• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-Jenis Jamur Entomopatogen Dalam Usus Rayap Pekerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jenis-Jenis Jamur Entomopatogen Dalam Usus Rayap Pekerja"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Jenis-Jenis Jamur Entomopatogen Dalam Usus Rayap Pekerja

Coptotermes curvignathus Holmgren

Sekar Puri Indria

1

, Siti Khotimah

1

, Rizalinda

1 1

Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, email korespondensi : purisekar388@yahoo.co.id

Abstract

Entomopathogenic fungi can be developed as pest termites’ control that is environmentally friendly. The aim of this research was to determine the types of entomophatogenic fungi that were isolated from

Coptotermes curvignathus Holmgren worker termite gut. This research has been done from April to July 2013. Termites C. curvignathus were collected from Arboretum area on Faculty of Forestry in Tanjungpura University Pontianak. Isolation was done in 10 worker termite's guts using direct planting method. This research obtained 3 genera of fungi namely: Aspergillus, Curvularia and Penicillium, two of them can be used as entomophatogenic fungi, namely Aspergillus and Penicillium.

Keywords : Entomopathogenic fungi, gut, termites (Coptotermes curvignathus Holmgren)

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara beriklim tropis merupakan tempat hidup yang sesuai bagi berbagai organisme perusak kayu seperti rayap, cendawan maupun serangga lainnya. Diperkirakan sekitar 80–85% dari luas daratan di Indonesia merupakan habitat yang sesuai bagi kehidupan rayap (Nandika, 1999). Rayap menjaga keseimbangan alam dengan menghancurkan kayu dan bahan organik lainnya dan mengembalikannya sebagai hara ke dalam tanah.

Perubahan kondisi habitat rayap dapat mengubah status rayap menjadi serangga hama yang merugikan pada tanaman dan kayu konstruksi bangunan. Terdapat 20 spesies rayap di Indonesia yang dikelompokkan sebagai hama perusak kayu dan hama hutan atau pertanian. Rayap yang tercatat sebagai hama antara lain rayap tanah seperti C. curvignathus, Macrotermes gilvus

Hagen, serta Schedorhinotermes javanicus

Kemner dan jenis rayap kayu kering yaitu

Cryptotermes cynocephalus Light (Tarumingkeng, 2001).

C. curvignathus merupakan salah satu rayap subteran yang makanan utamanya berupa kayu dan bahan lain yang mengandung selulosa. Rayap mendegradasi selulosa dengan menghasilkan enzim selulase dan dibantu oleh organisme simbion pada saluran pencernaannya (Normasari, 2011). Salah satu organisme simbion yang terdapat di usus rayap yaitu jamur. Jamur berperan

sebagai sumber makanan dengan memodifikasi kayu, rayap dapat membantu jamur dengan mengangkut dan menyebarkan jamur ke lokasi baru. Namun tidak semua jamur menguntungkan rayap karena jamur dapat menghasilkan metabolit toksik yang menyebabkan kematian pada rayap (Jayasimha, 2006).

Dewasa ini pengendalian rayap dilakukan secara kimiawi yaitu menggunakan bahan kimia yang meninggalkan residu berbahaya bagi lingkungan. Akumulasi bahan kimia pada lingkungan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Oleh sebab itu dikembangkan metode pengendalian rayap yang ramah terhadap lingkungan. Salah satunya adalah memanfaatkan agen hayati sebagai biokontrol terhadap serangan hama dan serangga perusak lainnya. Pengendalian rayap secara biologi menggunakan agen hayati dari golongan jamur entomopatogen merupakan alternatif lain pengendalian rayap tanah (Pearce, 1997).

Penggunaan agen hayati jamur entomopatogen merupakan suatu upaya untuk mengurangi penggunaan pestisida sintetik yang selama ini dapat menyebabkan masalah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis jamur entomopatogen yang diisolasi dari usus rayap pekerja C. curvignathus.

(2)

142

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu pada bulan April 2013 sampai dengan Juli 2013 mulai dari persiapan penelitian hingga penyusunan laporan. Pengambilan sampel rayap dilakukan di Kawasan Arboretum Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Kegiatan isolasi dan identifikasi Jamur dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah rayap pekerja C. curvignathus yang ditemukan pada pohon karet (Havea sp.), akuades, alkohol 70%, NaClO 1%, media Potato Dextrose Yeast Agar (PDYA), dan streptomisin.

Cara Kerja

Rayap C. curvignathus diambil dengan metode jelajah yaitu langsung mencari pohon yang terserang rayap dan mengambil 10 ekor rayap pekerja yang ditemukan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah (Pebriyana, 2011).

Isolasi dan identifikasi Jamur dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura. Isolasi dilakukan secara aseptis di dalam enkas dengan metode tanam langsung. Sebanyak 10 ekor rayap disterilisasi dengan NaClO 1%, selanjutnya dibilas dengan akuades steril. Seluruh usus rayap dikeluarkan dari perut menggunakan pinset steril, kemudian usus diletakkan ke dalam petri yang berisi media

Potato Dextrose yeast Agar (PDYA) yang telah ditambah 25 mg/liter streptomisin. Petri yang telah berisi usus rayap ditutup rapat dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu 25oC. Pemurnian dilakukan setelah masa inkubasi dengan cara memindahkan koloni jamur yang sejenis dan terpisah dari koloni jamur lain ke dalam media baru sehingga didapatkan isolat murni.

Biakan murni jamur yang didapatkan, kemudian diidentifikasi berdasarkan Raper and Fennel (1965), Bessey (1979), Samson et al., (1995) dan Alexopoulos et al., (1996). Identifikasi jamur dilakukan dengan mengamati beberapa karakter morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Berdasarkan hasil identifikasi secara makroskopis dan mikroskopis ditemukan jamur yang berasal dari 3 genus dan 2 jenis jamur belum dapat diidentifikasi (Tabel 1)

Tabel 1 Jenis-jenis jamur yang ditemukan dari usus rayap pekerja C. curvignathus

No. Genus Spesies

1. 2. 3. 4. 5. Aspergilus Curvularia Penicillium Sp1 Sp2 A. fumigatus A. niger Curvularia sp P. expansum

Belum dapat diidenifikasi Belum dapat diidentifikasi

1.Aspergillus fumigatus

Gambar 1. A. fumigatus: a. Konidiofor, b. Vesikel, c. Metula, d. Fialid, e. Konidia (Perbesaran 10x40)

Aspergillus yang diperoleh dari hasil pengamatan memiliki ciri yaitu, inkubasi hari ke-7 bentuk koloni bertepung dengan permukaan berwarna hijau tua keabu-abuan, sebalik koloni berwarna kekuningan dan tepi koloni tidak rata. Menurut Samson et al., (1995) jamur A. fumigatus

membentuk koloni halus tepung berwarna hijau keabu-abuan dan warna koloni dibagian bawah media kekuningan.

Pengamatan secara mikroskopis preparat jamur

A.fumigatus diperoleh hifa bersekat dan berwarna kehijauan dengan bentuk hifa silindris, konidia tunggal bergerombol.

Konidiofor berbentuk

tunggal, dengan adanya metula dan fialid

(Gambar 1)

. Samson et al., (1995) menyatakan A.

fumigatus memiliki konidium bertipe kolumnar

c

b

d

e

(3)

dengan bentuk semi bulat yang terbentuk oleh fialid dan fialid dibentuk oleh metula dengan warna hijau gelap dan vesikel berbentuk semi bulat.

Aspergillus niger

Gambar 2. A. niger: a. Konidiofor, b. Vesikel, c. Metula, d. Fialid, e. Konidia, f. Sel kaki (Perbesaran 10x40)

Pengamatan secara makroskopis pada hari ke 7 masa inkubasi koloni memiliki ciri : berwarna hitam dengan bagian tepi berwarna putih, bentuk koloni pada bagian tengah kasar berpasir dan bagian tepi seperti kapas. Pengamatan secara mikroskopis preparat A. niger dengan perbesaran 400x, hifa berbentuk silindris, konidia berbentuk bulat berduri. Konidiofor tunggal dengan adanya metula dan fialid. Pada A.niger memiliki sel kaki (foot cell) yang terdapat dibagian dasar, yang merupakan tempat terbentuknya konidiofor tunggal. Rapel dan Fennel, 1965; Samson et al., 1995 menyatakan jamur A. niger memiliki konidiofor tunggal, konidia bentuk bulat berduri, adanya fialid yang terbentuk dari metula, dan vesikula berbentuk bulat hingga semi bulat.

Curvularia sp.

Gambar 3. Curvularia sp. : a. Sekat pada porokonidia, b. Porokonidia, c. Fialid, d. Hifa bersekat, e. Konidiofor

Pada hari ke 7 koloni jamur ini sudah memenuhi media dengan bentuk kapas dengan tengah menggunung dan tepi agak menyusut, berwarna

hitam kecoklatan dan permukaan bawah koloni hitam dan tepi tidak rata. Menurut Wilhelmus dan Jones (2001) dalam Widawati et.al., (2005) menyatakan koloni jamur Curvularia sp. tumbuh dengan cepat seperti wol, setelah umur 7 hari menutupi seluruh cawan petri.

Pengamatan secara mikroskopis dari preparat jamur Curvularia sp. dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x memiliki karakter, hifa bersekat dan berwarna cokelat, bentuk hifa silindris, konidia berbentuk elips dan bersekat. Menurut Wilhelmus dan Jones (2001) dalam Widawati et al., (2005) jamur Curvularia sp. memiliki konidia yang disebut porokonidia, bentuk agak elips, memiliki sekat berwarna yang membagi konidia menjadi beberapa sel.

Penicillium expansum

Gambar 4. Penicillium expansum : a. Konidiofor, b. Konidia, c. Fialid, d. Metula

Pengamatan pada hari ke 7 masa inkubasi menunjukkan ciri, koloni jamur berbentuk tepung berpasir dan kasar, warna koloni kuning dengan tepi putih, tepi koloni tidak rata, permukaan bawah koloni kuning kecoklatan. Menurut Samson et al., (1995) koloni jamur P. expansum

pada media PDYA tumbuh dengan cepat sampai diameter 4-5 cm dalam 14 hari, koloni berwana kuning dan warna sebalik koloni kuning kecoklatan.

Pengamatan secara mikroskopis dari hasil pembuatan preparat jamur pada perbesaran 400x memiliki karakter hifa bersekat, konidiofor silindris bersekat dengan konidia berbentuk bulat, konidiofor bercabang dengan metula dan fialid. Menurut Bessey (1986) dan Samson, et al., (1995)

P. expansum merupakan jamur yang besifat saprofit, memiliki konidiofor tunggal dengan percabangan satu tingkat, konidiofor ini memproduksi konidia. a b c d f e

d

b

c

a

a b d e c

(4)

144

Sp1

Gambar 5. Sp1 : a. Kumpulan hifa steril

Pengamatan secara makroskopis pada hari ke 7 menunjukkan koloni jamur sudah memenuhi media dengan bentuk kapas padat, dengan warna koloni putih, tepi koloni tidak rata, permukaan bawah koloni kuning kecoklatan. Pengamatan secara mikroskopis menunjukkan ciri sebagai berikut, hifa bentuk silindris, terdapat percabagan pada hifa, tidak ditemukan spora/konidia. Menurut Bessey (1987), jamur yang membentuk miselium rhizomorf tanpa spora atau konidia termasuk kelompok miselia steril.

Sp2

Gambar 6. Sp2 : a. Kumpulan hifa steril

Pengamatan pada hari ke 7 masa inkubasi menunjukkan ciri, koloni bentuk kapas padat, dengan warna koloni putih, tepi koloni tidak rata. Pengamatan secara mikroskopis dari hasil pembuatan preparat dari miselium jamur pada perbesaran 400x yaitu hifa tidak bersekat dan memiliki percabangan, tidak ditemukan spora/konidia. Menurut Bessey (1987), jamur yang membentuk miselium rhizomorf tanpa spora atau konidia termasuk kelompok miselia steril.

Pembahasan

Jamur dari genus Aspergillus dan Penicillium juga ditemukan pada penelitian Desyanti (2007) yang

diisolasi dari tubuh rayap C. curvignathus yang telah mati dan pada penelitian Jayasimha dan Henderson (2007) dalam usus rayap C. formosanus. Penelitian Gontha et al., (2013) berhasil mengisolasi jamur genus Penicillium dari pencernaan rayap Coptotermes sp. Penelitian Arif

et al., (2009) berhasil mengisolasi jamur dari genus Aspergillus dan Penicillium dari 19 sumber isolat yang berbeda dan merupakan jamur patogen terhadap rayap Coptotermes sp.

Jamur entomopatogen dari genus Aspergillus

merupakan jamur saprofit yang dapat menginfeksi serangga pada rentangan jenis yang luas, terdiri dari banyak spesies seperti A. flavus, A. parasiticus, A. tamari, A. ochraceus, A. fumigatus, A. repens dan A. vesicolor (Tanada dan Kaya, 1993). Menurut Indrayani et al., (2009) dengan menggunakan metode kontak, isolat jamur

Aspergillus sp dapat menyebabkan mortalitas rayap lebih dari 50%.

Jamur genus Curvularia merupakan jamur yang bersifat saprofit dan secara alami terdapat di serasah serta berperan dalam proses dekomposisi awal serasah daun. Belum banyak penelitian mengenai pemanfaatan jamur Curvularia sebagai entomopatogen terhadap rayap maupun serangga lainnya. Namun penelitian Assaf et al., (2011) menemukan jamur dari genus Curvularia yang diisolasi dari tubuh serangga Dolycoris baccarum

yang telah mati. Rombach (1988) menyatakan bahwa spesies jamur yang ditemukan pada serangga mati merupakan jamur saprofit yang menyerang setelah serangga mati, dan hanya jamur entomopatogen yang dapat secara aktif menyerang serangga hidup, membunuh inang dan bersporulasi pada inang yang telah mati.

Masing-masing jenis jamur entomopatogen membutuhkan proses untuk dapat menginfeksi sampai mematikan serangga. Infeksi dimulai dengan penempelan konidia pada tubuh serangga, perkecambahan, penetrasi dan invasi serta kolonisasi dalam haemocoel, jaringan dan organ. Kelembapan yang tinggi pada sarang rayap sangat baik untuk pertumbuhan jamur yang dapat menginfeksi rayap. Adanya interaksi fisik antar individu dalam koloni rayap, seperti kegiatan saling menyuapi (trophallaxis) dan bersentuhan

(grooming), memungkinkan terjadinya penularan spora jamur dari rayap yang terinfeksi dengan rayap yang sehat dalam koloni tersebut (Kramm et al., (1982).

a

(5)

Usus merupakan organ pencernaan tempat pengolahan dan penyerapan berbagai makanan yang masuk ke dalamnya. Pencernaan dalam usus rayap dibantu dengan adanya mikroorganisme. MenurutBatubara (2002) hubungan jamur dengan sistem pencernaan serangga adalah dalam mengasimilasi makanan, mengubah atau menghancurkan zat yang terdapat dalam pencernaan serta mampu menghasilkan dan melepaskan enzim. Selain itu, jamur juga dapat menghasilkan zat beracun yang dapat membunuh serangga. Beberapa zat beracun yang dihasilkan jamur yaitu, Aflatoxins oleh Aspergillus dan

Restrictocin oleh A. fumigatus (Desyanti, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulos, CJ & Mims, CW, 1979, Introductory Mycology, Third Edition, NewYork, Jhon Wiley & Sons

Arif, A, Syahidah & Sitti, N, 2009, Identifikasi Jenis Jamur Patogen Untuk Pengendalian Rayap Tanah Coptotermes sp. Jurnal Parenial, vol. 6, no. 1, hal. 33-38

Assaf, LH, Raed, AH & Samir, KA., 2011, Association Of Entomopathogenic And Other Opportunistic Fungi With Insect In Dorman Locations, Jordan

Journal of Biological Sciences, vol. 4, no. 2, hal 87-92

Batubara, R. 2002, Biologi Serangga Penggerek Kayu, Fakultas Pertanian, Program Ilmu Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, USU Digital Library

Bessey, EA, 1979, Morphology and Taxonomy of Fungi, New Delhi Bombay, Vikas Publishing House PVT LTD

Desyanti, 2007, Kajian Pengendalian Rayap Tanah Coptotermes Spp. (Isoptera: Rhinotermitidae)

dengan Menggunakan Cendawan

Entomopatogen Isolat Lokal, Disertasi, Institut Pertanian Bogor

Indrayani, Y & Yusuf, S, 2009, Isolasi dan Identifikasi Jamur kelas Hypomycetes Sebagai Bio-Kontrol Untuk Menghambat Aktifitas Rayap Terhadap Kayu. Jurnal Penelitian UNTAN, vol. 14, no. 2, hal 73-87

Jayasimha, P, 2006, Interactions Between Formosan Subterranean Termites, Brown Rot Fungus (Gloeophyllum trabeum) and Some Of The Fungi Present On The Termite Integument and Gut, B.Sc., Acharya N. G. Thesis, Ranga Agricultural University, India

Jayasimha, P & Henderson, G, 2007, Fungi Isolated from Integument and Guts of Coptotermes formosanus and Their Antagonistic Effect on

Gleophyllum trabeum, Journal Entomological Society of America, vol. 100, no. 5, hal. 703-710 Kramm, K.R, West, DF & Rockenbach, PG, 1982,

Termites Pathogens: Transfer of the

Entomopathogen Metarhizium anisopliae

Betwen Reticulitermes sp. Termites, Journal. Invertebrate Pathology, vol. 40, no. 1, hal. 1-6 Nandika, D, 1999, Status Bahaya Serangan Rayap pada

Bangunan Gedung, Makalah Seminar Nasional Pemantapan Sistem Pengendalian Rayap pada Bangunan Gedung, Jakarta

Normasari, R, 2011, Karakterisasi Gen Endo-β-1,4Glukanase Pada Rayap Coptotermes curvignathus, Tesis, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Pearce, MJ, 1997, Termites: Biology and Pest Management, CAB International, Wallingford. Pebriyana, UD, 2011, Isolasi dan Karakterisasi Bakteri

Selulotik dalam Usus Belakang Rayap Pekerja Macrotermes gilvus Hagen dan Coptotermes curvignathus Holmgren, Skripsi, FMIPA Universitas Tanjungpura, Pontianak

Raper, KB and Fennell, DI, 1965, The Genus Aspergillus, The Williams & Wilkins Company, Baltimore, USA

Rombach, 1988, Entomogenous Fungi, Laporan Khusus Singkat Isolasi Pencirian dan Pengawetan Biakan Murni Mikroorganisme, Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB??? Samson RA., Hoekstra ES, Frisvad J.C, & Filtenborg

O, 1995, Introduction to Food Borne Fungi, Ponsen & Looyen, Netherlands

Tanada, Y, & Kaya HK, 1993. Insect Pathology, Academic Press, California

Tarumingkeng, RC, 2001, Biologi Dan Perilaku Rayap, PSIH IPB, Bandung

Widawati, S, Suliasih, Latupapua, H.J.D & Arwan S, 2003, Biodiversity of Soil Microbes from Rhizosphere at Wamena Biological Garden (WBiG), Jayawijaya, Papua Microbiology Division, Research Center of Biology, Indonesian Institute of Sciences, Bogor. Jurnal. Biodiversitas vol. 1, no.4, hal 18-23

Gambar

Gambar 1.  A. fumigatus: a. Konidiofor, b. Vesikel,  c. Metula, d. Fialid, e. Konidia  (Perbesaran 10x40)
Gambar 3. Curvularia sp. : a. Sekat pada porokonidia,  b. Porokonidia, c. Fialid, d. Hifa bersekat,  e
Gambar 5. Sp1 : a. Kumpulan hifa steril

Referensi

Dokumen terkait

menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan terjamin keabsahannya serta tidak memenuhi kewajiban dalam memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak dapat

Pendidikan Agama di Sekolah/Madrasah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.. sikap peduli sosial siswa juga bisa dipengaruhi oleh faktor lain. Jadi, asumsi penulis

Pada pengujian ini dilakukan Non elitism untuk Marmer-Tunua dengan percobaan yang sama yaitu 63 kali menghasilkan 38 kali jarak yang sama dan

Pelayanan yang dapat dilayani di kamar jenazah R" "inar Kasih T#raja menurut asal  jenazah adalah pelayanan jenazah yang berasal dari dalam atau jenazah purna pasien

Landai maksimum saja tidak cukup merupakan faktor penentu dalam perencanaan alinyemen vertikal, karena jarak yang pendek memberikan faktor pengaruh yang berbeda dibandingkan

“janganlah kalian mengambil ilmu dari empat golongan yakni yang pertama orang pembuat bid’ah yang mengajak kepada bid’ahnya, orang yang bodoh yang mengumumkan

Seseorang yang kedua hipokampusnya mengalami kerusakan atau telah diangkat tidak akan memiliki masalah untuk mengingat informasi sebelum kerusakan atau pengangkatan

Melalui penerapan pendekatan pembelajaran sains, teknologi, dan masyarakat pada mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial materi perkembangan teknologi produksi, komunikasi,