• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN : KAJIAN KEBIJAKAN PENENTUAN PELABUHAN TERTENTU SEBAGAI PINTU MASUK IMPOR PRODUK TERTENTU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN : KAJIAN KEBIJAKAN PENENTUAN PELABUHAN TERTENTU SEBAGAI PINTU MASUK IMPOR PRODUK TERTENTU"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN :

KAJIAN KEBIJAKAN PENENTUAN

PELABUHAN TERTENTU SEBAGAI PINTU

MASUK IMPOR PRODUK TERTENTU

Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan

Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri

(2)

Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri

Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI

Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta Gedung Utama Lt. 16

(3)

KEBIJAKAN PENENTUAN PELABUHAN TERTENTU SEBAGAI PINTU MASUK IMPOR PRODUK TERTENTU

Banyaknya kesepakatan perdagangan bebas yang dilaksanakan Indonesia dengan negara mitra dialog baik secara bilateral maupun regional menyebabkan tarif bea masuk preferensi semakin rendah. Saat ini rata-rata tarif bea masuk Indonesia adalah 7,73%. Rendahnya tarif ini menyebabkan maraknya produk impor masuk ke pasar dalam negeri, baik berupa produk hasil industri maupun pertanian. Seiring dengan berjalannya waktu, terdapat kecenderungan kenaikan impor baik untuk produk industri maupun produk pertanian khususnya produk hortikultura. Pada tahun 2010, impor barang konsumsi mencapai USD 10 miliar, dan tahun 2011, telah mencapai USD 13,4 miliar. Walaupun impor barang konsumsi ini hanya 7,55 persen dari total impor Indonesia, namun demikian alangkah baiknya apabila hal ini dapat dipasok oleh industri di dalam negeri. Impor terbesar didominasi oleh bahan baku penolong (73,80 %) dan barang modal (18,65 %).

Dalam rangka menciptakan perdagangan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif dan peningkatan tertib administrasi impor, Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 57 tentang ketentuan Impor Produk Tertentu yang mengatur impor produk makanan dan minuman, obat tradisional dan herbal, kosmetik, pakaian jadi, alas kaki, elektronika dan mainan anak-anak hanya dapat dilakukan melalui pelabuhan laut Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Soekarno-Hatta Makassar, Dumai dan Jayapura dan/atau seluruh pelabuhan udara internasional.

Berdasarkan data BPS, pada tahun 2011, impor produk makanan dan minuman mengalami kenaikan 27,61 persen dibandingkan tahun 2010 yaitu dari USD 0,404 miliar menjadi USD 0,516 miliar. Untuk produk kosmetik kenaikan terjadi sebesar 35,63 persen. yaitu dari USD 0,303 miliar pada tahun 2010 naik menjadi USD 0,411 miliar pada tahun 2011. Produk pakaian jadi pada tahun 2011 juga mengalami kenaikan dibadingkan tahun 2010 yaitu sebesar 22,33 persen dari USD 0,234 miliar menjadi USD 0,286 miliar. Adapun untuk produk alas kaki, impor pada tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 32,30 persen, untuk produk elektronika kenaikan impor tahun 2011

(4)

sebesar 13,34 persen dibandingkan tahun 2010. Untuk mainan anak-anak, kenaikan tahun 2011 adalah sebesar 33,02 persen.

Adapun untuk produk pertanian dalam hal ini produk hortikultura, juga mengalami kenaikan impor. Selama 5 tahun terakhir (2007-2011), impor produk hortikultura cenderung mengalami peningkatan sebesar 19,2 persen per tahun. Impor produk hortikultura terbesar adalah melalui pelabuhan laut Tanjung Priok dengan pangsa pada tahun 2011 mencapai 64,2 persen dengan nilai USD 1.077 juta, diikuti oleh pelabuhan laut Tanjung Perak dengan pangsa 23,4 persen, pelabuhan laut Belawan (5,6 %), Pelabuhan dumai (2%), Pelabuhan Batu Ampar (1,7%) dan bandar udara Soekarno-Hatta (0,3%). Hampir sebagian besar produk Hortikultura Indonesia (47,1%) diimpor dari China. Negara asal impor produk Hortikultura Indonesia lainnya dari Thailand (12,9%), AS (8,3%), India (5,1%), dan Australia (3,2%), dimana keempat negara tersebut merupakan negara-negara mitra dagang FTA.

Peningkatan impor produk hortikultura tersebut dikhawatirkan tidak hanya mengancam kelangsungan produksi produk sejenis di dalam negeri, namun juga mengakibatkan masuknya Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) eksotik yang tidak pernah ada di Indonesia, yang pada akhirnya mengakibatkan turunnya produktifitas produk hortikultura dalam negeri.

Tingginya permintaan impor akan barang konsumsi baik produk hasil industri maupun pertanian, mengakibatkan kegelisahan di kalangan produsen dalam negeri karena dapat mengganggu dan mengurangi daya saing barang lokal sejenis di pasar dalam negeri.

Dalam rangka mengamankan pasar dalam negeri dan memberikan perlindungan konsumen serta membantu produsen dalam negeri agar barang lokal sejenis dapat bersaing dengan barang konsumsi asal impor, diperlukan suatu kebijakan yang mengatur tentang pelabuhan impor tertentu sebagai pintu masuk produk impor tertentu. Terkait hal tersebut, tujuan dari kajian ini adalah mengidentifikasi kriteria ideal penetapan pelabuhan yang ditetapkan sebagai pintu masuk impor produk hasil industri dan pertanian/hortikultura, menganalisis kesesuaian penentuan pelabuhan yang akan ditetapkan dengan sentra produksi dan sentra industri dan menganalisis potensi

(5)

dampak ekonomi dari kebijakan penetapan pelabuhan yang akan ditetapkan sebagai pintu masuk impor produk hasil industri dan pertanian/ hortikultura.

Berdasarkan analisis, kriteria utama dari pelabuhan yang dapat dijadikan pintu masuk impor produk industri dan hortikultura berturut-turut mulai dari yang paling prioritas adalah (1) kriteria Keamanan, Ketahanan, dan Pelayanan Pelabuhan, (2) kriteria Ketersediaan Sumberdaya Manusia, (3) kriteria Fasilitas Pelabuhan Laut , (4) kriteria Proteksi terhadap Produk Lokal , dan (5) kriteria Wilayah Perairan untuk Pelabuhan Laut. Masing-masing kriteria utama tersebut terdiri dari beberapa sub kriteria dengan bobot/prioritas masing-masing. Hasil penentuan kriteria pelabuhan tersebut dapat dijadikan rujukan kriteria bagi pengambil keputusan untuk menentukan pelabuhan yang akan ditetapkan sebagai pintu masuk impor produk hortikultura dan industri.

Dari hasil penilaian survey pelabuhan sampel (Batam, Belawan Medan, Tanjung Perak Surabaya, Sukarno Hatta Makasar, dan Bitung Manado) secara umum pelabuhan-pelabuhan tersebut telah memenuhi standar pada kriteria prioritas pertama (Keamanan, Ketahanan, dan Pelayanan Pelabuhan ) dan kriteria prioritas kedua (Ketersediaan Sumberdaya Manusia). Di lain pihak pada kriteria lainnya yaitu kriteria Fasilitas Pelabuhan Lau; kriteria Proteksi terhadap Produk Lokal dan kriteria Wilayah Perairan untuk Pelabuhan Laut secara umum pelabuhan-pelabuhan tersebut belum memenuhi standar.

Apabila pelabuhan-pelabuhan sampel (Batam, Belawan Medan, Tanjung Perak Surabaya, Sukarno Hatta Makasar, dan Bitung Manado) akan dijadikan pintu masuk produk-produk hortikultura dan industri, saran top prioritas yang harus diperbaikinya di seluruh pelabuhan tersebut adalah peningkatan dayasaing produk lokal. Khususnya di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Belawan Medan karena pelabuhan-pelabuhan tersebut berada di sentra produksi terbesar dari produk-produk hortikultura yang tercakup pada Permentan No.89 Tahun 201. Sementara Batam, termasuk sentra produksi produk-produk industri dan memiliki fasilitas distribusi yang baik untuk distribusi ke seluruh wilayah Indonesia.

Nilai negatif proteksi terhadap produk lokal di pelabuhan Tanjung Perak, Belawan Medan dan Batam lebih tinggi dibandingkan dengan pelabuhan sampel

(6)

lainnya sehingga untuk memproteksinya diperlukan peraturan khusus sebagaimana

diterapkan di Jawa Timur. Dalam hal ini Propinsi Jawa Timur untuk

meningkatkan proteksi terhadap produk hortikultura lokalnya telah menerapkan Peraturan Gubernur Jawa Timur No.22 Tahun 2012 tentang Pengendalian Produk Import Hortikultura dan Pemberdayaan Usaha Hortikultura di Jatim. Efektifitas dari regulasi ini akan sangat tergantung pada keberhasilan kumunikasi antara Gubernur dalam memberikan masukan kepada Menteri Pertanian tentang waktu, jenis dan jumlah ketersediaan produk-produk hortikultura di Jatim. Selanjutnya masukan tersebut menjadi bahan pertimbangan Mentan dalam memberikan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan.

Berdasarkan analisis kesesuaian Penentuan Pelabuhan yang akan Ditetapkan dengan Sentra Produksi dan Sentra Industri, maka wilayah yang sangat sensitif dijadikan pintu masuk impor buah-buahan dan sayuran segar berdasarkan Permentan No.89 adalah Tanjung Perak (Jawa Timur) dan Belawan (Sumatera Utara) karena kedua wilayah tersebut merupakan produsen utama yang menempati wilayah produsen terbesar kedua dan ketiga dari produksi buah-buahan dan sayuran segar di Indonesia. Selain itu, dari pintu masuk pelabuhan Tanjung Perak (Jawa Timur) juga pasti akan mempengaruhi daerah produsen terbesar kedua dari produksi buah-buahan dan sayuran segar di Indonesia yaitu Jawa Barat. Dengan demikian, penetapan Tanjung Perak dan Belawan sebagai pintu masuk masuk impor produk buah-buahan dan sayuran segar di Indonesia berdasarkan Permentan No.89 menjadi sangat sensitif terhadap daya saing produk buah-buahan dan sayuran segar lokal yang dihasilkan di wilayah Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatera Utara. Kondisi Tanjung Perak (Jawa Timur) ini diperparah oleh perkembangan produksi buah-buahan dan sayuran segar yang tercakup dalam Permentan No.89 yang terus menurun drastis selama periode 2008-2010 yaitu menurun sebesar 17,4% per tahun. Nampaknya pintu masuk Tanjung Perak di Wilayah Jawa Timur ini juga memiliki dampak juga terhadap daya saing produk-produk buah-buahan dan sayuran segar di daerah Jawa Barat, yang ternyata telah mengalami trend penurunan produksi yang cukup menyolok yang produksinya menurun sebesar 19,6% per tahun.

(7)

Apabila dilihat dari data nilai sensitivitas terhadap daya saing produk lokal, maka pelabuhan dengan nilai sensitivitas tinggi adalah Batam (Riau), Belawan (Sumut) dan Tanjung Perak (Surabaya). Dua pelabuhan lainnya yaitu Bitung (Manado) dan Sukarno Hatta (Makasar), nilai sensitivitasnya medium sehingga diperkirakan tidak memberikan dampak negatif yang besar terhadap daya saing produk lokal. Walaupun Batam, bukan termasuk wilayah sentra produksi utama buah-buahan dan sayuran segar di Indonesia, namun nilai sensitivitasnya yang tinggi terkait dengan adanya kemudahan faslitas dalam mendistribusikan buah-buahan dan sayuran segar dari Batam ke seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, Batam termasuk salah satu wilayah produksi produk-produk industri.

Alasan yang paling utama kenapa para pelaku usaha melakukan impor produk hortikultura dan industri adalah untuk memenuhi permintaan konsumen. Alasan penting urutan kedua dari melakukan impor produk-produk hortikultura dan industri adalah karena konsisten dalam supplynya lebih terjamin. Selanjutnya, alasan lainnya dengan derajat kepentingan urutan ketiga, dan keempat berturut turut adalah mutu produk impor yang lebih baik; dan harganya lebih murah.

Dari analisis semantic differential, diketahui bahwa daya saing produk hortikultura lokal ternyata jauh lebih rendah dibandingkan dengan produk impor. Atribut-atribut dari produk hortikultura lokal yang harus segera diperbaiki berturut-turut mulai dari yang sangat urgent adalah (1) peningkatan konsistensi supply, (2) tampilan kesegaran, (3) rasa, (4) konsistensi mutu, (5) tampilan warna, (6) harganya yang dinilai masih lebih mahal dari produk impor, dan (7) aroma. Demikian pula daya saing produk industri lokal ternyata lebih rendah dibandingkan dengan produk impor. Atribut-atribut dari produk industri lokal yang harus segera diperbaiki berturut-turut mulai dari yang sangat urgent adalah (1) merk/brand; (2) kualitas produk; (3) model/tipe produk; dan (4) kemasan/packaging produk.

Untuk meningkatkan daya saing produk lokal, faktor-faktor yang termasuk prioritas pertama untuk segera ditangani adalah (1) perbaikan distribusi khususnya supply chain untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi distribusi, (2) perbaikan kebijakan impor untuk lebih melindungi produk lokal, (3) perbaikan mutu dan standarisasi , dan (4) penyederhaan birokrasi dan peningkatan keamanan investasi.

(8)

Para pihak yang diperkirakan akan diuntungkan atau menerima dampak positif dari kebijakan penetapan pelabuhan tertentu sebagai pintu masuk produk-produk tertentu ini berturut-turut mulai dari yang paling besar menerima dampak positifnya adalah (1) para produsen dalam negeri, (2) pemerintah dan (3) para eksportir. Di lain pihak, stakeholders yang berpotensi akan menerima dampak negatif dari kebijakan ini brturut-turut mulai dari pihak yang menerima dampak negatif paling besar adalah (1) para importir, (2) industri pengolah, dan (3) para konsumen di dalam negeri. Namun demikian, secara sistem, kebijakan ini diperkirakan akan dapat memberikan dampak positif secara nasional yang relatif tidak besar.

Untuk menetapkan pelabuhan tertentu sebagai pintu masuk produk-produk hortikultura dan industri, kriteria utama yang perlu dijadikan dasar penetapan tersebut berturut-turut mulai dari yang paling prioritas adalah (1) kriteria Keamanan, Ketahanan, dan Pelayanan Pelabuhan, (2) kriteria Ketersediaan Sumberdaya Manusia, (3) kriteria Fasilitas Pelabuhan Laut , (4) kriteria Proteksi terhadap Produk Lokal , dan (5) kriteria Wilayah Perairan untuk Pelabuhan Laut.

Berdasarkan analisis kesesuaian penentuan pelabuhan yang akan ditetapkan dengan sentra produksi hortikultura dan sentra industri, maka pelabuhan yang sangat sensitif dijadikan pintu masuk impor adalah Tanjung Perak (Jawa Timur), Belawan (Sumatera Utara) dan Batam. Oleh karena itu, di pelabuhan-pelabuhan tersebut perlu diback up oleh peraturan daerah (Gubernur) dan peraturan lainnya untuk lebih melindungi daya saing produk lokalnya yang masih jauh lebih rendah dibandingkan produk impor.

Untuk meningkatkan daya saing, atribut-atribut produk hortikultura lokal yang harus segera diperbaiki adalah (1) peningkatan konsistensi supply, (2) tampilan kesegaran, (3) rasa, (4) konsistensi mutu, (5) tampilan warna, (6) harganya yang dinilai masih lebih mahal dari produk impor, dan (7) aroma. Untuk produk industri lokal, atribut-atribut produk yang harus segera diperbaiki berturut-turut dalah (1) merk/brand; (2) kualitas produk; (3) model/tipe produk; dan (4) kemasan/packaging produk. Untuk meningkatkan daya saing produk lokal, faktor-faktor yang termasuk prioritas pertama untuk segera ditangani adalah (1) perbaikan distribusi khususnya supply chain untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi distribusi, (2) perbaikan kebijakan impor untuk

(9)

lebih melindungi produk lokal, (3) perbaikan mutu dan standarisasi , dan (4) penyederhaan birokrasi dan peningkatan keamaan investasi.

Pemindahan pintu masuk impor produk hortikultura dari Pelabuhan Tanjung Priok ke pelabuhan-pelabuhan lain akan meningkatkan biaya pengangkutan produk. Pemindahan pintu masuk impor akan menimbulkan tambahan biaya sekitar Rp 80 - 100 juta/kontainer 40” untuk produk hortikultura. Sedangkan untuk produk industri akan menimbulkan tambahan biaya sekitar Rp 50 - 77 juta/kontainer 40”.

Rekomendasi yang dapat disampaikan adalah perbaikan yang perlu dilakukan agar pelabuhan yang disurvei memenuhi kriteria sebagai pelabuhan impor adalah meningkatkan Fasilitas Pelabuhan Laut dan Wilayah Perairan untuk Pelabuhan Laut, dan apabila pelabuhan-pelabuhan sampel (Batam, Belawan Medan, Tanjung Perak Surabaya, Sukarno Hatta Makasar, dan Bitung Manado) akan dijadikan pintu masuk produk-produk hortikultura dan industri, saran prioritas utama yang harus diperbaikinya di seluruh willayah pelabuhan tersebut adalah peningkatan dayasaing produk lokal. Khususnya di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Belawan Medan karena pelabuhan-pelabuhan tersebut berada di sentra produksi terbesar dari produk-produk hortikultura yang tercakup pada Permentan No.89 Tahun 2011.

Untuk meningkatkan daya saing, atribut-atribut produk hortikultura lokal yang harus segera diperbaiki adalah (1) peningkatan konsistensi supply, (2) tampilan kesegaran, (3) rasa, (4) konsistensi mutu, (5) tampilan warna, (6) harganya yang dinilai masih lebih mahal dari produk impor, dan (7) aroma. Untuk produk industri lokal, atribut-atribut produk yang harus segera diperbaiki berturut-turut dalah (1) merk/brand; (2) kualitas produk; (3) model/tipe produk; dan (4) kemasan/packaging produk. Untuk meningkatkan daya saing produk industri lokal, faktor-faktor yang termasuk prioritas pertama untuk segera ditangani adalah (1) perbaikan distribusi khususnya supply chain untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi distribusi, (2) perbaikan kebijakan impor untuk lebih melindungi produk lokal, (3) perbaikan mutu dan standarisasi , dan (4) penyederhaan birokrasi dan peningkatan keamaan investasi.

Secara total, kebijakan ini diperkirakan tetap akan dapat memberikan dampak positif secara nasional. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk terus diimplementasikan secara efektif, dievaluasi secara periodik, dan disempurnakan serta

(10)

diperkuat dengan peraturan-peraturan lainnya untuk meningkatkan efektifitasnya dalam meningkatkan daya saing produk-produk hortikultura dan industri lokal.

Untuk memproteksi produk-produk industri lokal di pasar Dalam Negeri yang daya saingnya masih lebih rendah dibandingkan produk-produk impor, diperlukan peraturan perdagangan yang lain dalam bentuk non tariff barriers antara lain persyaratan sertifikat halal dan keamanan pangan untuk produk-produk makanan dan minuman; penerapan SNI wajib serta pemberian ijin impor yang lebih selektif. Tentunya rekomendasi dari Kementrian terkait juga harus lebih selektif.

(11)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan kajian ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Tingginya permintaan impor akan barang konsumsi baik produk hasil industri maupun pertanian, mengakibatkan kegelisahan di kalangan produsen dalam negeri karena dapat mengganggu dan mengurangi daya saing barang lokal sejenis di pasar dalam negeri. Dalam rangka mengamankan pasar dalam negeri dan memberikan perlindungan konsumen serta membantu produsen dalam negeri agar barang lokal sejenis dapat bersaing dengan barang konsumsi asal impor, diperlukan suatu kebijakan yang mengatur tentang pelabuhan impor tertentu sebagai pintu masuk produk impor tertentu. Penentuan pelabuhan tertentu sebagai pintu masuk impor produk tertentu, memerlukan perbaikan diantaranya yaitu peningkatan dayasaing produk local, khususnya di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Belawan Medan karena pelabuhan-pelabuhan tersebut berada di sentra produksi terbesar dari produk-produk hortikultura.

Secara total, kebijakan penentuan pelabuhan tertentu sebagai pintu masuk impor produk tertentu ini diperkirakan tetap akan dapat memberikan dampak positif secara nasional. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk terus diimplementasikan secara efektif, dievaluasi secara periodik, dan disempurnakan serta diperkuat dengan peraturan-peraturan lainnya untuk meningkatkan efektifitasnya dalam meningkatkan daya saing produk-produk hortikultura dan industri lokal.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan dari semua pihak untuk tahap pengembangan dan penyempurnaan kajian ini di masa yang akan datang. Besar harapan penulis bahwa informasi sekecil apapun yang terdapat dalam kajian ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.

Jakarta, Desember 2012

(12)

ii

DAFTAR ISI

Hal Kata Pengantar ... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel ... vi Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xix

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pertanyaan Penelitian ... 5

1.3 Tujuan Kajian ... 5

1.4 Output dan Manfaat Penelitian... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

1.6 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Perdagangan Internasional... 8

2.1.1 Manfaat Melakukan Perdagangan Internasional ... 8

2.1.2 Sebab-sebab Terjadinya Perdagangan Internasional ... 9

2.1.3 Ketentuan Perdagangan Internasional ... 11

2.1.3.1 Bidang Ekspor ... 11

2.1.3.2 Bidang Impor ... 12

2.1.4 Jenis-jenis Perdagangan Internasional ... 13

2.1.5 Keunggulan Bersaing ... 16

(13)

iii 2.2 Teori Pelabuhan ... 30 2.2.1 Pengertian Pelabuhan ... 30 2.2.2 Jenis-jenis Pelabuhan ... 31 2.2.3 Fasilitas Pelabuhan ... 34 2.2.4 Pihak-pihak di Pelabuhan ... 37 2.3 Karantina ... 37

2.3.1 Tujuan, Ruang Lingkup, dan Proses ... 37

2.3.2 Sarana Karantina ... 38

2.4 Logistik ... 41

2.5 Penelitian Sebelumnya ... 48

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ... 53

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 54

3.3 Metode Analisis Data ... 55

3.3.1 Analisis Multi Atribut Angka Ideal dan Semantic Differential ... 55

3.3.2 Metode Pembobotan Eckenrode ... 57

BAB IV. GAMBARAN UMUM ... 59

4.1 Kondisi Pelabuhan di Indonesia ... 59

4.2 Kondisi Industri Elektronika dan Makanan ... 65

4.3 Kondisi Produk Hortikultura ... 75

4.4 Kondisi Daerah yang Menjadi dan Diusulkan sebagai Pintu Masuk Impor Produk Tertentu ... 81

(14)

iv 4.4.2 Surabaya ... 83 4.4.3 Medan ... 85 4.4.4 Makassar ... 87 4.4.5 Batam ... 88 4.4.6 Mataram ... 90

4.5 Kondisi Port of Rotterdam ... 91

4.6 Kondisi Port of Singapore ... 93

BAB V. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN PELABUHAN TERTENTU SEBAGAI PINTU MASUK PRODUK TERTENTU 5.1 Kriteria Pelabuhan yang Dapat Ditetapkan sebagai Pintu Masuk Impor Produk Hasil Industri dan Pertanian/Hortikultura ... 96

5.2 Hasil Penilaian Pelabuhan sebagai Pintu Masuk Impor Produk Industri dan Hortikultura ... 101

5.2.1 Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya ... 103

5.2.2 Pelabuhan Bitung, Manado ... 106

5.2.3 Pelabuhan Belawan, Medan ... 109

5.2.4 Pelabuhan Sukarno Hatta, Makassar ... 112

5.2.5 Pelabuhan Batam ... 116

5.3 Kesesuaian Penentuan Pelabuhan yang Akan Ditetapkan dengan Sentra Produksi dan Sentra Industri ... 120

5.4 Daya Saing Produk Impor terhadap Produk Lokal ... 123

5.5 Daya Saing Produk Hortikultura dan Industri Lokal ... 124

5.6 Prioritas Penanganan Bidang Masalah ... 127

(15)

v

5.8 Analisis Dampak Potensi Ekonomi Kebijakan Penetapan Pelabuhan Tertentu sebagai Pintu Masuk Impor Produk

Tertentu ... 129 5.8.1 Produk Hortikultura ... 129 5.8.2 Produk Hasil Industri (Makanan dan Elektronika) ... 135 5.9 Dampak Permendag No. 57 Tahun 2010 terhadap

Perkembangan Impor Produk Industri ... 141 BAB VI. PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 144 6.2 Rekomendasi ... 148

(16)

vi

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 4.1 Cakupan Wilayah dan Pelabuhan dibawah Pengaturan

Perum Pelabuhan ... 60 Tabel 4.2 Data Kinerja Pelabuhan untuk 19 Pelabuhan Utama :

Kargo Dalam Negeri ... 63 Tabel 4.3 Rasio Waktu Kerja Pelabuhan untuk 19 Pelabuhan Utama 64 Tabel 4.4 Perkembangan Luas Panen Komoditas Hortikultura Lingkup

Permentan No. 89 Tahun 2012... 76 Tabel 4.5 Perkembangan Produksi Produk Holtikultura Lingkup

Permentan No. 89 Tahun 2012... 78 Tabel 4.6 Produksi Produk Hortikultura Lingkup Permentan No. 89

Tahun 2012 di Beberapa Sentra Produksi ... 79 Tabel 5.1 Prioritas Kriteria Pelabuhan yang Dapat Ditetapkan sebagai

Pintu Masuk Impor Produk Hasil Industri dan Hortikultura 97 Tabel 5.2 Nilai, Bobot dan Tingkat Prioritas dari Sub Kriteria pada

Kriteria Keamanan, Ketahanan, dan Pelabuhan ... 97 Tabel 5.3 Nilai, Bobot dan Tingkat Prioritas dari Sub Kriteria pada

Kriteria Sumber Daya Manusia ... 98 Tabel 5.4 Nilai, Bobot dan Tingkat Prioritas dari Sub Kriteria pada

Kriteria Fasilitas Pelabuhan Laut ... 99 Tabel 5.5 Nilai, Bobot dan Tingkat Prioritas dari Sub Kriteria pada

Kriteria Proteksi terhadap Produk Lokal... 100 Tabel 5.6 Nilai, Bobot dan Tingkat Prioritas dari Sub Kriteria pada

Kriteria Wilayah Perairan Pelabuhan Laut ... 101 Tabel 5.7 Hasil Penilaian Kriteria pada Pelabuhan Bitung, Tanjung

Perak dan Tanjung Priok ... 102 Tabel 5.8 Saran Prioritas Perbaikan di Pelabuhan Tanjung Perak untuk

Dijadikan sebagai Pintu Masuk Produk Industri

(17)

vii

Tabel 5.9 Perbaikan yang Perlu Dilakukan pada Kriteria Wilayah Perairan untuk Pelabuhan Laut di Pelabuhan

Tanjung Perak ... 104 Tabel 5.10 Perbaikan yang Perlu Dilakukan pada Kriteria Keamanan,

Ketahanan, dan Pelayanan Pelabuhan di Pelabuhan

Tanjung Perak ... 105 Tabel 5.11 Perbaikan yang Perlu Dilakukan pada Kriteria Fasilitas

Pelabuhan Laut di Pelabuhan Tanjung Perak... 105 Tabel 5.12 Saran Prioritas Perbaikan di Pelabuhan Bitung sebagai

Pintu Masuk Produk Industri dan Hortikultura ... 107 Tabel 5.13 Perbaikan yang Perlu Dilakukan pada Kriteria Fasilitas

Pelabuhan Laut di Pelabuhan Bitung Manado ... 107 Tabel 5.14 Perbaikan yang Perlu Dilakukan pada Kriteria Wilayah

Perairan untuk Pelabuhan Laut di Pelabuhan

Bitung Manado ... 108 Tabel 5.15 Saran Prioritas Perbaikan di Pelabuhan Belawan Medan

untuk sebagai Pintu Masuk Produk Industri

dan Hortikultura ... 110 Tabel 5.16 Perbaikan yang Perlu Dilakukan pada Kriteria Wilayah

Perairan untuk Pelabuhan Laut di Pelabuhan

Belawan Medan ... 110 Tabel 5.17 Perbaikan yang Perlu Dilakukan pada Kriteria Fasilitas

Pelabuhan Laut di Pelabuhan Belawan Medan ... 111 Tabel 5.18 Perbaikan yang Perlu Dilakukan pada Kriteria Keamanan,

Ketahanan, dan Pelayanan Pelabuhan di Pelabuhan

Belawan Medan ... 112 Tabel 5.19 Saran Prioritas Perbaikan di Pelabuhan Sukarno Hatta

untuk sebagai Pintu Masuk Produk Industri

dan Hortikultura ... 113 Tabel 5.20 Perbaikan yang Perlu Dilakukan pada Kriteria Wilayah

Perairan untuk Pelabuhan Laut di Pelabuhan Sukarno

(18)

viii

Tabel 5.21 Perbaikan yang Perlu Dilakukan pada Kriteria Fasilitas

Pelabuhan Laut di Pelabuhan Sukarno Hatta Makassar .... 115 Tabel 5.22 Perbaikan yang Perlu Dilakukan pada Kriteria Keamanan,

Ketahanan, dan Pelayanan Pelabuhan di Pelabuhan

Sukarno Hatta ... 116 Tabel 5.23 Saran Prioritas Perbaikan di Pelabuhan Batam untuk sebagai

Pintu Masuk Produk Industri dan Hortikultura ... 118 Tabel 5.24 Perbaikan yang Perlu Dilakukan pada Kriteria Fasilitas

Pelabuhan untuk Pelabuhan Laut di Pelabuhan Batam ... 119 Tabel 5.25 Perbaikan yang Perlu Dilakukan pada Kriteria Wilayah

Perairan untuk Pelabuhan Laut di Pelabuhan Batam ... 120 Tabel 5.26 Daftar Produk Hortikultura yang Tercakup dalam

Permentan No. 89 Tahun 2011... 122 Tabel 5.27 Produksi Produk Hortikultura yang Tercakup dalam

Permentan No. 89 Tahun 2011 di Wilayah Propinsi

Pelabuhan Masuk ... 122 Tabel 5.28 Nilai Sensitivitas Terhadap Daya Saing Produk Lokal

Dari Masing-masing Pelabuhan Masuk ... 123 Tabel 5.29 Alasan Melakukan Impor dari Para Pelaku Usaha

Hortikultura dan Industri ... 123 Tabel 5.30 Hasil Analisis Semantic Differential untuk Pengukuran

Daya Saing Produk Hortikultura Impor Dibandingkan dengan Produk Lokal ... 125 Tabel 5.31 Hasil Analisis Semantic Differential untuk Pengukuran

Daya Saing Produk Industri Impor Dibandingkan dengan

Produk Lokal ... 127 Tabel 5.32 Perkiraan Potensi Dampak Kebijakan ... 129 Tabel 5.33 Perhitungan “Sampel” Biaya Pengiriman Produk Hortikultura

dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya ke Jakarta ... 131 Tabel 5.34 Perhitungan “Sampel” Biaya Pengiriman Produk Hortikultura

(19)

ix

Tabel 5.35 Perhitungan “Sampel” Biaya Pengiriman Produk Hortikultura dari Pelabuhan Makassar ke Jakarta ... 133 Tabel 5.36 Perhitungan “Sampel” Biaya Pengiriman Produk Hortikultura

dari Pelabuhan Bitung, Manado ke Jakarta ... 134 Tabel 5.37 Perhitungan “Sampel” Biaya Pengiriman Produk

Makanan-Minuman dan Elektronika dari Pelabuhan Tanjung Perak,

Surabaya ke Jakarta ... 137 Tabel 5.38 Perhitungan “Sampel” Biaya Pengiriman Produk

Makanan-Minuman dan Elektronika dari Pelabuhan Belawan, Medan

ke Jakarta ... 138 Tabel 5.39 Perhitungan “Sampel” Biaya Pengiriman Produk

Makanan-Minuman dan Elektronika dari Pelabuhan Makassar

ke Jakarta ... 139 Tabel 5.40 Perhitungan “Sampel” Biaya Pengiriman Produk

Makanan-Minuman dan Elektronika dari Pelabuhan Bitung, Manado

(20)

x

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1.1 Perkembangan Impor Produk Hasil Industri Sesuai

Permendag No. 57 tahun 2010 ... 2

Gambar 1.2 Perkembangan Impor Produk Hortikultura ... 3

Gambar 1.3 Impor Produk Hortikultura Berdasarkan Pelabuhan ... 4

Gambar 2.1 Sistem Logistik ... 41

Gambar 2.2 Komponen-komponen Utama Pembentuk Sistem Logistik 42 Gambar 2.3 Aliran Informasi Logistik ... 47

Gambar 3.1 Kerangka Pikir ... 54

Gambar 4.1 Neraca Perdagangan Produk Elektronika ... 74

Gambar 4.2 Neraca Perdagangan Produk Makanan dan Minuman ... 75

Gambar 4.3 Neraca Perdagangan Produk Hortikultura Indonesia ... 80

Gambar 4.4 Perkembangan Ekspor Impor Produk Buah-buahan ... 80

Gambar 4.5 Perkembangan Ekspor Impor Produk Sayuran ... 81

Gambar 5.1 Perbandingan Biaya Pengiriman Produk Hortikultura Ke Wilayah Jakarta dari Beberapa Lokasi Pelabuhan Impor ... 135

Gambar 5.2 Perbandingan Biaya Pengiriman Produk Makanan dan Elektronika ke Wilayah Jakarta dari Beberapa Lokasi Pelabuhan Impor ... 141

Gambar 5.3 Perkembangan Impor Produk-produk Industri ... 143

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banyaknya kesepakatan perdagangan bebas yang dilaksanakan Indonesia dengan negara mitra dialog baik secara bilateral maupun regional menyebabkan tarif bea masuk preferensi semakin rendah. Saat ini rata-rata tarif bea masuk Indonesia adalah 7,73%. Rendahnya tarif ini menyebabkan maraknya produk impor masuk ke pasar dalam negeri, baik berupa produk hasil industri maupun pertanian. Seiring dengan berjalannya waktu, terdapat kecenderungan kenaikan impor baik untuk produk industri maupun produk pertanian khususnya produk hortikultura. Pada tahun 2010, impor barang konsumsi mencapai USD 10 miliar, dan tahun 2011, telah mencapai USD 13,4 miliar. Walaupun impor barang konsumsi ini hanya 7,55 persen dari total impor Indonesia, namun demikian alangkah baiknya apabila hal ini dapat dipasok oleh industri di dalam negeri. Impor terbesar didominasi oleh bahan baku penolong (73,80 %) dan barang modal (18,65 %).

Dalam rangka menciptakan perdagangan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif dan peningkatan tertib administrasi impor, Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 57 tentang ketentuan Impor Produk Tertentu yang mengatur impor produk makanan dan minuman, obat tradisional dan herbal, kosmetik, pakaian jadi, alas kaki, elektronika dan mainan anak-anak hanya dapat dilakukan melalui pelabuhan laut Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Soekarno-Hatta Makassar, Dumai dan Jayapura dan/atau seluruh pelabuhan udara internasional.

Berdasarkan data BPS, pada tahun 2011, impor produk makanan dan minuman mengalami kenaikan 27,61 persen dibandingkan tahun 2010 yaitu dari USD 0,404 miliar menjadi USD 0,516 miliar. Untuk produk kosmetik kenaikan terjadi sebesar 35,63 persen. yaitu dari USD 0,303 miliar

(22)

2

pada tahun 2010 naik menjadi USD 0,411 miliar pada tahun 2011. Produk pakaian jadi pada tahun 2011 juga mengalami kenaikan dibadingkan tahun 2010 yaitu sebesar 22,33 persen dari USD 0,234 miliar menjadi USD 0,286 miliar. Adapun untuk produk alas kaki, impor pada tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 32,30 persen, untuk produk elektronika kenaikan impor tahun 2011 sebesar 13,34 persen dibandingkan tahun 2010. Untuk mainan anak-anak, kenaikan tahun 2011 adalah sebesar 33,02 persen. Perkembangan impor produk-produk tersebut sebagaimana terlihat pada gambar 1.1.

Gambar 1.1. Perkembangan Impor Produk Hasil Industri Sesuai Permendag No. 57 Tahun 2010

ManMin Obat Kosmetik Pakaian Alas Kaki Elektronika Mainan 2007 0,31 0,07 0,19 0,10 0,06 1,30 0,06 2008 0,43 0,09 0,26 0,18 0,10 3,20 0,08 2009 0,31 0,10 0,23 0,17 0,07 3,25 0,06 2010 0,40 0,09 0,30 0,23 0,12 4,49 0,08 2011 0,52 0,08 0,41 0,29 0,16 5,09 0,10 -1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 Jut a U SD 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber:BPS (diolah Puska Daglu, BPPKP, Kemendag)

Adapun untuk produk pertanian dalam hal ini produk hortikultura, juga mengalami kenaikan impor. Selama 5 tahun terakhir (2007-2011), impor produk hortikultura cenderung mengalami peningkatan sebesar 19,2 persen per tahun.

(23)

3

Sebagaimana terlihat pada gambar 1.2, perkembangan impor produk hortikultura semakin meningkat setiap tahunnya baik untuk kelompok buah-buahan, sayuran, tanaman hias maupun tanaman obat.

Gambar 1.2

Perkembangan Impor Produk Hortikultura

Sumber:BPS (diolah Puska Daglu, BPPKP, Kemendag)

Pada gambar 1.3 menunjukkan bahwa impor produk hortikultura terbesar adalah melalui pelabuhan laut Tanjung Priok dengan pangsa pada tahun 2011 mencapai 64,2 persen dengan nilai USD 1.077 juta, diikuti oleh pelabuhan laut Tanjung Perak dengan pangsa 23,4 persen, pelabuhan laut Belawan (5,6 %), Pelabuhan dumai (2%), Pelabuhan Batu Ampar (1,7%) dan bandar udara Soekarno-Hatta (0,3%).

(24)

4

Gambar 1.3

Impor Produk Hortikultura Berdasarkan Pelabuhan

Sumber : BPS (diolah Puska Daglu, BPPKP, Kemendag)

Hampir sebagian besar produk Hortikultura Indonesia (47,1%) diimpor dari China. Negara asal impor produk Hortikultura Indonesia lainnya dari Thailand (12,9%), AS (8,3%), India (5,1%), dan Australia (3,2%), dimana keempat negara tersebut merupakan negara-negara mitra dagang FTA.

Peningkatan impor produk hortikultura tersebut dikhawatirkan tidak hanya mengancam kelangsungan produksi produk sejenis di dalam negeri, namun juga mengakibatkan masuknya Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) eksotik yang tidak pernah ada di Indonesia, yang pada akhirnya mengakibatkan turunnya produktifitas produk hortikultura dalam negeri.

Tingginya permintaan impor akan barang konsumsi baik produk hasil industri maupun pertanian, mengakibatkan kegelisahan di kalangan produsen dalam negeri karena dapat mengganggu dan mengurangi daya saing barang lokal sejenis di pasar dalam negeri.

Dalam rangka mengamankan pasar dalam negeri dan memberikan perlindungan konsumen serta membantu produsen dalam negeri agar

(25)

5

barang lokal sejenis dapat bersaing dengan barang konsumsi asal impor, diperlukan suatu kebijakan yang mengatur tentang pelabuhan impor tertentu sebagai pintu masuk produk impor tertentu. Terkait hal tersebut, akan dilakukan kajian yang komprehensif tentang kebijakan penentuan pelabuhan tertentu sebagai pintu masuk impor produk tertentu.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Kajian ini dilakukan dalam rangka untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana kriteria pelabuhan yang dapat ditetapkan sebagai pintu masuk impor produk hasil industri dan pertanian/hortikultura.

b. Bagaimana kesesuaian penentuan pelabuhan yang akan ditetapkan dengan sentra produksi dan sentra industri.

c. Bagaimana potensi dampak ekonomi kebijakan penetapan pelabuhan tertentu yang ditunjuk sebagai pintu masuk impor produk hasil industri dan pertanian/hortikultura.

1.3. Tujuan Kajian

Tujuan kajian ini adalah:

a. Mengidentifikasi kriteria ideal penetapan pelabuhan yang ditetapkan

sebagai pintu masuk impor produk hasil industri dan

pertanian/hortikultura.

b. Menganalisis kesesuaian penentuan pelabuhan yang akan ditetapkan dengan sentra produksi dan sentra industri.

c. Menganalisis potensi dampak ekonomi dari kebijakan penetapan pelabuhan yang akan ditetapkan sebagai pintu masuk impor produk hasil industri dan pertanian/ hortikultura

(26)

6

1.4. Output dan Manfaat Penelitian

Adapun output dari kajian ini adalah laporan hasil kajian yang komprehensif tentang pelabuhan tertentu sebagai pintu masuk impor produk tertentu. Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam memperoleh gambaran dan informasi tentang kriteria ideal penetapan pelabuhan impor dan potensi dampaknya dari kebijakan penentuan pelabuhan impor tertentu untuk produk impor tertentu, yang diharapkan akan bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi kebijakan penentuan pelabuhan tertentu sebagai pintu masuk impor produk tertentu (produk hasil industri dan pertanian/hortikultura).

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup kajian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Aspek Produk

Produk-produk hasil industri yaitu produk elektronika dan produk makanan minuman dan produk pertanian khususnya hortikultura yaitu buah dan sayuran.

b. Aspek Ekonomi

i. Analisis kinerja perdagangan produk hasil industri dan produk holtikultura

ii. Identifikasi kriteria ideal untuk penentuan pelabuhan impor untuk produk impor tertentu

iii. Analisis kesesuaian penentuan pelabuhan yang akan ditetapkan dengan sentra produksi dan sentra industri

iv. Analisis potensi dampak ekonomi dari kebijakan penetapan pelabuhan yang akan ditetapkan sebagai pintu masuk impor produk hasil industri dan pertanian/ hortikultura.

(27)

7

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika dari penulisan laporan kajian ini disusun sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang dilakukannya kegiatan ”Kajian Kebijakan Penentuan Pelabuhan Tertentu sebagai Pintu Masuk Impor Produk Tertentu”, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, output dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini mengulas teori mengenai perdagangan internasional,

kepelabuhanan, daya saing dan kebijakan impor. Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini meliputi kerangka pemikiran, metode analisis yang digunakan, dan jenis dan sumber data yang akan digunakan dalam kegiatan analisis.

Bab IV Gambaran Umum Kinerja Impor Produk Hasil Industri dan Produk Holtikultura

Bab ini mendeskripsikan perkembangan impor Produk Hasil Industri dan Produk Holtikultura.

Bab V Analisis Kebijakan Penentuan Pelabuhan Tertentu Sebagai Pintu Masuk Produk Tertentu

Bab ini menjelaskan mengenai kriteria ideal pelabuhan impor untuk produk industri dan produk hortikultura, kesesuaian pelabuhan dengan sentra produksi dan sentra industri serta analisis dampak potensial penentuan pelabuhan impor tertentu sebagai pintu masuk impor produk industri dan hortikultura.

Bab VI Kesimpulan dan Saran

Bab ini menyimpulkan keseluruhan hasil kajian dan memberikan saran rekomendasi kriteria yang ideal untuk menentukan pelabuhan sebagai pintu masuk impor produk hasil industri dan produk hortikultura serta upaya untuk mengatasi potensi dampak yang akan timbul.

(28)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dmaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain:

 Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan

 Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara kenegara lainnya melalui bermacam peraturan seperti pabean, yang bersumber dari pembatasan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemerintah.

 Antara satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan dalam bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, hukum dalam perdagangan dan sebagainya.

2.1.1. Manfaat Melakukan Perdagangan Internasional

Setiap negara yang melakukan perdagangan dengan negara lain tetntu akan memperoleh manfaat bagi negara tersebut. Manfaat tersebut antara lain:

 Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya: Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan IPTEK dan lain-lain. Dengan adanya

perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi

kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.

(29)

9

Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.Sebagai contoh:Amerika Serikat dan Jepang mempunyai kemampuan untuk memproduksi kain. Akan tetapi, Jepang dapat memproduksi dengan lebih efisien dari Amerika Serikat. Dalam keadaan seperti ini, untuk mempertinggi keefisienan penggunaan faktor-faktor produksi, Amerika Serikat perlu mengurangi produksi kainnya dan mengimpor barang tersebut dari Jepang. Dengan mengadakan spesialisasi dan perdagangan, setiap negara dapat memperoleh keuntungan sebagai berikut

 Faktor-faktor produksi yang dimiliki setiap negara dapat digunakan dengan lebih efisien. Setiap negara dapat menikmati lebih banyak barang dari yang dapat diproduksi dalam negeri.

 Memperluas Pasar dan Menambah Keuntungan

Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.

 Transfer teknologi modern

Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara manajemen yang lebih moderen.

2.1.2. Sebab-sebab Terjadinya Perdagangan Internasional

Setiap negara dalam kehidupan di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negara-negara lain di sekitarnya. Biasanya bentuk kerja

(30)

10

sama atau interaksi itu berbentuk perdagangan antar negara atau yang lebih dikenal dengan istilah perdagangan internasional. Beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya perdagangan antar negara (perdagangan internasional) antara lain:

 Revolusi Informasi dan Transportasi

Ditandai dengan berkembangnya era informasi teknologi, pemakaian sistem berbasis komputer serta kemajuan dalam bidang informasi, penggunaan satelit serta digitalisasi pemrosesan data, berkembangnya peralatan komunikasi serta masih banyak lagi.

 Interdependensi Kebutuhan

Masing-masing negara memiliki keunggulan serta kelebihan di masing-masing aspek, bisa di tinjau dari sumber daya alam, manusia, serta teknologi. Kesemuanya itu akan berdampak pada ketergantungan antara negara yang satu dengan yang lainnya.

 Liberalisasi Ekonomi

Kebebasan dalam melakukan transaksi serta melakukan kerja sama memiliki implikasi bahwa masing-masing negara akan mencari peluang dengan berinteraksi melalui perdagangan antar negara.

 Asas Keunggulan Komparatif

Keunikan suatu negara tercermin dari apa yang dimiliki oleh negara tersebut yang tidak dimiliki oleh negara lain. Hal ini akan membuat negara memiliki keunggulan yang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan bagi negara tersebut.

 Kebutuhan Devisa

Perdagangan internasional juga dipengaruhi oleh faktor kebutuhan akan devisa suatu negara. Dalam memenuhi segala kebutuhannya setiap negara harus memiliki cadangan devisa yang digunakan dalam melakukan pembangunan, salah satu sumber devisa adalah pemasukan dari perdagangan internasional.

(31)

11 2.1.3. Ketentuan Perdagangan Internasional

Membahas tentang perdagangan internasional tentunya tidak terlepas dari pembicaraan mengenai kegiatan ekspor-impor. Dalam melakukan kegiatan ekspor impor tersebut perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di bidang tersebut.

2.1.3.1. Bidang Ekspor

Ketentuan umum di bidang ekspor biasanya meliputi hal-hal yang berhubungan dengan proses pengiriman barang ke luar negeri. Ketentuan tersebut meliputi antara lain:

 Ekspor

Perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam ke luar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuanyang berlaku.

 Syarat-syarat Ekspor

Syarat-syarat Ekspor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 13/M-DAG/PER/3/2012 tentang Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor adalah sebagai berikut:

 Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

 Mendapat izin usaha dari Kementerian Teknis/Lembaga Pemerintah Non-Kementerian

 Tanda Daftar Perusahaan

 Nomor Pokok Wajib Pajak

 Eksportir

Pengusaha yang dapat melakukan ekspor, yang telah memiliki SIUP atau izin usaha dari Kementeriann Teknis/Lembaga Pemerintah Non-Kementerian berdasarkan ketentuan yang berlaku.

 Eksportir Terdaftar (ET)

Perusahaan yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Perdagangan untuk mengekspor barang tertentu sesuai ketentuan yang berlaku.

(32)

12  Barang Ekspor

 Seluruh jenis barang yang terdaftar sebagai barang ekspor dan sesuai dengan ketentuan perpajakan dan kepabeanan yang berlaku.

2.1.3.2. Bidang Impor

Ketentuan umum di bidang Impor biasanya meliputi hal-hal yang berhubungan dengan proses pengiriman barang ke dalam negeri. Ketentuan tersebut meliputi antara lain:

 Impor

Perdagangan dengan cara memasukan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.

Syarat-syarat Impor

 Memiliki izin impor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API) berupa:

 Angka Pengenal Impor Umum (API-U) diberikan kepada perusahaan yang melakukan impor barang tertentu untuk tujuan diperdagangkan

 Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) diberikan kepada perusahaan yang melakukan impor barang untuk dipergunakan sendiri sebagai barang modal, bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan untuk mendukung proses produksi.

 Importir

Pengusaha yang dapat melakukan kegiatan perdagangan dengan cara memasukan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.

Kategori Importir meliputi: Importir Umum, Importir Terdaftar, Importir Produsen, Produsen Importir dan Agen Tunggal.

 Barang Impor

Seluruh jenis barang yang terdaftar sebagai barang impor dan sesuai dengan ketentuan perpajakan dan kepabeanan yang berlaku.

(33)

13

2.1.4. Jenis-Jenis Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional atau antara negara dapat dilakukan dengan berbagai macam cara diantaranya:

 Ekspor

Dibagi dalam beberapa cara antara lain:

 Ekspor Biasa

Pengiriman barang keluar negeri sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri, mempergunakan L/C dengan ketentuan devisa.

 Ekspor Tanpa L/C

Barang dapat dikirim terlebih dahulu, sedangkan eksportir belum menerima L/C harus ada ijin khusus dari Kementerian Perdagangan

 Barter

Pengiriman barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang yang dibutuhkan dalam negeri.

Jenis barter antara lain:

Direct Barter

Sistem pertukaran barang dengan barang dengan menggunakan alat penentu nilai atau lazim disebut dengan denominator of value suatu mata uang asing dan penyelesaiannya dilakukan melalui clearing

pada neraca perdagangan antar kedua negara yang bersangkutan.

Switch Barter

Sistem ini dapat diterapkan bilamana salah satu pihak tidak mungkin memanfaatkan sendiri barang yang akan diterimanya dari pertukaran tersebut, maka negara pengimpor dapat mengambil alih barang tersebut ke negara ketiga yang membutuhkannya.

Counter Purchase

Suatu sistem perdagangan timbal balik antar dua negara. Sebagai contoh suatu negara yang menjual barang kepada negara lain, maka negara yang bersangkutan juga harus membeli barang dari negara tersebut.

(34)

14 Buy Back Barter

Suatu sistem penerapan alih teknologi dari suatu negara maju kepada negara berkembang dengan cara membantu menciptakan kapasitas produksi di negara berkembang, yang nantinya hasil produksinya ditampung atau dibeli kembali oleh negara maju.

 Konsinyasi (Consignment)

Pengiriman barang dimana belum ada pembeli yang tertentu di luar negeri. Penjualan barang di luar negeri dapat dilaksanakan melalui Pasar Bebas (Free Market) atau Bursa Dagang (Commodites Exchange) dengan cara lelang. Cara pelaksanaan lelang pada umumnya sebagai berikut:

1) Pemilik barang menunjuk salah satu broker yang ahli dalam salah satu komoditi.

2) Broker memeriksa keadaan barang yang akan di lelang terutama mengenai jenis dan jumlah serta mutu dari barang tersebut.

3) Broker menawarkan harga transaksi atas barang yang akan dijualnya, harga transaksi ini disampaikan kepada pemilik barang. 4) Oleh panitia lelang akan ditentukan harga lelang yang telah

disesuaikan dengan situasi pasar serta kondisi perkembangan dari barang yang akan dijual. Harga ini akan menjadi pedoman bagi broker untuk melakukan transaksi.

5) Jika pelelangan telah dilakukan broker berhak menjual barang yang mendapat tawaran dari pembeli yang sana atau yang melebihi harga lelang.

6) Barang-barang yang ditarik dari pelelangan masih dapat dijual di luar lelang secara bawah tangan

7) Yang diperkenankan ikut serta dalam pelalangan hanya anggota yang tergabung dalam salah satu commodities exchange untuk barang-barang tertentu.

8) Broker mendapat komisi dari hasil pelelangan yang diberikan oleh pihak yang diwakilinya.

(35)

15  Package Deal

Untuk memperluas pasaran hasil terutama dengan negara-negara

sosialis, pemerintah adakalanya mengadakan perjanjian

perdagangan (trade agreement) dengan salah satu negara. Perjanjian itu menetapkan junlah tertentu dari barang yang akan di ekspor ke negara tersebut dan sebaliknya dari negara itu akan mengimpor sejumlah barang tertentu yang dihasilkan negara tersebut.

 Penyelundupan (Smuggling)

Setiap usaha yang bertujuan memindahkan kekayaan dari satu negara ke negara lain tanpa memenuhi ketentuan yang berlaku. Dibagi menjadi 2 bagian:

1) Seluruhnya dilakuan secara ilegal

Penyelundupan administratif/penyelundupan tak kentara/

manipulasi (Custom Fraud)

2) Border Crossing

Bagi negara yang berbatasan yang dilakukan dengan persetujuan tertentu (Border Agreement), tujuannya penduduk perbatasan yang saling berhubungan diberi kemudahan dan kebebasan dalam jumlah tertentu dan wajar. Border Crossing dapat terjadi melalui:

a) Sea Border (lintas batas laut)

Sistem perdagangan yang melibatkan dua negara yang memiliki batas negara berupa lautan, perdagangan dilakukan dengan cara penyebrangan laut.

b) Overland Border (lintas batas darat)

Sistem perdagangan yang melibatkan dua negara yang memiliki batas negara berupa daratan, perdagangan dilakukan dengan cara setiap pendudik negara tersebut melakukan interaksi dengan melewati batas daratan di masing-masing negara melalui persetujuan yang berlaku.

(36)

16 2.1.5. Keunggulan Bersaing

Konsep keunggulan bersaing dalam perdagangan suatu komoditas atau produk antar negara telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Konsep yang pertama dimulai dari keunggulan absolut dari Adam Smith yang menyatakan bahwa dua negara akan mendapatkan keuntungan dari perdagangan apabila karena faktor-faktor alamiahnya masing-masing dapat menyiapkan suatu produk yang lebih murah dibandingkan dengan apabila memproduksinya sendiri. Dengan kata lain, suatu negara dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan apabila total biaya sumber daya untuk memproduksi suatu barang secara absolut lebih rendah dari biaya sumber daya untuk memproduksi barang yang sama di negara lain. Oleh karena itu, menurut konsep tersebut, setiap negara hendaknya mengkhususkan diri untuk memproduksi barang-barang yang paling efisien yaitu barang-barang yang diproduksi dengan biaya paling murah (Asheghian dan Ebrahimi, 1990).

Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa ternyata dua negara masih mendapatkan keuntungan dari perdagangan, bahkan apabila salah satu negara tersebut memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi semua komoditas atau produk tersebut. Dipicu oleh realitas tersebut, kemudian muncul konsep keunggulan komparatif dari David Ricardo yang menyatakan bahwa apabila suatu negara dapat memproduksi masing-masing dari dua barang dengan lebih efisien dibandingkan dengan negara lainnya, dan dapat memproduksi satu dari dua barang tersebut dengan lebih efisien, maka hendaknya mengkhususkan diri dan mengekspor komoditas yang secara komparatif lebih efisien, yaitu komoditas yang memiliki keunggulan absolut terbesar. Sebaliknya, negara yang memiliki efisiensi yang lebih rendah hendaknya mengkhususkan diri dan mengekspor komoditas yang secara komparatif lebih rendah

inefisiensinya yaitu komoditas yang paling rendah dalam

(37)

17

Terdapat perbedaan antara keunggulan komparatif dan kompetitif suatu komoditas atau produk serta cara mengukurnya (Asian Development Bank, 1992). Indikator keunggulan komparatif digunakan untuk mengetahui apakah suatu negara memiliki keuntungan ekonomi untuk memperluas produksi dan perdagangan suatu komoditas atau produk. Di sisi lain, keunggulan kompetitif merupakan indikator untuk melihat apakah suatu negara akan berhasil dalam bersaing di pasar internasional suatu komoditas atau produk.

Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang

dikembangkan oleh David Ricardo untuk menjelaskan efisiensi alokasi sumber daya di suatu negara dalam sistem ekonomi yang terbuka (Warr, 1992). Keunggulan komparatif suatu produk sering dianalisis dengan pendekatan Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) atau Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (BSD). BSD merupakan ukuran biaya imbangan sosial dari penerimaan satu unit marjinal bersih devisa, diukur dalam bentuk faktor-faktor produksi domestik yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung dalam suatu aktivitas ekonomi. Di lain pihak, keunggulan kompetitif diukur dengan menggunakan rasio biaya privat atau Private Cost Ratio (PCR). PCR merupakan rasio antara biaya faktor domestik dengan nilai tambah output dari biaya input yang diperdagangkan pada harga finansial.

Untuk memperoleh nilai BSD dan PCR maka analisis yang biasa digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM) yang telah diperkenalkan oleh Monke dan Pearson (1996). Kelebihan analisis tersebut, di samping dapat memperoleh nilai BSD dan PCR, analisis tersebut juga dapat menghasilkan beberapa indikator lainnya yang erat kaitannya dengan daya saing seperti koefisien proteksi output nominal (NPCO), koefisien proteksi input nominal (NPCI), dan koefisien proteksi efektif (EPC). Pada PAM, maka penerimaan, biaya, dan keuntungan dikelompokkan berdasarkan harga finansial, dan harga sosial. Selisih dari perhitungan berdasarkan harga finansial dengan harga sosial merupakan angka transfer

(38)

18

untuk mengukur dampak dari kebijakan pemerintah yang diterapkan pada suatu komoditas. Analisis PAM pernah digunakan untuk mengetahui kondisi daya saing mangga segar Indonesia (Suprihatini, 1999) dan nenas kaleng Indonesia (Suprihatini, 1998).

Selanjutnya, muncul konsep keunggulan kompetitif yang merupakan penyempurnaan dari konsep keunggulan komparatif. Pada konsep keunggulan kompetitif, keunggulan suatu negara tidak hanya bersumber dari faktor alamiah saja. Konsep keunggulan kompetitif yang terkenal dicanangkan oleh Porter (1990) yang mengemukakan bahwa daya saing suatu industri dari suatu bangsa atau negara tergantung pada keunggulan dari empat atribut yang dimilikinya yang terkenal dengan sebutan The Diamond of Porter yang terdiri dari: (1) kondisi faktor; (2) kondisi permintaan; (3) industri terkait dan penunjang; dan (4) strategi, struktur, dan persaingan perusahaan. Keempat atribut tersebut secara bersama-sama dan ditambah dengan kesempatan, serta kebijakan pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunggulan dan koordinasi antar atribut tersebut kesemuanya akan mempengaruhi kemampuan bersaing suatu industri di suatu negara.

Untuk mengetahui posisi suatu produk di pasar dunia dalam konteks pertumbuhan, komposisi, distribusi, dan persaingan, salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menganalisis pangsa pasar suatu produk menggunakan Constant Market Share Analyses (CMSA). Pada analisis CMSA, menurut Leamer dan Stern (1970) kegagalan ekspor suatu negara yang pertumbuhan ekspornya lebih rendah dari pertumbuhan ekspor dunia disebabkan oleh tiga alasan yaitu (1) ekspor terkonsentrasi pada komoditas-komoditas yang pertumbuhan permintaannya relatif rendah; (2) ekspor lebih ditujukan ke wilayah yang mengalami stagnasi; dan (3) ketidakmampuannya bersaing dengan negara-negara pengekspor lainnya. Asumsi dasar dari analisis CMSA adalah bahwa pangsa pasar ekspor suatu negara di pasar dunia tidak berubah antar waktu. Oleh karena itu, perbedaan antara pertumbuhan ekspor aktual suatu negara dengan

(39)

19

pertumbuhan yang mungkin terjadi apabila suatu negara dapat mempertahankan pangsa pasarnya merupakan efek dari daya saing. Nilai daya saing yang negatif menggambarkan bahwa negara tersebut gagal dalam mempertahankan pangsa pasarnya dan sebaliknya untuk nilai positif. Efek daya saing pada analisis CMS ini lebih bersumber dari daya saing harga.

Pengembangan lebih lanjut dari aplikasi model CMSA dilakukan oleh Chen dan Duan (1999) yang menggunakan dekomposisi dua tahap. Efek dari dekomposisi pertama dapat diuraikan menjadi (1) efek struktural, yang terdiri dari efek pertumbuhan, pasar, komoditi, dan interaksi, (2) efek daya saing yang terdiri dari efek daya saing murni dan khusus, dan (3) efek order-kedua yang terdiri dari efek order-kedua murni dan efek sisaan struktural dinamik.

Seperti umumnya pada setiap model, model CMSA juga memiliki beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan dari model CMSA ini telah dikemukakan oleh Muhammad dan Habibah (1993) antara lain adalah bahwa persamaan yang digunakan sebagai basis untuk menguraikan pertumbuhan ekspor adalah persamaan identitas. Oleh karena itu, alasan-alasan dari terjadinya perubahan daya saing ekspor tidak dapat dievaluasi dengan hanya menggunakan analisis CMSA saja. Kelemahan analisis CMSA lainnya adalah mengabaikan perubahan daya saing pada titik waktu yang terdapat di antara dua titik waktu yang digunakan. Namun demikian, analis ini sangat berguna untuk indikasi arah daya saing.

Dalam kondisi pasar global yang semakin kompetitif maka teknologi memainkan peran yang sangat penting untuk memenangkan kompetisi nasional (Porter, 1994). Demikian pula Gumbira-Sa’id (1999) memerinci beberapa peranan teknologi yaitu: (1) peningkatan nilai tambah; (2) pengembangan produk; (3) pembukaan lapangan kerja; (4) pembukaan dan penetrasi pasar; (5) pengembangan pusat perekonomian; dan (6) penghasil devisa negara. Porter (1994) berpendapat bahwa teknologi akan meningkatkan keunggulan bersaing jika memiliki peran yang nyata dalam

(40)

20

menentukan posisi biaya relatif atau diferensiasi produk relatif. Teknologi akan berpengaruh pada biaya atau diferensiasi jika berpengaruh pada faktor-faktor penentu biaya atau faktor-faktor penentu keunikan aktivitas nilai atau rantai nilai. Alat pokok untuk memahami peran teknologi dalam keunggulan bersaing adalah rantai nilai. Perubahan teknologi akan mempengaruhi persaingan melalui dampaknya terhadap hampir setiap aktivitas dalam rantai nilai. Oleh karena itu, teknologi harus dikelola sedemikian rupa sehingga menghasilkan keunggulan bersaing.

Calori (1992) juga berpendapat bahwa teknologi berperan dalam menciptakan inovasi proses, inovasi produk, dan adaptasi terhadap segmen pasar baru yang akan meningkatkan pangsa pasar dan besarnya pasar. Selanjutnya peningkatan ukuran dan pangsa pasar tersebut akan meningkatkan skala ekonomi dan efek belajar yang keduanya akan menurunkan biaya. Dengan kata lain, teknologi akan menggeser kurva pasokan dalam jangka panjang. Efek penurunan biaya tersebut selanjutnya akan mendukung upaya-upaya dalam perbaikan teknologi sehingga merupakan suatu siklus dalam rangka meningkatkan pangsa dan ukuran pasar yang dapat dilakukan secara terus menerus.

Deming (1986) menekankan peranan peningkatan kualitas produk. Pengertian kualitas dalam hal ini selalu berfokus pada pelanggan (customer). Produk-produk didisain, dan diproduksi untuk memenuhi keinginan pelanggan. Suatu produk dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi dengan cara yang benar dan baik. Peningkatan kualitas akan menurunkan biaya proses ulang, penurunan tingkat kesalahan, penurunan keterlambatan, sehingga produktivitas meningkat. Adanya peningkatan kualitas dan penurunan biaya akan mendorong peningkatan penguasaan pasar yang menyebabkan peningkatan bisnis dan akhirnya dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi serta meningkatkan tingkat pengembalian investasi. Kolarik (1995) juga menekankan pada upaya peningkatan kualitas produk yang ditunjukkan melalui peningkatan

(41)

21

penampilan produk, penurunan biaya, dan peningkatan ketepatan waktu penyerahan.

Peranan peningkatan kualitas dikemukakan juga oleh Gasperz (1997). Perhatian penuh pada perbaikan kualitas akan memberikan dampak positif kepada perusahaan minimal melalui dua cara, yaitu (1) dampak terhadap biaya produksi; dan (2) dampak terhadap pendapatan. Dampak terhadap biaya produksi terjadi melalui proses pembuatan produk yang memiliki derajat kesesuaian yang tinggi terhadap standar-standar sehingga bebas dari kemungkinan kerusakan atau cacat. Dengan demikian proses produksi yang memperhatikan kualitas akan menghasilkan produk berkualitas yang bebas dari kerusakan. Hal ini akan menghindarkan terjadinya pemborosan (waste) dan inefisiensi sehingga ongkos produksi per unit akan menjadi rendah yang pada gilirannya akan membuat harga produk menjadi lebih kompetitif.

Dampak terhadap peningkatan pendapatan terjadi melalui

peningkatan penjualan atas produk berkualitas yang berharga kompetitif. Produk-produk berkualitas yang dibuat melalui suatu proses yang

berkualitas akan memiliki sejumlah keistimewaan yang mampu

meningkatkan kepuasan konsumen atas penggunaan produk tersebut. Setiap konsumen akan memaksimumkan kepuasan dalam mengkonsumsi produk, sehingga hanya produk-produk yang berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif yang akan dipilih oleh konsumen. Keadaan ini akan meningkatkan penjualan dari produk-produk yang akan meningkatkan pangsa pasar sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan.

2.1.6. Daya Saing Produk

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan suatu keinginan atau suatu kebutuhan. Konsep produk mengandung tiga karakteristik yaitu karakter eksplisit, implisit, dan eksternal

(42)

22

(Rosenberg, 1977). Termasuk ke dalam karakter eksplisit antara lain bentuk fisik, kemasan, dan merek. Karakter implisit lebih mengarah pada penilaian subyektif dari konsumen terhadap produk yang antara lain tercermin dari penilaian kepuasan, simbol, dan persepsi. Pada karakteristik eksternal, produk dilihat berdasarkan dampaknya bagi masyarakat secara keseluruhan yang menilai pengaruh produk terhadap kesejahteraan individu, dan masyarakat secara keseluruhan. Produk sebagai obyek fisik, dalam pandangan pembeli memiliki lima karakteristik yaitu tingkat kualitas, ciri, model, merek, dan kemasan (Radiosunu, 1986). Berdasarkan pembeli, produk terdiri dari produk konsumsi dan produk industri. Produk konsumsi adalah semua produk yang biasa digunakan langsung oleh individu, dan rumah tangga, sedangkan produk industri adalah semua produk yang dimanfaatkan untuk memproduksi produk lain oleh pabrik, pengecer, pemerintah dan sebagainya.

Pengelompokkan berbagai jenis produk/komoditi pertanian telah

ditetapkan melalui suatu Keputusan Menteri Pertanian Nomor

511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura (terlampir). Jumlah komoditas yang menjadi binaan Direktorat Jenderal Hortikultura seluruhnya berjumlah 317 komoditas. Daftar komoditas tanaman binaan Direktorat Jenderal Hortikultura tersebut dikelompokkan lagi menjadi 4 kelompok komoditas yaitu (1) komoditas buah-buahan yang terdiri dari 60 komoditas, (2) komoditas sayuran yang terdiri dari 80 komoditas, dan (3) komoditas biofarmaka yang terdiri dari 66 komoditas, dan (4) komoditas tanaman hias yang terdiri dari 111 komoditas.

Atribut produk adalah karakteristik atau sifat suatu produk yang umumnya mengacu pada karakteristik yang berfungsi untuk evaluasi dalam pengambilan keputusan membeli suatu produk (Engel et al., 1994). Terdapat dua macam penilaian atribut makanan yaitu penilaian obyektif dan penilaian subyektif (Soehardjo, 1980). Penilaian makanan dengan

(43)

23

menggunakan alat-alat pengukur seperti penggunaan alat pengukur cahaya untuk mengukur warna, penggunaan alat penetrometer untuk mengukur tekstur, penggunaan alat viscometer untuk mengukur kekentalan, kesemuanya disebut cara penilaian obyektif. Di lain pihak, penilaian yang didasarkan pada penilaian panca indera manusia (indera pelihat, pencium, peraba, dan pendengar) disebut dengan penilaian subyektif.

Menurut Nasoetion (1980) pada dasarnya terdapat dua macam cara menentukan daya penerimaan makanan secara subyektif sebagai berikut.

a. Menguji atau menjajagi kesukaan konsumen terhadap suatu produk makanan pada umumnya, disebut dengan istilah consumer preference test. Dapat dilakukan dengan cara observasi, survey atau angket (consumer panel). Dengan catatan bahwa konsumen telah mengenal atribut produknya.

b. Menguji dengan penekanan pada penggunaan alat indera secara intensif, disebut organoleptik atau sensory test.

Penilaian kenampakan buah-buahan dapat dilihat dari beberapa atribut yaitu (1) bentuk, (2) ukuran, (3) kerataan ukuran dan warna, (4) kesegaran dan kebersihan, dan (5) rasa (manis, asam, segar). Cara penilaian kenampakan (appearance) adalah sebagai berikut.

a. Bentuk dan ukuran harus sesuai dengan jenisnya dan sesuai dengan standar. Bentuk dan ukuran tersebut semakin merata akan semakin baik.

b. Penilaian warna dan keadaan. Makin banyak yang berwarna menarik, cerah, segar, akan semakin baik.

c. Produk hortikultura harus bersih, tidak mengandung kotoran tanah atau benda asing lainnya

Terdapat lima tingkat produk mulai dari tingkat dasar yaitu (a) produk dasar yang dibeli konsumen karena manfaat dasarnya; (b) produk generik yang merupakan versi dasar dari produk; (c) produk yang diharapkan, yaitu kumpulan atribut dan kondisi umum yang diharapkan bila membeli produk tersebut; (d) produk yang lebih baik atau yang diperluas

Gambar

Gambar 1.1. Perkembangan Impor Produk Hasil Industri   Sesuai Permendag No. 57 Tahun 2010
Gambar  di  bawah  ini  menunjukkan  suatu  sistem  logistik  secara  sederhana.
Gambar 3.1  Kerangka Pikir
Tabel 4.3 Rasio Waktu Kerja Pelabuhan untuk 19 Pelabuhan Utama   1999   2005/6   Waktu kerja efektif / Waktu persiapan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan kontrasepsi IUD pada akseptor kontrasepsi IUD di Puskesmas Tegalrejo menunjukkan bahwa responden memilih kontrasepsi IUD dengan dua kategori pemilihan yaitu

Peran badan pendidikan dapat diperlihatkan dengan membuka sekolah film, karena Indonesia sebagai Negara besar selama ini hanya memiliki jurusan perfilman di IKJ (Institut

Beberapa tanaman yang mengandung eugenol, diantaranya adalah daun cengkeh ( Syzygium aromaticum ), daun kemangi ( Ocimum sp), daun kayu putih ( Melaleuca sp), daun

Hasil pengukuran beban kerja mental dengan metode NASA-TLX dan RSME menunjukkan bahwa semua shift memiliki nilai beban mental yang tinggi sehingga perlu dilakukan usaha

Skripsi yang ditulis oleh Sofia Nur Aeni yang berjudul Pengembangan Budaya Toleransi Beragama Berbasis Multikultural dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD

Selanjutnya dalam aspek kemampuan tutor terkait dengan pelaksanaan tugasnya yang dilihat dan diukur dari kemampuan membuat Rancangan Aktivitas Tutorial (RAT),

Responden mahasiswa ilmu komunikasi FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta angkatan 2009 memiliki penilaian pada tingkatan sedang terhadap kredibilitas

KJPP yang kantor perwakilannya telah ditutup dan dinyatakan tidak berlaku tetap dapat mengajukan permohonan pembukaan kantor perwakilan dengan memenuhi ketentuan