RAN
AKHI
R
4.1. ANALISIS SOSIAL
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur kepada
masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca
pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur
permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan
isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan
gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak
sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian
kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau
pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur tersebut membawa
manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat
sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya
memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan
dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang
kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di
wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di
tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan
bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum :
Pasal 3 : Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan
RAN
AKHI
R
kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin
kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program
pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan
kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan
percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan
partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan
Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan
gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional
yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta
kewenangan masing-masing.
Komponen sosial dalam hal ini terkait pengadaan tanah dan keresahan
masyarakat karena rencana investasi tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
Pengadaan tanah biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang
bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari
satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil
harus dilakukan dengan kesepakatan kedua belah pihak terutama terkait dengan ganti
rugi atau ganti untung dan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan standar
kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
RAN
AKHI
R
Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan diharapkan mampu melengkapi
kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti adalah
isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015,
serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan
keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok
tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10.Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12.Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2,
buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya
dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13.Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14.Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,-
seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang
modal lainnya
Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan
pembangunan terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta
Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan
Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
RAN
AKHI
R
(PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat
(SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja
Program Pemberdayaan Masyarakat bidang.
Tabel 4.1
Tingkat Partisipasi Masyarakat dan Peran Perempuan
No Program/Kegiatan Lokasi Tahun
Bentuk Ketertiban/
Akses
Tingkat Partisipasi Perempuan
(Jumlah)
Kontrol Pengambilan
Keputusan Oleh Perempuan
Manfaat
Permasalahan yang perlu diantisipasi di
masa datang
1 Pemberdayaan Masyarakat
a
PNPM Mandiri
Perkotaan Kec. Pelaihari 2014 No Data
b PISEW
No Data
c SANIMAS
No Data
d
Non Pemberdayaan
Masyarakat No Data
Perlindungan Sosial Pada Tahap Pelaksanaan Pembangunan
Pelaksanaan pembangunan bidang secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi
berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan
masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi,
seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan
bangunan, serta permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat
pembangunan di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi
mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan
dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat
persiapan program, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
RAN
AKHI
R
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan
bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas
tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat
selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua
langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki,
pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan
pengadaan tanah ini
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan
adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek.
Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman
kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang
terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk
mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam
pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru.
Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang
dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan
Pengadaan tanah dan permukiman kembali atau land acquisition and
resettlement untuk kegiatan RPI2-JM mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut ini: Transparan : Sub proyek dan kegiatan yang terkait harus diinformasikan secara
transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus
mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, dan
lainnya) yang akan terkena dampak.
1. Partisipatif : Warga yang berpotensi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus
terlibat dalam seluruh perencanaan proyek, seperti: penentuan batas lokasi proyek,
jumlah dan bentuk kompensasi, serta lokasi tempat permukiman kembali.
2. Adil : Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan
masyarakat. Masyarakat tersebut memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang
memadai, seperti tanah pengganti dan/atau uang tunai yang setara dengan harga
pasar tanah dan asetnya. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan
surat tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh pemrakarsa kegiatan. Masyarakat
RAN
AKHI
R
terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan jumlah ganti
rugi dan/atau permukiman kembali.
3. Warga yang terkena dampak harus sepakat atas ganti rugi yang ditetapkan atau
jika memungkinkan, secara sukarela mengkontribusikan/hibah sebagian tanahnya
pada kegiatan. Dalam kasus dimana tanah dihibahkan secara sukarela, DP akan
melakukan musyawarah dalam forum stakeholder untuk menjamin bahwa hibah
benar-benar dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun;
4. Kontribusi/hibah tanah secara sukarela hanya dapat dilakukan bila:
DP mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar dibandingkandengan harga
tanah miliknya (dibuktikan dengan perhitungan yangdisepakati kedua belah
pihak); dan
Tanah yang dihibahkan nilainya ≤ 10 % dari nilai tanah, bangunan atau aset lain
yang produktif dan nilainya < 1 (satu) juta Rupiah.
Kesepakatankontribusi sukarela tersebut harus ditandatangani kedua
belahpihak setelah DP melakukan diskusi secara terpisah. Safeguard MonitoringTeam
atau SMT harus dapat menjamin bahwa tidak ada tekanan pada DPuntuk melakukan
kontribusi tanah secara sukarela. Persetujuan tersebutharus didokumentasikan secara
formal;
1. Kegiatan investasi harus sudah menentukan batas-batas lahan yangdiperlukan,
jumlah warga yang terkena dampak, informasi umummengenai pendapatan serta
status pekerjaan DP, dan harga tanah yangberlaku yang diusulkan oleh pemrakarsa
kegiatan dan didukung olehNJOP, sebelum pembebasan tanah (dengan atau tanpa
pemukimankembali/resettlement) dilakukan;
2. Kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak pada lebih dari 200 orangatau 40 KK,
atau melibatkan pemindahan lebih dari 100 orang atau 20KK, harus didukung
dengan Rencana Tindak Pengadaan Tanah danPemukiman Kembali atau RTPTPK
yang menyeluruh.
3. Jika kegiatan investasi hanya akan mengakibatkan dampak pada kurangdari 200
orang atau 40 KK atau berdampak pada kurang dari 10% asetproduktif atau hanya
melakukan pemindahan penduduk secaratemporer (sementara) selama masa
konstruksi, harus didukung denganRTPTPK sederhana.
4. RTPTPK menyeluruh atau RTPTPK sederhana dan pelaksanaannya menjadi
RAN
AKHI
R
5. Perhitungan ganti rugi bagi DP. Terdapat beberapa alternatif cara untukmenghitung
ganti rugi, yakni:
Perhitungan ganti rugi tanah berdasarkan nilai pasar tanah di lokasyang
memiliki karakteristik ekonomi yang serupa pada saatpembayaran
kompensasi ganti rugi dilakukan;
Perhitungan kompensasi ganti rugi bangunan berdasarkan nilaipasar
bangunan dengan kondisi yang serupa di lokasi yang sama;
Perhitungan ganti rugi untuk tanaman berdasarkan nilai pasar tanaman
yang sama ditambah dengan biaya atas kerugian non material lainnya; dan
Perhitungan ganti rugi untuk aset lainnya diganti dengan aset yang paling
tidak sama, atau ganti rugi uang tunai setara dengan hargauntuk
memperoleh aset yang sama.
Pihak yang dapat terkena dampak pembebasan tanah dan/atau
pemukimandipindahkan dalam kegiatan sub proyek dapat berupa
warga/individu,entitas, atau badan hukum. Adapun bentuk dampak yang
diakibatkan dapatberupa:
Dampak fisik, seperti dampak pada tanah, bangunan, tanaman dan aset produktif
lainnya; dan
Dampak non-fisik, seperti dampak lokasi, akses pada tempat kerjaatau
prasarana, dan sebagainya.
6. Berkenanaan dengan hak hukum atas tanah, DP dapat dikelompokkanmenjadi:
Warga yang memiliki hak atas tanah pada saat pendataan dilakukan, termasuk
hak adat;
Warga yang tidak memiliki hak atas tanah, akan tetapi menguasai/menggarap
lahan atau aset lannya (hak garap);
Warga yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah (hak
sewa);
Warga yang menguasai/menempati tanah/lahan tanpa landasan hukum ataupun
perjanjian dengan pemilik tanah (sering disebut sebagai squatter); dan
Warga yang mengelola tanah wakaf (tanah yang dihibahkan untuk kepentingan
agama).
Prosedur pelaksanaan pembebasan tanah dan permukiman kembali terdiri dari
RAN
AKHI
R
melihat apakah kegiatan yang bersangkutan memerlukan pembebasan tanah atau
kegiatan permukiman kembali atau tidak; pengklasifikasian/kategorisasi dampak
pembebasan tanah dan permukiman kembali dari sub proyek yang diusulkan sesuai
tabel 4.2perumusan surat pernyataan bersama (jika melibatkan hibah sebidang tanah
secara sukarela) atau perumusan Rencana Tindak Pembebasan Tanah dan Permukiman
Kembali (RTPTPK) sederhana atau menyeluruh sesuai kebutuhan didukung SK Bupati.
Pembebasan tanah dan permukimkan kembali yang telah dilaksanakan sebelum
usulan sub proyek disampaikan, harus diperiksa kembali (recheck) dengan tracerstudy.
Tracer study ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa proses pembebasan tanah telah sesuai dengan standar yang berlaku, tidak mengakibatkan kondisi kehidupan DP
menjadi lebih buruk, dan mekanisme penanganan keluhan dilaksanakan dengan baik.
Kegiatan-kegiatan yang memerlukan kegiatan perlidungan social seperti
konsultasi masayarakat, Pemindahan Penduduk/Kompensasi ke masayarakat dan
Permukiman Kembali diantaranya sebagai berikut :
1. Pembangunan Rusunawa
2. Normalisasi Sungai
3. Pembangunan Kawasan RSH
Table 4.2
Kategori Pendugaan Safeguard Sosial
Kategori Dampak Persyaratan
A
Sub Proyek tidak melibatkan kegiatan pembebasan tanah
1. Sub Proyek seluruhnya menempati tanah negara
Surat Pernyataan dari pemrakarsa kegiatan
2. Sub Proyek seluruhnya atau sebagian menempati tanah yang dihibahkan secara sukarela
Laporan yang disusun oleh pemrakarsa kegiatan
B
Pembebasan tanah secara sukarela:
Hanya dapat dilakukan bila lahan produktif yang dihibahkan < 10% dan memotong < bidang lahan sejarak 1,5 m dari batas kavling atau garis sepadan bangunan, dan bangunan atau aset tidak bergerak lainnya yang dihibahkan senilai < Rp. 1 Juta.
Surat Persetujuan yang disepakati dan ditandatangai bersama antara pemrakarsa kegiatan dan warga yang menghibahkan tanahnya dengan sukarela
C
Pembebasan tanah berdampak pada < 200 orang atau 40 KK atau < 10% dari aset produktif atau melibaykan pemindahan warga sementara selama masa konstruksi
RTPTPK sederhana
D
RAN
AKHI
R
Kategori Dampak Persyaratan
memindahkan warga > 100 orang
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi di Kabupaten Hulu
Sungai Selatantidak banyak mengalami kendala dan hambatan terhadap masyarakat. Hal
ini dikarenakan lokasi pembangunan kegiatan cipta karya sebagian besar milik
Pemerintah Kabupaten Tanah Laut, dan tidak ada masalah yang berarti kalaupun ada
lahan yang bukan milik Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatanitu sudah dibebaskan
dengan cara dibayarkan kepada pemilik lahan tersebut. Hanya saja Untuk meminimalisir
terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka Pemerintah Kabupaten
Hulu Sungai Selatanmelakukan sosialisasi melalui pemerintah kelurahan / desa setempat
dimana lokasi kegiatan Cipta Karya dilaksanakan dan melibatkan warga setempat yang
belum mendapatkan pekerjaan untuk bekerja sesuai keahliannya.
Perlindungan Sosial Pada Tahap Pasca Pelaksanaan Pembangunan
Output kegiatan pembangunan seharusnyamemberi manfaat bagi masyarakat.
Manfaat tersebut diharapkanminimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara
sederhana dapatterukur, seperti
1. Kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur dimana akses jalan
masyarakat dapat dilalui, selain itu waktu tempuh yang menjadi lebih singkat,
hingga pengurangan biayayang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk
mendapatkan aksespelayanan tersebut.
2. Terciptanya Lingkungan Permukiman yang aman, dan nyaman. Dimana
lingkungan permukiman masayarakat menjadi lebih sehat akibat pembanguanan
infrastruktur di sekitar lingkungan masyarakat dan terwujudnya kelayakan sanitasi
lingkungan.
3. Meningkatnya taraf hidup perekonomian masayarakat, dimana adanya
recruitment tenaga kerja bagi masayarakat sekitar pembangunan infrastruktur.
Sejumlah lowongan kerja akan dibuka dan jumlah tenaga kerja setempat yang dapat
RAN
AKHI
R
4. Berkurangnya kecemburuan social di masayrakat, dimana dengan adanya
pembangunan infrastruktur yang merata di setiap kawasan, warga masyarakat
mendapatkan fasilitas yang sama.
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya harus memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan
secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan
infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya
yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4.2 ANALISIS EKONOMI
Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya
merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah
Kabupaten/Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana
Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping
membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan
anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang
telah terbangun. Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal
dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman.Pemerintah daerah
cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami
bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan
dan pemenuhan standar pelayanan minimal.Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari
masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan
bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah.
Dengan adanya pemahaman mengenai keuangan daerah, diharapkan dapat
disusun langkah-langkah peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta Karya di
daerah. Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPIJM pada dasarnya bertujuan untuk:
a. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan
pembangunan bidang Cipta Karya,
b. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan
RAN
AKHI
R
c. Merumuskan rencana tindak peningkatan investasi pembangunan bidang Cipta
Karya.
4.2.1 ARAHAN KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BIDANG CIPTA KARYA
Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan
dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain :
1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah
daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, kecuali urusan
pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah,
pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli
Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan
Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran
daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana
Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi
Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan
Kementerian Keuangan.Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus
yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional.Penentuan lokasi dan
besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria
teknis.
4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadikewenangan pemerintahan
daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang
berskala kabupaten/kota meliputi urusan, termasuk bidang pekerjaan
umum.Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman
pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh
RAN
AKHI
R
diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana
dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber
pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga
Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat
melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui
pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi
persyaratan:
a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan
APBD tahun sebelumnya;
b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan
pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5;
c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;
d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari
pemerintah;
e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan
DPRD.
6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010
& Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan
usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat
dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur
air limbah permukiman dan prasarana persampahan.
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri
21/2011): Struktur APBD terdiri dari:
a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan,
dan Pendapatan Lain yang Sah.
b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan
Pengeluaran.
8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan
RAN
AKHI
R
untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan
kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut :
a. Bidang Infrastruktur Air Minum
DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan system
penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah dikawasan
kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan
permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk
program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/target
Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:
- Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;
- Tingkat kerawanan air minum.
b. Bidang Infrastruktur Sanitasi
DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah,
persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses
pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program
peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs
yang dengan kriteria teknis:
- kerawanan sanitasi;
- cakupan pelayanan sanitasi.
9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan
Dilaksanakan Sendiri.
Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU
membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis
Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan
yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPIJM bidang infrastruktur
ke-PU-an yang telah disepakati.Gubernur sebagai wakil Pemerintah
mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di
daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas
sektor.
Berdasarkan peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana
RAN
AKHI
R
1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja
di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air
Minum dan Sanitasi.
2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana
lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur
permukiman dengan skala provinsi/regional.
3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB)
dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan
infrastruktur permukiman dengan skala kabupaten/kota.
4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan
swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).
5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.
6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan
prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan
direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang
sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya
Sebagai langkah konkrit dalam pembiayaan investasi infrastruktur sebagai fokus
pembangunan sesuai amanat APBN, maka Pemerintah telah menerbitkan PP No.
1/2008 tentang Investasi Pemerintah, menggantikan PP No. 8/2007. PP No. 1/2008
memberikan perluasan cakupan investasi, tidak hanya dalam bentuk Public Private
Partnership (PPP), melainkan investasi dalam bentuk surat berharga maupun investasi
langsung.
Investasi Pemerintah yang dimaksudkan PP No.1/2008 adalah penempatan
sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat
berharga dan Investasi Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau
manfaat lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum.
Investasi Pemerintah sesuai PP No. 1/2008 ini dilaksanakan oleh Badan
Investasi Pemerintah dalam bentuk :
a) investasi surat berharga, dan/atau,
RAN
AKHI
R
Badan ini merupakan unit pelaksana investasi atau badan hukum yang
kegiatannya melaksanakan investasi pemerintah berdasarkan keputusan Menteri
Keuangan.Investasi langsung dimaksudkan utuk mendapatkan manfaat ekonomi, sosial,
dan/atau manfaat lainnya. Investasi langsung dilakukan dengan cara :
a) public private partnership (PPP) yang dapat berupa Badan Usaha dan/atau BLU,
b) non public private partnership yang dapat berupa Badan Usaha, BLU, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota, BLUD, dan/atau badan hukum asing,
c) investasi langsung meliputi bidang infrstruktur dan bidang lainnya yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
Sedangkan investasi surat berharga dilakukan dengan cara pembelian saham
dan/atau surat utang melalui pasar modal, yakni melalui :
Investasi dengan cara pembelian saham dapat dilakukan atas saham yang
diterbitkan perusahaan.
Investasi dengan cara pembelian surat utang dapat dilakukan atas surat utang
yang diterbitkan perusahaan, pemerintah, dan/atau negara lain (hanya dapat
dilakukan apabila penerbit surat utang memberikan opsi pembelian surat utang
kembali).
Dalam pelaksanaannya, investasi dengan kedua cara tersebut dilakukan
didasarkan pada penilaian kewajaran harga surat berharga yang dapat dilakukan oleh
Penasihat Investasi. Investasi dalam bentuk surat berharga dimaksudkan untuk
mendapatkan manfaat ekonomi. Hal ini diperlihatkan pada gambar berikut:
Dari urtaian diatas, maka dalam rencana pembiayaan investasi di bidang Cipta
Karya, terdapat beberapa sumber dana untuk pembiayaan investasi tersebut, antara
lain melalui :
1. APBN
2. APBD Provinsi
3. APBD Kabupaten/Kota
4. Pinjaman Perbankan
5. Pinjaman melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP)
6. Coorporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan
7. Dana Hibah
RAN
AKHI
R
4.2.2 ARAHAN KEBIJAKAN PENDAPATAN BIDANG CIPTA KARYA
A. Komponen Penerimaan Pendapatan
Sebagaimana dijelaskan dalam PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah dan Permendagri No. 13 tahun 2006, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
menjelaskan bahwa kebijakan perencanaan pendapatan daerah meliputi semua
penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana
dan merupakan hak daerah dalam 1 (satu ) tahun anggaran. Seluruh pendapatan
daerah yang dianggarkan dalam APBD secara bruto mempunyai arti pendapatan yang
dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka
menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah
pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil. Pendapatan daerah ini ditetapkan
berdasarkan perkiraan terukur secara rasional yang dapat dicapai setiap sumber
pendapatan.
Pendapatan daerah dikelompokan kedalam sumber-sumber penerimaan daerah
yang terdiri dari sumber penerimaan :
a. Pendapatan Asli Daerah ( PAD ),
b. Dana Perimbangan dan,
c. Pendapatan Lain-Lain Yang Sah.
Termasuk dalam kelompok Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah :
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah.
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Yang Sah.
B. Komponen Pengeluaran Belanja
Selanjutnya Berdasarkan PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No. 13 Tahun
2006,untuk belanja Daerah meliputi semua pengeluaran daerah yang merupakan
urusan pemerintah daerah selama tahun anggaran yang berkenaan dan dialokasikan
dalam 2 ( dua ) kelompok belanja daerah yang terdiri dari :
a. Belanja Daerah Tidak Langsung yang dianggarkan tidak terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
b. Belanja Daerah Langsung adalah belanja yang dikeluarkan dan dianggarkan terkait
RAN
AKHI
R
Belanja Tidak Langsung ini terdiri dari ini terdiri dari :
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Bunga
3. Belanja Subsidi
4. Belanja Hibah
5. Belanja Bantuan Sosial
6. Belanja Bagi Hasil Kepada Propinsi/Kabupaten/Kabupaten dan Pemerintah
Desa
7. Belanja Bantuan Keuangan Kepada Propinsi/Kabupaten/Kabupaten dan
Pemerintah Desa
8. Belanja Tidak Terduga
Belanja langsung terdiri dari :
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang dan Jasa
3. Belanja Modal
C. Komponen Pembiayaan
Komponen ini adalah sebagai pengimbang perbedaaan antara pendapatan dan
biaya dalam anggaran daerah. Unsur utama dalam komponen ini adalah sisa anggaran
tahun lalu yang merupakan saving keuangan daerah. Komponen Pembiayaan tersebut
adalah :
Penerimaan Pembiayaan Daerah
1. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya
2. Pencairan Dana Cadangan
3. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
4. Penerimaan Pinjaman Daerah dan obligasi daerah
5. Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman
6. Penerimaan Piutang Daerah
Pengeluaran Pembiayaan Daerah
1. Pembentukan Dana Cadangan
2. Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah
3. Pembayaran Pokok Utang
RAN
AKHI
R
4.2 ANALISIS LINGKUNGAN
4.3.1 KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
A. Pemahaman KLHS
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diwajibkan
membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang merupakan rangkaian
analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan
suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Program KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) merupakan instrument yang
relative baru dikembangkan sebagai penguatan program untuk menyusun rumusan
kebijakan rencana program berorientasi pembangunan berkelanjutan (sustainable
development). Pembangunan berwawasan lingkungan adalah suatu konsep
pembangunan yang memadukan aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup
dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Hal itu mengacu pada pertumbuhan dengan
memperhatikan keterbatasan sumber daya alam dan kemampuan institusi masyarakat
didalam melaksanakan pembangunan, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang
merupakan dasar didalam menyusun program program pembangunan. Disamping itu
pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa memasukkan unsur konservasi
lingkungan ke dalam kerangka proses pembangunan.
Fungsi dari KLHS adalah untuk :
1. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dan keberlanjutan melalui
penyusunan Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) untuk meningkatkan manfaat
pembangunan;
2. Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP, mengurangi kemungkinan
kekeliruan dalam membuat prakiraan/prediksi pada awal proses perencanaan
kebijakan, rencana, atau program pembangunan;
3. Dampak negatif lingkungan di tingkat proyek pembangunan semakin efektif diatasi
atau dicegah karena pertimbangan lingkungan telah dikaji sejak tahap formulasi
RAN
AKHI
R
Gambar 4.1.Kedudukan KLHS Terhadap AMDAL
Gambar 4.2.Perbedaan KLHS dengan AMDAL
KLHS Tata
KAJIAN ANALISIS
LINGKUNGAN
Kebijakan
Rencana
Program
Proyek
KLHS
KLHS
Kajian Lingkungan Hidup Strategik
KLHS
AMDAL
• Kajian mengenai dampak rencana usaha/kegiatan
• Evaluasi Kegiatan disekitar rencana usulan/kegiatan
• Prakiraan besaran dampak penting evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi
Tahapa
n
Pemberitahuan Kepada Masyarakat Terkena Dampak
KA-ANDAL
ANDAL, RKL, RPL
• Kapasitas Daya Dukung & Daya tampung
• Prakiraan Dampak & resiko LH
• Kinerja Layanan/ Jasa Ekosistem
• Efisiensi Pemanfaatan SDA
• Tingkat Kerentanan & Adaptasi terhadap Perubahan iklim
• Tingkat Kehati &Potensi
Tahapa
• Kajian pengaruh KRP terhadap
kondisi LH di suatu wilayah
• Perumusan alternatif
• Rekomendasi perbaikan KRP
RAN
AKHI
R
Beberapa manfaat dari disusunnya KLHS adalah sebagai berikut :
1. Merupakan instrumen proaktif dan sarana pendukung pengambilan keputusan;
2. Mengidentifikasi dan mempertimbangkan peluang-peluang baru melalui pengkajian
sistematis dan cermat atas opsi pembangunan yang tersedia;
3. Mempertimbangkan aspek lingkungan hidup secara lebih sistematis pada jenjang
pengambilan keputusan yang lebih tinggi;
4. Mencegah kesalahan investasi berkat teridentifikasinya peluang pembangunan
yang tidak berkelanjutan sejak dini;
5. Tata pengaturan (governance) yang lebih baik berkat keterlibatan para pihak
(stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan melalui proses konsultasi dan
partisipasi;
6. Melindungi asset-asset sumberdaya alam dan lingkungan hidup guna menjamin
berlangsungnya pembangunan berkelanjutan;
7. Memfasilitasi kerjasama lintas batas untuk mencegah konflik, berbagi pemanfaatan
sumberdaya alam, dan menangani masalah kumulatif dampak lingkungan.
KLHS menjadi instrumen penting dalam perencanaan penataan ruang karena
pengambil keputusan harus semakin mempertimbangkan dampak jangka panjang dan
kumulatif dari berbagai proyek. Selain itu integrasi aspek lingkungan yang saat ini
menggunakan instrumen AMDAL tidak mampu untuk mengukur dampak kumulatif
secara sistematis. KLHS dapat menelaah secara efektif dampak yang bersifat strategik
dan dapat memperkuat serta mengefisienkan proses penyusunan AMDAL suatu rencana
kegiatan. Secara rinci tujuan dari penyusunan KLHS adalah :
a. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan keberlanjutan dalam
penyusunan kebijakan, rencana, atau program (KRP) ;
b. Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP ;
c. Membantu mengarahkan, mempertajam fokus, dan membatasi lingkup penyusunan
dokumen lingkungan yang dilakukan pada tingkat rencana dan pelaksanaan usaha
atau kegiatan.
B. Kaidah Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Secaraumum, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak
RAN
AKHI
R
pembangunan dan pengelolaan sumberdaya dari suatu kebijakan, rencana atau
program pembangunan. Kaidah terpenting KLHS dalam perencanaan tata ruang adalah
pelaksanaan yang bersifat partisipatif, dan sedapat mungkin didasarkan pada
keinginan sendiri untuk memperbaiki mutu KRP tata ruang (selfassessment) agar
keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan efektif. Asas-asas hasil penjabaran prinsip
keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi penataan ruang adalah :
• Keterkaitan (interdependency)
• Keseimbangan (equilibrium)
• Keadilan (justice)
Keterkaitan (interdependency) menekankan pertimbangan keterkaitan antara
satu komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau
antara satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan
global, keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan seterusnya.
Keseimbangan (equilibrium) menekankan aplikasi keseimbangan antar aspek,
kepentingan, maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya, seperti
diantaranya adalah keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan
pemulihan cadangan sumber daya alam, keseimbangan antara pemanfaatan ruang
dengan pengelolaan dampaknya,dan lain sebagainya.
Keadilan (justice) untuk menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana
dan program yang tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap
sumber-sumber alam, modal dan infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi
kepada sekelompok orang tertentu.
Atas dasar kaidah diatas, maka penerapan KLHS terhadap KRP bertujuan untuk
mendorong pembuat dan pengambil keputusan atas KRP menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut :
• Apa manfaat langsung atau tidak langsung dari usulan sebuah KRP?
• Bagaimana dan sejauh mana timbul interaksi antara manfaat KRP dengan
lingkungan hidup dan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam?
• Apa lingkup interaksi tersebut? Apakah interaksi tersebut akan menimbulkan
kerugian atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup? Apakah interaksi tersebut
RAN
AKHI
R
• Dapatkah efek-efek yang bersifat negatif diatasi, dan efek-efek positifnya
dikembangkan?
• Apabila KRP mengintegrasikan seluruh upaya pengendalian atau mitigasi atas
efek-efek tersebut dalam muatannya, apakah masih timbul pengaruh negatif KRP
tersebut terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan secara umum.
C. Metode Penyusunan KLHS
Ruang lingkup yang menjadi kajian dalam penyusunan KLHS harus meliputi hal
hal sebagai berikut :
a. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;
b. Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
c. Kinerja layanan/jasa ekosistem;
d. Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
f. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
KLHS adalah proses untuk mempengaruhi penentuan pilihan-pilihan
pembangunan yang diusulkan dalam KRP yang terutama dilakukan melalui kegiatan
konsultasi dan dialog secara tepat dan relevan. Hal ini menyebabkan pelaksanaan KLHS
harus sesuai dengan kebutuhan tanpa terpaku dalam metoda dan prosedur yang baku.
Melalui penyusunan KLHS maka semua kebijakan, rencana dan program yang akan
dilakukan oleh Pemerintah Kota akan mendorong lahirnya pemikiran untuk alternatif –
alternatif baru pembangunan melalui tahapan atau proses sebagai berikut :
a. Identifikasi isu-isu utama lingkungan atau pembangunan berkelanjutan yang perlu
dipertimbangkan dalam KRP;
b. Analisis dampak setiap alternatif strategi pembangunan dari KRP, khususnya
isu-isu yang relevan dan memberikan masukan untuk optimalisasi;
c. Mengkaji paling tidak dampak kumulatif yang mendasar dari KRP dan memberi
masukan untuk optimalisasi.;
d. Memaparkan proses KLHS, kesimpulan dan usulan rekomendasi kepada para
pengambil keputusan.
Metode pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan penyusunan KLHS
adalah sebagai berikut :
RAN
AKHI
R
b. Melakukan pengumpulan data, peta dan informasi terkait
c. Melakukan pekerjaan yang terkoordinasi untuk menjaring masukkan mengenai
pengembangan infrastruktur di Kabupaten Tanah Laut
d. Melakukan survey dan observasi untuk kelengkapan data.
e. Melakukan evaluasi dan analisis terhadap hasil survey dan observasi.
f. Menyelenggarakan presentasi hasil evaluasi dan analisisnya.
Mekanisme penyusunan KLHS sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
dilakukan dengan tahapan atau proses sebagai berikut :
1. Penapisan;
Penapisan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menentukan apakah suatu
KRP perlu dilengkapi dengan KLHS atau tidak. Penentuan KRP telah memenuhi
kriteria pelaksanaan KLHS dilakukan melalui kesepakatan pihak-pihak yang
berkepentingan.
2. Pelingkupan;
Pelingkupan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menetapkan nilai penting
KLHS, tujuan KLHS, isu pokok, ruang lingkup KLHS, kedalaman kajian dan kerincian
penulisan dokumen, pengenalan kondisi awal, dan telaah awal kapasitas
kelembagaan. Kegiatan ini dilakukan melalui pendekatan sistematis dan
metodologis yang memenuhi kaidah ilmiah. Mengingat terbatasnya waktu dan
sumber daya yang tersedia, dalam kajian ini tidak dilakukan proses konsultasi
publik.
3. Pengkajian;
Pengkajian adalah rangkaian langkah-langkah untuk melakukan kajian ilmiah,
pemetaan kepentingan, dialog dan konsultasi serta penemuan pilihan-pilihan
alternatif rumusan maupun perbaikan dan penyempurnaan terhadap rumusan yang
sudah ada. Tim kajian melakukan serangkaian diskusi dan konsultasi dengan para
pihak (stakeholders) terkait, khususnya dengan instansi pemerintah dan Lembaga
Swadaya Masyarakat.
4. Perumusan dan pengambilan keputusan
Perumusan dan pengambilan keputusan adalah rangkaian langkah-langkah
persetujuan rekomendasi hasil KLHS dan interaksi antar pihak berkepentingan
RAN
AKHI
R
Keseluruhan hasil pengkajian ini secara lengkap dituangkan dengan jelas dan
sistematis sehingga dapat dijadikan pedoman pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan.
Gambar 4.3.Mekanisme Penyelenggaraan KLHS
Pada tahap analisa atau pengkajian, harus dilakukan serangkaian kajian dengan
menerapkan daftar uji pada setiap langkah proses KRP, meliputi :
1. Uji Kesesuaian Tujuan dan Sasaran KRP.
Kepentingan pengujian adalah untuk memastikan bahwa :
a) tujuan dan sasaran umum KRP memang jelas,
b) berbagai isu keberlanjutan maupun lingkungan hidup tercermin dalam tujuan
dan sasaran umum KRP,
c) sasaran terkait dengan keberlanjutan akan bisa dikaitkan langsung dengan
indikator-indikator pembangunan berkelanjutan,
d) keterkaitan KRP dengan KRP-KRP lain bisa dijelaskan dengan baik,
e) konflik kepentingan antara KRP dengan KRP-KRP lain segera bisa teridentifikasi.
2. Uji Relevansi Informasi yang Digunakan.
Kepentingan utama pengujian ini adalah bukan menilai kelengkapan dan validitas
data, tetapi identifikasi kesenjangan antara data yang dibutuhkan dengan yang
tersedia serta cara mengatasinya. Hal ini terasa penting ketika KRP diharuskan
memperhatikan kesatuan fungsi ekosistem dan wilayah-wilayah rencana selain
wilayah administratifnya sendiri.
PENGKAJIAN PENGARUH KRP terhadap kondisi LH
suatu wilayah
PERUMUSAN ALTERNATIF PENYEMPURNAAN DAN MITIGASI KRP
REKOMENDASI PERBAIKAN KRP
yang mengintegrasikan
prinsip pembangunan
PENAPISAN
RAN
AKHI
R
Selanjutnya pengujian juga lebih mengutamakan relevansi informasi dan sumbernya
agar proses kerja bisa efektif namun tetap memperhatikan kendala-kendala
setempat.
3. Uji Pelingkupan Isu-isu Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan dalam KRP.
Pengujian ini ditujukan untuk memandu penyusun KRP memperhatikan isu-isu
lingkungan hidup maupun keberlanjutan di tingkat lokal, regional, nasional, maupun
internasional, dan melihat relevansi langsung isu-isu tersebut terhadap wilayah
perencanaannya.
4. Uji Pemenuhan Sasaran dan Indikator Lingkungan Hidup dan
Pembangunan Berkelanjutan.
Pengujian ini efektif bila konsep rencana sudah mulai tersusun, sehingga dapat
dilakukan penilaian langsung atas arahan-arahan rencana terhadap
indikator-indikator teknis lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Uji ini
sebenarnya merupakan iterasi atau pengembangan dari uji yang dilakukan di awal
proses penyusunan KRP sebagaimana dijelaskan pada nomor 1.
5. Uji Penilaian Efek-efek yang Akan Ditimbulkan.
Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk dapat memperkirakan dimensi
besaran dan waktu dari efek-efek positif maupun negatif yang akan ditimbulkan.
Bentuk pengujian ini dapat disesuaikan dengan kemajuan konsep maupun
ketersediaan data, sehingga pengujian dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif.
Pengujian secara kuantitatif maupun kualitatif sama-sama bernilai apabila diikuti
dengan verifikasi berupa proses konsultasi maupun diskusi dengan pihak-pihak
yang terkait.
6. Uji Penilaian Skenario dan Pilihan Alternatif.
Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk memperoleh pilihan alternatif yang
beralasan, relevan, realistis dan bisa diterapkan. Keputusan pemilihan alternatif bisa
dilakukan dengan sistem pengguguran (memilih satu opsi dan menggugurkan yang
lainnya) atau mengkombinasikan beberapa pilihan dengan penyesuaian.
7. Uji Identifikasi Timbulan Efek atau Dampak dampak Turunan maupun
Kumulatif.
Pengujian ini merupakan pengembangan dari jenis pengujian nomor 5, dimana
jenis-jenis KRP tertentu diperkirakan juga akan menimbulkan efek-efek atau
RAN
AKHI
R
maupun akumulasi efek dalam jangka waktu panjang dan pada skala ruang yang
besar.
Kelompok-kelompok pengujian ini bisa dilakukan dengan cara :
• mengemasnya dalam berbagai model daftar pertanyaan, misalnya model daftar
uji untuk menilai mutu dokumen, model daftar uji untuk menilai konsistensi
muatan KRP terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan, model daftar uji untuk
menuntun pengambil keputusan mempertimbangkan kriteria-kriteria dan
opsi-opsi yang mendukung keberlanjutan, dan lain sebagainya
• melakukannya secara berurut sejalan dengan proses persiapan, pengumpulan
data, kompilasi data, analisis dan penyusunan rencana
• melakukannya secara berulang/iteratif
• mengembangkan atau memodifikasi jenis pertanyaan-pertanyaannya sesuai
dengan kepentingan pengujian atau kemajuan pengetahuan.
Gambar 4.4. Kerangka Kerja dan Metodologi KLHS
Dalam pelaksanaannya, penyusunan KLHS dilakukan terhadap 3 kondisi KRP, yaitu
KRP yang sudah disusun atau dilaksanakan sebelumnya, KRP yang masih dalam proses
AnalisisMasalah, Kelembagaan, Stakeholders, Analisisjaringankerja, Kebijakantermasukaspirasipublik
1. PENAPISAN
Apakahdiperlukanstudi KLHS, MenentukanKonteksKelembagaan, Isu-isuPermasalahan LH, Keterkaitan KRP denganpersoalan LH, TujuandanFokus KLHS
2.PERLINGKUPAN
RuangLingkup KLHS, Sudi Data Dasar, Isu-isuKeberlanjutan (EVALUASI & VALUASI DAMPAK KRP)
Interpretasi Data, Evaluasi&PrakiraanDampak : tidaklangsung, Komulatif, &Sinergitik; analisis multi kriteria, ketidakpastiandanpembobotan;
mitigasdampak 5.ALTERNATIF KRP & PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Hasil,
prosesdanmekanismepengambilankeputusan; keterlibatan public danstakeholder lain, Argumentasipengambilankeputusan 6.RENCANA PEMANTAUAN DAN
RAN
AKHI
R
perencanaan atau penyusunan dan yang terakhir adalah KRP yang sedang dalam proses
penyusunan. Pendekatan pelaksanaan KLHS terhadap ketiga kondisi KRP tersebut
berbeda satu dengan lainnya, dengan skema pendekatan sebagai berikut :
Gambar 4.5.Integrasi Pelaksanaan KLHS dalam Perencanaan KRP
Gambar 4.6.Skema Alternatif Pelaksanaan Integrasi KLHS
D. Rencana Penyusunan KLHS Usulan Program
Berdasarkan hasil analisa pada Bab 6 sebelumnya, didapatkan rumusan
beberapa usulan program Cipta Karya tahun 2015-2019 yang akan direncanakan di
KLHS diselenggarakan mengikuti proses penyusunan
KRP
KLHS diselenggarakan pada : • Penjabaran KRPke
dalam penyusunan rencana lebih rinci atau rencana berdimensi waktu lebih pendek • Evaluasi berkala KRP • Jika terjadi tuntutan
spesifik pemangku kepentingan Bersamaan dengan
Penyusunan KRP
Setelah KRP Ditetapkan
Menyatu (Embedded)
Terpadu (Integrated)
KLHS
KRP
KRP
KLHS
KLHS diselenggarakan menyatu dengan penyusunan KRP
KLHS diselenggarakan setelah penyusunan KRP KLHS diselenggarakan
pararel dan terintegrasi dengan penyusunan KRP
KLHS KRP
RAN
AKHI
R
Kabupaten Tanah Laut, yang selanjutnya setelah melalui proses penapisan terdapat
usulan program yang perlu dilakukan studi KLHS terlebih dahulu. Proses penyusunan
KLHS RPI2-JM dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Identifkasi Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan yang akan terlibat baik dalam proses penyusunan
KLHS maupun terkena dampak dari penerapan KRP, terdiri dari pemangku
kepentingan pemerintah dan pemangku kepentingan non pemerintah, sebagai
berikut :
Dinas/Instansi/institusi Pemerintahan
Insitusi yang berwenang menyusun K/R/P
Pejabat yang bertanggung jawab menyetujui
K/R/P
Institusi lingkungan hidup
Institusi terkait lainnya
Institusi/Lembaga Non Pemerintahan
Dewan Perwakilan
LSM/Ormas
Perguruan Tinggi/Akademisi/Asosiasi Profesi
Asosiasi/Dunia Usaha
Lembaga yang mewakili masyarakat terkena
dampak
Seberapa besar keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyusunan
KLHS dilihat keterkaitan peran dan fungsi sebagaimana tertuang dalam tupoksi
masing-masing SKPD terkait, serta potensi dampak yang kan diterima SKPD
tersebut atas penerapan KRP tersebut terkait dengan pelaksanaan tupoksinya.
Kajian keterlibatan SKPD dalam KLHS adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3
Identifikasi Pemangku Kepentingan Instansi Pemerintah
No Instansi Alasan Rekomendasi
1. Bupati / Walikota Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam penyusunan KLHS
2. DPRD Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam penyusunan KLHS
3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Menyusun dan melaksanakan di bidang perencanaan pembangunan daerah
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
RAN
AKHI
R
No Instansi Alasan Rekomendasi
Hidup lingkungan hidup Penyusunan KLHS
5. Badan Pemberdayaan Masyarakat,
Perempuan,
Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan pembinaan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, Keluarga Berencana dan Kesehatan reproduksi serta pergerakan masyarakat.
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
6. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Penyusunan dan pelaksanaan ideologi dan kewaspadaan daerah, ketahanan seni, budaya, agama, ekonomi, dan kemasyaraktan serta politik dalam negeri.
Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
7. Badan Kepegawaian Daerah
Tugas membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dalam melaksanakan manajemen Pegawai Negri Sipil, yang meliputi pengadaan, seleksi dan mutasi,
pengembangan, pembinaan dan
kesejahteraan pegawai serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
8. Dinas Pekerjaan Umum Bidang Tata Kota dan Kebersihan
Penyusunan dan pelaksanaan di bidang Pelayanan Kebersihan, keindahan kota dan capaian SPM
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
9. Badan Pelayanan Perijinan Terpadu
Penyusunan dan pelaksanaan di bidang informasi dan pengaduan, perijinan, jasa usaha dan perijinan tertentu.
Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
10. Dinas Pendidikan Tugas pembantuan di bidang pembinaan Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan informal serta pengelolaan sarana dan prasarana.
Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
11. Dinas Kesehatan tugas pembantuan di bidang kesehatan keluarga, pengendalian penyakitdan penyehatan lingkungan
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
12. Dinas Sosial Tugas pembantuan di bidang social, rehabilitasi social dan pelayanan serta pemberdayaan 29ndust.
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
13. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
tugas pembantuan di bidang penempatan, perluasan kerja dan produktivitas tenaga kerja, hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan ketenagakerjaan serta pembinaan transmigrasi.
RAN
AKHI
R
No Instansi Alasan Rekomendasi
14. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
Tugas pembantuan di bidang pembinaan system transportasi, lalu lintas angkutan jalan, lalu lintas angkutan sungai dan danau, serta komunikasi dan informatika
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
15. Dinas Perindustrian, Perdagangan
tugas pembantuan di bidang perindustrian dan perdagangan yang meliputi 30ndustry logam, mesin, elektronika dan aneka 30ndustry kimia, argo dan hasil hutan serta perdagangan
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
16. Dinas, Kebudayaan, Pariwisata Pemuda dan Olahraga
tugas pembantuan di bidang pembinaan kebudayaan, pariwisata pemuda dan olahraga.
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
17. Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
tugas pembantuan di bidang pendapatan, pengelola keuangan dan aset daerah yang meliputi pengelolaan penerimaan Pajak Bumi dan Banguanan, penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan bukan Pendapatan Asli Daerah, anggaran dan belanja, akutansi dan asset daerah
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
18. Dinas Pertanian Perkebunan Perikanan dan Peternakan
Tugas pembantuan di bidang pertanian yang meliputi prasarana dan sarana pertanian, tanaman pangan dan holtikultura,
perkebunan, serta peternakan dan kesehatan hewan
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
19. Dinas Kehutanan Tugas pembantuan di bidang kehuutanan yag meliputi planologi kehutanan, pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan perlindungan hutan
Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
20. Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Tugas pembantuan di bidang pembinaan kelembagaan, usaha, pengembangan sumber daya manusia, kemitraan dan promosi koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah.
Tidak Terlalu Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
21. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Tugas pembantuan di bidang pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, perencanaan dan perkembangan kependuduk serta
pengelolaan data dan informasi.
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
22. Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya dan Tata Ruang
tugas pembantuan dibidang perumahan, bidang penatan ruang dan bangunan, bidang pengembangan air minum dan penyehatan lingkungan serta bidang kebersihan.
Terlibat Dalam Penyusunan KLHS
23. Dinas Pekerjaan Umum Bidang Bina Marga dan
Tugas pembantuan di bidang pekerjaan
RAN
AKHI
R
No Instansi Alasan Rekomendasi
Pengairan Daya Air dan Pembinaan Konstruksi Penyusunan KLHS
2. Identifkasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Pada prinsipnya semua kegiatan pembangunan infrastruktur yang
dilakukan dalam rangka memberikan kemudahan dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan taraf hidup masyarakat.
Untuk itu pencapaian tujuan tersebut dapat Berdasarkan usulan program kegiatan
sebagaimana yang diaparkan pada bab 6, maka terdapat beberapa usulan program
yang masuk kategori dalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) yang perlu
dilakukan kajian atau penyusunan KLHS sebelum diimplementasikan, yaitu terdiri
dari :
a. Pertanahan & Tata Ruang
1) Kesenjangan Perkembangan Wilayah & struktur Ruang
2) Pemanfaatan Lahan Basah Untuk Budidaya Perikanan di Sepanjang
Jaringan Irigasi
3) Perubahan Kawasan Lindung Mangrove, Sempadan Pantai, Sempadan
Sungai dll
4) Optimalisasi Pemanfaatan DAS
5) Penataan Sempadan Sungai Perubahan Rona Lingkungan Pada Kawasan
DAS
6) Pengendalian Pemanfaatan Ruang
7) Penanganan & Pengelolaan Daerah Tangkapan Resapan Air
8) Pengendalian Pemanfaatan Lahan Gambut dengan ketebalan > 3 m yang
tidak sesuai daya dukungnya
9) Penurunan Ruang Terbuka Hijau (Permukiman)
10)Permasalahan Tumpang Tindih Kepemilikan Lahan
11)Berkurangnya luasan lahan pertanian tanaman pangan & holtikultura
12)Pemantapan Kawasan Hutan
13)Penyelesaian Kegiatan Non Kehutanan dalam Kawasan Hutan (Forest-Land
Tenure)
RAN
AKHI
R
1) Kesenjangan Tingkat Pendapatan Masyarakat di Wilayah Perdesaan &
Perkotaan
2) Berkurangnya peluang usaha masyarakat kecil karena eksploitasi sumber
daya yang tidak berkelanjutan
3) Belum Optimalnya Pertumbuhan Ekonomi Wilayah & pengembangan
potensi ekonomi sektoral & geografi
4) Belum optimalnya kesempatan kerja serta daya saing & industri hilir masih
rendah
5) Penurunan/Rendahnya Produksi Pertanian karena anomali iklim, OPT
(organisme pengganggu tanaman), terbatasnya penerapan teknologi,
terbatasnya Prastan & alih fungsi lahan
c. Infrastruktur Wilayah
1) Belum optimalnya Penanganan & Pengelolaan air bersih dan Sanitasi
2) Keterbatasan Akses Transportasi Darat
3) Kurang Optimalnya Pemanfaatan Transportasi Sungai (pendangkalan)
4) Belum Berkembangnya MRT (mass rapid transportation) untuk
Transportasi Umum
5) Terdapatnya hambatan samping jalan Raya/Bahu Jalan
6) Belum optimalnya jaringan listrik
7) Belum optimalnya jaringan komunikasi
8) Belum optimalnya jaringan irigasi & drainase
d. Sosial Kemasyarakatan
1) Perubahan Perilaku & Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
2) Migrasi Penduduk pada Kawasan Cepat Tumbuh
3) Kualitas SDM masih rendah
4) Belum Terkendalinya Pertumbuhan & Penyebaran Penduduk
e. Dampak Lingkungan
1) Terjadinya Pemanasan global
2) Terjadinya Banjir karena pemanfaatan ruang yang tidak berwawasan
lingkungan
3) Sering terjadinya kebakaran hutan dan lahan
4) Perubahan Ekosistem karena pengurugan rawa/ pengeringan lahan
RAN
AKHI
R
6) Erosi & Perambahan Hutan
7) Pencemaran Lingkungan akibat Aktifitas Tambang, Industri & Transportasi
f. Kelembagaan
1) Keterbatasan Informasi & Promosi Potensi Daerah
2) Belum berkembangnya koperasi/Bumdes
3) Belum optimalnya koordinasi antar lembaga
3. Identifkasi KRP
Untuk bahasan KLHS dalam RPI2-JM ini hanya sampai pada tahap identifikasi KRP yang
diperkirakan akan berdampak atau berpengaruh pada pembangunan berkelanjutan,
mengingat pembahasan KLHS merupakan suatu kajian tersendiri yang harus dilakukan
dengan seksama dan mendalam serta dikaji secara komprehensif dengan melibatkan
pemangku kepentingan terkait, demikian pula pembahasannya dilakukan secara
bertahap dalam beberapa kali forum focus group discussion (FGD). Jika dipaksakan
pembahasan pada penyusunan dokumen RPI2-JM ini maka selain prosesnya tidak
memungkinkan dilakukan secara intensif dan komprehensif, juga waktu pembahasannya
sangat terbatas dan pada akhirnya output yang diharapkan tidak akan maksimal dan
akurat menghasilkan rekomendasi perbaikan KRP yang diharapkan. Untuk itu dengan
telah teridentifikasinya beberapa KRP yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap
pembangunan berkelanjutan, maka diperlukan studi KLHS lebih lanjut terhadap KRP
tersebut.
Sebagai gambaran awal untuk menuju ke studi KLHS, usulan Program dalam
RPIJM yang telah disusun oleh pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatanakan
dilakukan penapisan untuk masing-masing sektor dengan mempertimbangkan isu pokok:
1) Perubahan iklim,
2) Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati,
3) Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan,
dan/atau kebakaran hutan dan lahan,
4) Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam,
5) Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,
6) Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan
RAN
AKHI
R
Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut
menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan
resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tabel 4.5
Kreteria Penapisan Usulan Program / Kegiatan Bidang Cipta Karya Di Kab. HSS
No Kreteria
Penilaian
Uraian Pertimbangan Kesimpulan
(Signifikan/Tidak Signifikan) 1. Perubahan Iklim
-
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat mempengaruhi terdapat pesisir, maka Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan Kerusakan, kemerosotan, dan/kepunahan keanekaragaman hayati 3. Peningkatan intensitas
dan cakupan wilayah adanya bencana banjir, dan longsor, sedangkan kegiatan yang lain tidak terdapat kegiatan yang dapat
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan Penurunan mutu dan
kelimpahan sumber daya alam. 5. Peningkatan alih fungsi
kawasan hutan bagian kawasan alami yang dimanfaatkan.
Pengaruh yang ditimbulkan bersifat sementara dan Tidak signifikan.
6. Peningkatan jumlah
penduduk miskin atau
Tidak terdapat jenis kegiatan yang dapat menyebabkan Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat.
7. Peningkatan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia
-