• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 8 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 8 Universitas Kristen Petra"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1 Maslow’s Hierarchy Theory

Maslow’s hierarchy theory yang dikembangkan oleh Abraham Maslow pada tahun 1943, menjelaskan bahwa seseorang akan termotivasi ketika kebutuhan mereka terpenuhi (Mawere, Mubaya, Van Reisen, & Van Stam, 2016).

Teori Maslow menunjukkan adanya tingkatan kebutuhan atau sering disebut hirarki kebutuhan yang harus dipenuhi dari hirarki terendah untuk melanjutkan ke hirarki berikutnya (Narehan, Hairunnisa, Norfadzillah, & Freziamella, 2014).

Hirarki kebutuhan berbentuk piramida dan terbagi menjadi 5 hirarki yaitu physiological needs, safety needs, social needs, esteem needs, and self- actualization (Wu, 2012). Physiological needs adalah kebutuhan yang paling mendasar seperti makanan, air dan tempat tinggal (Al-Aufi & Al-Kalbani, 2014).

Kedua, safety needs yaitu kebutuhan manusia untuk merasa aman dan terhindar dari ancaman (Cao, Jiang, Oh, Li, Liao, & Chen, 2013).

Ketiga, social needs yaitu manusia memiliki hubungan persahabatan (Dholakia-Lehenbauer, Elliott, & Cordell, 2012). Keempat, esteem needs yaitu manusia ingin memiliki status yang jelas seperti dihargai, dihormati dan diakui oleh lingkungan sekitar (Bulut, Hisar, & Demir, 2010). Terakhir, self- actualization mengacu pada kebutuhan untuk menjadi pribadi yang mampu mengembangkan sepenuhnya potensi dalam diri (Alajmi & Alasousi, 2018). Pada kebutuhan ini, pekerja akan menerima dirinya sendiri dan percaya pada pekerjaanya yang bermakna (Al-Aufi & Al-Kalbani, 2014). Self-actualization diperoleh ketika seseorang mendapatkan work-life balance (Chansaengsee, 2017).

Seseorang tidak akan mendapatkan kepuasan dalam kehidupan pribadi ketika sangat fokus pada pekerjaan sehingga dibutuhkan adanya work-life balance yang sehat (Smith, Smith, & Brower, 2016).

2.2 McClelland’s Theory of Needs

McClelland’s theory of needs yang dikembangkan oleh David McClelland dan rekan-rekannya pada tahun 1961, menunjukan tiga kebutuhan mendasar yang

(2)

dimiliki semua individu, yaitu achievement, power, dan affiliation dapat mempengaruhi tindakan seseorang (Moberg & Leasher, 2011; Osemeke &

Adegboyega, 2017).

Need for achievement (nAch) adalah keinginan untuk melampaui yang lain dengan memiliki standar yang tinggi dalam mencapai kesuksesan (Jha, 2010).

Merrick dan Shafi (2011) mengatakan nAch dapat mendorong seseorang untuk meningkatkan standar kinerja. Seseorang yang memiliki faktor nAch tinggi akan merasa puas jika memiliki pekerjaan yang melibatkan tingkat keterampilan dan tantangan yang sulit (Moore, Grabsch, & Rotter, 2010).

Need for power (nPow) adalah keinginan seseorang untuk memegang kendali serta otoritas yang dapat mempengaruhi dan mengubah keputusan orang lain sesuai dengan kebutuhan atau keinginannya (Osemeke & Adegboyega, 2017).

Seseorang yang memiliki faktor nPow yang tinggi akan mencari kekuatan posisi sehingga ide-idenya dapat mendominasi dan dapat mengendalikan tindakan orang lain (Fodor, Wick, & Conroy, 2012).

Need for affiliation (nAff) adalah keinginan untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang akrab dengan orang lain (Rybnicek, Bergner, &

Gutschelhofer, 2019). Seseorang akan didorong atas dasar percaya kepada orang lain (Steinmann, Otting, & Maier, 2016). Seseorang dengan faktor nAff tinggi lebih suka berinteraksi dengan orang lain sehingga memiliki keinginan yang kuat untuk disukai dan diterima (Moberg & Leasher, 2011).

Menurut teori kebutuhan motivasi McClelland, kebutuhan seseorang akan afiliasi mengarah pada pengembangan hubungan pribadi, termasuk yang di luar tempat kerja (Smith, Smith, & Brower, 2016). Dengan demikian, keinginan untuk mendapat work-life balance yang sehat dalam pekerjaan akan sangat penting untuk mahasiswa dalam memilih karir akuntansi. Tabel 2.1 dibawah ini menunjukkan penggunaan Maslow’s hierarchy theory dan McClelland’s theory of needs dalam menjelaskan work-life balance.

(3)

Tabel 2.1. Kajian Penelitian Terdahulu Maslow’s Hierarchy Theory dan McClelland’s Theory of Needs

Teori Topik Author Keterangan

Maslow Hierarchy

Work-life balance, time management

Chansaengsee, S. (2017)

Work-life balance dapat mendukung time

management seseorang untuk mendapatkan self- actualization.

Quality of work life

Narehan, Hairunnisa, Norfadzillah, dan Freziamella.

(2014)

Kualitas program kehidupan kerja

mempengaruhi kualitas hidup karyawan dalam organisasi.

Maslow Hierarchy &

Mcclelland Motivational Needs Theory

Work-life balance, perspectives of marketing professionals

Smith, K. T.

(2010)

Work-life balance dapat meningkatkan kualitas kerja, kinerja,

pengambilan keputusan etis, dan kepuasan kerja seseorang

Work-life balance, perspectives of future

accountant

Smith, Smith, dan Brower.

(2016)

Work-life balance dapat memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk memilih karir di masa depan

2.3 Work-life balance (WLB)

WLB dapat diasumsikan sebagai pemisahan yang seimbang antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (Khallash & Kruse, 2012). Agarwal dan Lenka (2015) menambahkan, WLB berarti menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan gaya hidup seseorang. Selain itu, Greenhaus dan Allen (2011) mendefinisikan

(4)

WLB sebagai penilaian sejauh mana efektivitas dan kepuasan seseorang dalam pekerjaan dan peran keluarga konsisten dengan nilai-nilai kehidupan mereka.

WLB digambarkan sebagai dukungan organisasi untuk aspek kehidupan pribadi karyawan (Balven, Fenters, Siegel, & Waldman, 2018). WLB bekerja secara efektif apabila terdapat kebijakan yang dapat mengurangi beban kerja karyawan tanpa mengganggu produktivitas organisasi (Adame, Caplliure, & Miquel, 2016).

Darcy, McCarthy, Hill, dan Grady (2012) berpendapat bahwa WLB terjadi berdasarkan rencana yang terorganisir dengan baik.

Mahasiswa mulai sadar terhadap pentingnya WLB (Pookaiyaudom, 2015;

Tan-Wilson & Stamp, 2015). Menurut Smith, Smith, dan Brower (2011), mahasiswa memandang WLB sangat penting dalam membuat keputusan karir.

WLB memiliki 4 elemen penting yaitu flexible work hours, job sharing, telecommuting, dan holiday work hours (Smith, Smith, & Brower, 2016). Flexible work hours dapat membuat karyawan menghilangkan jam kerja tetap demi memiliki waktu untuk kehidupan pribadi. Flexible work hours dapat diartikan ketika karyawan diberi kebebasan untuk memilih jam kerja awal dan akhir (Barney & Elias, 2010). Menurut Masuda et al., (2012), kepuasan kerja dan kualitas hidup karyawan bersumber dari flexible work hours. Flexible work hours yang sehat membuat pekerja dapat mengurangi konflik antara pekerjaan dan keluarga (Hofacker & Konig, 2013).

Job sharing dapat mengurangi tingkat stres karyawan karena membantu memberikan WLB antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (Thakur, Bansal, &

Maini, 2018). Job sharing dapat didefinisikan sebagai kontrak paruh waktu dimana dua atau lebih karyawan bersama-sama bertanggung jawab atas beban kerja satu posisi (Freeman & Coll, 2009). Dengan adanya kualitas kerja paruh waktu yang lebih baik, dapat membantu tercapainya keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga yang sehat (Pocock, Charlesworth, & Chapman, 2013).

Telecommuting dapat diartikan dimana karyawan melakukan pekerjaan tidak ditempat biasa mereka bekerja yang didukung dengan koneksi teknologi (Nieminen, Nicklin, McClure, & Chakrabarti, 2011; Bélanger, Watson-Manheim,

& Swan, 2013). Telecommuting dapat meningkatkan komitmen, produktivitas dan kepuasan karyawan dalam bekerja (Harker Martin & MacDonnell, 2012). Dengan

(5)

adanya telecommuting dapat membantu karyawan untuk mencapai keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi karena dapat meluangkan waktu lebih banyak bersama keluarga (Sarbu, 2018). Telecommuting dapat menghilangkan konflik di rumah akibat lebur bekerja (Ojala, Natti, & Anttila, 2014).

Holiday work hours menurut Smith, Smith, dan Brower (2011) dapat diartikan dengan adanya hari libur pada jadwal kerja. Mahasiswa menyukai adanya holiday work hours dalam pekerjaan (Smith, Smith, & Brower, 2016).

Berkaitan dengan WLB, Tabel 2.2 menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia telah memperhitungkan betapa pentingnya WLB bagi pekerja dan telah menetapkannya dalam undang-undang ketenagakerjaan Indonesia.

Tabel 2.2. Kebijakan Pemerintah Mengenai Work-life Balance Melalui UU Ketenagakerjaan

Specialized leave policies

Bereavement leave

Pemberian cuti tanpa pengurangan upah kepada pekerja yang suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga yang dalam satu rumah meninggal dunia.

Pasal 2 paragraf C;

Pasal 4

paragraf F & G

Paid maternity leave

Pemberian cuti tanpa pengurangan upah kepada pekerja perempuan yang berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum melahirkan dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan.

Pasal 82 nomor 1; Pasal 84

(6)

Tabel 2.2. Kebijakan Pemerintah Mengenai Work-life Balance Melalui UU Ketenagakerjaan (sambungan)

Specialized leave policies

Paternity leave

Pemberian cuti tanpa pengurangan upah kepada pekerja laki-laki yang istrinya melahirkan atau keguguran.

Pasal 93 nomor 4 paragraf E

Religiosity Support

Longer break and or leave to do religiosity rituals

Organisasi wajib

memberikan kesempatan kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya

Pasal 80

Source: Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2.4 Image accounting career (IAC)

Profesi akuntansi menjadi penting karena terlibat dalam pencapaian tujuan strategis pertumbuhan sosial-ekonomi suatu negara dan proses pertumbuhan berkelanjutan (Cernusca & Balaciu, 2015). Hashim, Embong, dan Shaari (2012) menunjukkan, sebagian besar mahasiswa melihat akuntan sebagai orang yang dihormati dan memiliki reputasi tinggi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Khalid, Sarani, Hisam, Zulkffli, dan Jamalludin (2016) mengatakan bahwa mahasiswa memiliki persepsi positif terhadap profesi akuntansi melalui gaji yang tinggi dan stabilitas dalam profesi, persyaratan kerja, serta reputasi akuntan. Di sisi lain, Carnegie dan Napier (2010) menunjukkan bahwa akuntan memiliki karakteristik jujur dan dapat diandalkan. Hal itu membuat akuntan dipandang sebagai profesi yang menjanjikan dan penting bagi masyarakat (Splitter & Borba, 2014).

(7)

Penelitian terdahulu menunjukan mahasiswa memiliki beberapa stigma terhadap karir akuntansi. Mahasiswa memiliki pandangan negatif mengenai profesi akuntansi yang sangat patuh terhadap peraturan (McDowall & Jackling, 2010). Bagi mahasiswa profesi akuntansi adalah pekerjaan yang monoton dan melibatkan banyak perhitungan (Splitter & Borba, 2014). Hal tersebut didukung dengan Hung (2014) bahwa mahasiswa melihat profesi akuntansi sebagai pekerjaan yang membosankan. Selain itu, mahasiswa memiliki pandangan bahwa profesi akuntansi adalah pekerjaan yang dibawah tekanan sehingga dapat membuat stres (Germanou, Hassall, & Tournas, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Caglio dan Cameran (2017) menunjukkan akuntan dianggap sebagai seorang yang tidak kreatif. Akuntan juga dipandang sebagai pribadi yang independen oleh mahasiswa akuntansi (Wessels & Steenkamp, 2009).

Cernusca dan Balaciu (2015) melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa technical skills (accounting, taxation, expertise, management control, management) merupakan keterampilan yang diperlukan bagi akuntan dalam bekerja. Selain keterampilan, peneliti terdahulu juga meneliti persepsi mahasiswa mengenai pengalaman kerja sebagai kriteria yang diperlukan akuntan dalam bekerja. Hasilnya menunjukan bahwa mahasiswa menyetujui pengalaman kerja sebagai kriteria yang dibutuhkan dalam profesi akuntansi. Pengalaman kerja dapat diperoleh melalui program magang yang dapat membuat mahasiswa akuntansi memiliki keyakinan untuk memilih karir akuntansi (Tong & Tong, 2012).

2.5 Pursue Accounting Career (PAC)

Mahasiswa perlu memiliki kemampuan dalam bidang akuntansi bila ingin menjadi seorang akuntan. Bidang akuntansi dapat membuat mahasiswa menjadi akuntan pada masa depan (Bahari, Tahir, & Rahim, 2014). Menurut Watson dan McMahon (2005) serta Tang dan Seng (2016), niat mahasiswa dalam memilih karir di masa depan dapat dipengaruhi oleh bertambahnya pengetahuan dari waktu ke waktu.

Dalam memilih karir akuntansi mahasiswa memperhatikan tiga faktor penting yaitu kepuasan kerja, kondisi kerja yang baik dan stabilitas pekerjaan di bidang akuntansi (Byrne, Willis, & Burke, 2012). Mahasiswa memiliki motivasi

(8)

untuk memilih karir akuntansi karena memiliki niat yang besar dan kepercayaan diri yang kuat (Owusu, Obeng, Ofori, Kwakye, & Bekoe, 2018). Keinginan mahasiswa dalam memilih karir dapat dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya dan pandangan orang lain (Fishbein & Ajzen, 2011). Peneliti terdahulu melakukan penelitian untuk mengetahui niat mahasiswa mengejar karir akuntansi. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang tua, teman, dan status sosial memiliki peran penting bagi mahasiswa dalam menentukan karir akuntansi (Bagley, Dalton, & Ortegren, 2012; Dalci & Ozyapici, 2018).

Germanou, Hassall, dan Tournas (2009) melakukan penelitian mengenai persepsi mahasiswa asal Inggris dan Malaysia dalam memilih karir akuntansi.

Terdapat empat kategori dalam penelitian tersebut yaitu extrinsic, intrinsic, prestige dan social. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam memilih karir akuntansi, mahasiswa asal Inggris dan Malaysia memiliki perbedaan. Mahasiswa asal Inggris memilih karir akuntansi karena percaya bahwa karir tersebut akan memberikan nilai intrinsik dan sosial. Sementara itu, mahasiswa asal Malaysia memilih karir akuntansi karena percaya bahwa karir tersebut akan memberikan nilai intrinsic, extrinsic, prestige dan social.

Law (2010) melakukan penelitian kepada mahasiswa akuntansi di universitas Hong Kong mengenai pilihan dalam berkarir dalam akuntansi. Hasil menunjukan bahwa faktor intrinsik dan pengaruh orang tua menjadi peran penting dalam mahasiswa akuntansi untuk mengejar karir akuntansi. Kepuasan kerja, kesempatan untuk menjadi pekerja yang kreatif, dan adanya tantangan secara intelektual menjadi faktor intrinsik yang paling berpengaruh dalam pengambilan keputusan mahasiswa akuntansi untuk mengejar karir sebagai akuntan.

2.6 Hubungan antar Variabel 2.6.1 Pengaruh WLB terhadap IAC

Wessels dan Steenkamp (2009) melakukan penelitian mengenai persepsi mahasiswa akuntansi terhadap karir akuntan. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa mahasiswa akuntansi menganggap akuntan adalah pekerjaan yang kurang memiliki aktivitas sosial. Sedangkan penelitian yang dilakukan Byrne, Willis, dan

(9)

Burke (2012) menjelaskan bahwa mahasiswa menganggap adanya work-life balance dapat membantu akuntan untuk bersosialisasi dengan baik.

H1: Work-life balance berpengaruh terhadap image accounting career.

2.6.2 Pengaruh IAC terhadap PAC

Menurut Handley, Shanka, dan Rabbanee (2017), dalam pemilihan karir mahasiswa dipengaruhi oleh faktor exciting (interesting, fun dan inovatif) dan challenging (competitive dan hardwork). Menurut Dalci and Ozyapici (2018), menikmati hidup dan bersenang-senang merupakan prioritas utama dari mahasiswa. Mahasiswa memilih karir akuntansi karena merasa akuntansi adalah karir yang menarik (Ng, Lai, Su, Yap, Teoh, & Lee, 2017). Faktor lain yang mempengaruhi mahasiswa dalam memilih karir akuntansi adalah challenging.

Mahasiswa ingin memiliki pekerjaan yang menantang secara intelektual (Law, 2010).

H2: Image accounting career berpengaruh terhadap pursue accounting career.

2.6.3 Pengaruh WLB terhadap PAC

Work-life balance menjadi faktor yang penting untuk memilih karir sebagai akuntan Bagley, Dalton, dan Ortegren (2012). Smith, Smith, Brower (2016) melakukan penelitian mengenai pentingnya work-life balance bagi mahasiswa akuntansi. Hasil menunjukan bahwa mahasiswa mempertimbangkan masalah work-life balance dalam pemilihan karir di masa depan.

H3: Work-life balance berpengaruh terhadap pursue accounting career.

Dari penjelasan diatas peneliti dapat menggabungkan image accounting career sebagai variabel mediasi, sehingga muncul hipotesis selanjutnya:

H4: Image accounting career dapat memediasi hubungan antara work- life balance terhadap pursue accounting career.

(10)

2.6.4 Pengaruh jenis kelamin terhadap WLB

Smith, Smith, dan Brower (2016) melakukan penelitian mengenai persepsi mahasiswa akuntansi dan akuntan terhadap pentingnya work-life balance dalam dunia kerja. Hasil penelitian menunjukan jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi mahasiswa mengenai work-life balance. Baik responden pria dan wanita menganggap bahwa masalah work-life balance sangat penting, dengan nilai rata-rata wanita lebih tinggi dari pria.

H5: Work-life balance berbeda berdasarkan jenis kelamin.

2.6.5 Pengaruh jenis kelamin terhadap IAC

Menurut Hashim, Embong, dan Shaari (2012) mahasiswa menyukai akuntansi dan percaya bahwa akuntansi adalah pekerjaan yang dihormati dan prestisius. Ada juga perbedaan jenis kelamin dalam memandang profesi akuntansi. Hal ini ditandai dengan persepsi mahasiswa wanita yang lebih positif bila dibandingkan dengan mahasiswa pria.

H6: Image accounting career berbeda berdasarkan jenis kelamin.

2.6.6 Pengaruh jenis kelamin terhadap PAC

Nwobu, Faboyede, dan Oyewo (2016) melakukan penelitian mengenai faktor untuk mengejar karir akuntansi terhadap 150 mahasiswa akuntansi di Nigeria Barat daya. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan adanya pengaruh jenis kelamin yang menyebabkan terdapat perbedaan dalam memilih karir akuntansi. Mahasiswa akuntansi pria memiliki keinginan yang lebih tinggi untuk memilih akuntansi sebagai karir dari pada mahasiswa wanita.

H7: Pursue accounting career berbeda berdasarkan jenis kelamin.

2.6.7 Pengaruh lama studi terhadap WLB

Penelitian yang dilakukan oleh Akalp, Ozbek, dan Omur-Ozbek (2017) ini bertujuan untuk menyelidiki persepsi mahasiswa manajemen mengenai work-life balance. Selain itu, penelitian ini juga menyelidiki perbedaan lama studi mahasiswa dalam pengaruhnya terhadap work-life balance. Hasil menunjukan bahwa mahasiswa sangat menyetujui adanya work-life balance dalam karir

(11)

mahasiswa. Perbedaan lama studi tidak mempengaruhi mahasiswa dalam persepsinya pada work-life balance.

H8: Work-life balance tidak berbeda berdasarkan lama studi.

2.6.8 Pengaruh lama studi terhadap IAC

Hasil dari penelitian Manganaris dan Spathis (2012) menunjukan bahwa mahasiswa pada awal semester pertama memiliki persepsi positif mengenai akuntansi, yang bertambah positif seiring dengan berjalannya waktu. Peran pendidik akuntansi berperan besar terhadap mahasiswa dalam menentukan karir pada masa depan.

H9: Image accounting career berbeda berdasarkan lama studi.

2.6.9 Pengaruh lama studi terhadap PAC

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad, Ismail, dan Anantharaman (2015) berfokus pada mahasiswa akuntansi di Malaysia untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pemilihan karir akuntansi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan lama studi mahasiswa yang dapat mempengaruhi niat mahasiswa dalam pemilihan karir.

H10: Pursue accounting career berbeda berdasarkan lama studi.

2.7 Kajian Penelitian Terdahulu

Tabel 2.3 Literature Review

Penulis Judul Hasil

WLB

Pookaiyoudom.

(2015)

Assessing different perceptions toward the importance of a work-life balance: a comparable study between Thai and international

programme students

Penelitian Pookaiyaudom (2015) menunjukan bahwa baik mahasiswa Thailand maupun internasional, memiliki kesedaran yang tinggi mengenai

pentingnya work-life balance dan menyatakan bahwa konsep work-life balance sangat penting bagi kehidupan mahasiswa.

(12)

Tabel 2.3 Literature Review (sambungan)

Penulis Judul Hasil

WLB

Tan-Wilson dan Stamp.

(2015)

College Students' Views of Work-Life Balance in STEM Research Careers:

Addressing Negative Preconceptions

Tan-wilson (2015) melakukan penelitian terhadap mahasiswa mengenai work-life balance pada karir STEM (science, technology, engineerings, mathematics).

Hasil menunjukan bahwa mahasiswa pria dan wanita menganggap work-life balance sangat penting, dengan tidak adanya perbedaan signifikan antara jawaban pria dan wanita. Work-life balance juga berpengaruh terhadap pilihan karir mahasiswa setelah lulus nanti.

Smith, Smith dan Brower.

(2016)

How Work-life Balance, Job Performance, and Ethics Connect:

Perspectives of Current and Future Accountants

Smith, Smith, dan Brower (2016)

melakukan penelitian mengenai persepsi mahasiswa akuntansi dan akuntan terhadap pentingnya work-life balance dalam dunia kerja. Hasil penelitian menunjukan bahwa work-life balance yang sehat berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, performa kerja, dan pengambilan keputusan yang etis. Work-life balance juga memiliki peran penting terhadap pemilihan karir. Jenis kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi mahasiswa mengenai work-life balance. Baik responden pria dan wanita menganggap bahwa masalah work-life balance sangat penting, dengan nilai rata-rata wanita lebih tinggi dari pria.

(13)

Tabel 2.3 Literature Review (sambungan)

Penulis Judul Hasil

WLB

Akalp, Ozbek, dan Omur- Ozbek. (2017)

Construction Management Students' Perceptions on Work-life Balance

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki persepsi mahasiswa manajemen mengenai work-life balance. Selain itu, penelitian ini juga menyelidiki perbedaan jenis kelamin dan lama studi mahasiswa dalam

pengaruhnya terhadap work-life balance.

Hasil menunjukan bahwa mahasiswa sangat menyetujui adanya work-life

balance dalam karir mahasiswa. Perbedaan jenis kelamin juga mempengaruhi persepsi mahasiswa mengenai work-life balance secara signifikan. Mahasiswa wanita lebih setuju terhadap masalah work-life balance dari pada mahasiswa pria. Perbedaan lama studi tidak mempengaruhi mahasiswa dalam persepsinya pada work-life balance.

IAC

Germanou, Hassall, dan Tournas.

(2009)

Students’

perceptions of accounting profession: work value approach

Secara umum penelitian menunjukkan bahwa jika seorang siswa memiliki

persepsi positif terhadap profesi akuntansi, maka siswa itu akan sangat mungkin memiliki niat positif untuk mengejar karir akuntansi. Mahasiswa akuntansi dari negara Malaysia dan Inggris termotivasi untuk mengejar profesi terutama

berdasarkan persepsi mahasiswa tentang peluang untuk bekerja dengan orang lain, kemajuan karir dan sifat yang menarik dari pekerjaan akuntansi

(14)

Tabel 2.3 Literature Review (sambungan)

Penulis Judul Hasil

IAC

Mcdowall dan Jackling.

(2010)

Attitudes towards the accounting profession: an Australian perspective

Hasil dari penelitian ini adalah pengaruh universitas mengenai akuntansi tidak meningkatkan persepsi positif akuntansi sebagai pengetahuan. Bagi mahasiswa, akuntansi dianggap melibatkan banyak menghafal aturan.

Manganaris dan Spathis.

(2012)

Greek Students' perceptiions of an introductory accounting course and the accounting profession

Hasil penelitian menunjukan bahwa mahasiswa pada awal semester pertama memiliki persepsi positif mengenai akuntansi, yang bertambah positif seiring dengan berjalannya waktu. Peran pendidik akuntansi berperan besar terhadap

mahasiswa dalam menentukan karir pada masa depan.

Hashim, Embong, dan Shaari. (2012)

Perceptions on Accounting Career:

A Study among the Secondary School Students in a Regional Kelantan State.

Mahasiswa menyukai akuntansi dan

percaya bahwa akuntansi adalah pekerjaan yang dihormati dan prestisius. Ada juga perbedaan jenis kelamin dalam

memandang profesi akuntansi. Hal ini ditandai dengan persepsi mahasiswa

wanita yang lebih positif bila dibandingkan dengan mahasiswa pria.

Hung. (2014)

Perceptions of Accounting and Accountants

Penelitian ini berfokus pada persepsi mahasiswa mengenai profesi akuntansi.

Hasil menunjukan bahwa mahasiswa China dan Macau memandang akuntansi sebaagai profesi yang membosankan, membutuhkan ketelitian, pasti, dan memiliki status sosial yang tinggi.

(15)

Tabel 2.3 Literature Review (sambungan)

Penulis Judul Hasil

PAC

Nwobu, Faboyede, dan Oyewo. (2016)

Accounting students' choice to pursue a career in the Industry or

academics: lessons from selected private Nigerian Universities

Nwobu pada tahun 2016 melakukan penelitian mengenai faktor untuk mengejar karir akuntansi terhadap 150 mahasiswa akuntansi di Nigeria Barat daya. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa faktor yang terpenting bagi mahasiswa dikarenakan minat pribadi dari mahasiswa tersebut tanpa ada pengaruh pihak lain.

Temuan lainnya menunjukan adanya pengaruh jenis kelamin yang menyebabkan adanya perbedaan dalam memilih karir akuntansi. Mahasiswa akuntansi pria memiliki keinginan yang lebih tinggi untuk memilih akuntansi sebagai karir dari pada mahasiswa wanita.

Tong dan Tong. (2012)

Negative opinion of company

environment mediates career choice of Accountancy students

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keputusan karir mahasiswa akuntansi di Malaysia. Hasil dari penelitian

menunjukan bahwa magang atau kerja lapangan memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan karir akuntansi bagi mahasiswa. Magang menjadi

pertimbangan yang paling mempengaruhi mahasiswa di atas pertimbangan gaji dan tunjangan.

(16)

Tabel 2.3 Literature Review (sambungan)

Penulis Judul Hasil

PAC

Nishiyama, Camillo, dan Jinkens. (2014)

Gender and motives for accountancy

Penelitian ini mengungkapkan bahwa wanita memiliki alasan yang lebih kuat daripada pria dalam hal lokasi pekerjaan, status sosial, dan stabilitas pendapatan ketika memilih akuntansi sebagai pilihan dalam berkarir. Terdapat sekitar 40%

kemungkinan lebih banyak wanita yang memilih akuntansi daripada pria

dikarenakan lokasi pekerjaan yang dekat dengan keluarga. Faktor status sosial mempengaruhi wanita sekitar 40% lebih tinggi dari pada pria. Sedangkan stabilitas pendapatan lebih penting bagi wanita daripada pria dalam pilihan berkarir di akuntansi.

Aziz, Ibrahum, Sidik, dan Tajuddin.

(2017)

Accounting students’

perception and their intention to become professionally qualified accountants

Penelitian ini berfokus pada mahasiswa akuntansi di Malaysia untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan karir akuntansi.

Terdapat 7 variabel yang digunakan, yaitu status, stabilitas pekerjaan, gaji, banyaknya kesempatan, biaya untuk, memiliki gelar akuntansi, dan grit (ketekunan dan semangat untuk tujuan jangka panjang).

Hasil menunjukan bahwa hanya 3 faktor yang mempengaruhi mahasiswa dalam keputusan berkarir sebagai akuntan, yaitu stabilitas pekerjaan, biaya untuk memilih gelar akuntansi, dan grit.

(17)

Tabel 2.3 Literature Review (sambungan)

Penulis Judul Hasil

PAC

Ahmad, Ismail, dan Anantharaman.

(2015)

To be or not to be:

An investigation of accounting students' career intentions

Penelitian ini berfokus pada mahasiswa akuntansi di Malaysia untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pemilihan karir akuntansi. Hasil pertama menunjukan bahwa mahasiswa akuntansi mungkin tidak memiliki komitmen pada profesi akuntansi.

Kedua, minat intrinsik dan pengalaman magang adalah faktor yang mempengaruhi niat karir mahasiswa. Ketiga, pengaruh konflik yang diantisipasi memberikan temuan baru dalam kaitannya dengan niat mahasiswa akuntansi dalam berkarir.

Selain itu, terdapat perbedaan lama studi mahasiswa yang dapat mempengaruhi niat mahasiswa dalam pemilihan karir.

Hubungan yang signifikan hanya diperoleh oleh mahasiswa tahun kedua.

2.8 Hipotesis

Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

H1: Work-life balance berpengaruh terhadap image accounting career.

H2: Image accounting career berpengaruh terhadap pursue accounting career.

H3: Work-life balance berpengaruh terhadap pursue accounting career.

H4: Image accounting career dapat memediasi hubungan antara work- life balance terhadap pursue accounting career.

H5: Work-life balance berbeda berdasarkan jenis kelamin.

H6: Image accounting career berbeda berdasarkan jenis kelamin.

(18)

H7: Pursue accounting career berbeda berdasarkan jenis kelamin.

H8: Work-life balance berbeda berdasarkan lama studi.

H9: Image accounting career berbeda berdasarkan lama studi.

H10: Pursue accounting career berbeda berdasarkan lama studi.

Referensi

Dokumen terkait

Struktur masyarakat yang terus berubah dan untuk instansi publik dan swasta yang bekerja di sektor pariwisata mengharuskan mereka untuk mempelajari

Selain itu, dengan semakin tinggi usaha sebuah perusahaan menjaga kepercayaan konsumen mereka, semakin tinggi level brand trust yang mereka upayakan, maka akan

Tanpa mengecilkan atau mengurangi arti penting dari definisi-definisi budaya organisasi, peneliti merangkum definisi bahwa budaya organisasi adalah kebiasaan-kebiasaan yang terjadi

Jadi brand personality adalah suatu cara yang bertujuan untuk menambah daya tarik merek dengan memberi karakteristik pada merek tersebut, yang bisa didapat melalui

Menurut Hariadi (2005) key success factor adalah variabel-variabel penting dalam lingkungan intern maupun ekstern perusahaan yang sangat mempengaruhi kesuksesan perusahaan dalam

Sebuah perusahaan yang sukses adalah yang telah menemukan salah satu cara untuk menciptakan nilai bagi pelanggan, yaitu cara untuk membantu pelanggan mendapatkan sesuatu

Sebelumnya, strain ratio diperhitungkan terlebih dahulu sebagai perbandingan antara deformasi yang terjadi pada VSL Gensui damper (δ) terhadap tebal karet damper

Komunikasi dapat menumbuhkan motivasi dalam organisasi karena dalam suatu organisasi, individu-individu berkomunikasi baik dari atasan kepada bawahan (downward