• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Tifoid

1. Definisi Demam Tifoid

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu Minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. 1

2. Penyebab Demam Tifoid

Penyebab dari penyakit Demam Tifoid adalah SalMonella typhii, basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak spora, mempunyai sekurang-kurangnya empat antigen yaitu antigen O (Somatik), H(Flagela), Vi, dan protein membran hialin. Kumannya tergolong bakteri yang menyerang bagian usus halus. 2,3

Keterangan antigen :

a. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik group

b. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella dan bersifat spesifik

c. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. Antigen Vi dapat menghambat proses dengan lutinasi antigen oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses fagositosis.

d. Quter Membrane Protein (QMP). Antigen QMP Salmonella typhii merupakan bagian dari dinding sel terluar yang terletak di luar sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya.

(2)

3. Epidemiologi

Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi yang di jumpai di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah . Demam Tifoid disebabkan oleh Salmonella typhii yang dapat bertahan hidup lama di lingkungan yang kering dan beku. organisme juga mampu bertahan hidup lama selama 1 minggu dan dapat bertahan serta berkembang biak dalam susu, daging, telur atau produknya tanpa merubah warna dan bentuknya. Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan alami sakmonella typii, melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita Demam Tifoid atau karier kronis. Bisa tertular dari ibu yang mengalami bakteriemia kepada bayi dalam kandungan. 2,5

Sumber penularan biasanya tidak dapat ditemukan. Ada dua sumber penularan Salmonella typhii : pasien dengan Demam Tifoid dan yang lebih sering carrier. Carrier adalah orang yang sembuh dari Demam Tifoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhii dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Insidens penyakit Demam Tifoid bervariasi dari tempat satu ke tempat yang lain dan dari waktu ke waktu, tersebar hampir di seluruh dunia. 3, 12

Sumber infeksi dari Demam Tifoid adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh Salmonella typhii dintaranya adalah : 12, 13

a. Air yang terkontaminasi dengan tinja sering mengakibatkan epidemik yang ekplosif.

b. Susu dan hasil susu lainnya (es krim, keju, kustard), kontaminasi dengan tinja atau pasteurisasi yang tidak cukup atau pengepakan yang tidak tepat.

c. Kerang-kerangan akibat air yang terkontaminasi

d. Telur yang dibuat bubuk atau dibekukan dari unggas yang terinfeksi atau terkontaminasi selama pemprosesan.

e. Daging dan hasil-hasil daging dari binatang yang terinfeksi. f. Obat-obat rekreasi seperti marihuana dan obat-obat lainnya.

g. Zat warna binatang (misalnya karmin) dipakai pada obat-obatan, makanan atau kosmetika.

(3)

Konsep lain penyebab penyakit ditinjau dari aspek epidemiologi tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu rangkaian atau jalinan dari berbagai penyebab atau faktor risiko yang saling berhubungan satu dengan lainnya, dengan produk akhir adalah penyakit :12

a. Faktor ketidakteraturan penduduk

b. Faktor lingkungan yang jika ditinjau dari faktor kesehatan kurang menguntungkan.

4. Gejala

Gejala klinis Demam Tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata – rata 10 – 20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang lama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodomal, yaitu perasaan tidak enak badan , lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersengamat.

Gejala klinis yang serung ditemukan, yaitu: a. Demam

Pada kasus–kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama , suhu tubuh berangsur–angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur–angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

b. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai teremor. Pada abdomen dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.

(4)

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.

Disamping gejala-gejala yang biasa ditemukan tersebut , mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan dalam minggu pertama yaitu demam. Kadang-kadang ditemukan bradikaria pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.2

Keluhan penderita Demam Tifoid : Demam, kelemahan, anareksia, sakit kepala, nyeri perut, nausea, menggigil, diare/konstipasi, batuk, muntah, miagia, nyeri sendi, konfusi, nyeri telan, berak berdarah, epistaksia, disuria, kejang. Tanda klinis demam, lidah kotor, apatis, hepatomegali, nyeri akut, bercak rose, toksit dan splenomegali. 3,10,12

5. Patogenesis

Kuman Salmonella typhii masuk tubuh tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Basil di serap di usus halus, melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah dan menyebar keseluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak nyeri. Tukak tersebut dapat mengikatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam di sebabkan oleh kelainan pada usus.3,4

6. Manifestasi Klinis

Masa tunas 7 – 14 hari, selama masa inkubasi mungkin di temukan gejala prodromal berupa rasa tidak enak badan. Dalam minggu pertama penyakit, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Keluhan dan gejalan serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obestipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisis

(5)

hanya di dapatkan suhu badan meningkat. Dalam minggu kedua pasien terus dalam keadaan demam, yang turun secara berangsur – angsur pada minggu ketiga. 7. Pengobatan

Perawatan yang dilakukan adalah Diisolasi selama 7 – 14 hari. Istirahat total biar tidak terjadi perdarahan usus. Sedangkan diet adalah Diet makanan bergizi tinggi, terutama makanan yang lembek dahulu seperti bubur saring. Contoh Menu untuk penderita Demam Tifoid :

Menu Makanan Lunak

Pagi : Bubur ayam, Telur ½ masak, Jus tomat, Teh

Siang: Nasi tim / bubur, Pepes tenggiri, Tumis tempe, Bening bayam, Pepaya iris Sedangkan menu malam menu makanan saring. Sedangkan menu makanan saring untuk menu pagi adalah bubur sumsum, telur ½ matang, susu, jus tomat menu siang : bubur tepung beras, semur daging, tim tahu, jus pepaya dan menu malam : bubur tepung beras, semur tahu halus, sari jeruk, dan menu makanan cair sedangkan menu tambahan jam 10.00 : air bubur kacang hijau, jam 16.00 : air jeruk, kaldu ayam. 6 Obat yang harus di minum adalah Obat yang di berikan oleh dokter harus di habiskan karena terdapat antibiotika kalau tidak di habiskan dapat menjadi resisten. Obat untuk penderita demam typhoid seperti kloramfenikal, tiamfenikol, kotrimotsazol, sefalosporin, fluorokinolon.4,5 Pada keadaan urinary carier yang kronik, kemoterapi ternyata lebih efektif, kombinasi kloramfenikol dan aureominin, sulfonamid, penisilin dosis dapat digunakan sebagai pilihan yang kedua. Untuk mengetahui terjadinya penyembuhan carrier, perlu dilukakan beberapa kali. 3,14

8. Penatalaksanaan

a. Tirah baring total selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri dan berjalan.

b. Makanan harus banyak mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, Tidak boleh banyak mengandung banyak serat, tidak merangsang dan menimbulkan gas dan makanan lunak.

Obat terpilih adalah kloamfenikol 100mg/kg BB/ hari di bagi dalam 4 dosis selama 10 hari. Dosis maksimal kloramfenicol 2 gr/hr. Kloramfenikol tidak

(6)

boleh diberikan bila jumlah leukosit kurang dari 2000/µl. Bila pasien alergi boleh diberikan bila jumlah leukosit kurang dari 2000/µl. Bila pasien alergi diberikan golongan penisilin atau cotrimoksazol. 3,11

9. Pengendalian dan Pencegahan

Demam Tifoid yang tersebar diseluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit usus meskipun lingkungan hidup umunya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan saran air yang baik dapat mengurangi penyebaran penyakit ini. Maka pencegahan Demam Tifoid dapat dilakukan dengan:

a. Jangan makan ditempat yang kurang terjamin kebersihannya.

b. Belilah makanan yang masih panas sehingga menjamin kebersihannya c. Pengawasan produk makanan

d. hygiene perorangan yang baik

e. pengawasan dan pemeriksanaan keadaan sanitasi dan pekerjaan rumah potong hewan

f. Edukasi para penjamahan makanan, usaha katering dan masyarakat luas. g. Imunisasi diajurkan untuk individu yang berdiam atau bepergian ke daerah

endemik. 2,3

Dengan mengetahui cara penyebaran penyakit ini, maka pengendalian penyakit ini harus dilakukan dengan menerapkan dasar- dasar hygiene dan kesehatan masyarakat. Pencegahan Demam Tifoid dilakukan dengan dua suntikan suspensi Salmonella typhii, yang dimatikan dengan aseton, diikuti oleh suntikan “booster” beber apa bulan kemudian, memberikan kekebalan sebagian terhadap sejumlah kecil kuman tifoid penyebab infeksi, tetapi tidak pada jumlah kuman yang besar. Pemberian melalui mulut strain, mutan hidup yang virulen dari Salmonella typhii memberikan perlindungan yang bermakna pada daerah yang endemitasnya tinggi. Vaksin Salmonella lainnya memberikan perlindungan yang lebih dan tidak dianjurkan. 3,4,5

10. Carrier

Setiap orang yang ketularan Salmonella, mengekskresi kuman tersebut dengan fases dan air kemih selama beberapa jangka waktu. Bila tidak terjadi

(7)

keluhan atau gejala, orang tersebut dinamakan Symtompless excretor. Bila ekskresi kuman berlangsung terus orang tersebut dinamakan carrier. Hal serupa terjadi pada pasien Demam Tifoid. Pasien Demam Tifoid berhenti mengekskresi Salmonella dalam 3 bulan. Pasien yang tetap mengekresi Salmonella setelah 3 bulan dinamakan carrier. Carrier didapatkan terutama pada usia menengah, lebih sering pada wanita dibandingkan pria dan jarang pada anak-anak. Pada faecal carrier kuman menetap dikandung empedu yang meradang menahun dan menetap di saluran air kemih, biasanya disebabkan kelainan saluran air kemih yang sudah ada. 12

B. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Tifoid

Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit Demam Tifoid. Faktor-faktor tersebut adalah :

1. Faktor-faktor Karakteristik : a. Umur

Semua kelompok umur dapat tertular Demam Tifoid , tetapi paling banyak adalah golongan umur dewasa muda. Di daerah endemik Demam Tifoid, insiden tertinggi didapatkan pada anak – anak, orang dewasa sering mengetahui infeksi yang sembuh sendiri dan menjadi kebal.

b. Jenis Kelamin

Distribusi jenis kelamin antara penderita pria dan wanita pada Demam Tifoid tak ada perbedaan, tetapi pria lebih banyak terpapar dengan kuman Salmonella thyphii dibandingkan dengan wanita, karena aktivitas diluar rumah lebih banyak. Hal ini memungkinkan pria memiliki risiko lebih besar. c. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat berhubungan dengan kemampuan baca tulis seseorang, sehingga seseorang yang punya kemampuan baca tulis akan berpeluang menerima informasi dan pengetahuan lebih.

Pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi persepsi seseorang akan konsep sehat dan sakit pada akhirnya akan mempengaruhi kebiasaan individu dan keluarga untuk hidup sehat termasuk upaya individu dan keluarga didalam melakukan pencegahan penyakit.

(8)

2. Sanitasi Lingkungan

Usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Jadi lebih mengutamakan usaha pencegahan terhadap berbagai faktor lingkungan, sedemikian rupa sehingga munculnya penyakit dapat dilihat.

a. Kepemilikan sarana / sumber air bersih

Seseorang yang memiliki sarana air bersih akan lebih leluasa menggunakan air bersih untuk berbagai keperluan, termasuk untuk mandi, mencuci pakaian, mencuci tangan dan keperluan rumah tangga lainnya. Sebaliknya bagi mereka yang tidak memiliki sarana air bersih sendiri, akan cenderung membatasi penggunaan air bersih. Bagi yang memiliki sedikit air lebih mudah terkena infeksi usus, yang penularannya melalui jari yang kotor. b. Kepemilikan jamban dan kebiasaan buang air besar

Jamban merupakan sarana yang digunakan masyarakat sebagai tempat buang air besar, sebagai tempat pembuangan tinja, jamban sangat potensial menyebabkan gangguan bagi masyarakat, gangguan ini dapat berupa estetika, kenyamanan dan kesehatan. Membuang tinja pada tempat selain jamban masih merupakan kebiasaan pada beberapa masyarakat, terutama yang tinggal di desa-desa walaupun mereka sendiri sudah memiliki jamban. Tinja yang dibuang selain di jamban akan mudah menjadi tempat perindukan bakteri dan oleh vektor tertentu akan dapat mencemari makanan yang akan dikonsumsi manusia. 15,16

3. Perilaku

Perilaku adalah segala bentuk tanggapan dari individu terhadap lingkungan. Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan10. Karakteristik perilaku ada yang terbuka dan ada yang tertutup. Perilaku terbuka adalah perilaku yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu. Perilaku tertutup adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat atau metode tertentu misalnya berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi, takut. Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan

(9)

mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama :

1). Faktor – faktor predisposisi (predisposing factor):

Faktor – faktor ini mencakup; pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal – hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ihkwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan.

2). Faktor – faktor pemungkin (enabling factor) :

Faktor – faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanna yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung.

3). Faktor – faktor penguat (reinforcing factors) :

Faktor – faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang – undang, peraturan – peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang – kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokah masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih – lebih para petugas kesehatan. Disamping itu undang – undang juga diperlukan memperkuat masyarakat tersebut.16

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya

(10)

terhadap masalah “sehat-sakit” atau kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, untuk hal ini Hendrik L. Blum menggambarkan secara ringkas sebagai berikut:

Keempat faktor tersbut (keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayan kesehatan) di samping berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal, bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak normal), maka status kesehatan akan tergeser ke arah di bawah optimal.

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status ksehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya. Lingkungan: - Fisik - Sosial ekonomi, budaya dsb Status kesehatan Pelayanan kesehatan Perilaku Keturunan

(11)

Usaha memperbaiki atau meningkatkan kondisi lingkungan ini dari masa ke masa, dan dari masyarakat satu ke masyarakat yang lain bervariasi dan bertingkat-tingkat, dari yang paling sederhana (primitif) sampai kepada yang paling mutakhir (modern).

Dengan perkataan lain bahwa teknologi di bidang kesehatan lingkungan sangat bervariasi, dari teknologi primitif, teknologi menengah (teknologi serba guna) sampai dengan teknologi mutakhir.

Mengingat bahwa masalah kesehatan lingkungan di negara-negara yang sedang berkembang adalah berkisar pada sanitasi (jamban), penyediaan air minum, perumahan (housing), pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah (air kotor), maka hanya akan dibahas kelima masalah tersebut.17

Perilaku atau perbuatan manusia tidak terjadi secara sporadis (timbul dan hilang saat-saat tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan kontinuitas antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya10.

a. Kebiasaan makan dan minum di luar rumah

Makan di luar merupakan suatu kebiasaan sebagian besar masyarakat, dari kebiasaan ini tidak jarang seseorang kurang memperhatikan kebersihan dari makanan yang dimakan, serta menggunakan air minum tanpa dimasak terlebih dahulu, misalnya air susu yang terkontaminasi, air es yang dibuat dari air yang terkontaminasi. Infeksi Salmonella thypi pada umumnya terjadi karena mengkonsumsi makanan / minuman yang tercemar akibat penanganan makanan / minuman yang tidak hygienis.

b. Kebiasaan cuci tangan sebelum makan dengan sabun dan sesudah berak Salah satu penularan dari penyakit saluran pencernaan adalah melalui tangan yang tercemar oleh Mikro Organisme penyebab penyakit. Ada pendapat yang menyatakan bahwa mencuci tangan sebelum makan akan melindungi seseorang dari infeksi penyakit.

(12)

C. Pengetahuan dan Sikap

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom16, seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku kedalam 3 domain (kawasan). Pembagian ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan yaitu mengembangkan atau meningkatkan ke-3 domain tersebut, yang terdiri dari cognitive domain, affective domain dan psycomotoric domain.16

Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan dalam penelitian ini, ke-3 domain diukur dari : Pengetahuan dan sikap tentang pencegahan Demam Tofiid.

Perilaku adalah segala bentuk tanggapan dari individu terhadap lingkungan. Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan. Karakteristik perilaku ada yang terbuka dan ada yang tertutup. Perilaku terbuka adalah perilaku yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu. Perilaku tertutup adalah perilaku yang dapat dimengerti dengan menggunakan alat / metode termisal : berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi, takut.

1. Pengetahuan (Knowledge)

Green 16 menganalisa bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai dari seseorang. Pengetahuan tentang pencegahan Demam Tifoid merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap pengetahuan ini. Selain penginderaan, juga dengan penciuman rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan ini juga merupakan domain (kawasan) yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku dalam mempraktekkan tentang pencegahan Demam Tifoid yaitu meliputi :

a. Proses adopsi perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers 16 mengungkapkan bahwa sebelum orang berperilaku baru, didalam diri orang tersebut akan terjadi proses yang berurutan yaitu : 1). Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari

(13)

akan mengetahui terlebih dahulu tentang pencegahan penyakit Demam Tifoid; 2). Interest, dimana orang mulai tertarik untuk melakukan praktek dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit Demam Tifoid; 3). Evaluation, dimana orang mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya melakukan praktek dalam pencegahan; 4). Trial, dimana orang telah mencoba perilaku baru yaitu perilaku (praktik) pencegahan Demam Tifoid; 5) Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap praktik pencegahan Demam Tifoid. 16 b. Tingkatan pengetahuan didalam cognitive domain

Pengetahuan yang tercakup di dalam cognitive domain mempunyai 6 tingkatan yaitu ; 1). Tahu (Know) artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap materi penyakit Demam Tifoid yang telah diterima; 2). Memahami (Comprehension) artinya suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang pencegahan Demam Tifoid serta dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar; 3). Aplikasi (application), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan pengetahuan tentang pentingnya praktik pencegahan Demam Tifoid yang telah dipelajari; 4). Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan kebagian-bagian dalam keseluruhan materi tersebut; 5). Evaluasi (evaluation). Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi (penilaian) terhadap materi tersebut. 15,16

(14)

2. Sikap (Attitude)

Green 16 menganalisis bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dalam diri seseorang.

Sikap terhadap pentingnya praktik pencegahan Demam Tifoid merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap materi pencegahan dan penanggulangan penyakit Demam Tifoid. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap tersebut merupakan kesiapan untuk penghayatan terhadap pengetahuan ini meliputi komponen pokok untuk praktik pencegahan : kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep, kehidupan emosional (evaluasi), kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuannya, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Berbagai tingkatan sikap yaitu : a) menerima (receiving) artinya orang mau memperhatikan pengetahuan tentang pentingnya praktik pencegahan Demam Tifoid, b) merespon (responding) artinya memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikator dari sikap, c) menghargai (valuing) artinya mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat 3, d) bertanggung jawab (responsible) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. 15,16

Cara mengukur pengetahuan pasien dari hasil kuesioner yang di isi pasien dan kemudian dilakukan skoring. Skor pengetahuan menurut Waridjan :19

a. 80 – 100 % : baik dari total nilai jawaban yang benar. b. 65 – 79 % : cukup dari total nilai jawaban yang benar c. ≤ 64 % : kurang dari total nilai jawaban yang benar

(15)

Kemudian dikategorikan menurut Irawati :20 a. ≥ 70% : baik dari persen benar b. < 70% : kurang dari persen benar

D. Kerangka Teori

Berdasarkan teori di atas dapat dirumuskan kerangka teori sebagai berikut :

Penguat : sikap petugas, anjuran petugas, penentu kebijakan, tokoh agama

Pemungkin : fasilitas,sarana prasarana

kesehatan, UU dll Predisposisi : umur, pendidikan, sikap, nilai, kepercayaan, pekerjaan, pengetahuan sikap, tradisi masyarakat Kejadian Demam Tifoid Carier Faktor karakteristik a. Umur b. Jenis kelamin c. Tk pendidikan Perilaku a. Kebiasaan makan b. Kebiasaan cuci tangan Sanitasi Lingkungan a. Kepemilikan

sarana/sumber air bersih b. Kepemilikan jamban

dan kebiasaan buang air besar

Keterangan :

(16)

E. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Pengetahuan dalam pencegahan demam tifoid

Sikap dalam pencegahan demam tifoid Tingkat pendidikan

Kejadian Demam Tifoid

F. Hipotesa

Berdasarkan kerangka konsep diatas maka hipotesa yang akan dimunculkan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian Demam Tifoid pada pasien dewasa rawat inap di BP RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan tahun 2006.

2. Ada hubungan antara pengetahuan tentang pencegahan Demam Tifoid dengan kejadian Demam Tifoid pada pasien dewasa rawat inap di BP RSUD Kraton tahun 2006.

3. Ada hubungan antara sikap tentang pencegahan Demam Tifoid dengan kejadian Demam Tifoid pada pasien dewasa rawat inap di BP RSUD Kraton tahun 2006.

Referensi

Dokumen terkait

Kalau misalnya jurusannya bukan jurusan bahasa Inggris mungkin bahasa Indonesianya lebih lancer, tapi ini yang saya belajar dari sama teman- teman.. Ne zaman

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

Adalah Comman Event untuk melakukan Event Command tertentu yang telah diatur ketika suatu kondisi terpenuhi.. Tampilan dari Jendela Conditional Branch adalah

/ksternal 8nternal Peluang (Opportunities) &lt;alan menuju 'esa abanio dari #anjarbaru mudah dilalui 'ekat dengan kota #anjarbaru, %artapura dan #anjarbaru Salah satu tempat

Gambaran Histopatologi Insang, Usus, dan Otot pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) di Daerah Ciampea Bogor.. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Menulis 12 Mengungkapkan makna dalam teks tulis fungsional pendek dan esei sederhana berbentuk narrative, descriptive dan news item dalam konteks kehidupan

Jadi sesaat setelah terjadi perampasan mesin sepeda motor akan mati secara otomatis dan tidak dapat dihidupkan.Maka dari itu penulis membuat sebuah rancangan

mencapai tujuan yang sesuai dengan keinginan-nya maka secara langsung kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh personal trainer tergolong baik, karena dalam