• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEARIFAN LOKAL VERBA "MAKAN" DALAM BAHASA BALI: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI (MSA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEARIFAN LOKAL VERBA "MAKAN" DALAM BAHASA BALI: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI (MSA)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KEARIFAN LOKAL VERBA "MAKAN" DALAM BAHASA BALI: KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI (MSA)

Gek Diah Desi Sentana

Dosen Fakultas Dharma Acarya IHDN Denpasar Email: [email protected]

Abstrak

The semantic structure of Balinese eat verba “Nyesep, ngugut, makpak, ngilag, ngemu, nyilap , ngelompo, dan nguluh”, comprises two semantic primes: do and with a way. Applying MSA Theory, the corpus can be explicated by the combination of non-compositional polysemi do and with a way. Each activity eat has a different way so that it becomes a unique verb.local wisdomverbeatmustbe understoodin order to avoidmistakesin the use oftheverb.

Key word.: eat verba, local wisdom

Abstrak

Struktursemantikverba makan dalam bahasa Bali yaitu:"nyesep, ngugut, makpak, ngilag, ngemu, nyilap, ngelompo, dannguluh", terdiri dari duabilangan

primasemantik: melakukandandengancara apa. Penerapan Teori MSA,

dapatdijelaskan olehkombinasipolyseminon-komposisi yangdandengancara.

Setiap kegiatanmakanmemiliki carayangberbedasehingga menjadikata kerjayang unik.kearifan lokal verba makan harus dipahami agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan verba tersebut.

Kata kunci:verba makan, kearifan lokal

I. Pendahuluan

Secara filosofis bahwa setiap bahasa memiliki bentuk, fungsi, dan makna. Aspek kajian linguistik yang berupa bentuk, fungsi dan makna tersebut cukup menarik terutama pada fitur-fitur semantik yang dimiliki secara inheren oleh leksikon sehingga dapat membedakan leksikon yang satu dengan yang lainnya meskipun dalam satu komponen makna.

Berbicara tentang bentuk, fungsi, dan makna merupakan suatu kajian yang holistik dalam sebuah bahasa. Hal ini dinyatakan secara tegas oleh Frawley (1992)

bahwa makna bahasa merupakan suatu kerangka konseptual yang

menggambarkan kategorisasi dalam dunia, sehingga aspek bentuk, fungsi, dan makna bahasa tersebut dapat dilihat sebagai wahana yang berisi representasi mental penutur bahasa tersebut. Kemudian dipertegas oleh Wierzbicka (1996) bahwa mempelajari bentuk atau struktur bahasa tanpa memperhatikan aspek makna ibarat mempelajari rambu lalu lintas dilihat dari ciri-ciri fisik saja. Sebab bahasa itu sendiri merupakan suatu wahana pengungkap makna.Makan pentingnya ketiga aspek bahasa tersebut, maka perlu diberikan perhatian dalam disiplin ilmu linguistik.

Penelitian mengkaji tentang linguistik mikro khususnya bidang semantik. Semantik merupakan aspek sentral dalam kajian mengenai pikiran atau konseptualisasi, koginisi yang keseluruhannya tidak dapat dipisahkan dari cara

▸ Baca selengkapnya: sudah makan dalam bahasa sabu

(2)

kita mengklasifikasikan dan merepresentasikan pengalaman tentang dunia melalui bahasa.

Dalam hal ini, teori semantik tidak hanya bermanfaat bagi bahasa manusia yang alami, tetapi juga untuk kognisi manusia karena ada suatu asumsi bahwa makna bahasa merupakan refleksi pikiran manusia (Allan, 2001). Seperti yang diungkapkan juga oleh Leech (2003) bahwa semantik tidak hanya mengkaji masalah pokok dalam komunikasi di dalam organisasi sosial, dan pusat studi pikiran manusia yaitu proses berpikir, kognisi, konseptualisasi yang saling mengait dengan cara kita mengklasifikasikan dan mengemukakan pengalaman kita tentang dunia nyata melalui bahasa, tetapi semantik pula sebagai titik pertemuan berbagai persilangan arus berpikir dari berbagai disiplin ilmu, misalnya linguistik, filsafat, dan psikologi. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa ranah kajian semantik sangat kompleks.

Kompleksitas semantik tersebut juga dapat dilihat dari makna “makan” (bahasa Indonesia) yang diungkapkan oleh beberapa leksikon dalam Bahasa Bali

seperti: ‘sesep’ + NNyesep “makan dengan cara menghisap”; ‘gugut’ + N 

ngugut “makan dengan cara mengigit dengan gigi depan”; pakpak + N makpak “makan dengan cara mengunyah hingga makanan menjadi lembut”, ngilag “makan dengan cara mengunyah menggunakan gigi graham”, ngemu “makan dengan cara menyimpan makanan dalam mulut dalam jangka waktu tertentu", nyilap “makan dengan menggunakan lidah”, ngelompo “makan dengan cara memasukan semua makanan yang ada di tangan”, dan nguluh “makan tanpa menguyah dengan waktu cepat.

Penelitian terhadap verba “makan” dalam Bahasa Bali menjadi objek yang menarik dalam kajian semantik. Pentingnya tindakan makan bagi masyarakat Bali tidak hanya dalam acara adat, membuka ladang pertanian, tetapi juga aktivitas sehari-hari. Di samping itu, verba “makan” memiliki aktivitas fisik yang kompleks (complex physical activities) yang mencakupi motivasi prototypical, entitas yang diperlakukan, alat yang digunakan, cara makan, dan hasil yang diinginkan. Untuk diketahui, bahwa verba “makan” tersebut memiliki fitur semantik khusus yang disebut subtle difference (Goddard, 2002) yang melekat pada beberapa leksikon. Leksikon-leksikon tersebut telah membentuk konfigurasi makna pembeda antara leksikon satu dengan yang lainnya terutama leksikon yang berada dalam medan makna yang sama. Fitur-fitur pembeda dari setiap leksikal tersebut dapat dieksplikasi melalui teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) yang dipelopori oleh Anna Wierzbicka dan kolega-koleganya. Melalui metode eksplikasinya, fitur-fitur pembeda masing-masing leksikon dapat dijelaskan secara tuntas.

Masalah pokok yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah realisasi leksikal verba “makan”, struktur semantik verba “makan”, dan fitur-fitur pembeda struktur semantik verba “makan” dalam Bahasa Bali. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai realisasi leksikal verba “makan”, dan struktur semantik verba “makan” serta fitur-fitur pembeda struktur semantik verba “makan” Bahasa Bali. Realisasi leksikal yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah bentuk-bentuk leksikon dari verba “makan”.

Secara teoretis, manfaatnya sebagai dasar analisis lingual khususnya dalam menganalisis struktur semantik verba, menambah khazanah pengetahuan

(3)

semantik terutama makna asali dari verba“makan” dalam Bahasa Bali, dan mengangkat unsur-unsur semantik leksikal. Manfaat praktis adalah sebagai dasar pertimbangan dalam berkomunikasi sehari-hari bagi penutur Bahasa Bali dan untuk mengangkat nilai atau derajat dan harga diri Bahasa Bali sebagai salah satu bahasa yang ada di Nusantara ini.

Prinsip dasar pendekatan MSA, selain mereduksi makna leksikon dengan cara parafrase yang mempunyai kerangka eksplikasi secara sistematis dalam suatu parafrase yang paling sederhana, tetapi MSA juga mengandung konsep makna asali yaitu makna leksikon yang tidak dapat diparafrasekan lagi menjadi lebih sederhana. Pemetaan eksponen dan eksplikasi melalui parafrase tersebut perlu dilakukan agar terhindar dari ketidakjelasan makna dan makna yang berputar-putar serta kesewenangan menggunakan bahasa (Yoon, 2003).Mekanisme kerja teori MSA yaitu menganalisis makna leksikon dengan metode pemetaan eksponen dan eksplikasi melalui parafrase.

II. Analisis

Givon(1984: 51-52) berdasarkan skala kestabilan waktu membagi verba menjadi tiga klasifikasi secara semantik: (1) verba keadaan, yang memiliki skala paling stabil waktunya , (2) verba proses, verba yang kurang stabil waktunya, dan (3) verba tindakan, yang tidak stabil waktunya. Verba tindakan memiliki tiga bagian bawahan yang disebut tipe-tipe: (a) tipe gerakan, (b) tipe ujaran, dan (c) tipe melakukan. Verba ‘makan’ tergolong verba tindakan tipe MELAKUKAN.

Kajian terhadap varian verba ‘makan’ dengan analisis MSA akan menampakan struktur: MELAKUKAN dengan CARA apa sesuai dengan kekhasan fitur yang melekat pada tiap-tiap leksikon tersebut. Fitur inilah yang diurai secara metabahasa dan melihat perpindahan yang terjadi akibat seseorang melakukan sesuatu terhadap sesuatu/ seseorang dengan cara apa, disusun secara berurutan.

Mekanisme kerja teori MSA yaitu menganalisis makna leksikon dengan metode pemetaan eksponen dan eksplikasi melalui parafrase. Pemetaan eksponen, subkomponen serta eksplikasi makna tersebut meliputi entitas yang dikenai perlakuan, alat yang digunakan, kekhasan gerakan, hasil yang diharapkan. Melalui metode eksplikasi tersebut dapat membedakan fitur-fitur semantik dari setiap leksikon.

Untuk menentukan fitur distingtif dari setiap leksikon tergantung pada penggunaan beberapa aspek berikut: (1) seseorang X terdiri atas: anak-anak, orang dewasa, ibu, bapak, nenek, kakek, dan (2) motivasi seseorang X melakukan sesuatu atas dasar lapar, bosan, marah, terburu-buru, dan, sakit (3) sesuatu Y dapat berupa nasi, lauk pauk, air, kacang, buah, kulit dan sayur-sayuran, (4) sesuatu Z dapat berupa gigi depan, gigi graham, lidah dan mulut (5) cara menggunakan misalnya, menggigit dengan gigi depan, dengan gigi graham, hanya sekali atau dua kali atau berulang-ulang, dan menggunakan alat bantu seperti sedotan (6) hasil yang diinginkan berupa halus, kasar, kecil-kecil, besar-besar, beberapa bagian, sedikit, banyak. Keenam hal di atas merupakan fitur-fitur semantik yang dimiliki secara inheren oleh setiap leksikon walaupun masih dalam medan makna yang sama. Untuk eksplikasi tersebut, Goddard (t.t)

(4)

prototypical motivational scenario, instrument, dan using the instrument, serta what happening to the object.

a. Nyesep, verba nyesep berarti makan dengan cara menghisap boleh juga dibantu alat seperti pipet.

Contoh:

1) Made Gita nyesep manisanne kanti telah.

‘Made Gita menghisap permennya sampai habis’.

2) Demen sajan atin ipunne sawireh medaar misi nyesep kikil siap.

‘Senang sekali hatinya karena makan sambil menghisap ceker ayam’

Verba ini dapat dieksplesikan sebagai berikut:

Pada waktu itu X melakukan sesuatu terhadap Y

Karena itu Y berpindah ke dalam perut X pada waktu bersamaan X menginginkan dan senang akan hal ini

X melakukannya seperti ini

b. Ngugut, verba ngugut berarti makan dengan cara menggigit dengan gigi depan tanpa mengunyah.

Contoh:

1). Luh Mongkeg ngugut jaja gina.

‘LuhMongkeg menggigit jajan rengginang’ 2). I Lutung ngugut nyambu.

‘Si Monyet menggigit jambu’

Verba ini dapat dieksplesikan sebagai berikut: Pada waktu itu X melakukan sesuatu terhadap Y

Karena itu Y berpindah ke dalam perut X pada waktu bersamaan X menginginkan dan senang akan hal ini

X melakukannya seperti ini

c. Makpak, verba makpak berarti makan dengan cara

menggigit/mengunyah dengan seluruh gigi.

1). Dibi sanja, kuluk Men Cublinge makpak sandal tiange. ‘Kemarin sore, anjing Men Cubling menggigit sandal saya.’ 2). I Kaki tusing ngidang makpak kacang sawireh gigine suba telah.

‘Si Kakek tidak bisa mengunyah kacang karena giginya sudah habis’

Verba ini dapat dieksplesikan sebagai berikut: Pada waktu itu X melakukan sesuatu terhadap Y

Karena itu Y berpindah ke dalam perut X pada waktu bersamaan X menginginkan dan senang akan hal ini

X melakukannya seperti ini

d. Ngilag, verba ngilag berarti makan dengan cara mengunyah dengan gigi geraham

Verba ini dapat dieksplesikan sebagai berikut: Pada waktu itu X melakukan sesuatu terhadap Y

Karena itu Y berpindah ke dalam perut X pada waktu bersamaan X menginginkan dan senang akan hal ini

(5)

X melakukannya seperti ini

e. Ngemu, verba ngemu berarti mengulum makanan.

1). Makelo sajan memene medaarang, sawireh I Adi ngemu nasinne. ‘Lama sekali ibu member makan, karena adik mengulum nasinya’ Verba ini dapat dieksplesikan sebagai berikut:

Pada waktu itu X melakukan sesuatu terhadap Y

Karena itu Y berpindah ke dalam perut X pada waktu bersamaan X menginginkan dan senang akan hal ini

X melakukannya seperti ini

f. Ngelompo, verba ngelompo berarti memakan sekali telan dengan tidak mengunyah. Ada faktor waktu yang terburu-buru dalam kata ngelompo.

Contoh:

1) I Sangut ngelompo dedaaranne sawireh kaliwat seduk basangne.

‘I Sangut menelan makanannya karena perutnya terlalu lapar’ 2) Putu Lelut ngelompo biune apang tusing idiha teken I Darma.

‘Putu Lelut menelan pisangnya agar tidak diminta oleh I Darma’ Verba ini dapat dieksplesikan sebagai berikut:

Pada waktu itu X melakukan sesuatu terhadap Y

Karena itu Y berpindah ke dalam perut X pada waktu bersamaan X menginginkan dan senang akan hal ini

X melakukannya seperti ini

g. Nguluh, verba nguluh berarti makan dengan cara tidak mengunyah dengan gigi.

1).I Pekak nguluh nasi bubuhne .

‘Si Kakek makan(dengan cara tidak mengunyah dengan gigi) nasi buburnya ’

Verba ini dapat dieksplesikan sebagai berikut: Pada waktu itu X melakukan sesuatu terhadap Y

Karena itu Y berpindah ke dalam perut X pada waktu bersamaan X menginginkan dan senang akan hal ini

X melakukannya seperti ini

h. Nyilap,verba nyilapberartimakan dengan cara menjilat menggunakan lidah

1) Ketut Bero nyilap tekor bubuhe kanti tedas .

Ketut Bero menjilat mangkok (dari daun) bubur sampai bersih. Verba ini dapat dieksplesikan sebagai berikut:

Pada waktu itu X melakukan sesuatu terhadap Y

Karena itu Y berpindah ke dalam perut X pada waktu bersamaan X menginginkan dan senang akan hal ini

X melakukannya seperti ini

III. Simpulan

Dari hasil analisi menggunakan teori MSA,terbukti bahwa struktur semantik verba makan bahasa bali mengandung dua makna asali yakni: melakukan dan dengan suatu cara. Hasil pemetaan komponen menunjukkan

(6)

bahwa setiap fitur-fitur makna yang terkandung pada setiap leksikon dapat diungkapkan melalui kegiatan verba yang menjadi korpus tulisan ini. Bahkan Nampak perbedaan antara verba yang dilakukan dengan perlahan ataupun terburu-buru. Hasil eksplikasi mempertegas temuan bahwa perpindahan yang melekat di setiap leksikon menunjukan dengan cara apa makanan itu masuk ke mulut dengan jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Allan, Keith. 2001. Natural Language Semantics. Oxford: Blackwell.

Frawley, William. 1992. Linguistic Semantics. New Jersey: Lawrence Erlbaum. Givon, Talmy.1984. Syntax and Semantics. London: Oxford University Press Goddard C. Cliff. 1997. Semantic Analysis: A Practical Introduction. Australia:

The University of New England Armidale.

Sudipa, I Nengah. 2004. Verba Bahasa Bali: sebuah analisis Metabahasa Semantik Alami. (Disertasi)Universitas Udayana (Unpublished).

Referensi

Dokumen terkait

[r]

At the end, investors purchase stock to receive a share of a firm’s earnings, which is normally distributed through dividends; however, investors may have different perspective

[r]

orang lain, kecuali secara terrulis dengan jclas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan. disebutkan nama dan pengarang dan

Pada studi yang dilakukan di China ditemukan bayi yang lahir dari ibu yang kekurangan berat badan sebelum kehamilan (BMI 18,5 kg/m 2) berada beresiko deficit pertumbuhan janin

paparan sulfur dioksida dalam waktu 5 menit dengan konsentrasi sulfur dioksida 0,25 ppm akan menyebabkan konstriksi saluran pernafasan, peningkatan penyakit asma (Bernstein et

a) Guru harus menerangkan kepada siswa, untuk memperkenalkan metode ini, bahwa dengan jalan bermain peran ( role playing ) siswa diharapkan dapat memecahkan masalah

Penelitian ini dapat membantu para ibu hamil, bersalin dan melahirkan untuk dapat memperhatikan konsumsi dan asupan gizi yang seimbang terhadap kesehatan ibu sehingga