• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSIDENSI POST CONCUSSION SYNDROME DAN SEKUEL NEUROLOGIS PADA PASIEN CEDERA KEPALA DI RSUP DR SARDJITO JANUARI JUNI 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INSIDENSI POST CONCUSSION SYNDROME DAN SEKUEL NEUROLOGIS PADA PASIEN CEDERA KEPALA DI RSUP DR SARDJITO JANUARI JUNI 2012"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

INSIDENSI

POST CONCUSSION SYNDROME

DAN SEKUEL NEUROLOGIS PADA PASIEN CEDERA

KEPALA DI RSUP DR SARDJITO JANUARI – JUNI 2012

PENELITIAN

Diajukan Pada

Pertemuan Ilmiah Regional XXVI Perdossi Cabang Yogyakarta - Solo - Semarang - Banyumas

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) cabang Yogyakarta Solo, 25-27 September 2014

Disusun oleh: dr. Putu Gede Sudira

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

SMF SARAF RSUP DR. SARDJITO

YOGYAKARTA

2014

(2)

2

INSIDENSI

POST CONCUSSION SYNDROME

DAN SEKUEL NEUROLOGIS PADA PASIEN CEDERA

KEPALA DI RSUP DR SARDJITO JANUARI – JUNI 2012

Putu Gede Sudira*, Dwina Prawitasari**, Felix Gunawan**, Anita Prima

Kusumadewi**, Indarwati Setyaningsih***, Sri Sutarni***

* Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ** Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta *** Staf Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta _________________________________________________________________

ABSTRAK

Latar belakang: Cedera kepala merupakan kasus yang paling sering ditangani oleh klinisi di ruang gawat darurat maupun di bangsal perawatan. Klinisi yang terlibat dalam penanganan kasus cedera kepala antara lain Bagian Bedah, Bedah Saraf, dan Neurologi. Cedera kepala memberikan gejala sisa neurologis yang bervariasi. Sebagian pasien dengan cedera kepala ringan akan mengalami post concussion syndrome. Pasien dengan derajat keparahan sedang dan berat pun akan mengalami gejala sisa neurologis yang hampir serupa. Gejala seperti nyeri kepala, vertigo, epilepsi, gangguan fungsi kognitif, dan gangguan tidur kerap timbul pada pasien pasca cedera kepala.

Tujuan: Penelitian ini menunjukkan insidensi gejala sisa pasca cedera kepala serta hubungannya dengan derajat keparahan cedera kepala. Penelitian ini juga mengevaluasi menejemen kasus cedera kepala dan kondisi pasca cedera kepala dari setiap departemen.

Metode: Subjek penelitian adalah rekam medis pasien cedera kepala yang pernah dirawat di bangsal perawatan RSUP Dr Sardjito periode Januari-Juni 2012. Jenis penelitian adalah studi cross sectional menggunakan catatan medis selama pasien dirawat dan ketika menjalani kontrol rawat jalan saat gejala muncul.

Hasil: Bagian Bedah Saraf paling banyak menangani kasus cedera kepala (53,3%), diikuti dengan bagian Bedah (38,3%), dan Neurologi (2,3%). Insidensi kejadian nyeri kepala pasca cedera kepala sebesar 21,2%, vertigo 18%, dan epilepsi sebesar 5.2%. Gejala sisa yang dilaporkan kedua departemen teratas adalah nyeri kepala dan vertigo. Gejala sisa paling banyak terjadi pasca cedera kepala ringan dan hasil Head Computed Tomography Scan berupa edema serebri. Distribusi gejala sisa pasca cedera kepala dengan derajat keparahan ringan, sedang, maupun berat memiliki variasi yang hampir serupa. Tidak ditemukan laporan kasus timbulnya gejala gangguan kognitif dan gangguan tidur pada pasien pasca cedera kepala yang dirawat di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.

Saran: Diharapkan klinisi dapat meningkatkan kesadaran (awareness) dalam menangani pasien cedera kepala. Tidak hanya berfokus pada gejala somatik, namun mulai memperhatikan risiko timbulnya gangguan fungsional seperti gangguan tidur dan gangguan kognitif. Bagian neurologi memiliki peran penting dalam menejemen kasus cedera kepala non operatif.

Kata kunci: cedera kepala, post concussion syndrome, nyeri kepala, vertigo, epilepsi.

(3)

3

INCIDENCE OF POST CONCUSSION SYNDROME

AND SEQUELE SYMPTOMS ON TRAUMATIC BRAIN

INJURY PATIENTS AT RSUP DR SARDJITO

JANUARY – JUNE 2012

Putu Gede Sudira*, Dwina Prawitasari**, Felix Gunawan**, Anita Prima Kusumadewi**, Indarwati Setyaningsih***, Sri Sutarni***

* Resident of Neurology Department Faculty of Medicine Gadjah Mada University Yogyakarta

** Student of Faculty of Medicine Gadjah Mada University Yogyakarta *** Staff of Neurology Department Faculty of medicine Gadjah Mada University

Yogyakarta

__________________________________________________________________ ABSTRACT

Background : traumatic brain injury was the most common case handled by clinician at both the emergency department and ward. Increasing number and model of transportation result in higher incidence of the cases. Sequele symptoms after traumatic brain injury is not always mild in severity. Some patients with mild traumatic brain injury will develope post concussion syndrome. Patients with moderate and severe traumatic brain injury also will develope the symptoms similliar in mild group. Symptom such as headache, vertigo, epilepsy, cognitive disturbance, sleep problems, and others commonly occur after traumatic brain injury.

Purpose : this study describe prevalence of sequele symptomps after traumatic brain injury, such as headache, vertigo, epilepsy, cognitive disturbance, sleep problems, and others. Symptomps later will be correlated with degree of severity. Method : Subjek of study are the patients who were hospitalized at RSUP Dr Sardjito with traumatic brain injury from January to June 2012. Design of study is cross sectional, by using medical record of patient. Data of kind and onset of the symptomps from being hospitalized until follow up at clinic were documetated. Result : the incidence post traumatic headache was 21,2%, vertigo 18%, and epilepsy 5.2%. Distribution of symptoms varried similiarly among mild, moderate, and severe traumatic brain injury. We found no report of cognitive and sleep problem after traumatic brain injury patient at RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.

Saran : clinician should increase their awareness when manage paient with traumatic brain injury case. Not only focus to somatic symtoms but also keen on functional disturbance symptoms like sleep and cognitive problem.

Keywords : post concussion syndrome, headache, vertigo, epilepsy, traumatic brain injury

(4)

4

RISIKO PREVALENSI POST CONCUSSION SYNDROME

DAN SEKUEL NEUROLOGIS PADA PASIEN CEDERA KEPALA DI RSUP DR SARDJITO JANUARI – JUNI 2012

Putu Gede Sudira*, Dwina Prawitasari**, Felix Gunawan**, Anita Prima Kusumadewi**, Indarwati Setyaningsih***, Sri Sutarni***

* Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ** Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta *** Staf Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

A.Pendahuluan

Cedera kepala merupakan penyebab utama kematian pada populasi di bawah 45 tahun, dan merupakan penyebab kematian nomor 4 terbanyak pada seluruh populasi. Insidensi cedera kepala di Amerika berkisar 132-367 per 100.000 penduduk dengan kelompok populasi tertinggi berusia 15-24 tahun. Frekuensi cedera kepala pada laki-laki dan perempuan adalah 2-2,8 : 1, sebagian besar mengalami cedera kepala ringan (CKR) (80%), sisanya mengalami cedera kepala sedang (CKS) (10%), dan cedera kepala berat (CKB) (10%)1. Laporan tahunan Instalasi Rawat Darurat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2006 menunjukan angka kejadian kasus cedera kepala adalah sebesar 75% dari total kunjungan pasien2.

Post Concussion Syndrome (PCS) merupakan kumpulan gejala somatik, kognitif, dan psikososial yang terjadi pasca CKR3. Berdasarkan onsetnya PCS diklasifikasikan menjadi akut (gejala muncul kurang dari satu bulan pasca cedera), subakut (1-12 bulan), dan kronis (lebih dari setahun). Sekitar 40-50% pasien akan mengalami PCS pada bulan pertama hingga ketiga pasca onset, dan 25% pasien pada setahun onset4,5.

Selain PCS yang terjadi pada CKR, kondisi pasca CKS dan CKB pun juga menimbulkan sekuel neurologis. Sekuel gangguan kognitif memberikan disabilitas persisten yang lebih berat dibandingkan sekuel gangguan fisik. Domain kognitif yang paling sering terganggu adalah atensi, memori, dan fungsi eksekutif.

(5)

5

Penelitian terhadap gangguan kognitif persisten pada pasien dewasa tanpa perdarahan intrakranial yang bertahan hidup setelah perawatan di Intensive Care Unit (ICU) menunjukkan sebanyak 74% penderita mengalami gangguan kognitif6. Insidensi gangguan fungsi kognitif lebih banyak terjadi pada penderita yang mengalami komosio serebri dan fraktur tulang kepala dengan perbandingan 81% berbanding 43%. Saat follow up 2 tahun, gangguan fungsi kognitif persisten terjadi hampir dua kali lipat pada penderita dengan komosio serebri dan fraktur tulang kepala dibanding yang tidak. Saat periode follow up 30 tahun penderita dengan gangguan fungsi kognitif pasca cedera kepala, kelompok pasien wanita cenderung mempertahankan tingkat kognitif mereka, namun kelompok pria menunjukkan perburukan. Penderita yang lebih muda memiliki kemungkinan untuk mempertahankan atau bahkan memperbaiki fungsi kognitif7,8.

Penurunan fungsi kognitif berupa gangguan memori sebesar 60% terjadi setelah CKR, dibandingkan pasca CKS sebesar 50%, dan pasca CKB sebesar 20%. Kesulitan konsentrasi terjadi pada pasien pasca CKR (65%), pasca CKS (60%), dan pasca CKB (40%). Fatigue dikeluhkan 60% pasca CKR dan CKS serta 35% pasca CKB. Studi empiris melaporkan bahwa kecemasan adalah gejala spesifik pada PCS yang lebih banyak pada populasi CKR dibandingkan CKS atau CKB9.

Prevalensi nyeri kepala pasca cedera berkisar 30–90%, dan dapat muncul akibat cedera kepala ringan, sedang, ataupun berat10. Nyeri kepala pasca cedera kepala terjadi 50-80% segera setelah kejadian dan dapat berlanjut hingga 1-2 tahun kemudian sekitar 20-30%11. Review terhadap literatur ilmiah yang dilakukan oleh Seifert & Evans melaporkan sebanyak 85% nyeri kepala pasca cedera kepala berupa nyeri kepala tipe tegang12. Penelitian pada prajurit militer menunjukkan hasil yang berbeda bahwa gejala nyeri kepala sebesar 78% adalah nyeri kepala tipe migren13. Studi lainmenunjukkan nyeri kepala migren dan nyeri kepala tipe tegang memiliki prevalensi yang hampir sama pasca kejadian cedera kepala yaitu 39% pada migren dan 34,1% pada nyeri kepala tipe tegang14. Cedera kepala derajat sedang atau berat menimbulkan nyeri kepala sebanyak tiga kali lebih dibandingkan pasca cedera kepala ringan15,16.

(6)

6

Pusing berputar atau lazim disebut vertigo adalah gejala yang kerap muncul saat terjadinya trauma tumpul pada kepala, leher, atau craniocervical junction. Sekitar 28% pasien pasca cedera kepala akan mengidap gangguan benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). Gangguan vestibular sentral maupun perifer sebagai akibat dari cedera kepala dapat terjadi akibat konkusi pada batang otak, eighth nerve complex injury, Ménière syndrome pasca traumatika, ruptur membran atau fistula perilimfatik, dan konkusi labirin17.

Insidensi epilepsi pasca cedera kepala berkisar 2-2,5%. Individu pasca CKR memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami epilepsi dibandingkan populasi normal. Individu yang mengalami CKB (Skor Koma Glasgow kurang dari 9) memiliki risiko lebih besar untuk mengidap epilepsi yaitu 15% pada kelompok usia dewasa, sedangkan pada kelompok usia anak memiliki risiko lebih tinggi sebesar 30%. Kejadian epilepsi dapat terjadi segera setelah kejadian cedera kepala. Sekitar 80% terjadi dalam dua tahun pertama pasca kejadian, dan angkanya menurun dengan semakin bertambahnya onset kejadian. Epilepsi pasca cedera kepala yang terjadi segera umumnya terjadi pada pasien anak, sedangkan epilepsi pasca cedera kepala yang terjadi fase lanjut umumnya terjadi pada pasien kelompok usia dewasa18,19.

Gangguan tidur yang sering terjadi pasca kejadian cedera kepala dapat berupa insomnia, hipersomnia, dan sleep apnea. Prevalensi insomnia pada pasien cedera kepala berkisar antara 25-50%20. Insomnia pasca cedera kepala kemungkinan disebabkan adanya lesi fokal atau difus pada otak, terutama struktur batang otak yang dapat mengganggu sistem neuronal yang terlibat dalam regulasi tidur. Penurunan sekresi melatonin pada pasien cedera kepala dapat mempengaruhi perubahan irama sirkadian sehingga terjadi insomnia. Pasien cedera kepala dilaporkan mengalami kesulitan memulai dan mempertahankan kondisi tidur pada malam hari, serta munculnya keluhan mengantuk di siang hari21. Penelitian mengenai onset terjadinya insomnia pasca cedera kepala memberikan hasil yang bervariasi. Insomnia muncul setelah satu bulan22, enam bulan23, dan satu tahun24 pasca cedera kepala baik derajat ringan, sedang, maupun berat. Gangguan psikiatri berupa depresi merupakan faktor risiko yang paling

(7)

7

sering mengakibatkan terjadinya insomnia dan terjadi secara timbal balik. Munculnya insomnia memprediksi terjadinya depresi25,26.

B.Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi post concussion syndrome dan gejala sisa lainnya pasca cedera kepala ditinjau dari aspek nyeri kepala, vertigo, epilepsi, gangguan fungsi kognitif, dan gangguan tidur pada pasien pasca cedera kepala. Selanjutnya menentukan hubungan jenis gejala sisa pasca kejadian cedera kepala dengan jenis cedera kepala yang terjadi.

C.Metode penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriftif, retrospektif, dengan data berbasis rumah sakit (hospital based). Bentuk studi menggunakan studi potong lintang (cross-sectional). Penelitian bertempat di Instalasi Cacatan Medis Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito. Penilaian terhadap data sekunder, yaitu 300 data rekam medis pasien pasca cedera kepala yang dirawat di bangsal perawatan RSUP Dr Sardjito pada Januari hingga Juni 2012, responden keluar dari bangsal perawatan dalam kondisi hidup.

D.Variabel dan Alat Ukur Penelitian

Data responden berupa umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, usia saat kejadian cedera, lamanya cedera didapat dengan cara wawancara langsung dengan responden.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah derajat keparahan cedera kepala, meliputi cedera kepala derajat ringan, cedera kepala sedang, dan cedera kepala berat. Dokumentasi pada rekam medis dengan kode S.06.-.

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah timbulnya gejala post concussion syndrome meliputi; nyeri kepala, vertigo, epilepsi, gangguan fungsi kognitif, gangguan tidur, dan gejala lain pasca kejadian cedera kepala.

Alat ukur untuk penilaian post concussion syndrome dengan kuisioner Rivermead. Penilaian nyeri kepala dengan skala Numeric Pain Scale atau Visual Analog Scale (NPS/ VAS) serta kriteria The International Classification of Headache Disorders 2nd Edition (dokumentasi pada rekam medis dengan kode G.43.- dan G.44.-). Penilaian vertigo dengan ada tidaknya keluhan vertigo atau

(8)

8

sensasi pusing berputar yang dialami responden (dokumentasi pada rekam medis dengan kode H.81.-). Penilaian epilepsi berdasarkan anamnesis timbulnya bangkitan yang dialami responden (dokumentasi pada rekam medis dengan kode G.40.-). Penilaian gangguan kognitif dengan skor nilai Mini Mental State Examination (MMSE) dan Clock Drawing Test (CDT) (dokumentasi pada rekam medis dengan kode G.31.84).Penilaian gangguan tidur dengan Insomnia Severity Index (ISI) (dokumentasi pada rekam medis dengan kode G.47.-).

E. Metode Statistik

Data dianalisis menggunakan program pengolah data IBM Statistical Package for Social Science 16 Edition.

F. Hasil dan Pembahasan 1. Karakteristik Dasar

Analisis data penelitian menunjukkan sebagian besar responden penelitian berjenis kelamin laki-laki 184 orang (61,3%), sedangkan responden perempuan berjumlah 116 orang (38,7%). Rerata usia responden adalah 32,01 ± 20,76 tahun, responden termuda berusia satu tahun dan tertua berusia 85 tahun. Pengelompokan berdasarkan usia menunjukkan responden yang masuk kelompok usia anak (0-18 tahun) menempati urutan kedua terbanyak (30,7%) setelah responden kelompok usia dewasa (19-64 tahun) dengan persentase 60%. Kelompok responden lanjut usia (di atas 65 tahun) berjumlah paling sedikit, dengan persentase 9,3%.

Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan di Unit Gawat Darurat New York terhadap 1.425 pasien dengan cedera kepala, jumlah pasien laki-laki 782 (54,9%) dan wanita 643 (45,1%). Responden laki-laki pada penelitian ini mengalami cedera kepala yang lebih sering baik pada kelompok non lansia (166 vs 106) dan kelompok lansia (18 vs 10), hal ini dapat mengindikasikan tingginya risiko jatuh pada manula laki-laki27. Hasil ini dapat dibandingkan dengan hasil penelitian di North Carolina yang menunjukkan kelompok laki-laki berusia di bawah 65 tahun mengalami cedera kepala yang lebih sering, sebaliknya kelompok wanita yang berusia di atas 65 tahun mengalami cedera kepala yang lebih sering28.

(9)

9

Penelitian terhadap prevalensi kejadian cedera kepala tertinggi justru terjadi pada kelompok usia lanjut, diikuti kelompok usia dewasa. Penyebab cedera kepala yang paling sering berupa terjatuh, kecelakaan lalu-lintas, dan olahraga atau kegiatan rekreasional. Penyebab cedera kepala terbanyak dalam penelitian ini adalah kecelakaan lalu lintas yang diikuti dengan terjatuh29.

Penanggung jawab medis untuk penanganan kasus cedera kepala di RSUP Dr. Sardjito terutama adalah Bagian Bedah Umum dan Bedah Saraf. SMF/ bagian lain seperti Saraf, Anak, Penyakit Dalam, Telinga Hidung Tenggorokan/ Bedah Mulut, dan Mata menjadi penanggung jawab utama apabila prioritas kasus penyerta kondisi cedera kepala dominan di bidang yang bersangkutan. Karakteristik terkait demografis responden dapat dilihat di tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Responden Karakteristik Jumlah (%) Jenis kelamin Pria 184 (61,3) Wanita 116 (38,7) Usia < 18 tahun 92 (30,7) 18 - 64 tahun 180 (60) > 65 tahun 28 (9,3) Domisili Jogjakarta 219 (73) Luar Jogjakarta 81 (27) Pemberi Layanan Bedah 115 (38,3) Bedah Saraf 160 (53,3) Saraf 7 (2,3) Anak 3 (1) Lainnya 15 (5)

Jumlah kasus cedera kepala ringan yang berkunjung UGD dan dirawat di bangsal perawatan RSUP Dr Sardjito (64,3%), kasus cedera kepala sedang (16%), dan kasus cedera kepala berat (19,7%). Pemeriksaan lanjutan dengan teknologi pencitraan menggunakan Computed Tomography Scan (CTScan) dilakukan pada 56,7% pasien yang mengalami cedera kepala, dengan hasil terlampir pada tabel 2.

(10)

10

Tabel 2. Karakteristik Klinis Responden saat Rawat Inap Karakteristik Jumlah (%) Diagnosis Masuk Rumah Sakit

Cedera kepala ringan 193 (64,3) Cedera kepala sedang 48 (16) Cedera kepala berat 59 (19,7) Hasil Head Computed Tomography Scan

Dilakukan 170 (56,7) Oedem serebri 116 Perdarahan Epidural 16 Perdarahan Subdural 4 Perdarahan Subarakhnoid 7 Perdarahan Intraserebral 14 Kombinasi perdarahan diatas 13 Tidak dilakukan 130 (43,3) Lama Hari Perawatan

Selama 24 jam 69 (23)

2 – 14 hari 201 (67)

Lebih dari 15 hari 30 (10) Cara Keluar Rumah Sakit

Diizinkan 270 (90)

Atas Permintaan Sendiri 30 (10)

Pembanding hasil penelitian ini dengan hasil penelitian di Rumah Sakit Universitas Marmara Turki yang melihat hasil pemeriksaan CT scan kepala pada 351 pasien dengan cedera kepala tumpul. Intepretasi CT scan didapatkan hasil normal pada 98,6%, pemberatan atau timbulnya patologis intraserebral baru pada 0,9%, penurunan derajat patologis intraserebral sebelumnya sebanyak 0,6%30.

Pasien yang oleh karena suatu sebab tidak dapat dilakukan CT Scan dapat diprediksi kejadian patologis intraserebrinya dengan melakukan pemeriksaan fisik neurologis yang memadai. Abnormalitas pada pemeriksaan neurologis dapat memprediksi adanya lesi intraserebral (sensitivitas 87%, spesifisitas 79%). Prediktor kuat dengan ditemukannya abnormalitas gaya berjalan dan gangguan kesadaran. Lebih lanjut, abnormalitas pada pemeriksaan fisik neurologis juga dapat memprediksi adanya fraktur tulang tengkorak dengan lebih akurat (sensitivitas 77%, spesifisitas 63%). Prediktornya dengan didapatkannya gangguan pada gaya berjalan dan ditemukannya tanda racoon eyes31.

Sebanyak 64,7% pasien pasca cedera kepala mengikuti anjuran untuk kontrol kembali pasca dirawat inap di RSUP Dr Sardjito. Jumlah pasien yang

(11)

11

kontrol ke poliklinik dibandingkan pasien yang sebelumnya dirawat di bangsal perawatan: bagian bedah (80 dari 115), bedah saraf (99 dari 160), saraf (7 dari 7), anak (1 dari 3), dan bagian lainnya (7 dari 15).

Tabel 3. Karakteristik Klinis Responden Rawat Jalan

Karakteristik Jumlah (%)

Kepatuhan kontrol pasca rawat inap (n = 300)

Kontrol 194 (64,7)

Tidak Kontrol 106 (35,3)

Gejala tambahan pasa cedera kepala (n = 193)

Nyeri kepala/ cefalgia pasca trauma 41 (21,2)

Pusing berputar/ vertigo pasca trauma 35 (18,1)

Bangkitan/ epilepsi pasca trauma 10 (5,2)

Lainnya 8 (4,1)

Gangguan fungsi kognitif 0 (0)

Gangguan tidur 0 (0)

Tidak ada gejala 100 (51,8)

Pasien dengan klinis cedera kepala ringan memiliki proporsi perilaku tidak kontrol yang lebih tinggi dibandingkan derajat cedera kepala lainnya.

Tabel 4. Hubungan antara Derajat Cedera Kepala dengan Kepatuhan Kontrol Diagnosa Rawat Inap

Kepatuhan Kontrol Total N (%) Kontrol N (%) Tidak Kontrol N (%)

Cedera Kepala Ringan Cedera Kepala Sedang Cedera Kepala Berat

122 (40.7%) 71 (23.7%) 193 (64.3%) 22 (7.3%) 26 (8.7%) 48 (16.0%) 50 (16.7%) 9 (3.0%) 59 (19.7%) Total 194 (64.7%) 106 (35.3%) 300 (100.0%) 2. Gejala Pasca Cedera Kepala

Sebanyak 93 orang dari total 193 responden yang kontrol ke poli rawat jalan pasca mondok mengalami gejala ikutan yang muncul pasca kejadian cedera kepala. Keluhan yang paling sering muncul pasca kejadian cedera kepala berupa: nyeri kepala (21,2%), pusing berputar (18,1%), bangkitan atau epilepsi (5,2%), dan gangguan lainnya (4,1%); seperti pandangan dobel, kesulitan membuka kelopak mata, kelemahan pada sisi wajah, dsb.

Penelitian di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta periode Juli – Desember 2011 melaporkan lebih dari 60% pasien cedera kepala akan mengalami PCS. Kriteria diagnostik terdapat tiga atau lebih gejala yang timbul segera hingga

(12)

12

empat minggu pasca onset, berupa: nyeri kepala, pusing, malaise, fatigue, intoleransi terhadap kebisingan, iritable, depresi, kecemasan, labilitas emosi, gangguan konsentrasi, gangguan memori, insomnia, dan hipokondria ketakutan akan adanya kerusakan pada otak32.

Laporan kasus cedera kepala yang ditangani masing-masing bagian di RSUP Dr Sardjito saat pasien dirawat dan ketika kontrol rawat jalan. Jumlah temuan kasus terbanyak dilaporkan oleh bagian Bedah Saraf sesuai dengan jumlah kasus yang ditangani, hasil tercantum pada tabel 5.

Tabel 5. Gejala Pasca Cedera Kepala yang Dilaporkan Bagian/

Departemen

Diagnosis Rawat Jalan Pasca Cedera Kepala

Total Nyeri

Kepala

Vertigo Epilepsi Gangguan Kognitif Gangguan Tidur Lainnya Tak Bergejala Bedah 19 9.8% 10 5.2% 4 2.1% 0 0% 0 0% 4 2.1% 43 22.2% 80 41.2% BedahSaraf 18 9.3% 23 11.9% 5 2.6% 0 0% 0 0% 3 1.5% 50 25.8% 99 51.0% Saraf 1 0.5% 2 1.0% 0 0.0% 0 0% 0 0% 1 0.5% 3 1.5% 7 3.6% Anak 0 0.0% 0 0.0% 1 0.5% 0 0% 0 0% 0 0.0% 0 0.0% 1 0.5% Lainnya 3 1.5% 0 0.0% 0 0.0% 0 0.0% 0 0% 0 0.0% 4 2.1% 7 3.6% Total 41 21.1% 35 18.0% 10 5.2% 0 0% 0 0% 8 4.1% 100 51.5% 194 100.0% Kejadian gejala ikutan pasca cedera kepala terbanyak muncul pasca CKR diikuti pasca CKB. Penelitian ini menunjukkan gejala ikutan paling kecil terjadi pada pasien yang mengalami CKS, sesuai dengan tabel 6.

Tabel 6. Gejala Pasca Cedera Kepala berdasarkan Derajat Keparahan Cedera Diagnosis

Rawat Inap

Diagnosis Rawat Jalan Pasca Cedera Kepala

Total Nyeri

Kepala

Vertigo Epilepsi Gangguan Kognitif Gangguan Tidur Lainnya Tak Bergejala CKR 26 13.4% 22 11.3% 7 3.6% 0 0% 0 0% 1 0.5% 66 34.0% 122 62.9% CKS 4 2.1% 4 2.1% 0 0.0% 0 0% 0 0% 1 0.5% 13 6.7% 22 11.3% CKB 11 5.7% 9 4.6% 3 1.5% 0 0% 0 0% 6 3.1% 21 10.8% 50 25.8% Total 41 21.1% 35 18.0% 10 5.2% 0 0% 0 0% 8 4.1% 100 51.5% 194 100.0% Keterangan: CKR = cedera kepala ringan, CKS = cedera kepala sedang, CKB = cedera kepala berat

(13)

13

Tingginya gejala ikutan pasca cedera kepala justru terjadi pada pasien yang dari hasil pemeriksaan HCTS menunjukkan oedem serebri. Penelitian Kinnunen pada tahun 2010 di Universitas London Inggris menyatakan walaupun tidak ada lesi mayor pada hasil HCTS, namun telah terjadi kerusakan pada substansia alba intraserebral33. Kerusakan ini akan bertanggung jawab akan kejadian gangguan kognitif dan manifestasi neurologis lainnya dengan mekanisme yang kompleks.

Tabel 7. Gejala Pasca Cedera Kepala berdasarkan Hasil HCTS Diagnosis

Rawat Inap

Diagnosis Rawat Jalan Pasca Cedera Kepala

Total Nyeri

Kepala

Vertigo Epilepsi Gangguan Kognitif Gangguan Tidur Lainnya Tak Bergejala Oedem serebri 14 7.2% 12 6.2% 2 1.0% 0 0% 0 0% 1 0.5% 37 19.1% 66 34.0% PED 0 0.0% 3 1.5% 1 0.5% 0 0% 0 0% 2 1.0% 8 4.1% 14 7.2% PSD 1 1.5% 0 0.0% 0 0.0% 0 0% 0 0% 0 0.0% 2 1.0% 3 1.5% PSA 2 1.0% 1 0.5% 1 0.5% 0 0% 0 0% 1 0.5% 1 0.5% 6 3.1% PIS 3 1.5% 2 1.0% 0 0.0% 0 0% 0 0% 3 1.5% 5 2.6% 13 6.7% Kombinasi Perdarahan 5 2.6% 2 1.0% 1 0.5% 0 0% 0 0% 0 0.0% 4 2.1% 12 6.2% Tidak dilakukan 16 8.2% 15 7.7% 5 2.6% 0 0% 0 0% 1 0.5% 43 22.2% 80 41.2% Total 41 21.1% 35 18.0% 10 5.2% 0 0% 0 0% 8 4.1% 100 51.5% 194 100.0% Keterangan: PED = perdarahan epidural, PSD = perdarahan subdural, PSA = perdarahan

subarakhnoid, PIS = perdarahan intraserebral 3. Nyeri Kepala Pasca Cedera Kepala

Nyeri kepala sebagai salah satu aspek yang diteliti sebagai gejala yang paling muncul pasca kejadian cedera kepala memiliki insidensi yang cukup besar (21,1%). Penelitian ini menunjukkan bahwa penilaian klinis derajat keparahan cedera kepala menggunakan sistem penilaian VAS atau NPS belum rutin dilakukan. Penilaian objektif ini dapat digunakan guna penentuan target terapi, pemilihan jenis dan dosis obat yang akan diberikan, dan guna memonitor terapi.

Penelitian di Amerika Serikat guna menilai kejadian nyeri kepala pasca cedera kepala ringan menunjukkan 54% responden mengalami nyeri atau peningkatan nyeri apabila memiliki nyeri kepala sebelumnya segera setelah kejadian. Kejadian nyeri kepala meningkat hingga 62% pada bulan ke-3, 69%

(14)

14

pada bulan ke-6, dan 58% pada tahun pertama. Lebih dari 49% nyeri kepala memenuhi kriteria migraine dan probable migraine dan 40% sisanya berupa nyeri kepala tipe tegang. Lebih dari sepertiga responden mengalami nyeri menetap pada 3 kali waktu evaluasi, dan masuk kriteria nyeri kepala kronis34.

4. Vertigo Pasca Cedera Kepala

Prevalensi vertigo pada penelitian ini sebesar 18%, serupa dengan nyeri kepala, kejadiannya paling banyak terjadi pada cedera kepala dengan tingkat keparahan yang ringan. Studi yang dilakukan oleh Berman dan Fredrickson di Pusat Rehabilitasi dan Workmen’s Compensation Board Hospital yang melakukan follow up setelah 5 tahun pasca kejadian cedera kepala mendapatkan hasil 34% terjadi pada cedera kepala dengan tingkat keparahan ringan dan 50% terjadi pada cedera kepala dengan tingkat keparahan sedang. Setelah dilakukan pemeriksaan vestibular didapatkan kelainan struktural/ organik pada 40% kelompok yang mengalami cedera kepala ringan dan 65% pada kelompok cedera kepala sedang. Kejadian tambahan seperti hilangnya pendengaran pasien terjadi 20% pada kelompok cedera kepala ringan dan 72% pada kelompok cedera kepala sedang35. 5. Epilepsi Pasca Cedera Kepala

Epilepsi terjadi pada 5,2% pasien pasca cedera kepala. Kecenderungan kejadian bangkitan atau epilepsi yang terjadi lebih sering pada kelompok usia anak dibandingkan kelompok usia lainnya. Risiko epilepsi meningkat setelah cedera kepala ringan (RR 2.22, 95% CI 2.07-2.38), cedera kepala berat (RR 7.40, 95% CI 6.6-8.89), dan fraktur kranium (RR 2.17, 95% CI 1.73-2.71). Risiko sedikit meningkat pada kelompok wanita (RR 2.49, 95% CI 2.2-2.76) dibandingkan pada pria (RR 2.01, 95% CI 1.83-2.22). Pasien anak dengan riwayat keluarga epilepsi berisiko lebih tinggi untuk mengidap epilepsi pasca cedera kepala ringan (RR 5.75, 95% CI 4.56-7.27) dan cedera kepala berat (RR 10.09, 95% CI 4.20-24.26)36. Hasil terlampir pada tabel 8.

(15)

15

Tabel 8. Gejala Ikutan Pasca Cedera Kepala berdasarkan Kelompok Usia Kelompok

Usia

Diagnosis Rawat Jalan Pasca Cedera Kepala

Total Nyeri

Kepala

Vertigo Epilepsi Gangguan Kognitif Gangguan Tidur Lainnya Tak Bergejala Anak 10 5.2% 10 5.2% 5 2.6% 0 0% 0 0% 2 1% 39 20.1% 66 34% Dewasa 28 14.4% 19 9.8% 4 2.1% 0 0% 0 0% 6 3.1% 53 27.3% 110 56.7% Lansia 3 1.5% 6 3.1% 1 1.5% 0 0% 0 0% 0 0.0% 8 4.1% 18 9.3% Total 41 21.1% 35 18.0% 10 5.2% 0 0% 0 0% 8 4.1% 100 51.5% 194 100.0% 6. Gangguan Kognitif Pasca Cedera Kepala

Gangguan kognitif sebagai salah satu tujuan pada penelitian ini tidak dapat kami laporkan akibat kurangnya data pada rekam medis responden yang mengarahkan diagnosis dan kesimpulan kita kepada kedua masalah di atas. Gangguan kognitif akut pasca cedera kepala diukur derajat keparahan hilangnya memori dengan skor TOAG (Tes Orientasi dan Amnesia Galvestone). Tes penapisan gangguan fungsi kognitif dengan MMSE (Mini Mental Status Examination) setelah didapatkan skor TOAG pasien diatas 75 dari total 100 poin.

Penelitian terhadap kejadian gangguan kognitif pada pasien cedera kepala yang menjalani kontrol rawat jalan di Poliklinik Bedah Saraf dan Penyakit Saraf RSUP Dr Sardjito sebesar 70,3%. Pasien dengan GCS 13-14 saat kejadian cedera kepala memiliki gangguan fungsi kognitif yang lebih tinggi dibandingkan penderita dengan riwayat cedera kepala ringan dengan GCS 1537.

7. Gangguan Tidur Pasca Cedera Kepala

Belum ditemukannya laporan kasus dalam rekam medis yang mengarahkan pada kejadian gangguan tidur pasca cedera kepala. Belum ada instrumen/ alat ukur untuk penapisan gangguan tidur pada pasien pasca cedera kepala. Namun instrumen dengan tingkat validitas paling tinggi yang dapat digunakan berupa

Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI) dan Epworth Sleepiness Scale (ESS). Baku emas penegakan diagnosis dan tipe gangguan tidur dengan pemeriksaan polisomnografi (PSG)38.

Penelitian di Amerika terhadap veteran dan warga sipil menunjukkan 46% pasien mengalami gangguan tidur pasca kejadian cedera kepala. Dijabarkan lebih

(16)

16

lanjut terdapat 23% pasien dengan sleep apnea, 11% dengan hipersomnia pasca traumatika, 6% dengan narcolepsy, dan 7% dengan periodic limb movement

(RLS). Diperlukan pemeriksaan Multiple Sleep Latency Test dan

polisomnography untuk menegakkan diagnosis pada pasien tersebut39.

Penelitian pembanding di Australia menunjukkan sebanyak 50% pasien pasca cedera kepala mengalami keluhan gangguan tidur, dan 25-29% diantaranya telah didiagnosis oleh dokter mengalami gangguan tidur (insomnia, hipersomnia,

sleep apnea). Dilaporkan juga kecenderungan 2 hingga 4 kali mengalami kesulitan untuk mempertahankan tidur, mengalami mimpi buruk, rasa mengantuk yang berlebihan, terbangun terlalu dini, dan tidur berjalan40.

G.Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini, didapatkan insidensi nyeri kepala pasca cedera kepala sebesar 21,2%. Gejala yang timbul pasca cedera kepala derajat ringan berupa nyeri kepala (21,31%), vertigo (18,03%), dan epilepsi (5,74%). Pasca cedera kepala derajat sedang berupa nyeri kepala (18,18%) dan vertigo (18,18%). Pasca cedera kepala derajat berat meliputi nyeri kepala (22%), vertigo (18%), dan epilepsi (6%). Belum ditemukan laporan kasus timbulnya gejala gangguan kognitif dan gangguan tidur pada pasien pasca cedera kepala yang dirawat di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.

H.Saran

1. Perbaikan pendokumentasian perkembangan klinis pasien di rekam medis. 2. Perlu mewaspadai kejadian nyeri kepala, vertigo, epilepsi, gangguan

fungsi kognitif, dan gangguan tidur pada pasien pasca cedera kepala, dan dinilai secara objektif dengan alat bantu diagnostik seperti NPS, TOAG, MMSE, PSQI, dan ESS untuk memonitor perkembangan klinis dan gejala ikutan pasien pasca cedera.

3. Bila tidak ada indikasi bedah, dapat dikonsulkan Bagian Saraf guna penilaian kejadian nyeri kepala, gangguan kognitif dan gangguan tidur pada pasien pasca cedera kepala.

4. Pembuatan suatu clinical pathway untuk penanganan pasien dengan kasus

(17)

17

mengetahui dan selanjutnya mengoptimalkan menejemen perawatan Post Concussion Syndrome.

5. Evaluasi diagnosis dan terapi terhadap gejala ikutan pasca cedera kepala (post conncussion syndrome) memerlukan kontrol lanjutan di poliklinik setidaknya tiga kali. Seminggu pasca rawat inap, pada bulan ke-2, dan pada bulan ke-6.

I. Daftar Pustaka

1. Jagoda A, Bruns JJr. Prehospital Management of Traumatic Brain Injury. Theories and Practice. United Kingdom: Taylor & Francis; 2006.

2. Barmawi A. Laporan Tahunan Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta; 2007.

3. Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery 5th ed. New York: Thieme Medical Publisher;

4. Ruff RM, Grant I. Postconcussional Disorder : Background to DSM-IV and Future Consederations. California: University of California; 1996. 5. Bazarian JJ, Atabaki S. Predicting Post Concussion Syndrome After Minor

Traumatic Brain Injury. Academic Emergency Medicine, 2001:8:788-795. 6. Jackson JC, Obremskey W, Bauer R, Greevy R, Cotton BA, Anderson V,

Song Y, Ely EW. Long-term cognitive, emotional, and functional outcomes in trauma intensive care unit survivors without intracranial hemorrhage. J Trauma. 2007:62(1):80-8.

7. Himanen L, Portin R, Isoniemi H, Helenius H, Kurki T, Tenovuo O. Longitudinal cognitive changes in traumatic brain injury A 30-year follow-up study. Neurology. 2006: 24: 66(2): 187-92.

8. Rapoport M, Verhoeff NPLG, Reekum RV, Traumatic Brain Injury and Dementia, The Canadian Alzheimer Disease Review; 2004.

9. Sigurdardottir S, Andelic A, Roe C. Post-concusion Symptoms After Traumatic Brain Injury at 3 and 12 Months Post Injury: A Prospective study. Brain Injury. 2009: 23(6):489-497.

10.Hoffman JM, Lucas S, Dikmen S. Natural History of Headache after Traumatic Brain Injury. Journal of Neurotrauma, 2011: 28: 1719–1725.

(18)

18

11.Scher AI, Midgette LA, Lipton RB. The Chronification of Headache: Risk Factors for Headache chronification. Headache, 2008: 48: 16-25.

12.Seifert TD, Evans RW. Posttraumatic Headache: A Review. Curr Pain Headache, 2010:1-7.

13.Theeler BJ, Erickson JC. Mild Head Trauma and Chronic Headaches in Returning US Soldiers. Headache, 2009: 49: 529-534.

14.Martins HA, Ribas VR, Martin BM.. Post-traumatic headache. Arq Neuropsiquiatr, 2009: 67(1): 43-45.

15.Couch JR, Lipton RB, Stewart WF. Head or neck injury increases the risk of chronic daily headache: A population-based study. Neurology, 2007, 69: 1169-1177.

16.Beetar JT, Guilmette TJ, Sparadeo FR. Sleep and pain complaints in symptomatic TBI and neurologic populations. Arch Phys Med Rehabil, 1996: 77(12): 1298-1302.

17.Hoffer ME, Gottshall KR, Moore R. Characterizing and treating dizziness after mild head trauma. Otol Neurotol 2004: 25(2):135-8.

18.Frey LC. Epidemiology of posttraumatic epilepsy: a critical review.

Epilepsia 2003: 44 Suppl 10:11-7.

19.D'Ambrosio R, Perucca E. Epilepsy after head injury. Curr Opin Neurol; 2004: 17(6):731-5.

20.Arunima V, Vivex A, Narayam P. Sleep Disorders in Traumatic Brain Injury. Journal Clinical Sleep Medecine, 2007: 3(4):357-362.

21.Christine, Bonneau B, Simon M. Insomnia in patients with Mild traumatic brain injury : frequency, characteristics, and risk factors. Journal of head trauma rehabilitation 2006: Part 2.21(3):199-212.

22.McLean A, Temkin NR. The Behavioral Sequelae of Head Injury. Journal Clinical Neuropsychology: 1984; 5:361-376.

23.Baumann CR, Stocker R, Imhof HG. Hypocretin-1(orexin A) deficiency in acute traumatic brain injury. Neurology 2007: 65(1):147–9.

(19)

19

24.Jamie MZ, Friedman L, Hara RM. Insomnia in the Context of Traumatic Brain Injury. Neurorehabilitation and Neural Repair. 2009: Vol 46;6: 827-836.

25.Li RHY. Gender Differences in Insomnia-A Study In the Hong kong Chinese Population. Journal of psychosomatic Research. 2002: 53: 601-9. 26.Chang P, Ford D, Mead L. Insomnia in young men and subsequent

depression. American Journal of Epidemiology 1997: 146:105–14.

27.Bazarian JJ, Blyth B, Mookerjee S. Sex differences in outcome after mild traumatic brain injury. Journal of Neurotrauma. 2010; 27(3): 527-539.doi:10.1089/neu.2009.1068.

28.Kerr ZY, Harmon KJ, Marshall SW. The Epidemiology of Traumatic Brain Injuries Treated in Emergency Departments in North Carolina, 2010-2011. N C Med J 2014: 75(1) : 8-14.

29.Bener A, Omar AOK, Ahmad AE. The Pattern of Traumatic Brain injuries: A country undergoing rapid development. Brain injury, 2010: 24: 74-80.

30.Eroglu SE, Onur O, Ozkaya S, Denizbasi A, Demir H, Ozpolat C. Analysis of repeated CT Scan Need in Blunt Head Trauma. Emerg Med Int Vol 2013, Article ID 916253.

31.Zyluk A, Mazur A, Piotuch B. Analysis of the reliability of clinical examination in predicting traumatic cerebral lesions and skull fractures in patients with mild and moderate head trauma. Polish Journal of Surgery. 2014. Vol 85(12) : 699-705.

32.Herlizon, Manusubroto W. Faktor Risiko Terjadinya “Post Concussion Syndrome” pada Pasien Cedera Kepala Ringan di Rumah Sakit Dr.Sardjito Yogyakarta Periode Juli-Desember 2011. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press, 2851-H-2012.

33.Kinnunen KM. White matter damage and cognitive impairment after traumatic brain injury. Brain 2011: 134 (2) : 449-463. doi:10.1093/brain/awq347.

(20)

20

34.Lucas S, Hoffman JM, Bell KR. A prospective of prevalence and characterization of headache following mild traumatic brain injury. Cephalalgia. International Headache Society. Sage Journal; 2013 doi : 10.1177/03331022413499645.

35.Berman JM, Fredrickson JM. Vertigo after Head Injury – a five year follow up. J Otolaryngol, 1978: 7(3): 237-45

36.Christensen. Long term risk of epilepsy after traumatic brain injury in children and young adults: a population-based cohort study. The Lancet, 2009, vol 373, issue 9669, pages 1105-1110.

37.AlexanderJ, Nuradyo D. Hubungan Riwayat Cedera Kepala Ringan dengan Gangguan Kognitif. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press, 2915-H-2011.

38.Mollayeva T, Kendzerska T, Colantonio A, Self-report instruments for assessing sleep dysfunction in an adult traumatic brain injury population : A systematic review. Sleep Medicine Reviews : 1–13; 2013.

39.Castriotta RJ, Murthy JN. Sleep disorders in patients with traumatic brain injury: a review. CNS Drugs, 2011: 25(3): 175-85.

40.Mathias JL, Alvaro PK. Prevalence of sleep disturbances, disorders, and problems following traumatic brain injury: A meta-analysis. Sleep Medicine Journal. 2012. doi : 10.1016/j.sleep.2012.04.006.

Gambar

Tabel 3. Karakteristik Klinis Responden Rawat Jalan
Tabel 5. Gejala Pasca Cedera Kepala yang Dilaporkan
Tabel 7. Gejala Pasca Cedera Kepala berdasarkan Hasil HCTS

Referensi

Dokumen terkait

Perbaikan : Adalah tahap dimana kita mengumpulkan semua solusi dan memilah mana yang mungkin dilakukan dan mana yang tidak dapat dilakukan berdasarkan

Visual (logo) yang disebut brandmarks berupa inisial singkatan KIK dari kepanjangan Ketanen Industri Kreatif dengan bentuk kupu-kupu dengan makna hasil dari sebuah proses

Persebaran Covid-19 di Tiap Provinsi di Indonesia Per 2 Mei 2020 Timeline Pelaksanaan Kegiatan Relawan RT Siaga Covid19 Satgas Covid-19 Provinsi Jawa Timur Wilayah Dibawah

Pada hari ini Jumat tanggal Tujuh Belas Bulan Mei Tahun Dua Ribu Tiga Belas, dimulai pukul 14.00 WIB, yang bertanda tangan dibawah ini Panitia Pengadaan Pekerjaan Konstruksi/

Dan Nancy Veronica S (2010) menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kualitas layanan terhadap loyalitas pelanggan, sedangkan pada penelitian

Dengan didirikannya perbengkelan/workshop PT IAS maka pada tahap permulaan akan mengurangi dan pada akhirnya diharapkan untuk meniadakan sejauh mungkin ketergantungan

MA) berbasis online 5 Akhmad Faisal Husni, 2016 Analisis dan pengembangan sistem informasi akademik pada politeknik Jambi Pemodelan enterprise architecture dengan

Ordo dengan jumlah genus paling sedikit adalah ordo Homoptera, Hemiptera, dan Diptera yaitu masing- masing satu genus, karena aktivitas hidup dari ordo tersebut tidak selalu berada