• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Kenaikan BBM Terhadap Tingkat Pendapatan Nelayan di Kecamatan Medan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dampak Kenaikan BBM Terhadap Tingkat Pendapatan Nelayan di Kecamatan Medan Belawan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Nelayan

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan (UU No.45/2009 – Perikanan) . Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti penebar dan pemakai jaring), maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan), sebagai mata pencaharian (Ensiklopedia Indonesia, 1990). Sedangkan menurut Imron (2003) Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada umumnya tinggal dipinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.

Menurut Mulyadi (2005) sesungguhnya, nelayan bukanlah suatu entitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi kepemilikan alat tangkap, nelayan terbagi atas tiga yaitu:

a. Nelayan buruh

Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain.

b. Nelayan Juragan

Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang digunakan oleh orang lain.

(2)

Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain

Menurut Mukhtar (2014) nelayan dapat diklasifikasikan atas beberapa kelompok, yaitu:

A. Klasifikasi nelayan menurut statistik perikanan KPP: 1. Nelayan Penuh

Nelayan tipe ini hanya memiliki satu mata pencaharian, yaitu sebagai nelayan. Hanya menggantungkan hidupnya dengan profesi kerjanya sebagai nelayan dan tidak memiliki pekerjaan dan keahlian selain menjadi seorang nelayan.

2. Nelayan Sambilan Utama

Nelayan tipe ini merupakan nelayan yang menjadikan nelayan sebagai profesi utama, tetapi memiliki pekerjaan lainnya untuk tambahan penghasilan. Apabila sebagian besar pendapatan seseorang berasal dari kegiatan penangkapan ikan, ia disebut sebagai nelayan.

3. Nelayan Sambilan Tambahan

Nelayan tipe ini biasanya memiliki pekerjaan lain sebagai sumber penghasilan. Sedangkan pekerjaan sebagai nelayan hanya untuk tambahan penghasilan.

B. Klasifikasi kelompok nelayan berdasarkan kepemilikan sarana penangkapan ikan (UU Bagi Hasil Perikanan):

(3)

Nelayan penggarap adalah orang yang sebagai kesatuan menyediakan tenaganya turut serta dalam usaha penangkapan ikan laut, bekerja dengan sarana penangkapan ikan milik orang lain. 2. Juragan/Pemilik

Orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa atau memiliki atas sesuatu kapal atau perahu dan alat-alat penangkap ikan yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan yang dioperasikan oleh orang lain. Jika pemilik tidak melaut maka disebut juragan atau pengusaha. Jika pemilik sekaligus bekerja melaut menangkap ikan maka dapat disebut sebagai nelayan yang sekaligus pemilik kapal.

C. Klasifikasi nelayan berdasarkan kelompok kerja: 1. Nelayan Perorangan

Nelayan yang memiliki peralatan tangkap ikan sendiri, dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.

2. Nelayan Kelompok Usaha Bersama (KUB)

Merupakan gabungan dari minimal 10 orang nelayan yang kegiatan usahanya terorganisir tergabung dalam kelompok usaha bersama non-badan hukum.

3. Nelayan Perusahaan

(4)

D. Klasifikasi nelayan berdasarkan jenis perairan 1. Nelayan Laut

Nelayan laut adalah nelayan yang menangkap ikan pada perairan laut :

a. Nelayan Pantai atau Teritory Fishers

Nelayan Pantai atau Teritory Fishers adalah nelayan yang menangkap ikanpada perairan laut teritorial.

b. Nelayan Lepas Pantai (ZEE Fishers)

Nelayan Lepas Pantai (ZEE Fishers) adalah nelayan yang menangkap ikan pada perairan laut lepas pantai atau ZEE. c. Nelayan Laut Lepas (High Sees Fishers)

Nelayan Laut Lepas (High Sees Fishers) adalah nelayan yang menangkap ikan pada perairan laut lepas.

2. Nelayan Perairan Umum Pedalaman (PUD) adalah nelayan yang menangkap ikan pada perairan umum pedalaman (PUD).

E. Klasifikasi nelayan berdasarkan undang-undang perikanan 1. Nelayan

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. (sumber: Pasal 1 Angka 10 UU No.45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan)

(5)

Nelayan Kecil adalah orang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5

Gross Ton (GT). (Sumber : Pasal 1 Angka 11 UU No.45 Tahun

2009 Tentang Perubahan Atas Undang –Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikan)

F. Klasifikasi nelayan berdasarkan mata pencaharian

1. Nelayan Subsisten (Subsistance Fishers) adalah nelayan yang menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

2. Nelayan Asli (Native/Indigenous/Aboriginal Fishers) adalah nelayan yang sedikit banyaknya memiliki karakter yang sama dengan kelompok pertama, namun memiliki juga hak untuk melakukan aktivitas secara komersil walaupun dalam skala yang sangat kecil.

3. Nelayan Komersil (Commercial Fishers) adalah nelayan yang menangkap ikan untuk tujuan komersial atau dipasarkan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor.

4. Nelayan Rekreasi (Recreational/Sport Fishers) adalah orang orang yang secara prinsif melakukan kegiatan penangkapan ikan hanya sekedar untuk kesenangan atau berolahraga.

(6)

Keterampilan profesi menangkap ikan yang diturunkan atau dilatih dari orang tua atau generasi pendahulu secara nonformal.

2. Nelayan Formal Akademis.

Keterampilan profesi menangkap ikan yang didapat dari belajar dan berlatih secara sistematis akademis dan bersertifikasi atau berijazah.

H. Klasifikasi nelayan berdasarkan tekhnologi

1. Nelayan Tradisional menggunakan tekhnologi penangkapan yang sederhana, umumnya peralatan penangkapan ikan dioperasikan secara manual dengan tenaga manusia. Kemampuan jelajah operasional terbatas pada perairan pantai. 2. Nelayan Modern menggunakan teknologi penangkapan yang

lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional. Ukuran modernitas bukan semata-mata karena penggunaan motor untuk menggerakkan perahu melainkan juga besar kecilnya motor yang digunakan serta tingkat eksploitasi dari alat tangkap yang digunakan. Perbedaan modernitas teknologi alat tangkap juga akan berpengaruh pada kemampuan jelajah operasional mereka.

I. Klasifikasi nelayan berdasarkan mobilitas

(7)

2. Nelayan Andon adalah nelayandengan kapal berukuran maksimal 30 Gross Tonage yang beroperasi menangkap ikan mengikuti ruaya kembara ikan di perairan otoritas teritorial dengan legalitas izin antar pemeritah daerah.

J. Klasifikasi nelayan berdasarkan status kewarganegaraan

1. Nelayan Indonesia adalah nelayan yang berasal dari kewarganegaraan Indonesia yang terdaftar dalam data base nasional dan memiliki identitas Kartu Nelayan Indonesia (KNI).

2. Nelayan Asing adalah nelayan yang berasal dari kewarganegaraan negara lain yang terdaftar dalam data base nasional dan memiliki identitas Kartu Nelayan Asing (KNA).

K. Klasifikasi nelayan berdasarkan daftar identitas 1. Nelayan beridentitas

Nelayan yang terdaftar dalam data base nasional Indonesia dan memiliki identitas Kartu Nelayan Indonesia.

2. Nelayan Tanpa Identitas

Nelayan yang tidak terdaftar dalam data base nasional Indonesia dan tidak memiliki identitas Kartu Nelayan Indonesia.

(8)

1. Wanita Nelayan adalah istri dari nelayan yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (KUB), pihak yang secara langsung terlibat dalam kondisi dari aktivitas penunjang kegiatan memproduksi ikan nelayan. Wanita nelayan umumnya berperan membantu mendistribusikan hasil laut dari suami atau keluarganya dengan cara mengolah ikan atau menjualnya ke pasar.

2. Taruna (Putra Putri) Nelayan adalah putra putri dari nelayan yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (KUB), pihak yang secara tidak langsung menunjang kegiatan produksi penangkapan nelayan. Kegiatan berupa pelestarian lingkungan sumber daya ikan berupa mangrove, padang lamun, terumbu karang, bersih pantai dan sungai.

M. Kalsifikasi nelayan berdasarkan kapal/perahu 1. < 5 GT

2. 5-10 GT 3. 10-20 GT 4. 20-30 GT 5. 30-50 GT 6. 50-100 GT 7. 100-200 GT 8. >200 GT keatas

(9)

N. Klasifikasi Nelayan berdasarkan sarana apung

1. Nelayan berkapal/perahu adalah nelayan yang operasi penangkapannya menggunakan sarana apung berupa kapal/perahu.

2. Nelayan rakit adalah nelayan yang operasi penangkapannya menggunakan sarana apung berupa rakit.

3. Nelayan tanpa sarana apung adalah nelayan yang operasi penangkapannya tidak menggunakan sarana apung.

2.1.2 Pendapatan Nelayan

Pendapatan merupakan hasil dari penjualan barang dan pemberian jasa dan diukur dengan jumlah yang dibebankan kepada langganan, klaim atas barang dan jasa yang disiapkan untuk mereka.

Menurut Mulyadi (2005), pendapatan para nelayan penggarap ditentukan secara bagi hasil dan jarang diterima sistem upah /gaji tetap yang diterima oleh nelayan. Dalam sistem bagi hasil bagian yang dibagi ialah pendapatan setelah dikurangi ongkos-ongkos eksploitasi yang dikeluarkan pada waktu beroperasi ditambah dengan ongkos penjualan hasil. Dalam hal ini, termasuk ongkos bahan bakar oli, es dan garam serta biaya makan para awak kapal dan pembayaran retribusi. Pada umumnya biaya lain yang masih termasuk ongkos eksploitasi seperti biaya reparasi merupakan tanggungan dari pemilik alat dan boat.

(10)

bagi hasil juga dilakukan sekali sebulan, sehingga para nelayan penggarap menerima bagiannya sekali sebulan.

Pendapatan nelayan merupakan sumber utama para nelayan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Pendapatan nelayan bersumber dari pendapatan bersih hasil melaut dengan maksud pendapatan yang sudah tidak dipotong oleh biaya untuk melaut.

Pendapatan nelayan dapat diproksikan dengan Nilai Tukar Nelayan atau disingkat NTN yang dapat dijadikan indikator dari kesejahteraan nelayan yang merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima nelayan (It) dengan Indeks harga yang dibayar nelayan (Ib). It adalah produksi yang dihasilkan oleh nelayan dan Ib adalah segala konsumsi RTP (rumah tangga nelayan), biaya produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM).

Apabila NTN lebih dari 100, maka dapat dikatakan petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya atau pendapatan nelayan naik, lebih besar dari pengeluarannya. Dan apabila NTN sama dengan 100, berarti nelayan mengalami impas, kenaikan atau penurunan harga produksinya sama dengan kenaikan atau penurunan harga barang konsumsi, pendapatan nelayan sama dengan pengeluarannya. Sedangkan jika NTN kurang dari 100 berarti nelayan mengalami defisit, kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya, pendapatan nelayan turun dan lebih kecil dari pengeluarannya.

(11)

Petani) bersama-sama dengan sub sektor pertanian lainnya, seperti tanaman pangan (NTP-P), hortikultura (NTP-H), tanaman perkebunan rakyat (NTP-Pr) dan Peternakan (NTP-Pt).

2.1.3 BBM (Bahan Bakar Minyak)

Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam semua aktivitas ekonomi. Dampak langsung perubahan harga minyak ini adalah perubahan-perubahan biaya operasional yang mengakibatkan tingkat keuntungan kegiatan investasi langsung terkoreksi. Secara sederhana, tujuan investasi adalah untuk memaksimalkan kemakmuran melalui maksimisasi keuntungan, dan investor selalu berusaha menanamkan dana pada investasi portofolio yang efisien dan relatif aman. Dalam ilmu ekonomi, terdapat prinsip ekonomi “pengorbanan sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang

sebesar-besarnya”. Sehingga harga BBM yang termasuk sebagai bahan bakar pokok dalam kehidupan manusia sangat berpengaruh (harga) terhadap hasil dari kegiatan produksinya.

(12)

Sedikitnya ada 6 (enam) saluran yang dapat mentransmisikan dampak guncangan harga minyak (oil price shocks) terhadap aktivitas ekonomi yang tidak terlepas dari bahan bakar minyak (BBM), yaitu:

1. Efek Sisi Penawaran (Supply Side Shock Effect)

Kenaikan harga minyak menyebabkan penurunan output, karena kenaikan harga memberikan sinyal berkurangnya ketersediaan input dasar untuk produksi. Akibatnya, laju pertumbuhan dan produktivitas menurun.

2. Efek Transfer Kekayaan (Wealth Transfer Effect)

Efek transfer kekayaan menekankan pada pergeseran daya beli (purchasing

power) dari negara importir minyak ke negara eksportir minyak. Pergeseran

daya beli menyebabkan berkurangnya permintaan konsumen terhadap minyak di negara pengimpor dan bertambahnya permintaan konsumen di negara pengekspor. Apabila harga sulit turun, penurunan permintaan terhadap barang-barang yang dihasilkan negara pengimpor minyak lebih lanjut akan menurunkan pertumbuhan PDB.

3. Efek Saldo Riil (Real Balance Effect)

Kenaikan harga minyak akan mendorong kenaikan permintaan uang. Apabila otoritas moneter gagal meningkatkan jumlah uang beredar untuk memenuhi pertumbuhan permintaan uang, maka saldo riil akan turun, suku bunga akan naik dan laju pertumbuhan ekonomi melambat.

4. Efek Inflasi (Inflation Effect)

(13)

produk-produk minyak, seperti bensin dan minyak bakar yang digunakan konsumen.

5. Efek Konsumsi, Investasi dan Harga Saham

Kenaikan harga minyak memberikan efek negatif terhadap konsumsi, investasi dan harga saham. Pengaruh terhadap konsumsi berkaitan dengan pendapatan disposibel yang berkurang, karena kenaikan harga minyak, sedangkan investasi dipengaruhi melalui peningkatan biaya perusahaan. 6. Efek Penyesuaian Sektoral (Sectoral Adjustment Effect)

Guncangan harga minyak akan mempengaruhi pasar tenaga kerja melalui perubahan biaya produksi relatif industri. Jika harga minyak naik secara berkelanjutan, maka struktur produksi akan berubah dan berdampak terhadap pengangguran. Guncangan harga minyak bisa menambah biaya produksi marjinal di banyak sektor yang intensif menggunakan minyak (oil intensive

sectors) dan bisa memotivasi perusahaan mengadopsi metode produksi baru

yang kurang intensif menggunakan minyak. Perubahan ini pada gilirannya menghasilkan realokasi modal dan tenaga kerja antar sektor yang bisa mempengaruhi pengangguran dalam jangka panjang. (M. Afdi Nizar, 2012).

(14)

29/07/Ka.BPH/2014 tertanggal 15 Januari 2014, gugur dengan sendirinya, demikian diutarakan Kepala Pusat Komunikasi Publik, Kementerian ESDM, Saleh Abdurrahman. Jumat, (21/02/2104). Dengan terbitnya Permen ESDM No. 06 tahun 2014 tersebut, maka nelayan dengan kapal dibawah atau diatas 30 Gross ton (GT) dapat membeli BBM Bersubsidi dengan volume sebanyak 25 kiloliter per bulan. “Permen ESDM No.06 tahun 2014 secara eksplisit menyebutkan, kapal

nelayan berbendera Indonesia dibawah atau diatas 30 gross ton (GT) yang terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan, SKPD Provinsi, Kabupaten/Kota, dapat membeli BBM Bersubsidi dengan pemakaian paling banyak 25 kiloliter per bulan dengan verifikasi dan surat rekomendasi dari pelabuhan perikanan atau kepala SKPD Provinsi, Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan sesuai bidangnya masing-masing. Besaran volume BBM yang dibatasi hanya 25 kiloliter sudah diperhitungkan secara matang. Pertimbangan dikeluarkannya Permen yang sudah mulai berlaku sejak tanggal 20 Februari 2014 tersebut, antara lain, pemerintah masih memandang nelayan dengan bobot kapal 30 GT masih memerlukan BBM Bersubsidi sebagai bahan bakar dan kapal-kapal tersebut umumnya masih dimiliki kelompok nelayan yang memiliki penghasilan menengah kebawah. (SF)

2.2. Penelitian Terdahulu

(15)

kualitatif deskriptif, yang menyimpulkan bahwa sekitar 68% dari 100 responden dalam penelitian ini mengalami penurunan pendapatan. Penurunan tersebut disebabkan oleh ikan hasil tangkapan mereka yang berubah jenis. Jika pada saat sebelum kenaikan BBM nelayan sampan bisa melaut sampai ketengah samudera Indonesia, maka karena mahalnya BBM mereka hanya bisa melaut di lokasi yang tidak terlalu jauh dari puger.

Penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu (2008), tentang dampak kenaikan BBM (solar) terhadap usaha penangkapan ikan dengan pukat cincin menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif disertai dengan uji beda menyimpulkan, bahwa: 1) Jumlah pukat cindin sesudah kenaikan BBM (solar) yakni pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebanyak 43 unit (dari 188 unit menjadi 231 unit); 2) Terdapat perbedaan lama nelayan melaut/trip dan frekuensi melaut/bulan dimana waktunya semakin lama sesudah kenaikan BBM dibandingkan sebelum kenaikan BBM; 3) Hasil tangkapan nelayan mengalami penurunan sesudah kenaikan BBM, dari 15.667,50 kg/bulan menjadi 13.536,67 kg/bulan; 4) pendapatan nelayan menurun sesudah kenaikan BBM; 5) Nelayan kekurangan modal sesudah kenaikan BBM; 6) nelayan melakukan upaya peminjaman modal kepada kerabat, rentenir, koperasi, bank, dan lembaga keuangan lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Jamal (2014) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan (Studi Nelayan Pesisir Desa Klampis Kecamatan Klampis Kabupaten Bangkalan) dengan menggunakan metode analisis

(16)

pengalaman kerja, harga dan hasil tangkapan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan nelayan Desa Klampis.

Tabel 2.1

(17)

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Sugiyono, 2012 : 89). Gambar dibawah ini merupakan alur berfikir dalam menguji bagaimana dampak kenaikan BBM terhadap pendapatan nelayan di Kecamatan Medan Belawan.

Pada umumnya, pendapatan para nelayan penggarap ditentukan secara bagi hasil dan jarang ditemui sistem upah/gaji tetap yang diterima oleh nelayan. Sistem upah/gaji bulanan ternyata hanya diperoleh pada alat penangkapan dengan Jermal, hal yang mungkin disebabkan karena alat bersifat pasif.

Dalam sistem bagi hasil, bagian yang dibagi ialah pendapatan setelah dikurangi biaya eksploitasi yang dikeluarkan pada waktu beroperasi ditambah dengan biaya ongkos penjualan hasil. Jadi biaya yang termasuk didalamnya adalah bahan bakar untuk kapal motor, oli, es, garam, biaya makanan awak kapal, retribusi dan biaya lain yang mendukung kegiatan penangkapan ikan.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Dampak Kenaikan Harga BBM (Solar)

Operasi Penangkapan di Laut

Sesudah Sebelum

(18)

2.4. Hipotesis Penelitian

Yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada perbedaan pendapatan nelayan sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM (solar).

2. Ada perbedaan banyaknya hasil tangkapan yang didapat nelayan sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM (solar).

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Ini dikarenakan translasi S-V jarang ditemui siswa, sehingga siswa kesulitan dalam mengubah soal yang disajikan dalam bentuk simbolik menjadi sebuah cerita yang

Pada dasarnya, sebuah spin box digunakan untuk menampilkan suatu peubah saat itu dan kemudian nilai peubah tersebut akan bertambah ketika user menekan tombol dengan anak panah

Dalam peramalan data runtun waktu IHSG, peneliti menggunakan dasar fuzzy time series sebagai metode peramalan dan kriteria MSE dan MAPE untuk mengukur tingkat akurasi serta

Media Kartu Bergambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas III C MI Asas Islam Kalibening Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Tahun 2018 pada mata pelajaran Bahasa

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan dan konseling adalah proses interaksi antara konselor dengan klien atau konseli, baik secara langsung (tatap

Tim tersebut telah mendiskripsi kondisi riil kinerja UIN Sumatera Utara Medan secara keseluruhan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh BAN-PT, meliputi standar (1)

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Perubahan atas Peraturan Walikota

Pengendalian intern pertambahan aktiva tetap pada PT Usni Utama perlu diterapkan dan di analisis bagaimana pelaksanaan pengendalian intern pertambahan aktiva tetap tidak