar masih menjadi tanggungan pemerintah pusat dan daerah baik provinsi maupun
kabupaten. Untuk kawasan permukiman perkotaan, pendanaan diperoleh dari Departemen
Pekerjaan Umum Indonesia, Dinas Pekerjaan Umum dan Cipta Karya Provinsi Jawa Timur,
Dinas Cipta Karya Kabupaten Nganjuk, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Nganjuk. Untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar kawasan perdesaan,
khususnya kawasan eksodus transmigran, sumber dana diperoleh dari departemen dan
dinas yang sama, namun ada bantuan juga dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Nganjuk. Pada wilayah perumahan yang dibangun pengembang swasta
ditanggung oleh masyarakat. Daya beli masyarakat rendah untuk itu diperlukan penyediaan
rumah sehat yang terjangkau daya beli masyarakat.
C. Aspek Kelembagaan
Kelembagaan pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman saat ini adalah:
1)Satker PBL Ditjen. Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum mengelola pengembangan
permukiman yang dibiayai APBN.
2)Bidang Cipta Karya Dinas PU & Kimpraswil Provinsi Jawa Timur mengelola
pengembangan permukiman yang dibiayai APBD Provinsi.
3)Bidang Cipta Karya Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Nganjuk mengelola
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
4)Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Nganjuk terkait dengan penyediaan
lahan, rumah dan infrastruktur untuk masyarakat eksodus transmigran.
Permukiman di Kabupaten Nganjuk pada umumnya tidak tersebar secara merata pada
tiap-tiap desa yang ada, pada kawasan tertentu terdapat konsentrasi perumahan masyarakat
yang cukup besar, sementara pada kawasan lainnya hanya sedikit. Hal ini menyebabkan
perkembangan lahan terbangun di Kabupaten Nganjuk terlihat sangat lambat bahkan
cenderung mengalami stagnansi. Untuk bangunan rumah, meskipun secara kuantitas sudah
cukup tinggi tingkat pelayanan rumahnya, namun masih ada sebagian kecil kondisi
bangunan rumah yang kurang memadai. Masih banyak rumah yang semi permanen
berdinding kayu dan belum memiliki fasilitas MCK yang memadai.
5. Target dan Sasaran
Sasaran menjelaskan target yang harus dicapai dalam pembangunan prasarana dan
sarana dasar permukiman terdiri dari target nasional dan target daerah. Selanjutnya bagian ini
menguraikan besaran masalah yang harus diselesaikan melalui prasarana dan sarana dasar
permukiman, dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran pembangunan
prasarana dan sarana dasar permukiman.
Tabel V - 3
Permasalahan yang Dihadapi Komponen Pembangunan Prrasarana Sarana Dasar Permukiman Kabupaten Nganjuk
Kondisi Sistem yang Ada Target Nasional Rencana Strategi
Pembangunan Kota Besaran Permasalahan
Backlog 6,7% Kondisi rumah tangga
miskin sebesar 28,78%
Terfasilitasinya prasarana dan sarana permukiman yang layak huni dan terjangkau sebanyak 1,3 juta unit dan dukungan Rusunawa 60 ribu unit dan Rusunami 65 ribu unit dan meningkatkan permukiman di perdesaan di 665 kawasan serta terentaskannya kemiskinan 6 ribu
Adapun target dan sasaran dalam pengembangan permukiman, baik di kawasan
perkotaan dan perdesaan, antara lain:
1) Target:
Mengurangi angka backlog rumah Kabupaten Nganjuk secara keseluruhan Peningkatan kondisi infrastruktur di kawasan permukiman perkotaan
Penyediaan dan peningkatan kondisi infrastruktur kawasan permukiman perdesaan Resettlement kawasan permukiman eksodus transmigran
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
Kawasan permukiman perkotaan Kecamatan Nganjuk (Kelurahan Payaman dan Kauman) dan seluruh IKK Kabupaten Nganjuk.
Kawasan permukiiman perdesaan kawasan eksodus transmigran, antara lain Kecamatan Lengkong (Desa Sumberkepuh), Kecamatan Loceret (Dusun Pare, Desa
Karangsono), Kecamatan Bagor (Dusun Manyung, Desa Bagor Kulon), Kecamatan Brebek
(Dusun Wilangan, Desa Sendangbumen)
6. Permasalahan Pembangunan Permukiman
Kecenderungan peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Nganjuk, khususnya
kawasan perkotaan seiring adanya peningkatan kebutuhan akan lahan untuk tempat bermukim.
Meningkatnya permintaan akan lahan untuk bermukim ini dapat memicu terjadinya alih fungsi
lahan pertanian di kawasan perdesaan serta munculnya kawasan kumuh di kawasan perkotaan.
Dengan demikian, maka permasalahan pembangunan perkotaan :
Di kawasan permukiman padat perkotaan tidak ditemukan permasalahan yang cukup
signifikan. Permasalahan hanya disebabkan karena kepadatan yang cukup tinggi serta
masalah penanganan sampah rumah tangga yang kurang optimal.
Adanya kawasan permukiman eksodus transmigran yang terletak di beberapa desa
juga memberikan permasalahan tersendiri di Kabupaten Nganjuk. Keberadaan permukiman ini
sebagian besar menempati lahan milik Perhutani (di pinggir hutan) dengan kondisi bangunan
yang nonpermanen. Keberadaan kawasan yang menempati lahan milik perhutani ini
memungkinkan terjadinya penggusuran oleh pemilik lahan. Selain itu, kondisi permukiman yang
ada di pinggir hutan dapat memicu kerusakan hutan karena akumulasi aktivitas penduduk
selama bertahun-tahun. Dengan demikian, maka permasalahan pembangunan perdesaan :
Di kawasan permukiman perdesaan terutama untuk kawasan tertinggal terdapat
permasalahan kondisi infrastruktur yang sangat terbatas sehingga dapat membatasi
mobilitas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Di kawasan permukiman exodus transmigran yang terdapat di beberapa lokasi terdapat
permasalahan dari sisi ketersediaan lahan untuk para penghuni, hal ini disebabkan karena
lahan yang digunakan merupakan lahan perhutani yang selama ini masih berstatus hak
pakai. Dengan demikian, keberadaan permukiman para penghuni exodus ini menjadi rawan.
8.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
A. Analisis Permasalahan Permukiman di Kawasan Perkotaan
Kebutuhan rumah tahun 2008 adalah 239.516 unit sedangkan ketersediaan rumah 223.457
unit memenuhi 93,3% atau sebesar 6,7 % kebutuhan rumah yang belum terpenuhi (backlog
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
Tabel V - 4
Ketersediaan Rumah di Kabupaten Nganjuk
No Nama
Sumber: Kabupaten Nganjuk dalam Angka,
B. Analisis Permasalahan Pengembangan Permukiman di Kawasan Perdesaan
Untuk kawasan perdesaan, yang perlu ditingkatkan adalah kondisi permukiman yang ada di
kawasan desa tertinggal. Adapun usulan program yang dapat dilaksanakan di kawasan
tertinggal ini antara lain pemugaran rumah, peningkatan infrastruktur lingkungan (sanitasi
dan sampah).
Sedangkan untuk kawasan perdesaan tertutama di kawasan eksodus transmigran adalah
terdapat permasalahan lahan masih berstatus hak pakai. Berikut estimasi pertumbuhan
penduduk secara alamiah di kawasan eksodus transmigran dengan asumsi setiap KK
memiliki 5 anggota keluarga dan pertumbuhan penduduk kabupaten Nganjuk rata-rata
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
Tabel V - 5
Estimasi Jumlah Penduduk Kawasan Eksodus Transmigran di Kabupaten Nganjuk
No Lokasi Jumlah
Sumber : Hasil Analisa,
Berdasarkan penjelasan serta hasil analisis di atas, maka permasalahan permukiman di
kawasan eksodus transmigran dapat ditangani dengan cara resettlement kawasan
permukiman di dekat hutan. Dengan estimasi jumlah penduduk di atas, maka kebutuhan
rumah untuk penghuni kawasan eksodus transmigran pada tahun 2008-2009 adalah
sebesar 159 unit. Kebutuhan perumahan di kawasan eksodus transmigran dari tahun
2011-2015 dapat dilihat pada Tabel V - 6.
Tabel V - 6
Kebutuhan Rumah di Permukiman Kawasan Eksodus Transmigran kabupaten Nganjuk Tahun 2011-2015
No Lokasi
Kebutuhan Rumah
2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 Desa Sumberkepuh, Kecamatan Lengkong
51 51 51 51 51 51
2 Dusun Pare, Desa Karangsono, Kecamatan Loceret
19 19 19 19 19 19
3 Dusun Manyun, Desa Bagor Kulon, Kecamatan Bagor
25 25 25 25 25 25
4 Dusun Wilangun, Desa
Sendangbumen, Kecamatan Brebek
120 120 120 120 120 120
Jumlah 215 215 215 215 215 215
Resettlement kawasan permukiman eksodus transmigran terntunya memerlukan lahan
yang cukup untuk pengembangan unit-unit rumah beserta infrastrukturnya. Pengembangan
permukiman di kawasan ini lebih diarahkan kepada pengembangan permukiman rumah
sederhana yang layak huni. Berdasarkan Pedoman Teknis Pembangunan Prasarana dan
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
Sarana Lingkungan Perumahan Perdesaan dan Kota Kecil Dinas Pekerjaan Umum Cipta
Karya Daerah Propinsi Jawa Timur kebutuhan lahan untuk sarana dan prasaran lingkungan
perumahan perdesaan dan kota kecil adalah 40% dari seluruh kawasan perumahan. Dengan
demikian, kebutuhan lahan untuk kawasan resettlement dapat dijelaskan pada Tabel V - 7.
Tabel V - 7
Luasan Yang Diperlukan Untuk Resettlement Permukiman Eksodus Transmigran Tahun 2011-2015
8.1.4. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
8.1.5. Usulan Program dan Kegiatan
Adapun usulan program pembangunan permukiman yang sesuai dalam mengatasi
permasalahan kawasan permukiman di Kabupaten Nganjuk baik kawasan perkotaan maupun
kawasan perdesaan, antara lain:
1) Penyusunan Masterplan RP4D
2) Peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman perkotaan (seluruh IKK)
3) Peningkatan sarana dan prasarana dasar permukiman di kawasan desa tertinggal
4) Peningkatan sarana dan prasarana dasar di kawasan agropolitan
5) Pengembangan ketrampilan penduduk perdesaan
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
8.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 8.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan
peraturan antara lain:
A. UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan
amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah
kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya
pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang
terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling
tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan,
pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL).
B. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan
secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan
administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi
adalah :
1. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; 2. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
3. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang
ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur
bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan
bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28
tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi
kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran
masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
C. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang
peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung,
persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan
pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
(RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung
dan lingkungan.
D. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL,
maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada
skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang
cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan
gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan
melalui peraturan walikota/bupati.
E. Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap
warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada
setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga
terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
A. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
• Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
• Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
• Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;
• Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional. B. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
• Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;
• Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
• Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;
• Pelatihan teknis.
C. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
• Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;
• Paket dan Replikasi.
8.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
Di dalam perencanaan sebuah kawasan, unsur bangunan dan lingkungan mempunyai
peran yang sangat penting. Terutama terhadap hal-hal yang menyangkut unsur estetika,
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan
sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan
lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan
gedung dan lingkungannya. Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya
bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah:
(1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak
huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan (2) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam
penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan bangunan dan lingkungan
antara lain:
1) Peran dan fungsi Kabupaten Nganjuk,
2) Rencana pembangunan Kabupaten Nganjuk,
3) Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi Kabupaten Nganjuk bersangkutan, seperti
struktur dan morfologi tanah, topografi, dan sebagainya,
4) Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan,
5) Dalam penyusunan RPIJM harus memperhatikan Rencana Induk (Masterplan)
Pengembangan Kota,
6) Logical framework (kerangka logis) penilaian kelayakan pengembangan,
7) Keterpaduan penataan bangunan dan lingkungan sektor lain dilaksanakan pada setiap
tahapan penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan pada tahap
perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan teknik,
8) Memperhatikan peraturan dan perundangan serta petunjuk/pedoman yang tersedia,
9) Tingkat kelayakan pelayanan, efektivitas dan efisiensi penataan bangunan dan lingkungan
pada kota bersangkutan,
10) Sebagai suatu PS yang tidak saja penting bagi peningkatan lingkungan masyarakat tetapi
juga sangat penting bagi keberlanjutan lingkungan,
11) Sumber pendanaan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta,
12) Kelembagaan yang mengelola penataan bangunan dan lingkungan,
13) Penataan bangunan dan lingkungan memperhatikan kelayakan terutama dalam hal
pemulihan biaya investasi,
14) Jika ada indikasi keterlibatan swasta dalam penataan bangunan dan lingkungan, perlu
dilakukan identifikasi lebih lanjut,
15) Safeguard sosial dan lingkungan,
16) Perhitungan dan hal penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung analisis
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, serta pedoman pelaksanaan lebih detail dibawahnya
mengamanatkan bahwa penyelenggaraan Bangunan Gedung merupakan kewenangan
Pemerintah Daerah Kabupaten dan hanya bangunan gedung negara dan rumah negara yang
merupakan kewenangan pusat.
Disamping hal tersebut, Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman menggariskan bahwa peningkatan kualitas lingkungan permukiman dilaksanakan
secara menyeluruh, terpadu, dan bertahap, mengacu kepada Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) sebagai penjabaran rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang harus disusun
oleh pemerintah daerah secara komprehensive, akomodatif dan responsif.
Selaras dengan upaya pencapaian target Millenium (MDGs), yakni: mengurangi sampai
setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk miskin tahun 1990 (target 1); dan
mengurangi sampai setengahnya, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk tanpa akses
terhadap air minum dan sanitasi yang aman dan berkelanjutan, maka peningkatan kualitas
lingkungan permukiman perlu dilakukan lebih intensive dengan melibatkan masyarakat
setempat, kelompok peduli dan dunia usaha secara aktif. Penyelenggaraan pengembangan
lingkungan permukiman perlu dilakukan secara komprehensive dengan berbasis konsep tridaya
melalui proses pemberdayaan masyarakat sesuai siklus P2KP.
Pada Bidang Bangunan Gedung dihadapi permasalahan sebagai berikut :
Saat ini undang-undang mengenai bangunan gedung belum disahkan menjadi Perda mengenai Penataan Bangunan dan Lingkungan. Ini berdampak pada tidak tertibnya dan
ketidaksesuaian antara fungsi bangunan dan fungsi lahan pada masa-masa mendatang.
Saat ini belum ada penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang terhadap penataan bangunan gedung. Ini mengakibatkan tidak ada sanksi yang tegas
terhadap pelanggaran ketentuan bangunan gedung misalnya pembanguan gedung yang
tidak sesuai dengan fungsi kawasan.
Letak bangunan yang semakin padat dan bentuk bangunan yang semakin bervariatif seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kawasan aglomerasi perkotaan
Kabupaten Nganjuk, sehingga sering menyulitkan penanggulangan terhadap bencana
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
Di kawasan perkotaan Kabupaten Nganjuk, kondisi bangunan gedung secara fisik
sebagian besar sudah permanen. Peningkatan jumlah penduduk secara pesat yang dialami
kawasan perkotaan berdampak terhadap meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk tempat
bermukim. Dengan demikian, munculah bangunan-bangunan rumah yang dari tahun ke tahun
jumlahnya cenderung meningkat. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk
dan bangunan yang terkonsentrasi di kawasan perkotaan.
Meskipun hingga saat ini infrastruktur yang ada di kawasan perkotaan masih dapat
melayani kebutuhan masyarakat, namun tidak menutup kemungkinan akan terjadi penurunan
pelayanan apabila perkembangan kawasan perkotaan tidak dikendalikan. Mengingat
Pemerintah Kabupaten Nganjuk belum mengesahkan peraturan daerah mengenai penataan
bangunan dan lingkungan, maka tindakan tegas dan upaya pengendalian tidak dapat dilakukan
dalam mengantisipasi terjadinya pelanggaran.
A. Kondisi Aturan Keselamatan, Keamanan dan Kenyamanan
Secara umum bangunan-bangunan yang berada di semua kabupaten kota di wilayah
Kabupaten Nganjuk disyaratkan untuk mengikuti aturan standar keselamatan, keamanan
dan kenyamanan baik bagi pengguna bangunan maupun lingkungan sekitarnya.
Aturan-aturan ini antara lain terdapat pada Aturan-aturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien
Lantai Bangunan (KLB) dan aturan bangunan yang lain. Sedangkan untuk daerah-daerah
rawan bencana misalnya kebakaran dan banjir, maka disyaratkan bangunan-bangunan
tersebut harus tahan dan memiliki tingkat keamanan yang tinggi tehadap ancaman bencana
tersebut.
B. Kondisi Prasarana dan Sarana Hidran
Hidran adalah cadangan air pada media tertentu sebagai sarana penanggulangan bencana
kebakaran. Sarana hidran ini biasanya berbentuk tabung dan selang pemadam, seharusnya
dimilki oleh setiap bangunan terutama yang rawan bencana kebakaran, seperti bangunan
pabrik, gudang, bangunan bertingkat, perkantoran, pusat perbelanjaan dan lain-lain.
Namun sampai saat ini belum semua gedung yang disebutkan di atas memiliki sarana
hidran tersebut, atau kalau pun ada kondisinya belum sesuai dengan standar yang telah
ditentukan bahkan ada yang dalam kondisi rusak. Keberadaan hidran ini sangat penting
untuk menjadi sarana pertolongan pertama pada bencana kebakaran yang tentu saja bila
tidak ditangani secara serius akan mengakibatkan kerugian baik materi maupun korban
jiwa. Oleh karena itu perlu ada penataan sarana hidran ini dengan membuat rencana induk
sistem proteksi kebakaran yang sampai saat ini belum dimiliki oleh pemerintah daerah
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
C. Kondisi Kualitas Pelayanan Publik dan Perijinan Bangunan
Beberapa daerah kawasan di Kabupaten Nganjuk memang telah memiliki rencana tata
bangunan dan lingkungan, namun belum terdapat penegakan aturan tata bangunan dan
lingkungan tersebut karena belum memiliki RTBL yang berarti belum memiliki landasan
hukum untuk ditegakkan. Keadaan demikian tentu saja sangat mengganggu proses
perijinan pendirian bangunan yang sesuai dengan fungsi kawasan. Akibat pelayanan publik
terhadap perijinan mendirikan bangunan gedung ini tidak terlaksanakan secara baik, maka
bermunculan bangunan gedung yang tidak sesuai dengan fungsi lahan/kawasan. Akhirnya
ini berdampak pada tidak tertibnya kawasan yang telah direncanakan dan akan
menurunkannya citra kawasan itu sendiri. Tingkat keselamatan, keamanan serta
kenyamanan bangunan dan lingkungan tidak bisa terwujud dengan baik.
8.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
A.
Analisis Penataan Bangunan Gedung dan LingkunganDi Kabupaten Nganjuk, khususnya daerah IKK memiliki kepadatan bangunan yang cukup
tinggi. Namun ketinggian bangunan tidak ada yang melebihi ketentuan. Dengan demikian,
RISPK belum menjadi prioritas dalam usulan program. Dalam penataan bangunan gedung
dan lingkungan diperlukan pengendalian bangunan terutama di IKK. Dengan demikian
diperlukan pengesahan Perda mengenai penataan bangunan dan lingkungan. Adanya
Perda penataan bangunan dan lingkungan tersebut diharapkan dapat mengendalikan
bangunan-bangunan di kawasan yang berkembang dengan pesat melalui legalisasi
bangunan oleh pemerintah daerah.
Pada kawasan permukiman perkotaan yang padat sebagai dampak peningkatan jumlah
penduduk tiap tahun, diperlukan adanya penataan lingkungan dengan penyediaan RTH,
baik di tiap persil rumah, di lingkungan perumahan (perkampungan), maupun dalam skala
kota.
Upaya penataan bangunan gedung dan lingkungan juga diperlukan dalam mengoptimalkan
potensi Kabupaten Nganjuk pada aspek pertanian. Adanya potensi kawasan agropolitan
yang meliputi Kecamatan Nganjuk sebagai penyedia produk pertanian serta Kecamatan
Sukomoro sebagai pusat distribusi hasil pertanian, maka diperlukan sebuah upaya
penataan lingkungan agar akses dan infrastruktur yang ada dapat mendukung keberadaan
pusat distribusi tersebut.
B.
RekomendasiMelihat kondisi eksisting dan permasalahan yang terjadi pada bidang penataan bangunan
dan lingkungan di Kabupaten Nganjuk, maka rekomendasi yang diberikan antara lain:
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
2) Pemerintah Kabupaten Nganjuk harus segera mengesahkan undang-undang
penataan bangunan dan lingkungan
3) Pemerintah Kabupaten Nganjuk melakukan sosialisasi dan himbauan kepada
masyarakat di kawasan perkotaan untuk melakukan penghijauan.
8.2.4. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL
8.2.5. Usulan Program dan Kegiatan A. Usulan dan Prioritas Program
Berdasarkan kondisi eksisting serta permasalahan yang terjadi pada bidang penataan
bangunan dan lingkungan, maka beberapa program yang akan diusulkan antara lain:
1) Penyusunan RTBL pada Kawasan Perkotaan dan Kawasan Agropolitan Kabupaten
Nganjuk
2) Penyusunan dan pengesahan Perda Kabupaten Nganjuk mengenai Penataan Bangunan
Gedung dan Lingkungan
3) Penyediaan serta peningkatan fungsi ruang terbuka hijau perkotaan
B. Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan
Dalam pelaksanaan program tersebut, maka biaya yang diperlukan dari tahun 2012 hingga
2016 untuk Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah sebesar Rp. 50.615.000.000,-
dengan rincian sumber pendanaan sebagai berikut:
APBN sebesar Rp. 38.600.000.000,-
APBD I sebesar Rp. 7.050.000.000,-
APBD II sebesar Rp. 4.965.000.000,-
Untuk melihat progam serta pembiayaan Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten
Nganjuk dapat dilihat pada lampiran 2 (Matriks Usulan dan Prioritas Penataan Bangunan
dan Lingkungan).
8.3. Sistem Penyediaan Air Minum
8.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan system
penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
A. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
B. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah
aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
C. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas
dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen,
keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan
penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut
juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian,
keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan,
kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
D. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/penyediaan
air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun,
memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk
melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan
sejahtera.
E. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui
Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan
terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari. SPAM dapat dilakukan
melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan
perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit
pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur
pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan,
atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/tanggung
jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam
mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan
yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang-undangan, seperti yang
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
8.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan,dan Tantangan
I. Umum
Sarana air bersih yang digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Nganjuk ada beberapa
macam, yaitu PDAM, HIPPAM & KSM, serta sumur dangkal. Prosentase penggunaan
masing-masing sarana air tersebut dapat dilihat pada Tabel V - 23. Untuk lebih jelasnya, sistem penyediaan air bersih Kabupaten Nganjuk akan diuraikan lebih lanjut pada subbab-subbab di
bawah ini.
Tabel V - 23
Pelayanan Air Bersih Bagi Penduduk Kabupaten Nganjuk
No % Penduduk Terlayani Air Bersih Terlayani Oleh
1 85 Sumur Dangkal
2 8 PDAM
3 7 HIPPAM dan KSM
Total 100
Sumber : Hasil Analisis,
Dikabupaten Nganjuk 8 % penduduknya terlayani oleh PDAM Kabupaten Nganjuk, yang
mempunyai kapasitas terpasang sebesar 285 L/dt sampai dengan bulan Agustus 2006 dengan
jumlah sambungan terpasang 14.695 unit yang tersebar di BNA Nganjuk, IKK Kertosono, IKK
Berbek (termasuk Sawahan), IKK Lengkong (termasuk Unit Jatikalen), IKK Loceret, IKK
Wilangan, IKK Bagor, IKK Gondang (termasuk Unit Ngluyu), IKK Rejoso, IKK Tanjunganom, IKK
Baron, IKK Prambon, dan Unit Ngetos.
Untuk beberapa kecamatan di kabupaten Nganjuk terdapat kawasan rawan air minum
yaitu di Kecamatan :
1) Desa Genjeng Kecamatan Loceret Terdapat 120 KK
Pada tahun 2008 sudah ada pemasangan sistem perpipaan PDAM di daerah tersebut, namun hingga sekarang belum pernah mengalir (belum mendapat penjelasan dari
PDAM).
Terdapat bantuan sumur pompa, namun kondisinya sekarang rusak dan tidak dapat digunakan lagi.
Di Desa Genjeng ini terdapat 12 tandon yang melayani 120 KK yang ada.
Selama ini masyarakat memanfaatkan air bersih dari air sungai yang dilakukan sistem buka tutup (hanya teraliri air hari sabtu dan minggu). Air dari sungai tersebut masuk
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
Cara masyarakat untuk mengambil air ini dilakukan dengan 2 cara, yaitu melalui pipa yang memanfaatkan gravitasi dan juga dengan cara mengambil air langsung dari
tandon penampungan dengan menggunakan ember.
Di Desa Genjang sejak tahun 2007 mendapat bantuan lewat dana APBN untuk mengaliri masyarakat Desa Genjang yang sumbernya diambil dari sumber Mamang
Desa Bajulan dengan data pelanggan sebanyak 82 sambungan.
2) Desa Mojoduwur, Kecamatan Ngetos
Sebesar 40% dari jumlah penduduk di Desa Mojoduwur sudah terlayani PDAM melalui sistem perpipaan.
Terdapat 2 dusun yang termasuk dalam kategori rawan air yaitu dusun sanan dan Dusun Jatirejo.
Di Dusun Sanan terdapat sumur bor yang menggunakan tenaga surya, yang mampu melayani hingga 30 KK.
Di Dusun Jatirejo terdapat sumur pompa, namun kondisinya sekarang rusak sehingga selama ini untuk Dusun Jatirejo kebutuhan air bersihnya terlayani dari sumber air di
Desa Suru.
Terdapat sumber air yang belum termanfaatkan di Dusun Portulis Desa Suru.
II. Kebijakan Program dan Kegiatan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pembahasan arah pengembangan Kabupaten Nganjuk dalam lingkup regional akan
mencakup arahan Pola Dasar Pembangunan Daerah dan Rencana Pembangunan Lima Tahun
Daerah Tingkat I dan II serta arahan Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi (RSTRP) Dati I Jawa
Timur dan Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTRD) Kabupaten Nganjuk.
Atas dasar pertimbangan kebijaksanaan tata ruang terpadu serta dengan
mempertimbangkan tingkat pelayanan pembangunan dan administrasi pemerintahan dapat
berlangsung secara lebih efektif dan efisien, maka Propinsi Dati I Jawa Timur dapat dibagi
menjadi 5 (lima) Satuan Wilayah Pembangunan (SWP).
Kabupaten Nganjuk dalam hal ini masuk dalam SWP 13.7, bersama dengan
Kabupaten/Kotamadya Daerah tingkat II Kediri, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Nganjuk, dan
Jombang. Sesuai potensinya, wilayah ini diarahkan untuk pengembangan Pertanian, Industri,
Perhubungan, Pariwisata, Pertambangan, Lingkungan Hidup, dan Perdagangan.
Salah satu permasalahan penting yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dipertegas
dengan PP 16/2005 tentang pengembangan sistem penyediaan air minum karena air minum
merupakan kebutuhan dasar manusia yang mutlak harus dipenuhi, karena jika tidak akan
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
ini, maka perlu adanya pengolahan dan pengelolaan dengan baik di bidang air minum bagi suatu
daerah.
Sarana air bersih yang digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Nganjuk ada beberapa
macam, yaitu PDAM, HIPPAM & KSM, serta sumur dangkal. Prosentase penggunaan
masing-masing sarana air tersebut yaitu 85% diantaranya terlayani oleh sumur dangkal, 7% terlayani
oleh HIPPAM dan KSM, dan sebanyak 8% penduduk Kabupaten Nganjuk terlayani oleh PDAM
Kabupaten Nganjuk, yang mempunyai kapasitas terpasang sebesar 285 liter/detik sampai
dengan bulan Agustus 2006 dengan jumlah sambungan terpasang 14.695 unit yang tersebar di
BNA Nganjuk, IKK Kertosono, IKK Berbek (termasuk Sawahan), IKK Lengkong (termasuk unit
Jatikalen), IKK Loceret, IKK Wilangan, IKK Bagor, IKK Gondang (termasuk unit Ngluyu), IKK
Rejoso, IKK Tanjunganom, IKK Baron, IKK Prambon, dan Unit Ngetos. Dan jumlah produksi air
minum yang dihasilkan pada tahun 2008 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel V - 24
Produksi Air Minum Per Bulan Kabupaten Nganjuk Tahun 2008
No Bulan Jumlah Produksi
( M3 )
1 Januari 276.721
2 Febuari 271.317
3 Maret 256.406
4 April 165.280
5 Mei 264.555
6 Juni 265.780
7 Juli 276.350
8 Agustus 267.862
9 September 257.033
10 Oktober 313.166
11 Nopember 280.919
12 Desember 264.541
Jumlah 2008 3.260.530
Jumlah 2007 3.220.727
Jumlah 2006 3.090.105
Jumlah 2005 3.140.106
Jumlah 2004 3.401.598
Sumber : PDAM Kab Nganjuk
Kondisi Sistem Sarana dan Prasana Penyediaan dan Pengelolaan Air Minum
A. Sistem Non-Perpipaan 1) Aspek Teknis
Sebagian besar penduduk Kabupaten Nganjuk menggunakan air sumur dangkal untuk
keperluan sehari-hari. Pada tahun 2006, prosentase pengunaan sumur dangkal oleh
masyarakat sebanyak 85% dari total sarana air bersih yang digunakan. Sumur dangkal
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
diluar Kota Nganjuk kedalaman sumur berkisar + 4 meter, hal ini disebabkan wilayah
di luar Kota Nganjuk didominasi oleh dataran tinggi.
2) Aspek Pendanaan
Sumber pembiayaan dari sistem non perpipaan atau swadaya ini adalah dari
masyarakat sendiri, Sebagai instansi yang bertanggungjawab untuk pengelolaan air
bersih diseluruh Kabupaten Nganjuk, maka PDAM menjalankan fungsinya sebagai
Pembina Teknis Operasional.
3) Aspek Kelembagaan dan Peraturan
Pengelolaan sistem air bersih non-perpipaan dengan pembuatan sumur gali dikelola
oleh masing-masing pemilik sumur gali (keluarga).
B. Sistem Perpipaan 1) Aspek Teknis
PDAM Kabupaten Nganjuk memanfaatkan air permukaan dan air tanah sebagai sumber
air bakunya. Sebagian besar air tanah didapat melalui sumur bor, sedangkan sisanya
memanfaatkan air baku dari sumber mata air maupun air permukaan/sungai. Kegiatan
produksi dan distribusinya banyak digunakan sistem perpompaan, sehingga daya
pembangkit listrik dari PLN maupun Genset Mutlak diperlukan.
Pembentukan Zona
Pengembangan pembentukan zona pendistribusian air minum PDAM yaitu dengan cara
mengembangkan sistem lama dengan perluasan wilayah pelayanan dan
mengembangan sistem baru untuk IKK yang belum mempunyai sistem yang dikelola
oleh PDAM.
2) Aspek Pendanaan
Kegiatan operasional dilihat dari sisi keuangan tidak jauh berbeda dengan tahun
sebelumnya, dimana posisi keuangan masih menunjukkan perlu perbaikan dalam
pelaksanaan kegiatan operasionalnya. Hal ini disebabkan tarip dasar air masih dibawah
harga produksi yaitu tarip Rp. 1000,- sedangkan biaya produksi Rp. 2.200/m3
(tergantung pada kelompok pelanggannya) belum mengalami penyesuaian seiring
dengan meningkatnya biaya-biaya akibat kenaikan BBM dan TDL serta bahan
pembantu lainnya.
Sumber pembiayaan dari sistem perpipaan dibiayai oleh PDAM Kabupaten Nganjuk.
3) Aspek Kelembagaan dan Peraturan
Susunan organisasi dan tata kerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
1998, tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja PDAM Kabupaten
Daerah Tingkat II Nganjuk.
Dari hasil data yang ada gambaran umum sistem pelayanan air bersih di Kabupaten
Nganjuk berkaitan pengelola, tingkat pelayanan, sumber air baku, kapasitas sub sistem, jumlah
sambungan, jam operasi sub. sistem, kehilangan air, jam operasi pelayanan, retribusi dan
tekanan pada jaringan distribusi dapat disajikan dalam Tabel 5 - 25.
Tabel V - 25
Gambaran Umum Sistem Pelayanan Kabupaten Nganjuk
No Uraian Satuan Sistem Non
Perpipaan Sistem Perpipaan Keterangan
1. Pengelola - Masyarakat PDAM, HIPPAM,
8. Jam Operasi Pelayanan Jam/hari 19-24 Jam
9. Retribusi Rp/m3 Rp 550-4.380
Sumber: Hasil Analisis,
Dari hasil evaluasi sistem, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan pengembangan sistem
di masa yang akan datang adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan prosentase pelayanan sebesar 7% dari kebutuhan air bersih Kabupaten
Nganjuk sampai dengan tahun 2015 untuk mencapai kebijakan dan strategi nasional
pengembangan SPAM sesuai dengan target MDGs.
2. Optimalisasi sistem dan perbaikan sistem pendistribusian untuk saat ini.
3. Penurunan tingkat kebocoran air.
4. Pengembangan sistem lama dengan perluasan wilayah pelayanan.
5. Pengembangan sistem baru untuk IKK yang belum mempunyai sistem yang dikelola
oleh PDAM.
6. Adanya kerusakan struktur tanah pada sumur bor didesa Begadung Kecamatan
Nganjuk sehingga menimbulkan 7 desa terdampak kepuasan pelayanan air PDAM.
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
Desa Werungotok, Desa Sugihwaras, Desa Kedungdowo, Desa Buluputren. Kondisi
sumur bor PDAM di Desa Begadung dapat dilihat pada Gambar 5 - 21.
Gambar 5 - 21
Kerusakan Struktur Tanah pada Sumur Bor di Desa Begadung
Adanya beberapa permasalahan baik secara kuantitas maupun secara kualitas sumber
daya air, yaitu:
a. Beragamnya kondisi geografi dan intensitas infiltrasi yang tidak berjalan semestinya
(proses alami) akibat gangguan siklus hidrologi menyebabkan berbagai masalah
lingkungan.
b. Perubahan tata guna lahan yang tidak semestinya dapat mengganggu keseimbangan
alam/siklus hidrologi.
c. Kesalahan pemilihan konstruksi bangunan sumber air dan kurangnya pemeliharaan
terhadap sumber-sumber air yang ada.
d. Pengeboran air tanah secara tak terkendali yang dilakukan oleh perusahaan komersil
dan industri yang dapat menyebabkan turunnya muka air tanah.
e. Meningkatnya pembuangan limbah (padat maupun cair) baik di atas permukaan tanah
maupun badan air.
f. Kondisi tanah/bebatuan di daerah Kabupaten Nganjuk mengakibatkan 38% dari total air
sumur dangkal tidak aman digunakan sebagai bahan baku untuk air minum karena
mengandung Fe dan kesadahan melebihi standar air minum yang telah ditetapkan.
g. Adanya persaingan penggunaan air, antara masyarakat dan PDAM dalam pembagian dan
pemanfaatan air dari mata air Singokromo.
8.3.3. Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum I. Study Kelayakan
Sumber air dinyatakan layak digunakan sebagai sumber air baku, jika memenuhi
kriteria sebagai berikut :
Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Nganjuk 2015-2019
Hal ini dimaksudkan agar tidak sampai terjadi kekurangan suplai air pada saat
pemanfaatannya untuk air baku, terutama saat debit minimal pada musim kemarau. Karena
jika debit airnya sampai lebih kecil dari yang direncanakan, maka konstruksi yang dilakukan
pada sumber itu menjadi terlalu berlebihan dan tidak ekonomis. Di sisi lain kekurangan air
bakunya terpaksa diatasi dengan mengeksplorasi sumber air baru, yang dengan sendirinya
membutuhkan tambahan biaya sebagai investasi baru.
Tidak ada / sedikit pihak yg memanfaatkan
Bila terdapat banyak pilihan sumber air yang layak dimanfaatkan untuk air baku, maka
sebaiknya dipilih yang belum termanfaatkan oleh pihak lain, baik oleh institusi pemerintah,
swasta, ataupun masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya
perselisihan atau perbedaan pendapat mengenai pemanfaatannya, baik mencakup pilihan
model eksplorasi, jenis konstruksi, besaran debit yang dapat/ boleh digunakan oleh
masing-masing pihak, maupun tanggung jawab pengelolaan sumber air, terutama menyangkut
operasional-pemeliharaannya.
Kualitas airnya layak untuk air baku
Air yang dihasilkan sumber mata air dan air tanah (dalam) umumnya berkualitas baik,
terutama yang dihasilkan lapisan akuifer tertekan karena tidak terkontaminasi dari
lingkungan sekitarnya. Sedangkan yang dihasilkan dari sumber air permukaan (sungai),
kualitas air yang didapatkan perlu diteliti lebih lanjut, karena sungai sangat mudah tercemar
buangan yang berasal dari limbah, baik padat ataupun cair. Kualitas air sungai yang layak
digunakan untuk air baku harus memenuhi kriteria air baku menurut SNI atau WHO, atau
standar lain yang telah diakui.
Mudah dieksplorasi/ dikonstruksi secara ekonomis
Ini perlu dikedepankan karena menyangkut biaya investasi untuk eksplorasi dan kontruksi
sumber air, yang pada akhirnya berpengaruh pada biaya produksi air bersih yang harus
ditanggung PDAM. Teknologi yang canggih tidak selalu mengakibatkan biaya tinggi, namun
sebaliknya tidak juga dilaksanakan dengan biaya murah, karena pemilihan suatu jenis
teknologi akan berimplikasi pada penyediaan/ alokasi sumber daya, baik material, barang,
dan manusia, serta alokasi waktu. Biaya investasi yang dibutuhkan di sini tidak hanya
menyangkut eksplorasi/ konstruksi di sumber airnya saja, tetapi juga fasilitas penunjangnya
sampai ke pusat distribusi air.
Disepakati para stakeholder terkait
Ini menyangkut masalah kewenangan untuk mengeksplorasi maupun mengelola sumber air.
Stakeholder yang dimaksudkan di sini adalah semua pihak yang berpengaruh dan atau