• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkawinan Anak Dibawah Umur Tanpa Izin Orang Tua Menurut Fiqih Islam, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perkawinan Anak Dibawah Umur Tanpa Izin Orang Tua Menurut Fiqih Islam, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

1 ABSTRAK

Pernikahan merupakan awal dari terbentuknya sebuah keluarga. Namun ketika perkawinan itu menyangkut masalah umur, menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat disebabkan perspektif dari regulasi perkawinan masing-masing berbeda dalam menentukan batasan umur antara hukum nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan hukum agama yang diatur dalam Fiqih Islam serta Kompilasi Hukum Islam.

Permasalahan yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini pertama, bagaimana pengaturan tentang perkawinan anak di bawah umur tanpa izin orang tua dalam Fiqih Islam, Kompilasi Hukum Islam dan UU Perkawinan? Kedua apakah akibat hukum dari perkawinan anak di bawah umur tanpa izin orang tua menurut Fiqih Islam, Kompilasi Hukum Islam dan UU Perkawinan? Ketiga apakah perbedaan dan persamaan dari perkawinan anak di bawah umur tanpa izin orang tua menurut Fiqih Islam, Kompilasi Hukum Islam dan UU Perkawinan?

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang mengacu pada norma yang terdapat di dalam Fiqih Islam, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan, sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis.

Disimpulkan pertama pengaturan tentang perkawinan anak di bawah umur tanpa izin orang tua dalam Fiqih Islam, KHI dan UU Perkawinan masing-masing tidak dibenarkan. Ketiga dasar hukum perkawinan ini melarang perkawinan anak di bawah umur tanpa izin orang tua. Akibat hukum perkawinan anak di bawah umur tanpa izin orang tua menurut Fiqih Islam dan KHI sama-sama menimbulkan akibat hukum tidak sah atau batal. Sedangkan akibat hukum menurut UU Perkawinan dapat dibatalkan. Perbedaan yang mencolok terdapat antara Fiqih Islam dengan KHI dan UU Perkawinan yakni pada aspek penentuan batasan umur untuk kawin dan pemberian izin dari orang tua.

Disarankan pertama agar ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan harus menjadi pedoman penting bagi setiap orang yang hendak melangsungkan perkawinan, kedua untuk menghindari akibat dari perkawinan anak di bawah umur tanpa izin orang tua, harus dilakukan upaya pencegahan sebelum terjadinya perkawinan, atau dilakukan upaya pembatalan jika perkawinan tersebut telah terlanjur dilaksanakan. Ketiga, agar batasan umur untuk kawin dalam KHI dan UU Perkawinan harus diubah menjadi minimal bagi laki-laki dan 16 (enam belas) tahun bagi perempuan menjadi minimal 18 (delapan belas) tahun tanpa membedakan antara umur laki-laki dan perempuan, setidaknya dapat memenuhi batasan umur menurut Konvensi Hak Anak dengan batasan minimal 20 (dua puluh) pada umur ini paling memenuhi syarat kematangan biologis dan psikis.

Kata Kunci: Perkawinan Anak di Bawah Umur Tanpa Izin Orang Tua, Fiqih Islam, Kompilasi Hukum Islam, dan Undang-Undang Perkawinan.

(2)

2

ABSTRACT

Marriage is the early phase of the forming of a family. But, when the marriage comes to age problem, it results in a controvercy in the society due to the difference of each marriage regulation perspective in determining the age limit between national law regulated in Law No.1/1974 on Marriage and the Islamic law set forth in Islamic jurisprudence (Fiqh) and Islamic Law Compilation.

The research questions focused in this study were, first, how the marriage of minors without parental permission is regulated in Islamic Fiqh, Islamic Law Compilation, and Law on Marriage?; second, what is the consequence of the marriage of minors without parental permission according to Islamic Fiqh, Islamic Law Compilation, and Law on Marriage?; and third, what are the differences and similarities of the marriage of minors without parental permission according to Islamic Fiqh, Islamic Law Compilation, and Law on Marriage?

This is a descriptive analytical normative juridical study referring to the norms found and stated in Islamic Fiqh, Islamic Law Compilation, and Law on Marriage.

The conclusion is that, first, in Islamic Fiqh, Islamic Law Compilation, and Law on Marriage, the marriage of minors without parental permission is not allowed. According to Islamic Fiqh and Islamic Law Compilation, legal consequence of the marriage of minors without parental permission is illegal or canceled. According to Law No.1/1974 on Marriage, legal consequence of the marriage of minors without parental permission is the marriage can be canceled. The significant difference found in Islamic Fiqh and Islamic Law Compilation, and Law on Marriage is in the aspects of the determination of age limit to get married and prental permission.

It is suggested that, first, Article 2 paragraph (1) of Law on Marriage be an important guidance for those who are going to get married; second, to avoid the consequences resulted from the marriage of minors without parental persmission, the prevention efforts should be done before the marriage occurs or the cancellation efforts should be done if the marriage has already carried out; and third, the age limit to get married in the Islamic Law Compilation and Law on Marriage must be changed into minimum 18 (eighteen) years old without distinguising the age of man and woman. This age limit can, at least, meet the minimum age limit of 20 (twenty) years old according to the Convention of Child Rights, because this age is the most eligible condition of biological and psychological maturity.

Keywords: Marriage of Minors Without Parental Permission, Islamic Fiqh, Islamic Law Compilation, Law on Marriage

Referensi

Dokumen terkait

Di Provinsi Riau telah terjadi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di beberapa lokasi, selain pemadaman darat, juga telah dilakukan pemadaman dari udara menggunakan Helicopter

Pertemuan dalam kelompok kerja yang didimaksud adalah pertemuan dalam kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Pertemuan kelompok kerja dalam wadah

Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah

Kesimpulan dari teori motivasi kerja Herzberg’s Two Factors Motivation Theory adalah fokus teori motivasi ini lebih menekankan bagaimana memotivasi karyawan di

Peralatan yang digunakan untuk mengambil data volume lalu lintas.. Pengambilan data volume

Sumber : Data Primer diolah, 2019 Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pemilihan faktor yang lebih urgen dari matriks SWOT analisis lingkungan internal faktor kekuatan

Sistem pengaman rumah ini memiliki beberapa bagian penting untuk mengamankan rumah seperti sensor ultrasonic sebagai pendeteksi, alarm, modem wavecom dan kamera CCTV

Hasil uji kualitatif formaldehid pada ikan asin yang di jual di Pasar Bawah Kota Pekanbaru, menunjukkan bahwa 4 dari 10 sampel ikan asin yang diuji positif mengandung