• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 8 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 8 Universitas Kristen Petra"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1 Konteks Kompetensi Komunikasi

Istilah kompetensi komunikasi diperkenalkan pertama kali oleh David Hymes pada dekade 1960an untuk menekankan bahwa pengetahuan aturan tata bahasa mencukupi untuk berbicara dan berkomunikasi (Rickheit et al, 2008.p.15). Menurut McCroskey (1984. p.260), istilah kompetensi komunikasi ini mulai diperkenalkan banyak ilmuwan komunikasi pada tahun 1970-an. Kompetensi komunikasi tidak lain adalah terusan dari beberapa abad yang lalu. McCroskey menegaskan bahwa konsep ini telah lama ada, dan yang baru hanyalah istilahnya, yaitu “Kompetensi Komunikasi” (Communication Competence).

McCroskey (1984, p.260) mengungkapkan bahwa konsep kompetensi komunikasi ini telah ditemukan sekitar 3000 tahun sebelum masehi yang berupa esai yang berisi panduan mengenai bagaimana berkomunikasi secara efektif. Perkembangan konsep komunikasi selanjutnya mulai muncul di Yunani pada abad ke 5 sebelum masehi. Dimana pada waktu itu, banyak sekolah mulai mendirikan komunikasi sebagai bentuk kurikulum utamanya. Perkembangan ini diikuti dengan munculnya buku komunikasi yang ditulis oleh Aristoteles, yaitu “Rethoric”. Begitu juga dengan pemerintahan koloni Amerika, mereka juga mendirikan sekolah-sekolah dan menjadikan komunikasi sebagai bentuk kurikulum utamanya. Termasuk salah satu pengajar komunikasi di Harvard

University pada waktu itu yang bernama John Quincy Adams, dimana kemudian

beliau sempat menjadi presiden United States. Fokus pada konsep kompetensi komunikasi ini terus berkembang dalam dunia Akademis di United States, sehingga mewajibkan setiap negara bagian saat itu memberi syarat panduan tertentu dalam hal komposisi penulisan dan komunikasi oral pada semua murid yang masih bersekolah.

Pada tahun 1960 hingga tahun 1970-an, banyak terjadi perkembangan signifikan mengenai konsep kompetensi. Dell Hymes dan Jurgen Habermas (1970) mulai menggunakan istilah “Communicative Competence”. Dell Hymes

(2)

berpendapat bahwa konsep communicative competence tidak hanya untuk kebutuhan teoritis, tapi juga merupakan kebutuhan praktis. Karenanya Hymes mengatakan bahwa kompetensi dan performa adalah dua sisi koin. Performa adalah bagian yang dapat dilihat, sedangkan kompetensi adalah kemampuan untuk menghasilkan performa yang dapat dilihat di kemudian hari. Performa sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor kognitif dan sosial, namun hubungan antar-variabel tersebut perlu diteliti lebih lanjut (Rickheit & Strohner, 2008,p.17-18).

Perkembangan secara signifikan berikutnya terkait dengan konsep kompetensi komunikasi mulai muncul pada tahun 1980, Wiemann dan Backlund menyatakan bahwa ada dua kategori kompetensi, yaitu kognisi dan perilaku (cognition & behavior). Wiemann dan Backlund juga menyatakan bahwa seseorang perlu tahu dan tahu bagaimana untuk melakukan perilaku komunikasi untuk dapat disebut kompeten. Wiemann mengembangkan model kompetensi komunikasi yang terdiri dari lima dimensi, yaitu : ketenangan sosial (social

relaxation), empati (emphaty), affiliasi atau dukungan (affiliation or support),

fleksibilitas perilaku (behavioral flexibility), dan manajemen interaksi (interaction

management skill). (McCroskey 1984. p.260)

Kemudian pada tahun 1984, Spitzberg dan Cupach melengkapi konsep kompetensi komunikasi dengan menonjolkan dua faktor penting, yaitu : efektivitas dan kesesuaian. Spitzberg dan Cupach lebih berfokus pada penelitian mengenai kompetensi komunikasi interpersonal dan kompetensi interpersonal (Rickheit & Strohner, 2008. p.18).

Wilson & Sabee pada tahun 2003, mengembangkan kompetensi komunikasi secara spesifik di berbagai konteks seperti dalam konteks organisasi, interpersonal dan antarbudaya (Willson dan Sabee,2003.p.3).

2.1.1 Definisi Kompetensi Komunikasi

Spitzberg dan Cupach (dalam Rickheit dan Strohner, 2008) menyatakan bahwa kompetensi komunikasi merupakan kemampuan seorang individu untuk beradaptasi dan berkomunikasi secara efektif dalam segala situasi sosial sepanjang

(3)

waktu, dimana kemampuan ini mengarah pada kemampuan untuk bertindak yang dipengaruhi motivasi dan pengetahuan yang dimiliki individu.

2.1.2 Kriteria Komponen Kompetensi Komunikasi

Brian Spitzberg dan William Cupach (1984) dalam buku Human

Communication oleh Morealle (2007, p.35-38), menyatakan bahwa terdapat tiga

komponen kompetensi komunikasi, yaitu: Motivation, Knowledge dan Skills.

a) Motivation (Motivasi)

Bagi seseorang untuk berkomunikasi secara kompeten, maka sangatlah penting untuk memberikan sebuah performa yang kompeten. Hal ini berarti, komunikator harus termotivasi untuk menjadi kompeten. Motivasi mempunyai dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif.

Motivasi yang negatif adalah sebuah pengalaman dari kecemasan dalam berkomunikasi dengan penghargaan yang rendah. Sedangkan, Motivasi positif adalah persepsi terhadap sebuah nilai penghargaan dalam berkomunikasi. Hal ini merupakan hasil dari usaha dan keinginan yang menggerakkan performa komunikator untuk menjadi bagus. Masyarakat mencari motivasi untuk bertindak secara kompeten melalui situasi dan tujuan mereka. Beberapa situasi yang sederhana menawarkan penghargaan yang lebih baik. Contohnya, seseorang mungkin lebih termotivasi untuk menunjukkan kompetensinya ketika ada wawancara kerja atau kencan pertama anda daripada ketika anda sedang duduk di sebelah orang asing. Taruhan yang didapatkan oleh dua situasi pertama jauh lebih tinggi.

Orang termotivasi untuk berkomunikasi melalui dua cara yaitu dengan pendekatan atau penghindaran. Orang ingin untuk melakukan upaya pendekatan dalam beberapa situasi dan mereka ingin untuk menghindari dalam situasi lain. Terkadang orang mengalami baik motivasi pendekatan atau penghindaran dalam sebuah konteks yang sama. Contohnya, kebanyakan orang akan merasa gugup atau cemas pada saat wawancara kerja, tetapi mereka juga termotivasi di saat yang sama untuk menampilkan yang terbaik. Kebanyakan orang tidak suka adanya konflik dengan orang yang mereka cintai, tetapi kita sering melakukannya karena masalah yang dibicarakan terlalu penting untuk dihindari.

(4)

Motivasi kita untuk menghindari komunikasi biasanya didasari oleh kecemasan atau ketakutan kita terhadap implikasi dari lawan bicara kita. Beberapa kecemasan tersebut menjadi motivasi negatif yang paling sering terjadi. Sebagai berikut :

Communication apprehension adalah sebuah ketakutan atau kecemasan

dari pengalaman individu yang berasal dari pengalaman atau antisipasi situasi tertentu dalam berkomunikasi dengan orang lain. (Beatty, McCroskey, & Heisel, 1998). Tanda dari kecemasan tersebut meliputi tangan yang gemetar, keringat pada telapak tangan atau merasa sakit pada perut. Alhasil, kita akan memiliki kecenderungan untuk menghindari komunikasi atau merasakan kecemasan ketika dipaksakan untuk berkomunikasi

Context apprehension adalah sebuah kecemasan tentang berkomunikasi di

dalam konteks tertentu seperti interpersonal, kelompok kecil atau berbicara di hadapan publik. Contohnya, banyak dari kita yang mahir berbicara one-on-one tetapi mengalami sebuah kecemasan ketika berbicara di hadapan public atau sebaliknya. (Ellis,1995)

Public speaking anxiety lebih mengarah kepada ketakutan seseorang

ketika berbicara di hadapan publik dalam sebuah kegiatan.

Social anxiety juga merupakan sebuah kecemasan yang paling umum.

Situasi sosial bisa menjadi sangat mengancam karena kita memperoleh begitu banyak konsep diri dari apa yang orang lain pikirkan terhadap kita.

Shyness adalah sebuah kecendurangan untuk menarik diri dari aktivitas

sosial. Orang yang pemalu mungkin tidak akan muncul dalam beberapa aktivitas yang berbeda-beda, tetapi mereka akan cenderung untuk memulai atau berpartisipasi dalam sebuah percakapan. Tetapi dalam hal ini, sangatlah penting untuk mengingat bahwa beberapa masyarakat, seperti kebudayaan Asia, nilai ketidaktegasan dan rasa pemalu itu tidak mempengaruhi ketidakmampuan seseorang. (Kim,1999, p.62)

(5)

b) Knowledge (Pengetahuan)

Pengetahuan merupakan panduan bagi kita dalam berkomunikasi mengenai apa yang harus diucapkan, dilakukan dan memberitahu kita mengenai sebuah prosedur dalam melakukan sesuatu.

Pengetahuan secara kasar dapat dipecah ke dalam apa dan bagaimana komunikasi, yang diketahui sebagai konten dan pengetahuan secara prosedural, yaitu :

Content knowledge adalah sebuah pamahaman dari sebuah topik,

kata-kata, arti yang diperlukan dalam sebuah situasi. Sedangkan, Procedural

knowledge memberi tahu kita bagaimana untuk memasang, merencanakan dan

menampilkan content knowledge dalam situasi tertentu. Ketika kita mendapat surat ijin mengemudi, kita sudah melakukan ujian tertulis mengenai peraturan berlalu-lintas ( content knowledge ), dan ketika menguji kemampuan berkendara untuk menerapkan pengetahuan mengenai mobil selagi berkendara ( procedural

knowledge ). Performa seseorang bergantung pada tingkat motivasi dan

pengetahuan seseorang, tetapi akhirnya itu merupakan sebuah perilaku dan kemampuan seseorang yang kita dapat menilai kompeten atau tidak kompeten.

c) Skills ( Keahlian )

Skills merupakan kemampuan seseorang dalam menerapkan motivasi dan

pengetahuan mereka. Skills merupakan bagian ketiga dari model kompetensi Keahlian adalah sebuah kemampuan yang dapat dilakukan berulang dan merupakan sebuah perilaku yang diarahkan oleh tujuan tertentu. Perilaku ini harus dapat dilakukan secara berulang, karena siapa pun bisa mencapai sesuatu secara tidak sengaja, tetapi jika pencapaian itu tidak dapat diulang, artinya orang tersebut tidak memiliki keahlian. Keahlian juga diarahkan oleh tujuan (goal directed), karena itu sudah dirancang untuk mencapai sesuatu. Jika tidak, hal itu lebih disebut dengan perilaku daripada keahlian.

Keahlian dalam berkomunikasi dibagi menjadi dua yaitu keahlian umum dan keahlian spesifik. Secara umum, terlepas dari budaya contohnya bahwa orang harus mampu untuk mengajukan bertanyaan, menampilkan beberapa ekspresi

(6)

pada wajah seperti kemarahan, sedih, senang dan melakukan tata cara mengucapkan salam (seperti: membungkuk, berjabat tangan dan melambaikan salam). Semua orang di setiap budaya mengembangkan rutinitas mereka yang digunakan dalam berbagai situasi. Sedangkan secara spesifik, dalam setiap situasi setiap bentuk komunikasi merupakan interaksi yang unik. Percakapan basa-basi mungkin akan selalu terlihat sederhana, namun setiap saat dari obrolan sederhana tersebut adalah sebuah peristiwa unik yang berbeda dari yang kita alami sebelumnya. Jadi, beberapa keahlian berkomunikasi dapat digunakan dalam hampir setiap situasi. Sedangkan keahlian-keahlian komunikasi lain hanya dapat digunakan pada situasi-situasi yang spesifik.

Jadi untuk memiliki kompetensi komunikasi, kita harus memiliki motivasi, pengetahuan dan kemampuan. Tiga komponen utama ini dapat untuk menganalisa apakah komunikator sudah kompeten dalam situasi apapun.

2.1.3 Beberapa faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Kompetensi Komunikasi

Lunandi (1987) menyatakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi interpersonal antara lain :

a. Faktor psikologis, yaitu segala sesuatu yang ada di benak komunikator dan rmasuk sikap dan situasi kejiwaan komunikator. Hal ini akan mengiring komunikasi yang terjadi menjadi formal, tidak formal, tegang, atau bersahabat.

b. Faktor fisik, yaitu lingkungan fisik saat terjadi komunikasi, seperti restoran, bioskop, gereja, atau kantor. Lingkungan fisik akan mempengaruhi komunikasi yang terjadi.

c. Faktor sosial, meliputi hubungan manusia satu sama lain, misalnya orang tua dan anak, guru dan murid, atau antar teman sekerja. Relasi interpersonal yang terjadi meliputi aturan-aturan sosial yang ada dalam masyarakat.

(7)

d. Faktor budaya, meliputi tradisi, kebisaan, dan adat yang memiliki kekuatan besar unuk mempengaruhi karakter sesorang. Seluruh isi komunikasi akan mengikuti kebiasaan normal suatu budaya.

e. Faktor waktu, yaitu kapan sebuah komunikasi interpersonal terjadi. Waktu komunikasi bisa pagi, siang, sore, atau malam. Hari minggu dan bulan akan berpengaruh pada bentuk komunikasi. Karena sebagian orang aktif berkomunikasi di pagi hari sedangkan sebagian yang lain aktif berkomunikasi di malam hari, maka faktor waktu mempengaruhi kompetensi interpersonal.

f. Jenis kelamin, yaitu perbedaan kelamin yang dapat mempengaruhi kemampuan bahasa dan komunikasinya, namun pengaruh ini tidak terlalu besar dampaknya. Soler dan Jorda (2007) mengungkapkan bahwa wanita memiliki kemampuan bahasa dan komunikasi yang sedikit lebih baik daripada laki-laki.

g. Usia, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi atau kemampuan komunikasi dan bahasa seseorang. Individu yang lebih tua dikatakan dapat memiliki kemampuan yang lebih baik dari individu yang lebih muda dalam berkomunikasi.

h. Level pendidikan, tingkat atau level pendidikan seorang individu juga dapat mempengaruhi kemampuannya dalam berkomunikasi. Sebagian besar individu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan berbahasa dan komunikasi yang lebih baik dari individu yang memiliki pendidikan lebih rendah.

Cooley dan Roach (dalam Salleh, 2006), menambahkan bahwa dalam kompetensi komunikasi terdapat beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan yaitu kondisi fisiologis, seperti umur, jenis kelamin dan minat; kondisi psikologis, seperti kognitif, emosi, kepribadian, dan motivasi; serta lingkungan sosial individu yang membentuk kategori fisiologis dan psikologis yang menjadi syarat minimal agar individu dapat dikatakan kompeten.

(8)

2.14 Sport Communication

Menurut Pedersen (2007,p,26), sport communication merupakan sebuah aspek dari komunikasi yang memiliki setting olahraga. Hal ini bisa terlibat dalam studi komunikasi interpersonal dan organisasi (verbal atau non-verbal) diantara partisipan olahraga (pemain, pelatih, manager, trainer, dan wasit). Sport

communication mempunyai perananan akan kesuksesan individu sebagai bagian

dari team dan organisasi. Sport communication memiliki elemen dasar dari komunikasi dalam bidang olahraga dengan setting olahraga dan pelaku olahraga (atlit, pelatih, coach, dan media). Para ilmuwan dalam bidang sport

communication, menggunakan teori ini untuk melihat hubungan antara dunia

olahraga dan media. Sport media disini adalah sebuah media yang berfokus pada dunia olahraga, dan di dalamnya terdapat kajian mengenai perbedaan gender, tingkat pendidikan dan usia. Kebanyakan teori sport communication berfokus pada penggunakan motivasi dan efek dari motivasi tersebut.

2.1.5 Personal trainer

Menurut Study Guide For Sports (2012,p.82) “personal trainer is a fitness

professional involved in exercise prescription and instruction. They motivate clients by setting goals and providing feedback and accountability to clients. Trainers also measure their client's strengths and weaknesses with fitness assessments” dimana dapat diartikan bahwa personal trainer merupakan seorang

professional dalam dunia fitnes yang terlibat dalam resep dan instruksi latihan. Mereka memotivasi klien mereka dengan menyeting tujuan dan memberikan umpan balik dan akuntabilitas kepada klien. Personal trainer juga mengukur kekuatan dan kelemahan dari klien-nya dengan ukuran fitness. (Sport medicine Essentials for Sports : Training and Fitness instructions 2nd edition, p.82).

Personal trainer dituntut untuk mempelajari beberapa jenis latihan,

sejarah olahraga, cara pandang olahraga, dan belajar mengenai trainee yang akan mereka bimbing. Personal trainer dapat membantu trainee untuk mencapai tujuan sesuai yang keinginan trainee, hal itu dapat diwujudkan dengan membuat jenis latihan yang sesuai dengan trainee, jadwal dan frekuensi latihan, intensitas

(9)

latihan, mengatur pola makan trainee dan berdiskusi mengenai suplemen kesehatan dan lainnya. (Kraemer, 2011, chapter 12)

Selain itu, untuk menjadi personal trainer harus mempunyai sertifikat secara resmi bahwa telah lulus uji kompetensi sebagai personal trainer. dimana dalam uji kompetensi tersebut terdapat beberapa elemen-elemen seperti pengetahuan mengenai kesehatan, otot-tubuh manusia, teknik dan gerakan latihan, dan cara berkomunikasi. Cara berkomunikasi disini meliputi untuk mengetahui program latihan yang disukai oleh trainee, motivasi trainee, pendekatan dengan trainee dan memotivasi trainee ( Malek, 2002, p.19).

Personal trainer yang tergabung di mega gym ini juga harus memiliki

sertifikat yang telah lulus uji meliputi teknik latihan (gerakan, teknik, manfaat dan operational) , pola hidup sehat ( tidak merokok, mempunyai tubuh yang proposional dan bagus) serta kemampuan berkomunikasi kepada trainee (memberi motivasi, cara bertingkah-laku dengan trainee dan memberi coaching). Masing-masing personal trainer mendapatkan buku panduan dimana berisikan mengenai cara bekerja yang professional dan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Misalnya dalam hal “coaching” ketika personal trainer akan memulai sesi latihan dengan trainee, maka personal trainer harus membuka sesi latihan tersebut dengan mulai menanyakan kabar terlebih dahulu kemudian menunjukkan akan agenda latihan yang sudah disiapkan dan menjelaskan detil manfaat dari latihan tersebut. (Imran, Wawancara, 26 November’14)

2.1.6 Trainee

Menurut kamus (www.oxforddictionaries.com), mengatakan bahwa

Trainee mempunyai defisini arti kata sebagai “a person undergoing training for a particular job or goals” atau yang berarti seseorang yang sedang dalam pelatihan

untuk pekerjaan atau tujuan tertentu.

Berdasarkan arti tersebut, peneliti menarik kesimpulan bahwa arti kata

trainee di dalam dunia olahraga adalah sebagai seseorang yang dilatih oleh personal trainer dalam mencapai tujuan tertentu seperti menjaga kesehatan,

(10)

tujuan tersebut, trainee akan mendapat pengetahuan dasar yang akan diberikan oleh personal trainer seperti pengetahuan mengenai organ-organ tubuh, pengetahuan mengenai alat dan teknik latihan, pengetahuan mengenai pola makan dan nutrisi yang baik untuk tubuh, motivasi untuk mencapai tujuan dan pengetahuan akan alokasi waktu yang tepat. Hal tersebut sangat perlu untuk diketahui oleh trainee karena untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan, kesalahan pada teknik disaat latihan yang dapat membuat trauma, dan tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Dalam dunia olahraga, trainee menggunakan jasa personal trainer dengan mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan jasa tersebut. Oleh sebab itu,

personal trainer mempunyai sebuah tanggung jawab yang besar untuk

memperhatikan trainee untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. 2.1.7 Survei

Menurut Sugiyono (2011,p.6) bahwa : metode survei digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengerdarkan kuisioner, test, wawancara terstruktur dan sebagainya.

Sedangkan menurut Fatoni (2006,p.100) mengatakan bahwa, survei adalah sebuah metode penelitian yang digunakan untuk mengadakan pemeriksaan dan pengukuran-pengukuran terhadap gejala empiri yang berlangsung di lapangan atau lokasi penelitian, umumnya dilakukan terhadap unit sampel yang dihadapi sebagai responden dan bukan terhadap seluruh populasi sasaran.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menggunakan metode survei untuk mendapatkan jawaban-jawaban dari trainee mengenai kompetensi komunikasi

personal trainer.

2.2 Nisbah Antar Konsep

Kompetensi komunikasi setiap individu merupakan hal yang perlu ditinjau dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan sebuah kualitas individu masing-masing. Aspek-aspek kompetensi komunikasi seharusnya dimiliki oleh setiap

(11)

personal trainer dalam menjalankan tugasnya sebagai pelatih (trainer) yang

berhadapan dengan trainee untuk membantu trainee mencapai tujuan tertentu dengan maksimal. Aspek kompetensi tersebut terdiri dari aspek personal yang meliputi pengetahuan, motivasi, skills yang harus dimiliki seorang personal

trainer yang mengarah kepada pelanggan dalam memberikan pengarahan,

instruksi dan motivasi dalam sesi latihan.

Aspek-aspek kompetensi komunikasi yang sudah dijelaskan dapat digunakan sebagai tolak ukur terhadap kompetensi komunikasi seorang personal

trainer dalam berhubungan dengan trainee. Dan jika trainee dapat berhasil

mencapai tujuan yang sesuai dengan keinginan-nya maka secara langsung kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh personal trainer tergolong baik, karena dalam mencapai tujuan tersebut dibutuhkan sebuah konsistensi dan komitmen dimana hal tersebut diberikan dalam bentuk motivasi, dorongan semangat dan perhatian.

Dengan menggunakan metode survei dalam penelitian ini untuk mengulas bagaimanakah kompetensi komunikasi yang dimiliki seorang personal trainer dalam sesi latihan dengan trainee di pusat kebugaran Surabaya. Maka akan diketahui apakah kompetensi komunikasi personal trainer sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh trainee.

(12)

2.3 Kerangka Pemikiran

Menurut Spitzberg dan Cupach (1984) kompetensi komunikasi merupakan kemampuan seorang individu untuk beradaptasi dan berkomunikasi secara efektif dalam segala situasi sosial sepanjang waktu, dimana kemampuan ini mengarah pada kemampuan untuk bertindak yang dipengaruhi motivasi dan

pengetahuan yang dimiliki individu.

Kompetensi komunikasi yang dimiliki personal trainer di Mega Gym Surabaya menurut trainee

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Olahan Peneliti, 2015

Pusat kebugaran dengan konsep mega gym di Surabaya adalah Celebrity Fitness dan Gold’s Gym dengan pelanggan sekitar 1500 orang dan sekitar 70% di antara-nya menggunakan jasa personal trainer.

Survei Knowledge Motivation Skills Avoid Communicatio n Avoid context Avoid Social Anxiety Avoid Shyness Content Knowledge Procedural Knowledge General Level Specific Level

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran  Sumber: Olahan Peneliti, 2015

Referensi

Dokumen terkait

Dari berbagai definisi intellectual capital diatas, dapat disimpulkan bahwa IC merupakan modal yang penting yang harus dimiliki perusahaan karena merupakan aset

Menurut Hariadi (2005) key success factor adalah variabel-variabel penting dalam lingkungan intern maupun ekstern perusahaan yang sangat mempengaruhi kesuksesan perusahaan dalam

Sebuah perusahaan yang sukses adalah yang telah menemukan salah satu cara untuk menciptakan nilai bagi pelanggan, yaitu cara untuk membantu pelanggan mendapatkan sesuatu

Struktur masyarakat yang terus berubah dan untuk instansi publik dan swasta yang bekerja di sektor pariwisata mengharuskan mereka untuk mempelajari

Selain itu, dengan semakin tinggi usaha sebuah perusahaan menjaga kepercayaan konsumen mereka, semakin tinggi level brand trust yang mereka upayakan, maka akan

Tanpa mengecilkan atau mengurangi arti penting dari definisi-definisi budaya organisasi, peneliti merangkum definisi bahwa budaya organisasi adalah kebiasaan-kebiasaan yang terjadi

Jadi brand personality adalah suatu cara yang bertujuan untuk menambah daya tarik merek dengan memberi karakteristik pada merek tersebut, yang bisa didapat melalui

Sebelumnya, strain ratio diperhitungkan terlebih dahulu sebagai perbandingan antara deformasi yang terjadi pada VSL Gensui damper (δ) terhadap tebal karet damper