NILAI IMPOR NON MIGAS DI INDONESIA (PERIODE 2001.1 – 2012.4)
(Skripsi)
Oleh
ETRI NINDY LARASATI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR, PRODUK DOMESTIK BRUTO, INFLASI, DAN SUKU BUNGA LUAR NEGERI TERHADAP
NILAI IMPOR NON MIGAS DI INDONESIA
(PERIODE 2001.I – 2012.IV)
Oleh
ETRI NINDY LARASATI
Impor non migas merupakan salah satu bentuk perdagangan internasional yang dilakukan di Indonesia karena selain tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri juga dipengaruhi oleh empat faktor yaitu nilai tukar, produk domestik bruto, inflasi, dan suku bunga luar negeri. Adanya peningkatan impor non migas ini berdampak kepada perekonomian, jika impor lebih besar daripada ekspor maka akan terjadi defisit pada neraca pembayaran di Indonesia. Hal ini juga menyebabkan produsen dalam negeri kalah saing dengan produsen dari luar negeri dan masyarakat lebih meminati barang impor karena lebih sering dianggap prestigious. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh nilai tukar, produk domestik bruto, inflasi, dan suku bunga luar negeri terhadap nilai impor non migas secara parsial serta secara bersama-sama. Data
yang digunakan adalah data runtun waktu (time series) dalam triwulan periode
2001.I – 2012.IV dan model estimasi yang digunakan adalah Error Correction
Model (ECM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial dapat diketahui hasil nilai tukar riil, produk domestik bruto, inflasi, dan suku bunga luar negeri berpengaruh positif terkait dengan peningkatan nilai impor non migas. Serta secara bersama-sama keempat faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap nilai impor non migas.
Kata Kunci: nilai tukar, produk domestik bruto, inflasi, suku bunga luar negeri,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Permasalahan 11
C. Tujuan 13
D. Kerangka Pemikiran 13
E. Hipotesis 15
F. Ruang Lingkup Penelitian 16
G. Ruang Lingkup Penelitian 16
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perdagangan Internasional 18
1. Teori Praklasik Merkantilisme 19
2. Teori Klasik 19
3. Teori Modern 19
B. Impor 20
C. Nilai Tukar dan Impor 20
1. Teori Purchasing Parity 23
2. Teori Elastisitas 24
D. Produk Domestik Bruto dan Impor 24
2. Teori Keynessian (Harrod – Domar) 27
E. Inflasi dan Impor 27
1. Teori Inflasi Klasik 28
2. Teori Inflasi Keynes 29
3. Teori Inflasi Moneterisme 29
F. Suku Bunga Luar Negeri dan Impor 29
1. Teori Klasik 31
2. Teori Suku Bunga Keynes 31
3. Teori Hicks 31
G. Tinjauan Empiris 33
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data 39
B. Operasionalisasi Variabel 40
C. Teknik Analisis 41
1. Uji Akar Unit (Unit Root Test) 41
2. Uji Kointegrasi 42
3. Error Correction Model 42
4. Uji Asumsi Klasik 43
4.1 Uji Normalitas 43
4.2 Uji Multikolinearitas 43
4.3 Uji Heteroskedastisitas 45
4.4 Uji Autokorelasi 45
5. Uji Hipotesis 46
5.1 Uji F (Keberartian Keseluruhan) 46
5.2 Uji t (Keberartian Parsial) 47
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 49
1. Hasil Uji Unit Root 49
2. Hasil Uji Unit Kointegrasi 51
2.2 Uji F 53
2.3 Uji t 54
3. Hasil Uji Error Correction Model 58
3.1 Model 59
3.2 Uji Koefisien Determinasi 59
3.3 Uji Koefisien RES(-1) 59
3.4 Uji F 60
3.5 Uji t 61
4. Pengujian Asumsi Klasik ECM 64
4.1 Hasil Uji Normalitas 65
4.2 Hasil Uji Multikolinearitas 65
4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas 68
4.4 Hasil Uji Autokorelasi 70
5. Pengujian Penyembuhan Asumsi Klasik ECM 70
5.1 Hasil Uji Normalitas 71
5.2 Hasil Uji Multikolinearitas 71
5.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas 74
5.4 Hasil Uji Autokorelasi 76
5.5 Hasil Penyembuhan Estimasi ECM 76
5.5.1 Model 77
5.5.2 Uji Koefisien Determinasi 78
5.5.3 Uji Koefisien RES(-1) 78
5.5.4 Uji F 79
5.5.5 Uji t 80
B. Interpretasi Hasil 83
C. Pembahasan 85
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 90
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat
memajukan perekonomian suatu negara, seperti di Indonesia. Sebagai salah satu
negara yang berkeinginan untuk mensejahterakan masyarakat
danmengembang-kan perekonomian, maka tidak cukup hanya dengan memiliki sumber daya alam.
Selain itu juga dibutuhkan faktor produksi yang lain seperti tenaga kerja yang
akan mengolah sumber daya alam tersebut. Indonesia tidak memiliki tenaga kerja
yang handal dalam mengolah dan membuat suatu produk. Oleh karena itu
di-butuhkan perdagangan internasional dengan negara-negara lain untuk saling
memenuhi kebutuhan hidup.
Dengan perdagangan internasional akan terjadi tukar menukar barang yang juga
membentuk organisasi perdagangan masing-masing negara. Selain hubungan
ekonomi, dapat pula pertukaran faktor produksi dan kredit (Boediono, 2003).
Beberapa manfaat yang diperoleh dari perdagangan internasional adalah:
1. Sebagai sumber devisa negarayang didapatkan dari ekspor produk ke negara
lain. Devisa juga bisa didapatkan dari pemberlakuan bea masuk atas
2. Menyerap tenaga kerjadalam negeri untuk dipekerjakan di perusahaan yang
memproduksi barang ekspor
3. Perkembangan teknologi didapatkan dari barang impor menggunakan teknologi
yang lebih canggih
4. Adanya alih teknologi pada masing-masing negara
Salah satu jenis perdagangan internasional adalah impor. Indonesia merupakan
salah satu negara penghasil produk, terutama pangan, tetapi masih melakukan
kegiatan impor besar-besaran. Hal ini disebabkan karena jumlah produksi pangan
tidak sebanding dengan banyaknya penduduk di Indonesia yang semakin lama
semakin meningkat. Definisi impor adalah membeli atau memasukkan barang dari
luar negeri ke dalam negeri.Impor juga bisa dikatakan sebagai perdagangan
dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke wilayah Indonesia dengan
memenuhi ketentuan yang berlaku (Hutabarat, 1996 : 403).Tujuan utama
diberlakukannya kegiatan impor pada suatu negara karena tidak mampu
memenuhi kebutuhan konsumsinya sendiri maka melakukan perdagangan dengan
negara lain.Hal ini membuktikan bahwa memang sebagian besar negara-negara di
dunia melakukan kegiatan ekspor dan impor secara bersamaan untuk saling
memenuhi kebutuhannya.Selain itu impor dilakukan untuk mengimbangi posisi
neraca pembayaran dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun, jika kita melihat kembali perdagangan internasional di Indonesia yang
ternyata produk impor lebih banyak beredar di pasar daripada produk dalam
negeri sendiri yang dapat diketahui dari perkembangan nilai total impor yang
2001. I 2001. II 2001. II I 2001. IV 2002. I 2002. II 2002. II I 2002. IV 2003. I 2003. II 2003. II I 2003. IV 2004. I 2004. II 2004. II I 2004. IV 2005. I 2005. II 2005. II I 2005. IV 2006. I 2006. II 2006. II I 2006. IV 2007. I 2007. II 2007. II I 2007. IV 2008. I 2008. II 2008. II I 2008. IV 2009. I 2009. II 2009. II I 2009. IV 2010. I 2010. II 2010. II I 2010. IV 2011. I 2011. II 2011. II I 2011. IV 2012. I 2012. II 2012. II I
permintaan atas produk migas maupun nonmigas dalam satu tahun. Berikut ini
gambar yang menjelaskan perkembangan nilai total impor di Indonesia:
18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Juta US$ Triwulan
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012
Gambar 1. Perkembangan Nilai Total Impor di Indonesia Periode 2001:I 2012:IV
Dari gambar 1.1 dapat dijelaskan perkembangan nilai impor total di Indonesia
yang berfluktuasi. Pada tahun 2002 kondisi perekonomian di Indonesia
mengalami perbaikan yang ditandai dengan nilai tukar yang menguat, penurunan
tingkat inflasi, dan jumlah uang primer yang terkendali. Ini mengindikasikan
bahwa nilai tukar yang terdepresiasi di tahun 2001 menjadi terapresiasi pada 2002
dan tingkat inflasi yang menurun mempengaruhi nilai total impor di Indonesia.
Keterkaitan pada tahun 2003 yang terjadi surplus neraca pembayaran yang tidak
terlepas dari kinerja ekspor migas dan non migas yang cukup besar pada tahun
sebelumnya.
Dari keseluruhan impor tersebut terbagi menjadi dua jenis yaitu nilai impor migas
dan non migas. Kita dapat mengetahui bahwa produk migas dan non migas
Juta US$
16000 4.500,00
14000 12000
memajukan industri di Indonesia. Namun, pengaruh yang terbesar terhadap nilai
total impor adalah nilai impor non migas. Untuk penjelasannya dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
MNonmigas MMigas
10000 8000 6000 4000 2000
0 Triwulan
3.000,00 2.500,00 2.000,00 1.500,00 1.000,00 500,00 0,00
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012
MNonmigas MMigas
Gambar 2. Perkembangan Nilai Impor Migas dan Non Migas Di Indonesia Periode 2001:I–2012:IV
Peningkatan nilai impor migas dan non migas yang terjadi selama tahun 2001–
2010 merupakan suatu pembuktian bahwa perindustrian Indonesia semakin maju
dan membutuhkan bahan baku untuk keperluan manufaktur dalam jumlah yang
banyak. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa komoditi yang lebih banyak
diimpor adalah non migas.Seperti pada tahun 2001 perdagangan internasional
mengalami perkembangan yang tidak begitu baik dengan menurunnya tingkat
ekspor, namun tidak berarti impor meningkat tetapi justru mengalami penurunan
pula. Hal ini disebabkan karena kondisi dalam negeri dan luar negeri terutama
setelah tragedi WTC 11 September 2001 yang menyebabkan ekspor menurun dan
pertumbuhan ekonomi negara tujuan yang melambat.Sedangkan penurunan impor
ini disebabkan oleh nilai tukar yang terdepresiasi dan berfluktuasi sangat tajam.
Tahun 2007 merupakan momen impor mengalami peningkatan yang cukup
signifikan karena dari tingkat investasi dan konsumsi juga meningkat. Namun
yang mendefinisikan produk dalam negeri semakin tidak dapat bersaing dengan
produk impor. Kemudian pada tahun 2009, kegiatan impor menurun yang
disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi domestik yang melambat dibanding
tahun-tahun sebelumnya.Baik dari sektor migas maupun non migas yang
mengalami penurunan ini juga dipengaruhi peraturan pemerintah untuk
mengkonversikan penggunaan minyak tanah ke gas alam.Kebijakan pemerintah
yang ditujukan agar perekonomian semakin membaik justru membuat masyarakat
berada dalam keadaan terpuruk. Beberapa kebijakan tersebut yaitu:
1. Privatisasi, merupakan keputusan yang memaksa masyarakat untuk terus
tergantung pada perusahaan-perusahaan besar yang menguasai kebutuhan hidup.
Contohnya adalah Bulog.
2. Deregulasi, merupakan salah satu cara untuk mempermudah privatisasi yang
dikuasai oleh perusahaan monopoli atau oligopoli.
3. Liberalisasi, merupakan penerapan menuju perdagangan bebas yang semakin
lama dibanjiri oleh barang-barang murah dan berkurangnya subsidi domestik
untuk para petani.
Pada keadaan perekonomian saat ini yang telah berkembang menjadi globalisasi
perekonomian, membuat kegiatan impor menjadi lebih berkembang dan didukung
oleh golongan pro-globalisasi. Sedangkan untuk negara Indonesia yang bertindak
sebagaiprice-taker, jika terlalu banyak mengimpor maka akan mengalami defisit
neraca pembayaran karena perekonomian kita tidak berada dalam posisi stabil
secara terus-menerus. Oleh karena itu sebaiknya impor di Indonesia ini menurun
2001. I 2001. II 2001. II I 2001. IV 2002. I 2002. II 2002. II I 2002. IV 2003. I 2003. II 2003. II I 2003. IV 2004. I 2004. II 2004. II I 2004. IV 2005. I 2005. II 2005. II I 2005. IV 2006. I 2006. II 2006. II I 2006. IV 2007. I 2007. II 2007. II I 2007. IV 2008. I 2008. II 2008. II I 2008. IV 2009. I 2009. II 2009. II I 2009. IV 2010. I 2010. II 2010. II I 2010. IV 2011. I 2011. II 2011. II I 2011. IV 2012. I 2012. II 2012. II I 2012. IV
Kemampuan Indonesia untuk melakukan impor migas dan non migas dipengaruhi
oleh empat faktor yang berkaitan langsung maupun tidak langsung. Yang pertama
adalah nilai tukar.Kegiatan perekonomian di suatu negara hampir seluruhnya
dipengaruhi oleh nilai tukar.Dalam kegiatan impor dibutuhkan nilai tukar sebagai
salah satu faktor yang turut menentukan keuntungan.Berikut ini gambar yang
menunjukkan tingkat nilai tukar di Indonesia:
Ribu Rupiah 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 Triwulan
Sumber: Bank Indonesia, 2012
Gambar 3 Perkembangan Nilai Tukar di Indonesia Periode 2001: 2012:IV
Nilai tukar yang didapat bersumber dari Bank Indonesia ini merupakan nilai tukar
(kurs) tengah yang stabil.Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa perkembangan
nilai tukar terkadang menjadi sangat tinggi namun bisa menurun drastis. Dengan
nilai tukar yang berfluktuasi menunjukkan kemampuan para importir
memasuk-kan produk negara lain. Jika nilai tukar meningkat menjelasmemasuk-kan kondisi
per-ekonomian yang merujuk pada terjadinya apresiasi dimana produk yang diimpor
semakin banyak sehingga menguntungkan para importir. Sebaliknya, keadaan
depresiasi akan merugikan para importir karena harus membayar lebih mahal atas
produk yang didatangkan ke dalam negaranya.Pada tahun 2001 terdapat
per-bedaan antara ekspektasi dan kenyataan bahwa perekonomian tidak mengalami
mengurangi daya saing produk ekspor dan meningkatkan impor.Meskipun sempat
mengalami depresiasi pada triwulan kedua namun apresiasi yang cukup besar
terjadi pada triwulan selanjutnya yang berkaitan dengan impor. Pada
kenyataannya, walaupun terjadi apresiasi yang turut mempengaruhi penurunan
ekspor namun tidak serta meningkatkan impor. Lonjakan lainnya pada tahun
2007, pada triwulan pertama dan kedua mengalami peningkatan yang sangat
tajam salah satunya karena kebijakan makroekonomi yang semakin membaik
sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat domestik maupun internasional.
Namun pada dua triwulan berikutnya, nilai tukar mengalami depresiasi yang turut
dipengaruhi oleh risiko global seperti krisissubprime mortgagedi Amerika
Serikat. Dan pada tahun 2010, nilai tukar rupiah menguat cukup signifikan yang
disebabkan karena banyaknya modal asing yang masuk ke Indonesia.Peningkatan
yang cukup tajam dari awal Februari 2010 sampai Mei 2010.Namun pada awal
Juni 2010, nilai tukar terdepresiasi oleh pelakurisk aversionpada krisis finansial
Yunani. Selanjutnya nilai tukar rupiah kembali mengalami peningkatan seiring
dengan mengalirnya dana untuk Asia diantara perbedaan respons kebijakan
negara-negara maju dan negara-negaraemerging markets.
Faktor kedua adalah produk domestik bruto. Pengaruh produk domestik bruto
terhadap impor pada suatu negara cukup besar. Ketika produk domestik bruto
meningkat menyebabkan daya beli masyarakat meningkat sehingga nilai impor
pun semakin meningkat. Seperti yang dijelaskan oleh Herlambang (2001 : 267)
bahwa analisis makro ekonomi bahwa makin besar pendapatan nasional pada
suatu negara maka semakin besar pula impornya.Perkembangan produk domestik
2001. I 2001. II 2001. II I 2001. IV 2002. I 2002. II 2002. II I 2002. IV 2003. I 2003. II 2003. II I 2003. IV 2004. I 2004. II 2004. II I 2004. IV 2005. I 2005. II 2005. II I 2005. IV 2006. I 2006. II 2006. II I 2006. IV 2007. I 2007. II 2007. II I 2007. IV 2008. I 2008. II 2008. II I 2008. IV 2009. I 2009. II 2009. II I 2009. IV 2010. I 2010. II 2010. II I 2010. IV 2011. I 2011. II 2011. II I 2011. IV 2012. I 2012. II 2012. II I 2012. IV Juta Rupiah 800000 700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 Triwulan
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012
Gambar 4. Perkembangan Produk Domestik Bruto Berdasarkan Harga Konstan 2000 Periode 2001:I–2012: IV
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa produk domestik bruto seringkali
mengalami kenaikan dan penurunan yang tajam.Pada tahun 2001 konsumsi yang
terdiri dari pendapatan masyarakat, peningkatan pembiayaan konsumen, dan
sektor pemerintah, menjadi salah satu penyokong utama PDB. Begitu juga terlihat
pada tahun-tahun berikutnya dimana dengan PDB yang terus meningkat, akan
menstimulasi impor untuk lebih dominan di Indonesia.
Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap impor adalah inflasi.Pada inflasi yang
sering berfluktuasi berkaitan erat dengan impor.Hal ini dapat disebabkan karena
tingkat inflasi yang tinggi maka menyebabkan impor semakin banyak.Berikut ini
2001. I 2001. II 2001. II I 2001. IV 2002. I 2002. II 2002. II I 2002. IV 2003. I 2003. II 2003. II I 2003. IV 2004. I 2004. II 2004. II I 2004. IV 2005. I 2005. II 2005. II I 2005. IV 2006. I 2006. II 2006. II I 2006. IV 2007. I 2007. II 2007. II I 2007. IV 2008. I 2008. II 2008. II I 2008. IV 2009. I 2009. II 2009. II I 2009. IV 2010. I 2010. II 2010. II I 2010. IV 2011. I 2011. II 2011. II I 2011. IV 2012. I 2012. II 2012. II I % 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Triwulan
Sumber: Bank Indonesia, 2012
Gambar 5. Perkembangan Inflasi di Indonesia Periode 2001:I–2012:IV
Gambar tersebut menunjukkan inflasi yang berfluktuasi sepanjang tahun 2001–
2012.Dengan peningkatan inflasi ternyata memicu nilai impor menjadi lebih
tinggi. Ketika harga produk dalam negeri meningkat drastis, terutama perihal
bahan makanan pokok, maka pemerintah akan melakukan tindakan mengimpor
produk serupa dari negara lain. Peluang negara lain untuk mendapatkan
keuntungan menjadi lebih besar karena produknya lebih murah dibandingkan
produk dalam negeri. Seperti pada tahun 2005, Indonesia mengalami kenaikan
inflasi yang salah satunya disebabkan oleh depresiasi di tahun yang sama.
Meskipun begitu para produsen memiliki kemampuan untuk menahan kenaikan
harga sebagai akibat dari depresiasi tersebut.Inflasi pada tahun 2006 lebih baik
daripada tahun 2005.Hal ini dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi sesuai konsistensi
Bank Indonesia dan pemerintah yang terjaga dan perkembangan nilai tukar yang
stabil.Begitu pula pada tahun 2009 dimana inflasi menurun cukup signifikan yang
tidak terlepas dari peran Bank Indonesia dalam meningkatkan kepercayaan pasar
2001. I 2001. II 2001. II I 2001. IV 2002. I 2002. II 2002. II I 2002. IV 2003. I 2003. II 2003. II I 2003. IV 2004. I 2004. II 2004. II I 2004. IV 2005. I 2005. II 2005. II I 2005. IV 2006. I 2006. II 2006. II I 2006. IV 2007. I 2007. II 2007. II I 2007. IV 2008. I 2008. II 2008. II I 2008. IV 2009. I 2009. II 2009. II I 2009. IV 2010. I 2010. II 2010. II I 2010. IV 2011. I 2011. II 2011. II I 2011. IV 2012. I 2012. II 2012. II I
Selanjutnya adalah suku bunga luar negeri.Ketika suku bunga luar negeri
me-nurun maka nilai impor non migas semakin meningkat. Berikut ini gambar
perkembangan suku bunga luar negeri di Indonesia:
% 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 -Triwulan
Sumber: Bank Indonesia, 2012
Gambar 6. Perkembangan Suku BungaThe Feddi Indonesia Periode 2001:I–2012:IV
Ketika suku bungathe fedlebih tinggi daripada suku bunga dalam negeri maka
aliran investasi akan lebih banyak ke Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan
barang yang diimpor menjadi lebih banyak.Dari gambar di atas dapat diketahui
bahwa pada periode 2001.I–2008.IV mengalami fluktuasi yang cukup tajam
namun awal periode 2009.I–2012.IV suku bungathe fedberada pada posisi yang
stabil.
Perdagangan internasional memiliki perbedaan dengan ekspor dan impor. Bahwa
perdagangan internasional adalah kegiatan jual-beli yang dilakukan untuk
men-dapatkan keuntungan dengan melibatkan dua negara atau lebih. Sedangkan
ke-giatan ekspor dan impor merupakan bagian dari perdagangan internasional
ter-sebut. Karena selain dua jenis perdagangan ini masih banyak jenis lainnya yang
juga merupakan bagian dari perdagangan internasional seperti pengiriman barang
berasal dari negara Cina saat ini membanjiri pasar di Indonesia dan bahkan
mengalahkan komoditas asli negara ini. Seperti diberitakan beberapa waktu lalu
bahwa produk elektronik terutama dari Cina seperti telepon genggam dan
kom-puter tablet memasuki pangsa pasar Indonesia. Dan seperti tahun-tahun
sebelum-nya, banyaknya produk dari luar negeri seperti kebutuhan sehari-hari (misal: tas,
pakaian, sepatu) itu banyak diimpor dari luar negeri. Sebenarnya impor dan
ekspor memang dibutuhkan dalam perekonomian suatu negara. Namun apabila
jumlah barang yang diimpor lebih banyak daripada yang diekspor itu menjadi
suatu masalah. Apalagi jika semakin lama, jumlah barang impor semakin banyak
dan mengalahkan jumlah produksi dalam negeri. Meskipun begitu per-dagangan
internasional memberi dampak positif juga seperti menambah peluang untuk
bekerja, menambah kas negara (dapat berbentuk devisa), meningkatnya varians
barang yang dikonsumsi oleh masyarakat. Sedangkan dampak negatif yang
ditimbulkan yaitu meningkatnya ketergantungan terhadap produk tertentu yang
berasal dari luar negeri, produk dalam negeri menjadi kalah saing, kehidupan
masyarakat menjadi berpola konsumtif.
B. Permasalahan
Sejak dahulu sampai sekarang impor merupakan hal yang dalam perdagangan
internasional yang sering dilakukan di Indonesia. Impor bukan hanya sekadar
mendatangkan barang dari luar negeri ke dalam negeri untuk memenuhi
kebutuh-an sehari-hari tapi juga dapat dikatakkebutuh-an apabila ada suatu jenis barkebutuh-ang luar negeri
yang dirakit ataupun diperbaiki di dalam negeri walaupun nantinya akan dikirim
kembali ke negara produsen awalnya. Ketika suatu negara mengalami
serius dalam perekonomian. Karena mau tidak mau justru akan merugikan negara
tersebut. Misalnya saja pengangguran yang akan meningkat seiring impor yang
leluasa menguasai perdagangan internasional negara tersebut. Yang sebelumnya
banyak produsen dalam negeri yang bersaing dalam lingkup nasional dengan
produsen lainnya, namun sejak impor meningkat tentunya masyarakat lebih
meminati barang yang dipasok dari luar negeri karena lebih sering dianggap
prestigious.
Dengan pengaruh nilai tukar, produk domestik bruto (PDB), inflasi, dan suku
bunga luar negeri maka nilai impor non migas diharapkan dapat berkurang dan
tidak terjadi defisit neraca pembayaran namun ternyata permintaan masyarakat
atas produk impor tidak dapat dikurangi secara besar-besaran karena produsen di
Indonesia belum mampu untuk menghasilkan produknya sendiri. Hal ini didukung
pula dengan perbedaan hasil penelitian terdahulu seperti penelitian oleh Waluyo
dalam menunjukkan hasil bahwa faktor yang stabil dan signifikan dalam
mem-pengaruhi impor bahan baku untuk sektor industri Indonesia adalah cadangan
devisa, penanaman modal dalam negeri, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Sedangkan dari penelitian Saraswati dalam menunjukkan PDB riil memiliki
hubungan yang positif dan signifikan dan nilai tukar Rupiah terhadap Yen
memiliki hubungan yang negatif dan tidak signifikan. Dengan ini maka
per-masalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh nilai tukar, produk domestik bruto, inflasi, dan suku
bunga luar negeri secara parsial terhadap nilai impor non migas pada
2. Bagaimana pengaruh nilai tukar, produk domestik bruto, inflasi, dan suku
secara bersama-sama terhadap nilai impor non migas pada periode 2001:I
–2012:IV?
C. Tujuan
Tujuan yang dilakukan oleh penulis antara lain adalah untuk:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh nilai tukar, produk
domestik bruto, inflasi, dan suku bunga luar negeri secara parsial terhadap
nilai impor non migas.
2 Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh nilai tukar, produk
domestik bruto, inflasi, dan suku bunga luar negerisecara bersama-sama
terhadap nilai impor non migas di Indonesia pada periode 2001:I–
2012:IV
D. Kerangka Pemikiran
Perbaikan perekonomian Indonesia memberikan pengaruh terhadap perdagangan
internasional, salah satunya adalah impor. Dalam hal ini kegiatan impor dibagi
menjadi dua yaitu migas dan non migas. Penelitian yang dilakukan mengenai nilai
impor non migas yang dipengaruhi oleh nilai tukar, produk domestik bruto,
inflasi, dan suku bunga luar negeri periode 2001:I–2012:IV. Variabel-variabel
bebas ini digunakan karena kaitannya sangat erat dengan impor.
Nilai tukar menurut Salvatore (1997 : 9) adalah harga suatu mata uang terhadap
mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang
lainnya. Jika nilai tukar terapresiasi maka produk yang diimpor akan meningkat
karena harga barang di Indonesia menjadi lebih mahal dibandingkan harga barang
sehingga tingkat ekspor menurun dan sebaliknya impor akan meningkat.
Penelitian oleh Waluyo dalam Septiana (2011) yang menganalisis pengaruh
cadangan devisa, penanaman modal asing (PMA), penanaman modal dalam
negeri (PMDN), produk domestik bruto (PDB), tingkat suku bunga riil dalam
negeri, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar terhadap impor bahan baku,
mem-berikan hasil bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar berpengaruh secara stabil
dan signifikan terhadap impor tersebut. Karena jika nilai tukarnya terapresiasi
berdampak pada impor yang meningkat, hal ini disebabkan dari produk dalam
negeri yang semakin mahal menyebabkan permintaan dari negara lain juga
berkurang sehingga ekspor menurun dan impor meningkat. Seperti halnya nilai
tukar, produk domestik bruto (PDB) memiliki pengaruh yang positif terhadap
impor karena dengan peningkatan pendapatan nasional maka daya beli masyarakat
akan meningkat, permintaan atas produk impor juga tinggi. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Saraswati dalam Septiana (2011) yang meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi impor nonmigas Indonesia dari Jepang dapat disimpulkan bahwa
PDB memiliki hubungan yang positif dan signifikan.Tidak hanya itu, inflasi yang
terjadi juga berpengaruh terhadap impor di Indonesia. Hal ini dijelaskan oleh
Jamli dan Firmansyah dalam Anggaristyadi (2011) yang meneliti mengenai
analisis fungsi investasi pada sektor industri manufaktur dan dampak investasi
pada kebutuhan impor Indonesia bahwa hasil penelitian terhadap variabel inflasi
menunjukkan pengaruh secara positif dan signifikan. Dengan kenaikan inflasi
dimana harga produk dalam negeri meningkat menyebabkan impor atas barang
dengan jenis yang sama dari negara lain. Hal ini disebabkan harganya lebih murah
dijelaskan oleh Agbola dalam Maharani (2007) dalam penelitiannya mengenai
pengaruh nilai tukar terhadap neraca perdagangan Indonesia bahwa suku bunga
luar negeriberpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai impor. Dengan suku
bungafed yang terus meningkat di Amerika memicu masyarakatnya untuk lebih
banyak mengimpor barang dari negara lain, hal ini akan meningkatkan permintaan
produk dari Indonesia sehingga lebih banyak mengekspor daripada mengimpor.
Dari keterkaitan yang telah dijelaskan dan didukung oleh penelitian pada
periode-periode sebelumnya, maka alur yang digunakan sebagai berikut:
Nilai Tukar
+
PDB Harga Konstan +
Inflasi +
-Suku Bunga Luar Negeri
Nilai Impor
Non Migas
Gambar 7. Model Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Produk Domestik Bruto, Inflasi, dan Suku Bunga Luar Negeri Terhadap Nilai Impor Non Migas di Indonesia Periode 2001:I 2012:IV
E. Hipotesis
Berikut ini beberapa hipotesis dari kaitan antar variabel di atas yaitu:
1. Diduga nilai tukar (ER) yang terapresiasi berpengaruh positif terhadap
nilai impor non migas dalam jangka panjang dan jangka pendek.
2. Diduga produk domestik bruto (Y) berpengaruh positif terhadap nilai
3. Diduga inflasi (INF) berpengaruh negatif terhadap nilai impor non migas
dalam jangka panjang namun berpengaruh positif dalam jangka pendek.
4. Diduga suku bunga luar negeri (RLN) berpengaruh negatif terhadap nilai
impor non migas dalam jangka panjang tetapi berpengaruh positif dalam
jangka pendek.
5. Diduga nilai tukar, produk domestik bruto, inflasi, dan suku bunga luar
negeri secara bersama-sama berpengaruh terhadap nilai impor non migas
dalam jangka panjang dan jangka pendek.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian terhadap nilai tukar, produk domestik bruto, inflasi, dan suku bunga
luar negeri terhadap nilai total impor ini memiliki cakupan yang luas. Ruang
lingkup yang menjadi bagian penelitian untuk skripsi ini adalah dalam lingkup
nasional. Data yang terlampir terbilang dalam bentuk triwulan sejak periode
2001:I–2012:IV. Serta dalam cara pengujiannya dalam bentuktime-series.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini yaitu:
Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang, permasalahan, tujuan,
kerangka pemikiran, hipotesis, ruang lingkup penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan pustaka yang berisi konsep dan teori perdagangan
inter-nasional, impor, nilai tukar, produk domestik bruto, inflasi, dan
suku bunga luar negeri.
Bab III Metode penelitian yang berisi operasionalisasi variabel, jenis dan
Bab IV Hasil dan pembahasan berisi analisis hasil perhitungan secara
kuantitatif dan deskriptif.
Bab V Kesimpulan dan Saran.
Daftar Pustaka
A. Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional merupakan perdagangan antara dua negara atau lebih
yang didasarkan kesepakatan bersama. Menurut Amir M.S, dibandingkan dengan
perdagangan dalam negeri, perdagangan internasional sangat rumit dan kompleks
karena terdapat beberapa batasan yang memicu hambatan bagi kedua negara.
Negara-negara yang memiliki potensi untuk memproduksi suatu barang sebagian
besar berkeinginan untuk melakukan perdagangan internasional. Seperti negara
Indonesia yang memiliki banyak sumber daya alam dan mampu mengolahnya dan
diekspor ke luar negeri. Sebaliknya, Indonesia juga mengimpor beberapa jenis
produk dari negara-negara lainnya.Tidak hanya memajukan perekonomian,
per-dagangan internasional juga memberikan beberapa manfaat seperti yang
dijelaskan oleh Sadono Sukirno:
1. Menjalin persahabatan antar negara
2. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
3. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
4. Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Teori Perdagangan Internasional
Terdapat tiga bentuk teori yang mendasari perdagangan internasional yaitu:
1. Teori Praklasik Merkantilisme
Teori ini mengemukakan beberapa kebijakan perdagangan seperti mendorong
ekspor sebanyak-banyaknya kecuali logam mulia dan membatasi banyaknya
impor kecuali logam mulia. Sampai saat ini masih sering digunakan oleh berbagai
negara dengan bentuk“Neo Merkantilisme”yaitu kebijakan proteksi untuk
me-majukan perekonomian dengan menggunakan kebijakan tarif (Tariff Barrier) dan
kebijakan non tarif (Non-Tariff Barrier). David Hume mengkritik teori ini dengan
mengungkapkan bahwa perubahan dari raja/negara yang kaya/makmur menjadi
negara/raja yang miskin menurut pahammerkantilismeini dianggap sebagai
“Mekanisme Otomatis”.
2. Teori Klasik
Terdapat dua pendapat yang diungkapkan oleh para ahli yaitu:
1. Absolute Advantageoleh Adam Smith, yang menjelaskan bahwa suatu
negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional dengan
cara meng-ekspor jika memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage)
dan mengimpor jika tidak memiliki keunggulan mutlak (absolute
disadvantage). Keunggulan mutlak menurut Adam Smith merupakan
kemampuan suatu negara untuk meng-hasilkan suatu barang dan jasa per
unit dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit dibanding
kemampuan negara-negara lain (Deliarnov, 1995 : 198). Namun
kelemahan Teori Adam Smith ini adalah perdagangan antara dua negara
berbeda, apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut
untuk kedua jenis produk maka manfaat perdagangan internasional (gain
from trade) tidak akan didapatkan.
2. Comparative Advantageoleh David Ricardo, yang menjelaskan bahwa
suatu negara akan mendapatkan manfaat perdagangan internasional jika
melakukan spesialisasi. Ekspor dilakukan saat negara tersebut memiliki
kecenderungan untuk berproduksi lebih efisien dan melakukan impor
ketika relatif kurang efisien.Kelemahan teori ini adalah dengan adanya
perbedaan fungsi tenaga kerja yang menyebabkan perbedaan efisiensi dan
produktivitas antara kedua negara. Sehingga menimbulkan perbedaan
harga barang sejenis di kedua negara. Teori Klasik tidak dapat
menjelaskan mengapa terjadi perbedaan tersebut walaupun fungsi faktor
produksi sama di kedua negara.
3. Teori Modern
Teori Hecksher-Ohlin yang diungkapkan oleh Eli Hecksher dan Bertil Ohlin ini
menjelaskan bahwa harga suatu produk akan ditentukan oleh faktor produksi yang
dimiliki masing-masing negara dan setiap negara akan melakukan spesialisasi dan
ekspor karena memiliki faktor produksi yang relatif banyak.
B. Impor
Kata„impor‟identik dengan suatu perdagangan yang dilakukan oleh suatu negara
dengan negara lainnya yang merupakan mitra dagangnya. Impor adalah kegiatan
yang memasukkan atau membeli barang dan jasa dari luar negeri ke dalam negeri
juga diartikan sebagai perdagangan dengan memasukkan barang dari luar negeri
ke wilayah Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Hutabarat, 1996
: 403). Kegiatan impor ini juga dapat menghasilkan devisa yaitu masuknya mata
uang asing ke suatu negara yang dapat digunakan untuk membayar pembelian
barang-barang impor tersebut. Barang-barang yang diperjual-belikan juga
ber-macam-macam. Untuk sektor migas seperti minyak bumi, gas, serta hasil
olahan-nya. Sedangkan dari sektor nonmigas seperti tekstil, hasil perkebunan, pertanian,
pertambangan, perikanan, dan berupa barang olahan lainnya selain minyak dan
gas.
Dengan era globalisasi seperti saat ini yang memberikan banyak pendapat pihak
yang setuju maupun tidak.Beberapa bentuk globalisasi di Indonesia seperti
per-dagangan internasional ini juga memberikan efek positif maupun negatif. Menurut
Cochrane dan Pain bahwa terdapat tiga posisi yang dapat diketahui yaitu:
1. Golongan globalis yang percaya bahwa globalisasi memiliki konsekuensi
ter-hadap lembaga dan masing-masing orang dapat berjalan di dunia ini.
2. Golongan tradisionalis yang lebih mempercayai adanya kapitalisme pada
tahun-tahun sebelumnya dan terus berlanjut hingga saat ini. Oleh karena itu golongan ini
lebih kepada pola pikiran yang menepis adanya globalisasi melainkan kelanjutan
kapitalisasi.
3. Golongan transformasionalis yang berada diantara dua golongan sebelumnya.
Golongan ini sepakat bahwa golongan globalis telah melebih-lebihkan teori ini
namun juga tidak menyangkal adanya globalisasi saat ini.
Saat ini globalisasi perekonomian memberikan peran yang sangat besar pada
ke-terbatasan antar negara memungkinkan pasar domestik menjadi lebih terbuka
ter-hadap pasar internasional dan begitu pula sebaliknya.Hal ini menyebabkan
per-dagangan internasional menjadi lebih berkembang. Menurut Tanri Abeng,
be-berapa bentuk nyata dari globalisasi yaitu sebagai berikut:
1. Globalisasi produksi. Kegiatan ini dilakukan di berbagai negara dengan tujuan
upah produksi menjadi lebih rendah.Hal ini dipengaruhi oleh tarif masuk yang
murah, upah buruh yang rendah, dan lainnya.
2. Globalisasi pembiayaan. Banyaknya perusahaan besar di masing-masing negara
membuka peluang untuk mendapatkan pinjaman atau investasi langsung maupun
portofolio.
3. Globalisasi tenaga kerja. Pada perusahaan-perusahaan besar di seluruh dunia,
penggunaan tenaga kerja merupakan hal yang diutamakan.Sehingga penempatan
posisi untuk menangani masing-masing urusan sangat dipertimbangkan, seperti
penempatan staf profesional yang telah memiliki banyak pengalaman sebelumnya.
4. Globalisasi jaringan informasi. Dengan informasi yang semakin berkembang
membuat pasar meluas ke seluruh dunia dengan jenis produk yang
seragam.Misalnya, iklan Dunkin Donuts yang telah terkenal membuat masyarakat
menuju selera global.
5. Globalisasi perdagangan. Kegiatan ini terwujud dalam penyeragaman tarif dan
penghapusan hambatan non-tarif.Sehingga persaingan pasar menjadi lebih adil
dan ketat.
Peranan impor sangat dibutuhkan dalam suatu negara namun tidak jarang terjadi
ekspor, sedangkan surplus terjadi jika keadaan sebaliknya.Peningkatan impor
yang berefek pada membanjirnya produk dari luar negeri menyebabkan banyak
pengangguran karena masyarakat lebih menyukai produk yang didatangkan dari
luar negeri daripada barang dengan kualitas dalam negeri yang terbagi menjadi
hasil kerajinan tangan ataupun buatan pabrik. Ketika melakukan impor, sangat
penting untuk mengetahui harga dunia saat itu. Kenaikan atau penurunan harga
secara tiba-tiba dan dalam jumlah yang besar untuk komoditas yang
diperdagang-kan adiperdagang-kan memberidiperdagang-kan risiko terhadap negara importir. Dengan perekonomian
yang lebih berkembang membuat negara lain berusaha memasarkan produk
impornya di Indonesia dan upaya pemerintah seperti kebijakan tarif dan non tarif
sangat berperan agar produk impor tidak mendominasi pasar domestik. Terlebih
lagi untuk negara berkembang seperti Indonesia yang belum mampu untuk
meng-hasilkan produk sendiri seperti barang elektronik. Hal ini didukung oleh pendapat
Panetto (2011) bahwa barang-barang impor yang memiliki permintaan yang
cu-kup elastis di negara-negara yang sedang berkembang adalah antara lain barang
elektronik dari berbagai jenis produksi. Tidak hanya barang elektronik tetapi
produk lainnya yang tergolong ke dalam produk non migas dan migas juga
banyak diimpor.
C. Nilai Tukar dan Impor
Nilai tukar suatu negara merupakan hal terpenting dalam kegiatan perekonomian
terutama di bidang perdagangan internasional salah satunya yaitu impor. Karena
bagi para pedagang terutama harus mengetahui besar nilai tukar di hari mereka
akan mengekspor atau mengimpor barang. Seperti beberapa teori yang melandasi
Ph. D (1995 : 183)bahwa menurut Gustava Bassel Theory Purchasing Parity
mengatakan bahwa perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lain
ditentukan oleh daya beli yang tersebut terhadap barang dan jasa.Beberapa teori
yang mendasari nilai tukar antara lain:
1. TeoriPurchasing Power Parity
Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Martin de Azpilcueta Navarro pada
tahun 1556. Teori ini menyatakan bahwa harga barang di suatu negara harus sama
dengan harga barang serupa di negara lain sesuai dengan tingkat nilai tukar yang
berlaku antar kedua negara tersebut yang disebut denganThe Law Of One Price.
2. Teori Elastisitas
“Exchange rate is simply the price of foreign exchange which maintains the
balance payment in equilibrium.”(Luca, 1995) yang menjelaskan bahwa nilai
tukar adalah harga dari valuta asing untuk mempertahankan neraca pembayaran
internasional suatu negara agar tetap berada pada tingkat equilibrium.Respon nilai
tukar terhadap neraca perdagangan dipengaruhi oleh elastisitas permintaan
terhadap perubahan harga.Sifat elastis dan inelastis terhadap ekspor dan impor
sangat berpengaruh terhadap neraca perdagangan internasional sehingga nilai
tukar harus menyesuaikan pada kondisi saat itu.
Juga terdapat dua istilah yang biasa digunakan yaitu apresiasi dan depresiasi.
Apresiasi yang merupakan mata uang yang mengalami penguatan terhadap mata
uang lainnya, fenomena ini juga akan membuat harga-harga barang Indonesia di
luar negeri menjadi lebih mahal. Artinya bahwa eksportir dirugikandan importir
akandiuntungkandan ini menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang
yang mengalami penurunan nilai terhadap mata uang lainnya sehingga permintaan
barang-barang yang berasal dari Indonesia akan lebih murah. Hal ini akan
me-rugikan importir dan menguntungkan eksportir. Telah dijelaskan dalam teori
konvensional mengenai perdagangan internasional bahwa depresiasi nilai tukar
dari suatu mata uang akan membuat daya saing harga dari produk buatan
Indonesia membaik yang selanjutnya membuat volume ekspor Indonesia
me-ningkat.Saat nilai tukar rupiah melemah menyebabkan harga produk impor yang
ada di Indonesia menjadi lebih mahal dan dapat mengakibatkan meningkatnya
inflasi.
Macam-macam nilai tukar atau kurs yaitu:
1. Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange RateSystem)
Adalah sistem kurs yang ditetapkan oleh bank sentral tanpa melihat jumlah
per-mintaan atau penawaran di pasar uang.
2. Sistem Kurs Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange
RateSystem)
Adalah salah satu sistem kurs yang membebaskan kaitan antara permintaan
de-ngan penawaran di pasar uang. Pada sistem ini keterkaitan sistem harga akan
ter-bentuk dengan sendirinya. Menurut Krugman dan Obstfeld (2000 : 485) bahwa
managed floating exchange rate systemadalah sebuah sistem dimana pemerintah
mengatur perubahan nilai tukar tanpa bermaksud untuk membuat nilai tukar
dalam kondisi tetap. Kurs ini mengembangkan beberapa jenis lainnya seperti:
Sistem kurs mengambang murni (clean float) yaitu sistem kurs
Sistem kurs mengambang kurang murni (dirty float) yaitu sistem kurs
mengambang yang masih diintervensi oleh pemerintah dalam rangka
menstabilkan kurs valuta asing.
3. Sistem Kurs Mengambang Bebas (Free Floating Rate System)
Adalah kurs yang ditujukan kepada negara yang perekonomiannya sudah
mapan.Pemerintah hampir tidak melakukan intervensi dan menyerahkan
pengaturan nilai tukar sepenuhnya kepada pasar.
Ketika mengalami depresiasi maka permintaan atas produk menjadi lebih banyak
dan impor menurun.Kaitan ini seperti yang diungkapkan oleh Mankiw (2003 : 220
–221) bahwa ketika terjadi depresiasi maka mata uang tersebut lemah. Pro-duk
yang diimpor menjadi lebih sedikit karena negara pengimpor harus membayar
lebih banyak pada tingkat nilai tukar tertentu.Hal ini seiring menurut penelitian
yang dilakukan oleh Cahyono dalam Septiana (2011) dan dapat disimpulkan
bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar dan cadangan devisa memiliki pengaruh
terhadap impor Indonesia dari Amerika Serikat.
D. Produk Domestik Bruto dan Impor
Pendapatan Domestik Bruto merupakan pendapatan di suatu negara yang terdiri
dari kumpulan barang dan jasa selama tahun tertentu. Dalam pendapatan domestik
bruto per kapita, kita mengenal adanya dua perhitungan yang digunakan yaitu:
1. Pendapatan domestik bruto per kapita atas dasar harga berlaku yaitu
menggam-barkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan
menggunakan harga pada setiap tahun.
2. Pendapatan domestik bruto per kapita atas dasar harga konstan yaitu
menggunakan harga pada suatu tahun tertentu sebagai dasar perhitungan
ini.
Teori yang berkaitan dengan PDB diantaranya:
1. Teori Schumpeter
Teori ini menggambarkan proses pembangunan dan faktor yang
mempengaruhi-nya. Menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan perkembangan
eko-nomi adalah menekankan pada faktor inovasientrepreneursebagai motor
peng-gerak pertumbuhan ekonomi kapitalistik.Schumpeter membedakan antara
per-tumbuhan ekonomi sebagai peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh
banyaknya faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi itu sendiri,
sedangkan pembangunan ekonomi adalah peningkatan output yang disebabkan
oleh inovasi yang dilakukan oleh wiraswasta.
2. Teori Keynesian(Harrod–Domar)
Teori ini pada awalnya dikembangkan oleh dua ekonom yaitu R. F. Harrod dan
Evsey Domar. Teori ini muncul sebagai analisis lain dari teori Keynes dan
menjelaskan syarat-syarat perekonomian untuk berkembang dalam jangka
pan-jang dan diungkapkan oleh Harrod–Domar bahwa perekonomian dapat
me-nyisihkan satu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk
mengganti barang-barang modal yang rusak namun untuk menumbuhkan
perekonomian tersebut dibutuhkan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok
modal.Analisis yang dilakukan oleh Harrod–Domar dijelaskan oleh Tarigan
(2005) yaitu pertumbuhan jangka panjang hanya bisa dicapai apabila syarat-syarat
PDB di suatu negara sangat mempengaruhi kegiatan impor terutama setelah
pro-ses industrialisasi berubah. Hal ini menyebabkan Indonesia lebih konsentrasi
ter-hadap impor. Ketika PDB meningkat akan memicu daya beli masyarakat menjadi
lebih besar. Seperti yang dijelaskan Lindert dan Kindenberger (1995) bahwa
ke-cenderungan marginal mengimpor (Marginal Propensity to Import) yang
merupa-kan nisbah perubahan nilai impor terhadap pendapatan nasional riil (dengan harga
konstan) yang menyebabkan perubahan terhadap impor.Peluang produk impor
untuk dikonsumsi masyarakat pun semakin meningkat, terlebih lagi saat ini
ma-yoritas kebutuhan sehari-hari didatangkan dari luar negeri seperti bahan
makanan.Kaitan ini juga dijelaskan pada penelitian sebelumnya oleh Cahyono
dalam Septiana (2011) yang mengungkapkan bahwa PDB berpengaruh signifikan
terhadap impor di Indonesia dari Amerika Serikat.
E Inflasi dan Impor
Inflasi merupakan salah satu hal terpenting di dalam perekonomian. Yang
di-maksud dengan inflasi adalah keadaan dalam suatu perekonomian dimana terjadi
kenaikan harga secara tajam dan terus-menerus. Karena setiap peningkatan atau
penurunan tingkat inflasi itu sangat berpengaruh dengan aktivitas per-ekonomian
lainnya sepertiinvestasi, ekspor, dan impor yang akan berkurang karena
ke-mungkinan keuntungan yang didapat juga akan menurun. Menurut Sukirno (2002
: 16)bahwa kecenderungan seperti ini akan memperlambat perekonomian. Seperti
yang terjadi dalam perdagangan internasional ini karena sebagai mitra dagang
harus mengetahui kondisi perekonomian masing-masing negara salah satunya
Terdapat beberapa teori mengenai inflasi antara lain:
1. Teori Inflasi Klasik
Teori ini mengungkapkan keterkaitan inflasi dengan jumlah uang beredar yang
dapat diketahui dari nilai uang dengan jumlah uang dan nilai uang dengan harga.
Menurut pandangan ini, inflasi berarti bahwa terlalu banyak jumlah uang beredar
atau kredit pada masyarakat dibandingkan volume transaksinya.
2. Teori Inflasi Keynes
Keynes mengungkapkan bahwa kuantitas uang tidak berpengaruh terhadap
permintaan total karena inflasi dapat terjadi jika tingkat kuantitas uang konstan.
Saat jumlah uang beredar meningkat maka harga akan naik yang memicu
permintaan uang untuk bertransaksi meningkat, dengan demikian akan menaikkan
suku bunga. Menurut Keynes, inflasi yang penting adalah yang diakibatkan oleh
pengeluaran pemerintah.
3. Teori Inflasi Moneterisme
Teori ini berpendapat bahwa keadaan ini terjadi karena kebijakan moneter dan
fiskal yang ekspansif. Menurut golongan moneteris, inflasi dapat dikendalikan
dengan menurunkan kelebihan permintaan melalui kebijakan moneter dan fiskal
yang bersifat kontraktif.
Terdapat dua penyebab terjadinya inflasi yaitu:
1. Inflasi tarikan permintaan ataudemand pull inflation
yaitu inflasi yang terjadi akibat permintaan yang tinggi pada pasar
sehinggamengakibatkan melonjaknya faktor-faktor produksi. Inflasi jenis ini
biasanya ter-jadi pada kondisifull employment yang biasanya disebabkan oleh
2. Inflasi desakan biaya ataucost push inflation
yaitu inflasi yang terjadi karena kelangkaan faktor produksi atau distribusi.
Seperti saat suatu barang menjadi langka namun permintaan meningkat maka
akan menyebabkan peningkatan harga.
Juga terdapat pada pendapat yang diungkapkan oleh Sukirno (2004)bahwa inflasi
sebagai akibat dari impor akan menyebabkan stagflasi seperti yang terjadi pasca
krisis ekonomi, stagflasi menggambarkan dimana kegiatan ekonomi semakin lama
semakin menurun, pengangguran semakin tinggi dan pada waktu yang sama
pro-ses kenaikan harga-harga semakin tinggi.Kondisi inflasi di suatu negara akan
berpengaruh terhadap banyaknya jumlah barang yang akan diekspor atau bahkan
diimpor oleh suatu negara.
Ketika terjadi inflasi maka harga produk dalam negeri akan meningkat. Salah satu
kebijakan pemerintah adalah dengan mengimpor produk dari luar negeri. Seperti
yang terjadi saat ini adalah harga bawang dalam negeri meningkat tajam dan
konsumen tidak memiliki daya beli yang cukup untuk membeli bawang tersebut.
Oleh karena itu pemerintah mengambil keputusan dengan mengimpor bawang
dari Birma yang harganya lebih murah dan kualitasnya tidak lebih baik dari
bawang dalam negeri. Keterkaitan inflasi dengan impor yang berpengaruh
sig-nifikan ini seperti pendapat yang diungkapkan oleh Sadono Sukirno (2004) bahwa
inflasi ini akan terjadi apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan
harga mempunyai peranan penting dalam kegiatan pengeluaran
F. Suku Bunga Luar Negeri dan Impor
Suku bunga adalah suatu bentuk pembayaran atas bunga yang pinjaman berbentuk
persentase.Suku bunga banyak berpengaruh di berbagai kegiatan perekonomian,
salah satunya impor. Menurut Karl dan Fair (2006 : 5), suku bunga adalah
pem-bayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman dalam bentuk persentase yang
di-peroleh dari jumlah bunga yang diterima setiap tahun dibagi dengan jumlah
pinjaman. Beberapa teori yang mendasari suku bunga adalah:
1. Teori Klasik
Dalam teori ini, suku bunga berpengaruh besar terhadap tabungan dan
investasi.Merupakan penggabungan stok modal dan uang dimana saat modal
meningkat, suku bunga juga meningkat.Sebaliknya, semain banyak modal
semakin rendah suku bunga (Nasution dalam Sappewali, 2001).
2. Teori Suku Bunga Keynes
Suku bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan uang.Keynes
mengasumsikan bahwa perekonomian saat itu belumfull employmentsehingga
pro-duksi dapat ditingkatkan tanpa mengubah tingkat harga maupun tingkat upah.
Dengan suku bunga yang rendah maka tingkat investasi akan meningkat dan akan
berpengaruh terhadap produk nasional dalam jangka pendek.
3. Teori Hicks
Hicks mengemukakan pandangannya bahwa suku bunga akan seimbang jika telah
memenuhi keseimbangan sektor moneter dan sektor riil. Teori ini merupakan
gabungan dari mahzab klasik dan keynessian dimana klasik menyatakan uang
satu motif spekulasi dan memperoleh keuntungan, dengan inilah masyarakat akan
membayar bunga.
Suku bunga terdiri atas dua tipe yaitu:
1.Suku bunga riil adalah tingkat suku bunga yang telah dikurangi dengan inflasi.
2.Suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga yang memberikan
pengembali-an terhadap investasi ypengembali-ang dilakukpengembali-an.
Jika suku bunga luar negeri yang menurun memicu permintaan barang-barang luar
negeri akanmenurun sehingga nilai tukar terapresiasi dan impor akan meningkat.
Sebaliknya, di Indonesia hal tersebut akan memicu nilai tukar menjadi
terdepresi-asi dan meningkatkan ekspor ke Amerika Serikat. Oleh karena itu barang yang
diekspor akanmeningkat dan barang yang diimpor akan menurun.Pada
per-ekonomian Indonesia yang tergolong masih berkembang dan sudah masuknya
globalisasi seperti sekarang ini membuat hubungan dengan negara lain lebih
berkembang.Seperti perdagangan internasional yang semakin lama berperan besar
terhadap perekonomian di Indonesia. Dengan berkembangnya globalisasi akan
membuat hubungan Indonesia dengan negara lain semakin luas. Tidak hanya itu,
faktor seperti suku bunga luar negeri juga harus diperhitungkan jika akan
melakukan perdagangan internasional karena terkait dengan keadaan ekonomi
antara Indonesia dengan negara mitra dagangnya. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Agbola dalam Maharani (2007) bahwa dengan peningkatan
suku bunga luar negeri (fed) akan tidak meningkatkan nilai impor dalam jangka
G. Tinjauan Empiris
Analisis yang dilakukan merupakan kaitan antara nilai tukar, pendapatan nasional,
inflasi, dan suku bunga luar negeri terhadap nilai impor non migas di Indonesia.
Dari perhitungan sebelumnya diketahui bahwa nilai tukar sangat berpengaruh
ter-hadap perdagangan impor. Karena dengan nilai tukar yang semakin meningkat
menyebabkan impor semakin sedikit. Hal ini terjadi saat depresiasi yang
meng-untungkan eksportir dan merugikan importir. Sedangkan pada variabel
pendapat-an nasional ternyata memicu konsumsi masyarakat ypendapat-ang juga semakin meningkat
pada setiap tahunnya. Permintaan produk impor terus bertambah yang ditandai
dengan peningkatan nilai impor. Pemenuhan atas kebutuhan yang belum
seutuh-nya bisa dihasilkan di Indonesia membuat konsumen harus melakukan kegiatan
impor. Saat tingkat inflasi di Indonesia tidak berpengaruh secara signifikan
ter-hadap impor. Pada umumnya jika inflasi meningkat maka produk yang diimpor
semakin sedikit, namun hal ini tidak berlaku di Indonesia. Dari data yang
di-peroleh dapat diketahui bahwa walaupun inflasi terus meningkat ternyata tidak
membuat nilai impor berkurang. Begitu pula ketika suku bunga luar negeri yang
meningkat menyebabkan nilai tukar menurun sehingga banyak barang dari luar
negeri yang diimpor.
Namun sebagai acuan dalam menulis tinjauan empiris ini, telah ada beberapa
pe-nelitian yang menjadi dasar penulis untuk mempelajari permasalahan dan
1. M A B Siddique (Estimation Of An Import Demand Function For
Indonesia: 1971-93)
Doroodian et al (1994) mengembangkan analisis dari penelitian sebelumnya yang
bertujuan untuk membuat spesifikasi dan mengestimasi fungsi permintaan impor
agregat di Indonesia. Hasil empiris membuktikan harga dan PDB riil sangat
mem-pengaruhi permintaan impor. Secara umum, impor di Indonesia menunjukkan
bahwa jika pertumbuhan ekonomi semakin meningkat maka permintaan atas
produk impor juga meningkat.
2. Eko Atmadji (Analisis Impor Indonesia, 2004)
Banyaknya produk yang diimpor oleh Indonesia tidak terlepas dari pengaruh
krisis ekonomi tahun 1997.Dari empat variabel yang digunakan yaitu derajat
ke-terbukaan impor (DKI), derajat konsentrasi komoditas (DKK), derajat konsentrasi
geografis (DKG), dan besaran nilai imporautonomous(Mo) danMarginal
Propensity to Import(m), hanya angka DKI serta DKG yang meningkat karena
krisis. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan menunnjukkan bahwa negara
Indonesia berada dalam tingkat kerawanan impor yang tinggi.
3. José Manuel Campa, Linda S. Goldberg (Exchange Rate Pass-Through
Into Import Prices: A Macro Or Micro Phenomenon?,2002)
Devereux dan Engel (2001) serta Bacchetta dan vanWincoop (2001) menjelaskan
bahwa dalam jangka panjang,producer-currency-pricing(PCP) lebih lazim untuk
barang-barang impor. Dengan inflasi dan volatilitas nilai tukar yang lebih tinggi
berkaitan denganexchange ratepass-throughterhadap harga impor. Penelitian
yang telah dilakukan antar negara, tahaptime-series,dan dengan spesifikasi
impor. Dapat disimpulkan bahwa dari ketiga bentuk penelitian tersebut,
makroekonomi telah menunjukkan perannya walaupun terbatas menjelaskan
perbedaan level elastisitaspass-throughterutamapass-throughuntuk harga impor
lebih rendah dalam lingkup negara dengan rata-rata inflasi dan variabilitas nilai
tukar yang lebih rendah. Jadi, dengan pergantian manufaktur pada suatu negara
yang mempengaruhipass-throughmenjadi lebih tinggi maka harga impor juga
akan semakin baik.
4. José Manuel Campa, Linda S. Goldberg, José M. González-Mínguez
(Exchange-Rate Pass-Through To Import Prices In The Euro Area, 2005)
Penelitian ini dikemukakan oleh Bacchetta dan van Wincoop (2002) serta
Goldberg dan Tille (2005) mengenai analisis empiris dari transmisi pergerakan
nilai tukar pada nilai impor di negara-negara yang tergabung dalamEuropean
Monetary Union(EMU). Hasil yang diperoleh menunjukkan pada transmisi
per-ubahan nilai tukar untuk harga impor pada jangka pendek adalah tinggi dan
ber-beda pada masing-masing industri serta negara.Sedangkan pada jangka panjang,
transmisi lebih tinggi daripada jangka pendek. Meskipun tidak terdapat bukti
bah-wa euro yang menyebabkan perubahan transmisi ini, tetapi euro memiliki
ke-untungan untuk mengurangiexchange rate pass-throughuntuk harga impor.
5. Haroon Mumtaz, Özlem Oomen and Jian Wang (Exchange Rate
Pass-Through Into UK Import Prices, 2006)
Haroon Mumtaz, Özlem Oomen and Jian Wangmenguji analisisnya dengan
menggunakan estimasiexchange rate pass-through(ERPT) terhadap harga impor
di Inggris pada periode 1984–2004. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
juga terdapat penurunan tingkat ERPT periode 1995 yang kemungkinan
[image:46.595.114.510.176.753.2]disebab-kan oleh peningkatan stabilitas ekonomi Inggris.
Tabel 1. Studi-studi Terdahulu Berkaitan Dengan Penelitian
No. Peneliti dan
Tahun Penelitian Judul Penelitian Alat Analisis Variabel Kesimpulan
1. M A B
Siddique Estimation Of An Import Demand Function For Indonesia: 1971-93
PAR ✁Impor
-PDB riil -Pertumbuh-an ekonomi Harga dan PDB riil sangatmem penga-ruhi permintaan impor. Dengan pe-ningkatan pertumbuh-an ekonomi maka per-mintaan atas produk impor juga meningkat.
2. Eko Atmadji
(2004)
Analisis Impor Indonesia
PAM ✁Impor
-Derajat Keterbukaan Impor - Derajat Konsentrasi Geografis -Derajat Konsentrasi Komoditas -Nilai impor autonomous dan marginal propensity to impor Dari per-hitungan DKI, DKG, DKK, Mo, dan M yang menunjuk-kan adanya kerawanan terhadap impor. Oleh karena itu Indonesia perlu berhati-hati dalam me-lakukan in-dustri subs-titusi impor (ISI). 3. José Manuel Campa, Linda S. Exchange Rate Pass-Through Into Import
OLS ✁Impor
Goldberg (2002) Prices: AMacro Or Micro Phenomenon -Inflasi -Nilai Tukar Nominal -PDB riil dalam OECD, jika perekonomi annya berubah menjadi lebih maju yang di-tandai dengan banyaknya jumlah manufaktur. Ketika pass-through meningkat makaharga impor juga meningkat.
4. José Manuel
Campa, Linda S. Goldberg, José M. González-Mínguez (2005) Exchange-Rate Pass-Through To Import Prices In The Euro Area
ECM -Harga Impor
5. Haroon Mumtaz, Özlem Oomen and Jian Wang (2006)
Exchange Rate Pass-Through Into UKImportPri ces
OLS ✂Harga impor
-Exchange Rate Pass-Through - Impor agregat
III. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Produk Domestik Bruto, Inflasi,
dan Suku Bunga Luar Negeri Terhadap Nilai Impor Non Migas di Indonesia
(Periode 2001:I–2012:IV) digunakan variabel nilai tukar, produk domestik bruto,
inflasi, dan suku bunga luar negeri. Penjelasan mengenai variabel-variabel sebagai
[image:50.595.109.496.355.554.2]berikut:
Tabel 2. Deskripsi Data Input
No. Variabel Nama Satuan Sumber Data
Pengukuran
1. Nilai Impor
Non Migas LMNM Juta USD BPS
2. Nilai Tukar LER Rp/US$ Bank
Indonesia
3. Produk
Domestik
LPDB Miliar Rupiah BPS
Bruto
4. Inflasi INF Persen Bank
Indonesia
5. RLN RLN Persen Bank
A. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder menurut
runtun waktu (time-series)dengan periode 2001:I–2012:IV.Data-data ini
ber-sumber dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik.
B. Operasionalisasi Variabel
Penjelasan mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitiandapat
diketahui pada operasionalisasi variabel berikut ini:
1. Nilai impor non migas merupakan nilai dari sektor selain migas yang dihitung
pemerintah Indonesia selama periode yang telah ditentukan. Data nilai impor yang
digunakan berasal dari berbagai negara dengan nilai satuan dolar AS dan
ber-sumber dari Badan Pusat Statistik.
2. Nilai tukar merupakan nilai perbandingan mata uang suatu negara terhadap
mata uang negara lain.Dalam perhitungannya menggunakan data nilai tukar
tengah. Data ini menggunakan satuan Rp/US$ dan bersumber dari Bank
Indonesia.
3. Produk domestik bruto yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk
domestik bruto (PDB) berdasarkan harga konstan 2000.Data ini dalam satuan
rupiah dan bersumber dari Badan Pusat Statistik.
4. Inflasi merupakan peningkatan harga secara umum dan terus-menerus dan
ber-kaitan dengan mekanisme pasar. Jenis inflasi yang digunakan merupakan inflasi
IHK yang mencakup inflasi secara keseluruhan. Data dalam satuan miliar rupiah
dan bersumber dari Bank Indonesia.
5. Suku bunga luar negeri merupakan suku bunga berdasarkan kebijakan bank
internasio-nal. Data yang digunakan menggunakan satuan persen dan bersumber dari Bank
Indonesia.
C Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan untuk membantu mengolah data nilai impor non
migas (MNM) dan variabel-variabel bebas (independent) yaitu nilai tukar (ER),
produk domestik bruto (PDB), inflasi (INF), dan suku bunga luar negeri (RLN)
adalah ECM (Error Correction Model). Ini digunakan untuk mengoreksi
ketidak-seimbangan jangka pendek menuju keketidak-seimbangan jangka panjang.Berikut ini
tahapan-tahapan pengujian yang digunakan:
1. Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Dalam pengujian jenis ini untuk melihat data-data yang digunakan apakah
merupakan jenis data yang stasioner atau tidak.Jika hasil pengujian yang
dilakukan menolak hipotesis untuk semua variabel, maka estimasi dengan
menggunakan regresi linier OLS dan ini menunjukkan bahwa data tersebut
stasioner. Namun jika hasil pengujian menerima hipotesis atasuji root, berarti
data yang digunakan tidak stasioner. Maka digunakan langkah diferensiasi
pertama untuk kembali menguji stasioner atau tidak begitu pula dengan
diferensiasi keduanya. Yang digunakan dalam pengujian jenis ini adalah uji
Philips-Perron. Uji PP ini memasukkan unsur adanya autokorelasi dalam variabel
gangguan dengan memasukkan variabel independen berupa kelambanan
2. Uji Kointegrasi
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui agar tidak terjadispurious regression
yaitu regresi lancung pada datatime seriesyang antar variabel terikat dan variabel
bebasnya memiliki determinasi tinggi namun tidak bermakna. Pengujian ini dapat
dilakukan setelah uji unit akar terpenuhi. Dalam pengujian kointegrasi ini data
yang digunakan harus berintegrasi pada derajat yang sama(Widarjono, 2007).
Untuk pengujian kointegrasi ini digunakan uji kointegrasi dari Engle-Granger.
3. Error Correction Model
Penelitian ini menganalisis pengaruh nilai tukar riil, produk domestik bruto,
inflasi, dan suku bunga luar negeri terhadap nilai impor non migas. Oleh karena
itu dari uji kointegrasi oleh Engle-Granger menunjukkan bahwa jika dua variabe
atau lebih saling berkointegrasi, maka hubungan keduanya dapat dilakukan dalam
metodeError Correction Modelyang diformulasikan oleh Gujarati (2003)sebagai
berikut:
∆Yt=α0+α1∆Xt+α2εt-1+μt
Dimana:
∆Yt = Perubahan variabel Y pada periode t
∆Xt = Perubahan variabel yang digunakan pada periode t
α0 = Intersep
α1 = Koefisien dari perubahan variabel x
εt-1 = Nilai lag 1 periode darierror-term
μt = Nilai absolut dari tingkat keseimbangan
Dengan menerapkan pada variabel-variabel yang digunakan maka formula model
∆Yt=α0+α1∆Xt+α2εt-1+μt
Dimana:
∆Yt = Perubahan nilai impor non migas pada periode t
∆Xt = Perubahan variabel yang digunakan (nilai tukar, produk domestik bruto,
inflasi, dan suku bunga luar negeri) pada periode t
α0 = Intersep
α1 = Koefisien dari perubahan variabel x
εt-1 = Nilai lag 1 periode darierror-term
μt = Nilai absolut dari tingkat keseimbangan
4. Uji Asumsi Klasik
Asumsi Klasik ini dibagi menjadi beberapa pengujian seperti Uji Normalitas, Uji
Multikolineritas, Uji Heteroskedastisitas, Uji Autokorelasi.Pengujian yang
dilakukan ini berkaitan dengan Uji Parsial (t) dan Uji F.
4.1. Uji Normalitas
Pengujian jenis ini bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi, variabel
lainnya atau residual memiliki distribusi normal. Dengan menggunakan
Jarque-Berra, maka:
H0menunjukkan data tersebar normal dan HAmenunjukkan data tersebar tidak
normal.Pada hasil probabilitas jika lebih dari 0,05 maka menunjukkan bahwa
hubungan antar variabelnya normal.
4.2 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah keadaan dimana adanya kaitan atau hubungan antara
(2004) bahwa uji asumsi multikolinearitas adalah untuk menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Sedangkan
menurut Sumodiningrat (2001) untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinearitas dapat dilihat dariR-Square, F-hitung, t-hitung, danstandard
error. Metode untuk mengetahui multikolinearitas yaitu:
a. Dengan adanya nilai R2yang tinggi namun hanya sedikit variabel bebas yang
signifikan
b. Menggunakan korelasi parsial antar variabel bebas
Namun terdapat beberapa konsekuensi dengan adanya multikolinearitas yang
tinggi yaitu:
1. Meskipun masih BLUE (Based Linear Unbiased Equation) namun estimator
OLS memiliki varians dan co-varians yang besar.
2. Koefisien interval yang lebih melebar.
3. t-statistik secara statistik cenderung tidak signifikan.
Beberapa cara menguji multikolinearitas, yaitu:
1. Melakukan pengujian korelasi antar variabel bebas
2. Mencari nilai VIF(β1*) = 1/TOL = 1/(1-R12)
Sedangkan kriteria variabel-variabel yang digunakan memiliki masalah
multikolinearitas sebagai berikut jika koefisien korelasi variabel yang digunakan
cukup tinggi yaitu di atas 0.85. Apabila nilai tersebut berada di bawah 0.85 maka
4.3 Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi karenaerror-termmempunyai koefisien yang tidak
sama. Menurut Gujarati (2004),heteroskedastisitas merupakan salah satu
penyimpangan terhadap asumsi kesamaan varians (homoskedastis) yang tidak
konstan, yaitu varians error bernilai sama untuk setiap kombinasi tetap dari X1,
X2, X3, …, Xp. Salah satu cara untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas atau
tidak dalam suatu regresi, maka dengan Metode White yaitu:
1. Mengestimasi model dan mengetahui nilai residunya
2. Setelah itu mencariresidual test no-cross term, maka akan terbentuk
equationbaru
3. Akan terlihat di sana terdapat Obs*R-Squared, yang merupakan hasil dari
N*R-Squared
Keputusan adanya heteroskedastis atau tidak pada pengujian ini berdasarkan:
1. Jikaχ2hitung>χ2tabelmaka H0ditolak dan terdapat heteroskedastisitas
2. jikaχ2hitung<χ2tabelmaka H0diterima dan tidak ada heteroskedastisitas
4.4. Uji Autokorelasi
Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah ada hubungan linear antara
observasi yang satu dengan yang lainnya pada data tersebut baik dalam bentuk
time-seriesmaupuncross-section. Berikut ini beberapa cara untuk mengetahui
autokorelasi yaitu dengan metode Breusch-Godfrey. Metode ini memiliki
kelemahan dalam menentukan panjangnya kelambanan/lag(ρ). Ada atau tidaknya
autokorelasi tergantung pada kelambanan yang kita pilih.Breusch-Godfrey
t
t
Lagrange Multiplier(LM)2. Durbin-Watson untuk AR (1), maka hipotesis nol
tidak adanya autokorelasi untuk model AR (ρ)dapat dirumuskan sebagai berikut:
H0:ρ1=ρ2= ... =ρρ= 0
Ha:ρ1≠ ρ2= ...≠ ρρ ≠0
Keputusan ada atau tidaknya autokorelasi dapat diketahui dari distribusi pada
tabelchi-square(χ2)