Bab ini berisikan penjelasan mengenai Profil APBD
Kabupaten/Kota, profil investasi dan proyeksi investasi
dalam pembangunan Bidang Cipta Karya, serta strategi
Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa
kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah
Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan
belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah
meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu
mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana
yang telah terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiscal dalam
mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta
dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang
dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan
minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu
dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah
daerah. Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat disusun
langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di daerah. Pembahasan
aspek pembiayaan dalam RPI2-JM bidang Cipta Karya pada dasarnya bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan
bidang Cipta Karya,
b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor swasta
untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya,
c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi bidang Cipta Karya.
9.1 Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya
Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam
peraturan dan perundangan terkait, antara lain:
1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah
diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini,
Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat
yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,
serta agama.
2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah,
pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli
Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan
daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana
Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi
Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan
Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus
yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan
besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.
4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang
berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada
standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh
Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan
kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana,
serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber
pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga Keuangan
Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan
pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat.
Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan:
a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD
tahun sebelumnya;
b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan
pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5;
c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;
d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari
pemerintah;
e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan
DPRD.
6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 &
Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha
dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat
dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri
21/2011): Struktur APBD terdiri dari:
a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan,
dan Pendapatan Lain yang Sah.
b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan
Pengeluaran.
8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana
Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk
pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria
teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:
a. Bidang Infrastruktur Air Minum DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses
pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah
di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan
permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program
percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium
Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:
- Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;
- Tingkat kerawanan air minum.
b. Bidang Infrastruktur Sanitasi DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses
pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala
kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang
diselenggara-kan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi
diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan
memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:
- kerawanan sanitasi;
- cakupan pelayanan sanitasi.
9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan
Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN,
Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit
Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan
usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM
bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah
mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah
dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor.
Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber
dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM bidan
a. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan
Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang
Air Minum dan Sanitasi.
b. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan
dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan
infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.
c. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB)
dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan
infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.
d. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan
swasta (KPS), maupun skema Corporate SocialResponsibility (CSR).
e. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.
f. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana
yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara
terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan
pelayanan bidang Cipta Karya. Pembahasan mengenai aspek keuangan dalam penyusunan
RPI2JM pada dasarnya adalah dalam rangka membuat taksiran dana yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan pembelanjaan prasarana Kota yang meliputi :
1. Pembelanjaan untuk pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun;
2. Pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada
3. Pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru
Pembahasan aspek ekonomi dalam penyusunan RPI2JM perlu memperhatikan hasil total
atau produktifitas dan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya bagi
masyarakat dan keuntungan ekonomis secara menyeluruh tanpa melihat siapa yang
menyediakan sumber dana tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil
9.2 Profil Keuangan Daerah Kabupaten Lombok Tengah
9.2.1 Profil APBD Kabupaten Lombok Tengah
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) merupakan dokumen rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah, yang memegang peranan strategis, terutama di dalam
pelaksanaan fungsi-fungsi anggaran daerah, yang meliputi fungsi alokasi, distribusi serta
fungsi stabilisasi. Pada fungsi alokasi, belanja daerah dalam APBD dimaksudkan untuk
penyediaan barang dan pelayanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak dan tidak
dapat disediakan sendiri oleh masyarakat. Sedangkan pelaksanaan fungsi distribusi, belanja
daerah ditekankan untuk penyusunan penganggarannya berpihak kepada masyarakat,
terutama masyarakat miskin yang memerlukan penanganan melalui berbagai program
pembangunan, sehingga menciptakan distribusi pendapatan dan pembangunan yang merata
pada seluruh lapisan masyarakat.
Fungsi stabilisasi dari APBD dilakukan Pemerintah Dearah melalui belanja daerah, diarahkan
untuk menjaga kestabilan perekonomian daerah terutama pada saat perekonomian daerah
sedang lesu, belanja daerah harus bersifat ekspansif untuk memacu perekonomian daerah
yang dapat meningkatkan peranan masyarakat dan swasta, sehingga perekonomian
bergerak cepat dan tumbuh pada setiap sektor usaha yang ada di daerah.
Bagi masyarakat, pemerintah daerah dianggap berhasil, apabila dapat memberikan
pelayanan publik yang memadai dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sehingga pemerintah daerah dituntut untuk mampu mengelola APBD secara efesien, efektif,
relevan, ekonomis dan tanpa kebocoran, untuk dapat menggerakkan dan menciptakan
lapangan kerja baru serta meningkatkan pendapatan.
Postur struktur APBD Kabupaten Lombok Tengah Tahun Anggaran 2013 menggambarkan
perkiraan/target pendapatan yang seimbang dengan plafon belanja daerah yaitu target
Pendapatan Daerah sebesar Rp. 114.429.121.133,82 dan realisasinya sebesar Rp.
123.145.732.572,78. Dalam sumber lain dapat dilihat bahwa kebijakan pemerintah
Kabupaten Lombok Tengah mampu mengelola keuangan sehingga tidak terjadi defisit
anggaran antara jumlah pengeluaran dari total pendapatan yang diperoleh, namun bila
realitanya terjadi defisit, maka berdasarkan ketentuan pengelolaan Keuangan Daerah kondisi
tersebut harus ditutupi melalui SILPA. Namun karena penyusunan RAPBD TA. 2013
dilakukan pada saat tahun anggaran sebelumnya masih berjalan maka besaran SILPA belum
dapat diperkirakan sehingga sedapat mungkin harus diupayakan langkah-langkah efisiensi
belanja dengan melakukan pemangkasan plafon belanja. Berikut ini adalah profil pendapatan
Tabel 9.1 Profil APBD Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009-2013 (dalam Juta Rupiah)
pendapatan daerah Kabupaten Lombok Timur berada dibawah rencana anggaran pada
tahun-tahun tersebut, kemudian pad tahun 2013 terjadi peningkatan dimana realisasi
anggaran tahun tersebut sebesar Rp. 123.145.732.572,78 lebih besar dari pada rencana
anggarannya yaitu Rp. 114.429.121.133,82.
Pendapatan Daerah Lombok Tengah (x Rp. 1.000.000)
9.2.2 PERMASALAHAN UTAMA PENDAPATAN DAERAH.
Besaran-besaran plafon target pendapatan daerah yang dianggarkan merupakan besaran
plafon target yang realistis, didasarkan pada pertimbangan aspek-aspek yang mempengaruhi
seperti analisa potensi yang tersedia, variabel-variabel yang menjadi penentuan bobot daerah
dalam formula dana perimbangan, serta langkah-langkah dan strategi kebijakan pelaksanaan
pemungutan dalam rangka mencegah terjadinya kebocoran penerimaan serta
mempertimbangkan makro ekonomi nasional dan daerah. Namun walaupun demikian
perkembangan Pendapatan Daerah juga tidak terlepas dari berbagai
permasalahan-permasalahan yang melingkupinya antara lain yaitu :
9.2.2.1 Dana Perimbangan
Dana Perimbangan untuk Tahun Anggaran 2013 ini, masih belum ada ketetapan
definitifnya sampai dengan penandatangan Nota Kesepakatan tentang KUA dan PPAS
Tahun Aggaran 2013, hal ini karena pemerintah pusat sedang melakukan revisi asumsi
makro ekonomi dalam RAPBN Tahun Anggaran 2013 sebagai dampak dari terjadinya
krisis finansial global, Selain itu juga sebagaimana tahun-tahun anggaran sebelumnya
alokasi DAU sebagai sumber penerimaan paling besar pada kelompok Dana
Perimbangan, peruntukannya masih sebagian besar digunakan untuk membiayai
kebutuhan pengeluaran berupa pembayaran gaji dan tunjangan PNS Daerah (PNSD).
9.2.2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Penetapan peningkatan rencana plafon target pendapatan yang disepakati bersama
merupakan langkah yang sangat positif dan progresif sebagai upaya untuk menyakinkan
kita akan adanya peningkatan perekonomian daerah yang kondusif. Permasalahan yang
paling krusial pada kelompok pendapatan PAD, antara lain seperti; pemetaan potensi,
pola pemungutan dan mekanisme pengadministrasian, sehingga diperlukan perencanaan
program intesifikasi dan ekstensifikasi PAD yang matang, untuk menjawab
permasalahan utama pada PAD yaitu; bagaimana mengupayakan pencegahan terhadap
adanya kebocoran dalam pelaksanaan pemungutan PAD sehingga realisasi yang
dicapai sesuai dengan target yaitu seratus persen dapat tercapai.
9.2.2.3 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah
Permasalahan utama pada kelompok Lain-lain Pendapatan Yang Syah, terutama pada
Bagi Hasil Pajak Propinsi, terletak pada porsi alokasi yang belum mencerminkan potensi
yang kita miliki, harus ada peningkatan yang signifikan didalam penetapan plafon
targetnya, dengan memperhatikan potensi yang ada di Kabupaten Lombok Tengah
terutama dari Bagi Hasil Pajak Kendaraan Bermotor dan potensi pada Pajak Bahan
9.2.3 ESTIMASI PENDAPATAN DAERAH.
9.2.3.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Penetapan Target PAD harus direalisasikan dengan plafon rencana target yang realistis,
dengan didasarkan pada proyeksi setelah melakukan penyusunan profil pendapatan
akan dapat tercapai realisasi penerimaannya sebesar seratus persen, yaitu dengan
melakukan beberapa kebijakan dan program kerja, yang mendorong keberhasilan
upaya-upaya intensifikasi pemungutan terutama pada Retribusi Daerah, serta
melakukan upaya-upaya yang lebih fokus dan intensif pada Pajak Daerah.
9.2.3.2 Dana Perimbangan .
Realisasi penerimaan Dana Perimbangan, diproyeksikan realisasi penerimaannya akan
mencapai seratus persen, mengingat penetapan target yang diterima merupakan
perkiraan-perkiraan yang terukur yang tertuang dalam keputusan Pemerintah Pusat.
9.2.3.3 Lain-lain Pendapatan Yang Sah
Realisasi penerimaan pada lain-lain pendapatan yang sah juga diperkirakan akan
tercapai seratus persen dengan asumsi, sambil menunggu penetapan yang difinitif untuk
tahun anggaran 2013, diproyeksikan alokasi plafon target akan lebih besar dari tahun
9.2.4 KEBIJAKAN UMUM PENDAPATAN DAERAH.
9.2.4.1 Pendapatan Asli Daerah.
Kebijakan-kebijakan pada upaya pencapaian realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
sesuai dengan target pada akhir Desember 2013, meliputi :
a. Penyusunan anggaran kas pendapatan dari masing-masing SKPD yang menjadi
sumber pendapatan daerah dengan lebih akurat, untuk mempermudah
pemantauan dan langkah-langkah solusi terhadap yang tidak sesuai
pencapaiannya dengan anggaran kas yang telah disusun.
b. Mengintensifkan rapat-rapat koordinasi bidang pendapatan, dengan SKPD untuk
mengoptimalkan pencapaian realisasi target-target Pendapatan yang telah
ditetapkan.
c. Retribusi Daerah sebagai komponen terbesar kontribusinya pada PAD, diupayakan
optimalisasi realisasinya melalui pemberian tambahan penghasilan beban kerja
kepada aparat yang terlibat langsung pada upaya pemungutan retribusi tersebut.
9.2.4.2 Dana Perimbangan
Dengan telah ditetapkannya alokasi plafon Dana Perimbangan Tahun Anggaran 2012,
baik, DAU, DAK, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, maka langkah-langkah yang
diperlukan terkait dengan selisih kenaikan Dana Perimbangan yang hanya 6.89 persen
dengan kenaikan Gaji PNS sebesar 20 persen, yaitu dengan mengintesifkan
konsultasi-konsultasi dengan pemerintah pusat, agar ada kebijakan penyediaan dana tambahan
lainnya untuk menutupi kekurangan selisih tersebut sehingga pengalokasian plafon
belanja pada pos-pos lain tidak diperlukan penyesuaian-penyesuaian.
9.2.4.3 Lain-lain Pendapatan yang Sah
Langkah-langkah yang diupayakan pada Kebijakan pendapatan pada Lain-lain
Pendapatan yang Sah, ditekankan pada adanya alokasi plafon definitif yang lebih awal
dari pemerintah Propinsi, sehingga memudahkan arah pengalokasian belanja agar dapat
9.3 Kondisi Umum Belanja Daerah
Pada Belanja Langsung Tahun Anggaran 2012, mengalami kenaikan dibandingkan tahun
sebelumnya dengan sebaran kenaikan merata pada semua plafon belanja langsung SKPD.
Secara diagram dapat disimak perkembangan lima tahun terakhir (Tahun Anggaran 2009,
2010, 2011, 2012 dan 2013 untuk alokasi belanja gaji dan tunjangan, bantuan sosial, bagi
hasil, bantuan keuangan, belanja tidak terduga, belanja langsung umum, urusan wajib serta
urusan pilihan.
9.3.1 Permasalahan Utama Belanja Daerah
Belanja sebagai instrumen pelaksanaan fungsi-fungsi Anggaran Daerah terutama fungsi
alokasi yang menekankan pada penciptaan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan
pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efektifitas, dan efesiensi perekonomian, belum
sepenuhnya dapat di-disain dan dirumuskan secara lebih kongkret kedalam Rencana Kerja
Anggaran (RKA). Perumusan-perumusan disain kegiatan belum sepenuhnya dapat
menerjemahkan tema dan agenda yang menjadi isu-isu pembangunan nasional, maupun
global yang singkron dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Permasalahan
mendasar lainnya didalam belanja daerah, belum adanya Standar Pelayanan Minimal (SPM)
yang menjadi ketentuan didalam penentuan mutu dan jenis pelayanan yang harus diberikan
kepada masyarakat sebagaimana diamanatkan di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 6 Tahun 2006. Permasalahan yang tidak kalah pentingnya, juga terkait dengan Sistim
Informasi Keuangan Daerah (SIKD), dimana agar dapat terlaksananya proses penyusunan,
pelaksanaaan, pengawasan dan pertanggungjawaban APBD yang transparan dan akuntabel
harus dapat terintegrasi dalam sebuah sistim sofware dan hal tersebut masih terus dalam
penyempurnaan.
9.3.2 Kebijakan Umum Belanja Daerah
Belanja daerah yang terbagi kedalam dua kelompok belanja meliputi : belanja Tidak
Langsung dan belanja Langsung mempunyai karakteristik atau definisi masing-masing
sebagamana diatur didalam ketentuan yang berlaku, pada kelompok belanja Tidak Langsung
merupakan kelompok belanja yang penganggarannya tidak terkait langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok ini meliputi penganggaran untuk belanja
pegawai berupa gaji dan tunjangan serta penghasilan tambahan lainnya, belanja bantuan
sosial, belanja bantuan keuangan, belanja bagi hasil dan belanja tak terduga. Sedangkan
kelompok belanja Langsung merupakan kelompok belanja yang penganggarannya terkait
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Pelaksanaan program dan kegiatan
didasarkan pada : Tugas Pokok dan Fungsi dari SKPD berdasarkan landasan hukum
pembentukannya yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 03 tahun 2008 tentang Struktur
Kebijakan belanja Tidak Langsung diarahkan untuk penganggaran penyelesaian
tagihan-tagihan atas gaji dan tunjangan PNS Daerah, kebijakan belanja bantuan sosial, dilakukan
dengan penyempurnaan didalam pengalokasian belanja bantuan keuangan kepada
Pemerintah Desa, dengan berpedoman pada formulasi yang diatur didalam Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Formulasi Alokasi Dana Desa (ADD)
didalam PP 72 Tahun 2005, ditetapkan Alokasi Dana Desa sebesar 10 persen dari Dana
Perimbangan yang diterima pemerintah daerah yang meliputi; Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil
Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum (DAU) setelah dikurangi plafon belanja pegawai
didalam APBD. Pada alokasi belanja bantuan sosial diupayakan adanya pengurangan jumlah
plafon anggaran serta diupayakan pengalokasiannya lebih ditekankan pada pelaksanaan
program kegiatan yang secara akun belanja merupakan belanja bantuan sosial.
Kebijakan Belanja Langsung di Tahun Anggaran 2012 diarahkan sebagai pelaksanaan
program dan kegiatan berdasarkan pembagian urusan dan berdasarkan SKPD. Adapun
Alokasi dana terbesar pada urusan pendidikan, Arah kebijakan penganggaran urusan wajib
pendidikan difokuskan pada peningkatan, pemerataan dan kualitas pendidikan khususnya
terkait dengan wajib belajar 9 tahun, meningkatkan ketersediaan gedung sekolah yang
standar, buku pelajaran, dan alat peraga yang memadai, guru yang lebih sejahtera dengan
kompetensi yang meningkat, mendorong peningkatan kapasitas manajemen
sekolah/pendidikan yang lebih kuat, partisipatif dan akuntabel, mendorong pemerataan dan
peningkatan kualitas pendidikan pada jenjang pendidikan menengah terutama SMK untuk
menyiapkan tenaga kerja yang lebih produktif, serta meningkatkan pemberantasan buta huruf
yang diintegrasikan dengan upaya meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan.
Alokasi dana kedua terbesar urusan wajib yaitu pada urusan wajib pekerjaan umum,
walaupun pada tataran nominal plafon urusan pekerjaan umum mempunyai jumlah plafon
terbesar namun secara substansi pengalokasian penyediaan plafon yang menangani
prioritas pembangunan berdasarkan RKPD berjumlah secara keseluruhan lebih rendah dari
penyediaan alokasi dana untuk urusan pendidikan. Hal tersebut terjadi dikarenakan di dalam
plafon urusan pekerjaan umum juga terdapat penyediaan penganggaran yang merupakan
penyediaan anggaran untuk kebijakan-kebijakan yang bersinergi dan tersingkronisasi berupa
penyediaan dana pembangunan BIL.
Adapun sebaran plafon urusan pekerjaan umum, tersebar pada 15 program, difokuskan
untuk mewujudkan ketersediaan jalan dengan kondisi yang dapat mendukung program
strategis kabupaten dimana pada tahun 2012 diprioritaskan untuk pengembangan pariwisata,
selain itu juga diarahkan bagi kelancaran arus barang dan orang dengan prioritas perbaikan
jalan kabupaten, meningkatkan upaya pemeliharaan infrastruktur irigasi untuk
mempertahankan layanan air irigasi dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas
Alokasi terbesar ketiga pada urusan wajib kesehatan, dengan fokus pada peningkatan
pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat khususnya kelompok penduduk
resiko tinggi, peningkatan ketersediaan sumberdaya kesehatan yang cukup, mengutamakan
pencegahan dan promosi kesehatan dengan mengembangkan desa siaga, penguatan
manajemen terutama surveilance penyakit agar laporan cepat dan tepat. Sasaran program
urusan kesehatan diarahkan; pada pembangunan 1 puskesmas baru dan peningkatan
puskesmas lama sebanyak 17 dan 1 unit peningkatan menjadi puskesmas plus.
pembangunan polindes 3 unit,polindes menjadi puskesdes sebanyak 5 unit, pembangunan