• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 21. Oftalmologi Preventif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 21. Oftalmologi Preventif"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

IImu kedokteran pencegahan (preventif) semakin penting

dalam usaha

untuk

memenuhi harapan masyarakat

ke-dokteran

modem

dengan berbagai sumber

daya

yang tersedia. Walaupun pencegahan adalah pendekatan yang logis untuk memecahkan banyak masalah di semua cabang

ilmu

kedokteran, pada

praktiknya

banyak kendala yang harus diatasi. Pada setiap kondisi,

individu-individu

yang

berisiko seyogyanya

mudah

diidentifikasi.

Bila

identifi-kasi tersebut memerlukan pemeriksaan skrining terhadap populasi, proses skrining tersebut hendaknya mudah

di-lakukaru akurat, dan dapat diandalkan.

Tindakan-tindak-an

pencegahan

tidak hanya harus efektif, tetapi

juga

harus dapat diterima oleh

populasi sasaran. Tindakan pencegahan

yang tidak

benar terhadap gaya

hidup

in-dividu yang

berisiko hanya

akan

mengarah

pada

ku-rangnya kepatuhan. Sejumlah tindakan tertentu mungkin perlu dibuatkan undang-undang, tetapi hal

ini

dapat

me-nimbulkan ketidakpuasan

bila

tindakan tersebut dirasa

melanggar kebebasan

individu. Agar

ilmu

kedokteran pencegahan dapat berhasil, diperlukan kerjasama

di

an-tara semua segmen

masyarakat-tidak

hanya komunitas

kedokteran- dalam mengidentifikasi masalah, menentu-kan solusi yang dapat dikerjakan, dan menyebarkan

infor-masi. Keberhasilan yang telah dicapai dalam bidang kese-hatan kerja adalah salah satu contoh yang dapat diperoleh bila telah ditetapkan suatu konsensus opini.

Dalam bidang oftalmologi, hal-hal penting yang ter-masuk dalam

ilmu

kedoicteran pencegahan adalah cedera

dan infeksi

mata,

penyakit

genetik

dan

sistemik yang melibatkan mata, dan penyakit-penyakit mata (yang

sta-dium

dini

dan masih dapat diterapinya sering tidak dike-nal atau diabaikan).

PENCEGAHAN

CEDERA

MATA

Sekitar

l

juta orang

di

Amerika Serikat mengalami gang-guan penglihatan akibat trauma, 75% dari kelompok terse-but terse-buta pada satu mata" dan sekitar 50.000 menderita ce-dera serius yang mengancam perrglihatan setiap tahunnya.

Pria muda dan

anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap trauma mata berat. Saat ini, sudah tersedia tindakan-tindakan sederhana yang dapat mence-gah banyak cedera pada mata.

Cedera

Okupasional

Banyak proses manufaktur yang dapat menimbulkan an-caman bagi mata. Tindakan menggerinda atau mengebor sering menyebabkan terlontarnya fragmen-fragmen kecil logam ke lingkungan dengan kecepatan tinggi, dan

"pelu-ru"

ini

mudah tertancap

di

kornea atau menembus bola mata melalui kornea atau sklera. Peralatan yang berujung tajam, misalnya obeng, juga sering menyebabkan trauma tembus mata. Bunga api las menimbulkan radiasi

ultravio-let yang dapat menyebabkan keratitis perifer (arc eye).

Zat-zat

kimiawi industri-terutama

yang mengandung asam atau basa berkadar

tinggi-dapat

dengan cepat menimbul-kan kerusamenimbul-kan mata yang sering bilateral dan menyebab-kan hasil akhir penglihatan yang buruk.

Para pekerja harus

dilatih untuk

menggunakan alat, alat,

mesirl

dan bahan

kimia

dengan benar. Pada semua

mesin harus

dipasang pengaman,

dan

pekerja harus menggunakan kacamata pelindung (goggles)

bila

sedang melakukan pekerjaan berbahaya atau bila berada

di

ling-kungan kerja dengan bahaya tersebut. Sungguh menge,

jutkan, betapa banyak pekerja yang beranggapan bahwa mereka

tidak

lagi berisiko mengalami cedera bila bukan mereka yang melakukan pekerjaan-pekerjaan berbahaya tersebut; walaupun mereka berada

di

sekitar pekerjaan tersebut saat dilakukan oleh rekannya.

Semakin besarnya

minat

terhadap "pekerjaan-peker-jaan rumah yang dapat dilakukan sendiri" menyebabkan banyak

individu

terpajan

risiko

cedera mata dari mesin,

peralatarl dan bahan-bahan kimiawi. Pendidikan

masya-rakat

mengenai masalah

ini

sangatlah

penting

karena

risiko tersebut mungkin

tidak

disadari dengan jelas oleh para penggemar hobi atau pengurus rumah tangga biasa.

Pengenalan

dini

dan penilaian oftalmologik lanjutan yang cepat terhadap setiap cedera yang dialarni sangatlah penting. Pada kasus cedera akibat bahan kimiawi, metode

terpenting

untuk

membatasi cedera yang terjadi adalah pembilasan segera dengan air steril larutan saline bila ada, atau air keran dalam jumlah banyak sekurang-kurangnya selama

5

menit.

Trauma tembus

atau

benda asing

di

kornea yang tidak ditangani sangat meningkatkan risiko morbiditas jangka panjang. Dalam mengidentifikasi

ke-mungkinan terjadinya trauma tembus, anamnesis yang

(2)

400

I

BAB21

cermat sangat menentukan.

Hal

ini

semakin jelas bila pasien mencari pertolongan medis beberapa

waktu

se-telah cedera dan pasien mungkin

tidak

menyadari

pen-tingnya episode trauma yang kelihatannya sepele. Setiap pekerja yang mengeluhkan peradangan intraokular atau penurunan penglihatan yang tidak dapat dijelaskan harus dianamnesis dengan cermat mengenai kemungkinan ce-dera mata dan harus selalu diingat kemungkinan adanya benda asing intraokular yang tersembunyi.

Pajanan

kronik

terhadap

sebagian proses industri dapat menyebabkan kerusakan mata. Misalnya, bahan-bahan

nuklir

yang

tidak

terlindung dengan benar dapat menyebabkan pembentukan katarak

dini

pada

pekerja yang terpajan.

Cedera

Nonokupasional

Penurunan mencolok insidens kerusakan mata dan wajah yang parah akibat cedera kaca depan mobil karena adanya undang-undang yang mengharuskan penggunaan sabuk keselamatan merupakan bukti betapa efektifnya suatu per-aturan. Usaha serupa untuk mengurangi insidens cedera akibat kembang api dengan pembatasan ketersediaannya belum seberhasil usaha yang disebut pertama.

Berbagai olah raga tersohor dalam hal tingginya insi-dens cedera mata berat, mis., trauma tumpul pada

racquet-ball dan baseball atau trauma tembus, seperti pada hoki

es. Tersedianya kacamata plastik yang

diperkuat-yang

dapat

dipasangkan

koreksi refraktif

bila

diperlukan-adalah kemajuan besar dalam mencegah cedera-cedera tersebut.

Sejumlah besar cedera mata terjadi

di

rumah. Tutup

gabus pada botol sampanye atau minuman lain yang

se-rupa dapat menimbulkan trauma tumpul yang parah, dan ledakan botol apa pun yang mengandung minuman

ber-karbonat dapat menyebabkan trauma tembus mata oleh pecahan kaca. Kecuali

bila

diawasi dengan benar, anak

yang menggunakan pensil, gunting, atau senapan angin dapat mengalami atau menyebabkan trauma tembus yang serius.

Sayangnya, sebagian trauma mata serius terjadi akibat serangan kekerasan, terutama yang melibatkan senjata api atau pecahan kaca. Tindakan pencegahannya memerlukan penurunan frekuensi kejadian-kejadian semacam ini. Pada negara-negar a yarrg belakangan

ini

mengalami peperang-an, bgm yang siap meledak dan ladang ranjau merupakan penyebab utama kebutaan korneal pada anak-anak.

Keratitis akut akibat iradiasi

ultraviolet,

seperti yang

terjadi pada pajanan ke bunga api las, dapat juga terjadi selama bermain ski bila tidak menggunakan kacamata

pe-lindung.

Peran pajanan sinar ultraviolet jangka panjang

dalam

etiologi

katarak

dan

degenerasi

makula

terkait-usia masih diperdebatkan. Karena kornea dan lensa

kris-talina merupakan sawar efektif bagi transmisi sinar

ul-traviolet-dalam

hal lensa kristalina, semakin tua sawar

ini

akan

semakin

efektif-tidak

terlalu

mengherankan

bila berkembangnya degenerasi makula terkait-usia pada

individu-individu fakia tidak terbukti

berkaitan dengan pajanan ultraviolet sehingga

tidak

dapat dicegah dengan pemakaian kacamata

hitam

(sunglasses). Efek sinar ultra-violet terhadap makula pada pengidap afakia dan

pseu-dofakia yang jumlahnya

semakin banyak masih perlu

dinilai.

Berdasarkan

data

empiris, banyak lensa

intra-okular yang

dipasangi

filter ultraviolet. Individu

yang afakia atau yang tidak memiliki

filter

tersebut dianjurkan memasang

filter ultraviolet

pada kacamata mereka atau menggunakan kacamata hitam yang sesuai bila mungkin. Terdapat cukup bukti yang mengaitkan pajanan

ultravio-let dengan pembentukan katarak. Namun, karena pajanan

ultraviolet telah berlangsung sejak

lahir,

manfaat

pema-kaian teratur

filter ultraviolet

pada kacamata baca atau kacamata

hitam

sebagai tindakan pencegahan belumlah

terbukti.

Peran pajanan sinar

ultraviolet

dalam etiologi

penyakit kornea tertentu-terutama pterigium-serta

karsinoma

sel

basal

dan

melanoma

di

palpebrae jauh

lebih luas diterima.

Pendidikan masyarakat mengenai bahaya kanker

kulit

setelah pajanan sinar matahari jangka

panjang

sangatlah

penting.

Krim-krim

kuiit

penahan sinar ultraviolet sebaiknya tidak digunakan di sekitar mata sehingga

perlu dianjurkan

pemakaian kacamata hitam atau penghindaran pajanan matahari

yang tidak

perlu. Pada pasien xeroderma pigmentosum,

di

palpebra dan

konjungtiva bulbarisnya sering

tumbuh

karsinoma dan melanoma; pembentukan tumor-tumor tersebut dapat

di-tekan, kalaupun tidak dicegah sepenuhnya, dengan lensa pelindung.

Refinitis solaris (retinopati

gerhana) adalah suatu jenis cedera radiasi spesifik yang biasanya terjadi setelah gerhana matahari sebagai akibat pengamatan langsung matahari tanpa filter yang adekuat. Pada keadaan normal, menatap langsung maiahari sulit dilakukan karena adanya sinar yang menyilaukan, tetapi terdapat laporan

menge-nai kerusakan makular pada kaum muda akibat sengaja menatap matahari, mungkin karena sedang

di

bawah pe-ngaruh obat-obatan.

Sistern optis mata berlaku sebagai sebuah lensa pem-besar yang kuat, memfokuskan cahaya ke sebuah titik kecil

di

makula, biasanya hanya

di

satu mata, dan menirnbul-kan luka bakar termal. Edema yang terjadi pada jaringan

retina dapat sembuh hanya dengan gangguan penglihat-an

minimal

atau dapat menimbulkan atrofi yang cukup luas dan menimbulkan defek yang dapat

dilihat

dengan oftaloskop. Selanjutnya, terbentuk skotoma sentral yang

permanen.

Retinopati

gerhana

dapat

dicegah dengan mudah dengan menggunakan filter yang adekuat sewaktu melihat gerhana, tetapi cara teraman untuk mencegahnya adalah dengan menyaksikan gerhala melalui televisi.

(3)

Yang serupa dengan retinopati gerhana,

yaitu

keru-sakan retina iatrogenik yang mungkin terjadi

akibat penggunaan mikroskop operasi dan oftalmoskop indirek

(retinopati fotik). Risiko kerusakan akibat mikroskop

ope-rasi dapat

dikurangi

dengan menggunakan

filter

untuk

menahan sinar ultraviolet dan bagian

biru

dari spektrum sinar tampak, sawat sinar, misalnya lempeng opak yang

ditempatkan

di

kornea, atau udara yang disuntikkan ke dalam bilik mata depan.

PENCEGAHAN INFEKSI

MATA

DIDAPAT

Infeksi adalah penyebab utama penyakit mata yang dapat dicegah. Tindakan-tindakan pencegahan diilasarkan pada pemeliharaan integritas sawar

normal

terhadap infeksi dan penghindaran inokulasi berbagai organisme

patoge-nik. Patogenisitas berbagai organisme dan ukuran

inoku-lum

yang diperlukan

untuk

pembentukan infeksi sangat bervariasi tergantung kondisi matanya. Mata yang daya tahannya lemah sangat rentan terhadap infeksi.

Sawar utama

infeksi mata

eksogen

adalah

epitel kornea dan konjungtiva. Keduanya dapat dirusak

seca-ra langsung oleh trauma, termasuk trauma bedah dan pe-makaian lensa

kontak

atau secara

tidak

langsung akibat kelainan lain

di

mata bagian luar, misalnya kelainan pal-pebra atau defisiensi air mata. Pada keadaan-keadaan ter-sebut, harus dilakukan penanganan

unfuk

menghindari inJeksi sekunder atau pengenalan infeksi pada stadiumnya yang paling dini.

Jika terdapat suatu defek epitel

di

kornea atau

kon-jungtiva,

terutama

bila disertai

luka full-thickness pada kornea

atau sklera-mis.,

setelah

trauma

tembus atau bedah infraokular, perlu diberikan terapi antibiotik

profi-laksis dan yang terpenting adalah memastikan setiap tetes atau salep mata dalam kondisi steril. Cedera epitel akibat kecelakaan harus dihindari kapanpun mungkin, terutama pada mata yang daya tahannya lemah, mis., mata kering,

mata

yang

korneanya terpajan akibat eksoftalmos atau

fungsi palpebra yang abnormal-contohnya akibat para-lisis nervus facialis atau ektropion, dan mata yang

sensa-si

korneanya'berkurang. Situasi yang sering ditemukan adalah kombinasi disfungsi nervus kranialis kelima dan ketujuh, seperti yang terjadi pada tumor-tumor sudut

se-rebelopontin,

yang

menimbulkan mata kering-anestetik

dengan gangguan penutupan palpebra. Semua pasien koma

juga

berisiko korneanya

terpajao

dan penutupan palpebra profilaktik perlu dilakukan.

Setiap pajanan mata yang tak perlu ke organisme pa-togenik sedapat mungkin dihindari, tetapi hal ini menjadi sangat penting pada situasi-situasi tertentu. Selama pem-bedahan intraokular, sawar normal terhadap infeksi ter-garrgg.t,

dan harus diberikan

perhatian khusus untuk menghindari kontaminasi mata oleh berbagai organisme. Sebelum operasi, lingkungan mata harus dievaluasi untuk

menemukan

dan

mengobati

setiap

sumber organisme patogenik. Sumber-sumber tersebut mencakup kolonisasi atau infeksi

di

saccus lacrimalis, tepi palpebra,

konjung-tiva,

dan kornea. Pada keadaan darurat, sumber-sumber tersebut mungkin hanya dapat diidentifikasi dan diberi terapi antibiotik profilaksis, sedangkan pada bedah elektif lebih mungkin dilakukan terapi yang lebih definitif untuk

mengeradikasi atau meminimalisasi organisme-organisme patogenik. Manfaat pemberian antibiotik

profilaktik

pra-dan perioperatif pada pasien yang tidak jelas

menampak-kan penyakit mata eksternal masih terus diperdebatkan. Penetesan povidone-iodine

ke

dalam

saccus lacrimalis sesaat sebelum operasi terbukti bermanfaat, dan

antibio-tik pascaoperasi dianggap penting. Perlu diketahui bahwa salah satu penyebab utama endoftalmitis pascabedah ka-tarak adalah Staphylococcus epidermidis, yang sering

mem-bentuk kolonisasi pada palpebra normal. Perlu

dipertim-bangkan adanya lokasi kolonisasi atau infeksi bakteri yang

lairy

misalnya

di

kandung kemitr, tenggorokan,

hidung

dan

kulit.

Lapangan operasi, instrumen, obat intraokular

dan topikal, dan cairan lain yang dimasukkan ke dalam mata harus dipastikan steril. Selama periode pascaoperasi, harus digunakan obat-obat yang steril dan harus dihindari

kontak dengan pasien lain yang mengidap inJeksi mata. Pemakaian lensa

kontak

berhubungan

erat

dengan

keratitis supurativa yang terladi akibat kombinasi beban

yang

abnormal

dari

organisme patogenik

dan

trauma

minor

berulang pada epitel kornea. Insidens keratitis

su-purativa,

secara khusus,

tinggi

pada pemakaian lensa

lunak,

terutama pada jenis extended wear. Tampak jelas

bahwa banyak

dari

orang yang

menggunakan lensa

kontak

untuk

alasan kosmetik

tidak

menyadari risiko

yang ada. Risiko infeksi dapat diterima pada pemakaian lensa kontak lunak extended wear oleh lansia afakia yang dependen terhadap lensa kontak

untuk

koreksi refraksi dan tidak dapat menggunakan lensa jenis daily-wear-atau pada pasien yang daya tahan matanya sangat lemah dan

mengalami gejala-gejala akibat keratopati bulosa. Akan

tetapi, argumen penggunaan lensa kontak lunak extmded wear

untuk

memperbaiki kelainan refraksi pada pasien dengan kelainan refraksi yang ringan kurang dapat dite-rima. Sejumlah pasien dari kelompok terakhir ini langsung

mulai menggunakan lensa kontak extended uJedr disposable

karena lensa

jenis

ini

tidak

memerlukan pembersihan

harian dan pernik-pernik lainnya, tetapi

praktik

ini

ke-mungkinan besar akan mengorbankan keamanan demi

kenyamanan. Penggunaan lensa

kontak

menyebabkan mata terpajan ke organisme-organisme patogenik dalam

jumlah besar, yang telah

terbukti

dapat melekat erat ke lensa lunalg kecuali bila si pemakai sangat memperhatikan higiene lensa kontaknya. Timbulnya reaksi toksik terhadap pengawet dalam larutan lensa kontak sehingga pasien de-penden terhadap larutan bebas-pengawet meningkatkan

(4)

402

I

BAB21

kemungkinan

timbulnya keratitis

supurativa akibat or-ganisme yang mampu bertahan

hidup

dalam larutan ter-sebut, mis., Pseudomonas dan Acanthamoeba.

Semua pemakai lensa kontak harus diberitahu menge-nai risiko relatif keratitis supurativa dan perlunya menja-ga higiene lensa kontak secara cermat. Mereka dianjurkan

untuk

menyediakan kacamata sehingga pemakaian lensa kontak dapat segera dihentikan bila mata terasa tidak enak atau meradang. Bila rasa tidak enak atau peradangan ter-sebut berlanjut, pemakai harus segera menemui dokter mata.

Pada negara-negara berkembang

yang

penggunaan lensa kontaknya belum umum, trauma merupakan faktor

risiko terbesar terjadinya ulkus kornea, biasanya dialami

sehubungan

dengan aktivitas

agrikultural

sehari-hari. Abrasi-abrasi yang tidak tercatat

ini

sekarang dikenal

se-bagai suatu epidemi tersembunyi (silent epidemlc) ulkus kornea yang merupakan penyebab utama kebutaan

mono-kular di

daerah-daerah tersebut. Usaha pencegahan yang berhasil meliputi pemberian antibiotik profilaksis setelah abrasi terjadi. Penelitian terbaru

di

India

rnenunjukkan bahwa ulkus bakteri maupun jamur yang terjadi setelah abrasi kornea dapat dicegah dengan pemakaian salep

an-tibiotik tiga kali sehari selama 3 hari pada mata yang sakit. Mekanisme biologis pencegahan ulkus

jamur

oleh suatu

antibiotik

masih belum dipahami.

Konjungtivitis

neonatal

(lihat

Bab 17) adalah suatu

contoh yang

baik

mengenai pajanan

ke

sejumlah besar organisme patogenik ditambah dengan_ kerentanan inhe-ren mata neonatus yang mekanisme imunnya belum

ber-kembang. Organisme utama

yang dapat

menimbulkan

konjungtivitis neonatal adalah Neisseria gonorrhoeae, kla-midia, herpes simpleks, StaplryIococcus aureu, Haemophilus spp, dan Streptococcus pneumoniae. Pajanan ke organisme-organisme

ini

terjadi

sewaktu

bayi

melalui

jalan

lahir.

Konjungtivitis neonatal dapat dicegah dengan mengobati ibu yang mengidap organisme-organisme ini sebelum per-salinary dan hal

ini

telah dilakukan untuk bakteri,

terma-suk Chlamydia. Langkah alternatifnya adalah pemberian profilaksis mata bayi secara rutin. Ini dimulai dengan pem-berian profilaksis perak nitrat Cred6 dan di sejumlah pusat kesehatan

telah

tergantikan dengan

eritromisin

topikal

karena predominansi konjungtivitis neonatal klamidia. Pelepasan

virus

herpes simpleks. oleh

ibu

yang akan bersalin

tidak

selalu berkaitan dengan adanya lesi klinis yang jelas, dan pelepasan dapat terjadi pada

ibu

yang

tidak memiliki riwayat

mengalami

lesi

tersebut. Untuk

mengidentifikasi para ibu yang mungkin menginfeksi ba;zi mereka, perlu dilakukan pembiakan virus rutin dari semua

wanita sebelum persalinan, dan bahkan dengan cara ini,

belum juga bisa dapat dideteksi wanita mana yang benar-benar mengeluarkan virus pada saat persalinan. Bila jelas

terlihat lesi klinis pada saat persalinan, dapat dianjurkan persalinan melalui bedah sesar.

PENCEGAHAN TERHADAP INFEKSI

MATA

IATROGENIK

Dokter mata jelas berperan dalam penularan penyakit

in-feksi mata. Ledakan kasus keratokonjungtivitis epidemik

dapat ditelusuri berasal dari kontaminasi di ruang praktik

'dokter ahli

mata. Adenovirus ditularkan melalui tangan dokter, tonometer, atau larutan yang tercemar oleh pipet

teles (dropper) yang secara tidak sengaja menyentuh

kon-jungtiva atau tepi palpebra yang terinfeksi dari salah

se-orang pasien. Larutan oftalmik yang tercemar juga dapat menjadi sumber infeksi ulkus kornea bakterialis dan en-doftalmitis pascabedah intraokular. P seudomonas aeruginosa

dulu sering menjadi kontaminan larutan oftalmik, teruta-ma fluoresein. Penetesan larutan fluoresein untuk memper-jelas defek epitel kornea (mis., setelah pengangkatan suatu benda asing kornea) dapat menyebabkan keratitis pseudo-monas yang parah dan, sering kali, kerusakan mata total.

InJeksi lain juga dapat menyebar dengan cara serupa,

tetapi

kejadiannya sering

tidak

disadari.

Dokter

mata harus menyadari kemungkinan bahwa bila

tidak

disteri-lisasi

dengan

benar

(seperti dengan sterilisasi dingin), alat-alat oftalmologi dapat tercemar oleh virus hepatitis B.

Ditemukannya virus AIDS di dalam air mata baru-baru

ini

mengisyaratkan kemungkinan kecil terjadinya penularan oleh dokter mata. Sampai saat ini, belum pernah dilaporkan kejadian seperti itu.

Terdapat

bukti

eksperimental bahwa ujung tonometer aplanasi dapat disterilkan dengan benar, terutama

ber-kaitan dengan

virus

human immunodeficiency tipe 1, virus

herpes simpleks, dan adenovirus, dengan mengusapkan kapas yang mengandung isopropil alkohol 70% dan

mem-biarkan instrumen tersebut mengering sendiri. Ujung to-nometer harus dibiarkan benar-benar kering sebelum

di-gunakan pada pasien berikutnya, bila tidak, akan terjadi

kerusakan

epitel kornea. Metode sterilisasi

ini

lebih

praktis

daripada perendaman dalam alkohol, hipoklorit,

atau hidrogen peroksida dan lebih jarang membuat ujung tonometer rusak; namurL tetap dianjurkan perendaman

dalam larutan-larutan desinfektan tersebut pada setiap

akhir hari kerja dan setelah pemeriksaan pasien berisiko

tinggi. Dalam

hal

ini,

ujung

tonometer

harus

dibilas

dengan

air

keran

dan

dikeringkan sebelum digunakan. Lensa tiga-cermin Goldmann dan lensa

kontak

serupa

yang

digunakan

untuk

memeriksa pasien

juga

rentan

terhadap kerusakan

akibat

perendaman

dalam

larutan desinfektan dan harus dirawat dengan cara yang sama

se-perti ujung tonometer. Tonometer nonkontak dianjurkan

(5)

ini

dapat menghasilkan semprotan aerosol yang memba-hayakan orang yang menggunakan tonometer.

Dokter mata dan para stafnya harus senantiasa mem-pertahankan higiene perorangan pada tingkat yang paling tinggi dan bila perlu, harus menggunakan teknik sterilisasi standar, serta selalu mengingat kemungkinan kontaminasi semua larutan yang berkontak dengan mata.

Tangan berperan

penting

dalam penularan inJeksi. Tangan harus dicuci atau diberi desinfektan (mis., dengan

isopropil alkohol) sebelum dan setelah memeriksa setiap pasien, terutama bila diduga terdapat infeksi mata.

PENCEGAHAN KERUSAKAN

MATA

AKIBAT

INFEKSI KONGENITAT

Penyakit

virus

pada

ibu

yang menimbulkan embriopati dapat menyebabkan berbagai anomali mata pada bayi,

mi-salnya retinopati, glaukoma infantilis, katarak, koloboma traktus uvea, dll., dan pada beberapa kasus, dapat dilaku-kan pencegahan. Dua virus, rubela dan sitomegalovirus, dapat sangat merusak bayi, dan salah satu

di

antaranya-virus

rubela-

dapat dicegah dengan vaksinasi. Dahulu

ru-bela merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak, tetapi sekarang vaksinasi diindikasikan bagi wanita

muda

rentan

yang

mendekati

usia subur.

Kerentanan

dapat ditentukan

dengan mengetahui

kadar

antibodi

dalam darah

wanita

muda.

Bila

seorang

ibu

terjangkit rubela selama hamil muda, ia harus diberitahu akan ke-mungkinan terjadinya kelainan mata atau organ lain pada

bayinya, dan harus diterangkan mengenai keuntungan dan kerugian aborsi.

Sayangnya, sitomegalovirus

(virus

lain yang

sering menimbulkan anomali kongenital) masih tetap menjadi an-caman yang serius dan belum terpecahkan. Saat ini belum tersedia vaksin protektif ferhadap virus ini walaupun salah satunya sedang dalam penelitian.

Toksoplasmosis adalah penyebab

infeksi

kongenital yang juga penting dan dapat menyebabkan (1) korioretini-tis, yang

mungkin

tampak sejak

lahir

atau tetap dalam keadaan subklinis sampai terjadi reaktivasi kemudian, (2)

kalsifikasi serebrum atau serebelum, (3) hidrosefalus, dan kadang-kadang (4) kelainan sistem saraf pusat yang lebih serius. Kecuali pada ibu yang mengalami gangguan

keke-balar; infeksi pada janin hanya terjadi bila

ibu

terjangkit

infekbi primer

sewaktu

hamil.

Hal

ini

dapat

dicegah dengan hanya makan dagirg yang telah dimasak dengan baik, mencuci sayur dan buah, serta menggunakan sarung tangan saat membuang kotoran kucing atau saat bekerja di kebun sehingga kontak dengan ookista dan kista

jaring-an.yang viabel dapat dihindari. Telah dibuktikan bahwa

bila infeksi akut

selama kehamilan dapat diidentifikasi

(misalnya, dengan pemeriksaan serologik serial yang di-wajibkan oleh undang-undang

di

Perancis dan Austria),

pemberian

antibiotik yang

tepat pada kehamilan yang

dapat

dilanjutkan-dengan

berbagai penyesuaian berda-sarkan ada tidaknya infeksi pada

janin-dapat

menurun-kan

infeksi kongenital dan memperbaiki keadaan klinis

janin yang terin-feksi.

PENCEGAHAN PENYAKIT

GENEilK

VANG

MENGENAI MATA

Dahulu pencegahan gangguan-gangguan genetik kurang mendapat perhatian. Namun,

kini

terdapat pusat-pusat konsultasi genetik di berbagai sentra kedokteran; sifat ge-netik berbagai penyakit yang melibatkan mata telah

dike-tahui dan pewarisannya telah lebih dipahami

dibanding-kan sebelumnya. Sesuai konsultasi dengan

ahli

penyakit

dalam dan

ahli

penyakit anak, dokter mata berwenang

untuk

menganjurkan konsultasi genetik bagi para pasien

yang

bermaksud menikah

atau memiliki

anak. Pasien-pasien

yang memiliki riwayat

diabetes

di

masa kanak-kanak, retinitis pigmentosa, perkawinan sedarakL retino-blastoma, neurofibromatosis, dll., memerlukan konsultasi genetik

untuk

mencegah timbulnya malapetaka pada ke-turunan mereka.

Beberapa penyakit, mis., sindrom

Down

(trisomi 21), berkaitan dengan jumlah kromosom yang abnormal atau dengan kelainan kromosom seks. Diagnosis pranatal

se-karang dapat dilakukan dengan memeriksa sel-sel cairan amnion yang diperoleh rnelalui amniosentesis (suatu

tin-dakan yang praktis dan aman), dan diagnosis yang positif

memberikan pasien pilihan aborsi.

DETEKSI

DINI

PENYAKIT

MATA

YANG

DAPAT DIOBATI

Sejumlah penyakit mata

primer

hanya dapat disembuh-kan pada stadium-stadium awalnya atau diterapi secara

lebih

efektif pada

masa-masa

itu.

Deteksi

penyakit-penyakit semacam

ini

dapat dilakukan dengan mengenali gejala-gejala yang relevan atau mungkin memerlukan ke-waspadaan tertentu para petugas medis karena tidak ada-nya gejala.

Degenerasi

Makula

Terkait-Usia

Degenerasi makula terkait-usia merupakan penyebab uta-ma kehilangan penglihatan peruta-manen pada orang tua di

negara-negara

industri, dan

insidensnya pada populasi

di

atas 50 tahun meningkat

di

setiap dekade. Penyakit

ini

memiliki dua bentuk

utama:

(1)

degenerasi atrofik ("kering"), terjadi degenerasi progresif retina bagian luar,

epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapiler; dan (2) degenerasi eksudatif ("basah"), terjadi kehilangan penglihatan secara mendadak akibat kebocoran cairan

(6)

pembentuk-404

I

BAB21

an neovaskular

di

bawah epitel pigmen retina (membran neovaskular subretina).

Fotokoagulasi laser pada membran neovaskular sub-retina dan terapi fotodinamik setelah pemberian

vertepor-fin

intravena

terbukti

memperlambat onset penurunan

penglihatan sentral, tetapi hanya

bila

membran terletak

cukup

jauh

dari fovea sehingga terapi dapat dikerjakan.

Tindakan bedah

yang lebih radikal,

seperti translokasi makula dapat menguntungkan beberapa pasiery tetapi

te-rapi

yang paling menjanjikan adalah dengan pemberian

inhibitor faktor

pertumbuhan endotel

vaskular

(VEGF) secara intravitreal, seperti ranibizumab (Lucentis) dan be-vacizumab (Avastin). Keduanya harus diberikan melalui penyuntikan intravitreal berulang. Pasien lansia yang

men-dadak mengalami kehilangan penglihatan akibat

penya-kit

makula-terutama

skotoma atau distorsi parasentral, dengan ketajaman penglihatan sentral yang

utuh-harus

menjalani pemeriksaan mata segera, termasuk angiografi fluorescens,

untuk

menentukan dapat

tidaknya

dilaku-kan terapi laser. Tidak ada terapi efekti{ untuk degenerasi

makula

tipe

atrofik, kecuali penggunaan alat-alat bantu penglihatan-kur ang (low ai si on).

G

laukoma

Sudut-Terbuka

Pri

mer

Di

seluruh dunia, glaukoma sudut-terbuka primer adalah penyebab utama kebutaan yang dapat dicegafu terutama

di

antara orang kbturunan

Afrika

atau Karibia. Sekitar

dua

juta

orang Amerika mengidap penyakit

ini

walau-pun separuhnya

tidak

terdiagnosis. Prevalensi glaukoma sudut-terbuka primer meningkat dari 0,1 % untuk golong-an usia 40-49 tahun hingga 3% untuk golongan usia lebih

dafi70

tahun. Biasanya tidak timbul gejala sampai terjadi penurunan penglihatan berat. Agar pengobatan efektif,

pe-nyakit

ini

harus dideteksi pada stadium yang lebih dini.

Program-program pemeriksaan

skrining

terhambat oleh tingginya prevalensi peningkatan tekanan intraokular

tan-pa

adanya gangguan lapangan pandang glaukomatosa (hipertensi okular), yang sepuluh

kali

lebih sering dari-pada glaukoma sudut-terbuka primer, tingginya frekuensi tekanan intraokular yang normal pada satu kali pemerik-saan glaukoina sudut-terbuka yang tidak diobati, dan

ru-mitnya

pemeriksaan

skrining

untuk

kelainan lapangan pandang atau diskus optikus.

Cara terbaik

mendeteksi glaukoma

sudut

terbuka

primer

secara

dini

adalah penggunaan

tonometri

dan

oftalmoskopi

direk pada diskus optikus

semua pasien dewasa setiap 3 tahun sekali, dengan rujukan ke dokter mata bagi mereka yang mengidap kelainan yang relevan. Pada kasus-kasus pasien yang berisiko tinggi mengalami glaukoma sudut-terbuka primer, misalnya kerabat dekat (first degree relatioes) pasierg penilaian oftalmologik harus dilakukan setiap tahun.

PENCEGAHAN

AMBLIOPIA

("MATA MALAS")

Untuk tujuan pembahasan

di

sini, ambliopia dapat

dide-finisikan sebagai penurunan ketajaman penglihatan pada satu mata tanpa adanya penyakit mata organik.

Pengli-hatan

sentral berkembang sejak

lahir

sampai usia 6-7

tahun;

bila

penglihatan belum juga berkembang hingga saat itu, kecil kemungkinan atau tidak ada perkembangan

yang akan terjadi. Jika

tidak

ada penyakit mata, dua ke-lainan utama yang menghambat seorang anak unfuk

me-miliki

penglihatan binokular adalah strabismus dan ani-sometropia.

Strabismus

Esofropia atau eksotropia pada seorang anak menyebab-kan penglihatan ganda. Anak dengan cepat belajar untuk

menekan bayangan pada mata yang mengalami deviasi dan belajar melihat normal hanya dengan satu mata.

Sa-yangnya/ penglihatan tidak berkembang pada mata yang

tidak

digunakan; kecuali

jika

mata yang normal ditutup,

sehingga memaksa anak menggunakan mata yang ber-deviasi, penglihatan tidak akan terbentuk pada mata ter-sebut. Anak akan tumbuh dengan satu mata normal yang pada dasarnya buta karena mata tersebut tidak

memben-tuk

hubungan fungsional dengan pusat-pusat penglihat-an

di

otak.

Hal ini

lebih mungkin terjadi pada esotropia dibandingkan eksotropia.

Anisometropia

Anak lebih

memperhatikan benda-benda

yang

terletak dekat daripada yang jauh. Apabila salah satu nirata near-sighted (miopia) dan yanglain farsighted (hiperopia), anak

lebih

menyukai

mata yang miopia.

Dengan demikiary

mata

yang farsighted

tidak akan

digunakan walaupun

tidak juling. Akibatnya akan sama seperti pada strabismus

yang tidak diobati, yakni,

kebutaan

monokular

akibat kegagalan perkembangan visual mata yang tidak diguna-kan. Insidens anisometropia adalah sekitar 0,75-1,%.

Diagnosis

Dini

Cara terbaik

untuk

mencegah ambliopia adalah dengan

menguji ketajaman penglihatan semua anak prasekolah. Saat anak memasuki sekolah, biasanya sudah terlambat untuk melakukan terapi oklusi. Orangtua dapat melakukan pemeriksaan

ini di

rumah dengan kartu

"E"

buta huru-f. Hal ini kadang-kadang dikenal dengan

"Uji

Mata Rumah". Dokter anak dan pihak-pihak lain yang bertanggung jawab menangani anak harus memeriksa ketajaman penglihatan sebelum usia 4 tahun.

Fotorefraksi dikatakan berguna

untuk

menskrining adanya anisometropia, ametropia, astigmatisme, dan

(7)

stra-bismus pada anak prasekolah. Setiap anak yang terlihat mengalami strabismus setelah usia 3 bulan harus diperiksa oleh dokter mata.

PENCEGAHAN KERUSAKAN

MATA AKIBAT

PENYAKIT SISTEMIK

Para dokter selain dokter mata, terutama

ahli

penyakit dalam, dokter umum, dan dokter anak, perlu mengetahui

penyakit-penyakit

sistemik

yang

memiliki

komponen

oftalmologik

yang

dapat menyebabkan kerusakan mata yang asimptomatik.

Retinopati diabetik

adalah penyebab tersering ke-butaan yang terjadi pada usia antara 20 sampai 64 tahun. Tersedia pengobatan untuk mencegah kebutaan tersebut, tetapi untuk hasil terbaik, terapi harus diberikan sebelum

terjadi penurunan penglihatan, yakni, pengidap diabetes harus menjalani perneriksaan fundus secara teratur dan

dirujuk

bila

ada

indikasi

pengobatan. Kelainan utama

yang harus diketahui adalah terbentuknya neovaskular

di

diskus optikus dan eksudat

di

sekitar makula. Setiap pengidap diabetes yang mengalami gangguan penglihatan harus dirujuk untuk menjalani pemeriksaan oftalmologik. (Penatalaksanaan retinopati diabetik dibahas lebih dalam

di Bab 10 dan 15.)

Uveitis yang berkaitan dengan arthritis reumatoid

juve-nilis

biasanya asimptomatik pada stadium-stadium awal dan sering tetap tidak terdeteksi sampai terjadi penurunan

penglihatan berat akibat glaukoma, katarak, atau

kera-topati pita. Harus dilakukan pemeriksaan skrining mata secara teratur, terutama pada anak peremPuan dengan onset pausiartikular

dan

antibodi antinukleus

di

dalam darahnya.

Bahkan

di

At

tempat kasus

ini

seharusnya

tak

lagi dikenal, kadang-kadang masih dijumpai kasus xeroftalmia;

di bagian-bagian dunia yang kurang berkembang, tempat banyak penderita kurang

gizi,

penyakit

ini

masih umum

ditemukan. Penyakit defisiensi vitamin A, yang kelainan-kelainan matanya (xeroftalmia dan keratomalasia) paling

merusak

dan

sering menyebabkan kebutaan

(lihat

Bab 23), biasanya disebabkan oleh defisiensi asupan, yang

ber-kaitan dengan kemiskinan. Namury harus selalu diingat bahwa defisiensi tersebut dapat

pula

berkaitan dengan alkoholisme kronik, diet penurun berat badan, pengaturan

diet

pada

alergi

makanan,

atau

gangguan penyeraPan pada saluran cerna akibat pemakaian minyak mineral atau penyakit saluran cerna, misalnya diare kronik.

Pada anak yang menderita

defisiensi

vitamin

A, campak dapat menyebabkan penyakit kornea yang parah.

Karena adanya tanda-tanda

pada mata (yakni,

rabun

senja,

bercak Bitot, atau epitel kornea yang

suram),

dokter

mata

mungkin

merupakan orang pertama yang mengenali adanya defisiensi vitamin

A.

Pengenalan

dini

dan pengobatan segera dapat mencegah penurunan

peng-lihatan atau kebutaan akibat infeksi sekunder dan perfo-rasi kornea. Pengobatan penyakit akut mungkin

memer-lukan

pemberian

vitamin

A

dosis besar intramuskular yang

diikuti

oleh perbaikan diet dan analisis yang cermat mengenai semua kemungkinan penyebab.

PENCEGAHAN

GANGGUAN

PENGLIHATAN

AKIBAT

OBAT

Semua

obat

dapat menyebabkan reaksi simpang.

Ahli

oftalmologi merupakan orang yang bertanggung jawab

untuk

mencegah penurunan penglihatan atau disabilitas

mata berat akibat

obat-obatan

yang

digunakan untuk

mengobati penyakit mata.

Obat-obatan mata harus dikemas dan diberi label

se-hingga

tidak

terjadi

kesalahan pemakaian

oleh

lansia

atau orang

berpenglihatan

kurang.

Atropin

dan

obat keras lainnya mungkin perlu diberi label berwarna. Pada kunjungan pertama ke seorang dokter mata, pasien harus

diminta

membawa semua obat yang pernah diresepkan

untuk menghindari duplikasi dan kemungkinan kelebihan dosis.

Obat-obat

mata tertentu sering

menimbulkan efek samping yang merugikan sehingga penggunaannya

me-merlukan pengawasan khusus

dan

pasien

perlu

diberi

peringatan secara khusus.

Atropin

dan skopolamin, yang digunakan untuk mendilatasi pupil pada iridosiklitis, dapat mencetuskan glaukoma akut pada pasien-pasien tertentu dengan sudut

bilik

mata depan yang sempit. Setelah

pe-makaian jangka panian& keduanya

juga

dapat

menim-bulkan konjungtivitis dan eksim alergik pada palpebra. Bahan pengawet dalam tetes mata sering menjadi penye-bab reaksi alergik dan, pada pemakaian jangka panjang, dapat menyebabkan konjungtivitis sikatrikans yang

me-nyerupai pemfigoid sikatrikal (lihat Bab 5). Anestetik to-pikal tidak pernah boleh diresepkan atau disediakan untuk

pemakaian jangka panjang karena dapat menimbulkan ulserasi kornea dan pembentukan jaringan parut.

Kortikosteroid yang

digunakan secara

lokal

dalam bentuk tetes atau salep dapat menekan mekanisme perta-hanan lokal dan mencetuskan in{eksi kornea. Obat ini juga

dapat memperburuk keratitis herpetik dan pada

pema-kaian

jangka-panjang

dapat

menyebabkan glaukoma

sudut

terbuka serta katarak

subkapsularis posterior. Banyak keparahan yang terjadi pada infeksi kornea oleh

virus

herpes simpleks

dan

varicella-zoster disebabkan

oleh pemakaian kortikostcroid

topikal

yang

tidak

bijak-sana. Pada keadaan ini, perbaikan jangka-pendek ditukar

dengan kerusakan jangka-panjang.

Banyak

obat yang

digunakan secara

sistemik

me-nimbulkan

efek samping mata

yang

serius, mis.,

kera-topati,

neuritis retrobulbar, retinopati,

dan

sindrom

(8)

405

I

BAB21

Stevens-]ohnson (eritema multiforme). Oleh karena itu,

sebagai bagian dari pemeriksaan awal, dokter mata harus

melakukan anamnesis yang cermat mengenai obat-obat yang dipakai oleh pasien.

DAFTAR

PUSTAKA

Alfonso EC et at: Fungat keratitis associated with nontherapeu-tic soft contact lenses. Am J Ophthalmol 2006;142:154. IPMID: 1,681,5266)

Azat Ml et at: Possible consequence of shaking hands with your

patients with epidemic keratoconjunctivitis. Am J Ophthalmol

1996;12L:711. [PMID: 8644817]

Bhogal G et al: Penetrating ocular injuries in the home. J Public Health (OxO 2007;1 :72. IPMID: 17090631 1

Brophy M et al: Pediatric eye injury-related hospitalizations in the

United States. Pediatrics 2006;117 :e1263. [PMID: 1,67 40824] Chew EY; Screening options for diabetic retinopathy. Curt Opin

Ophthalmol2006;17 :519. [PMID: 17065919]

Constable

I

et al: Emerging biological therapies for age-related

macuiar degenerated macular degeneration. Expert Opin Biol

Ther 2005;5:1373. [PMID: 1,6197342]

DaPozzo S et al: Ocular injuries by elastic cords in children. Pe-diatrics 2000;106:E65. [PMID: 11061802]

Foulks GN: Prolonging contact lens wear and making contact lens

wear safer. Am j Ophthalmol2006;L41":369. [PMID: 16458698] Gordon-Bennett P et al: A survey of measurqs used for the

preven-tion of postoperative endophthalmitis after cataract surgery in

the United Kingdom. Eye 2006; Dec 15 [Epub ahead of prini].

[PMID:17173008]

Greven CM et at: Circumstance and outcome of ocular paintball injuries. Am J Ophthalmol 2006;1.41.:393. [PMID: 16458707]

Hidaka H et al: Evaluation of a new care system provided to

dia-betic patients in the outpatient clinic. Intem Med 2000;39:783.

[PMID:11030200]

Holmes

jM

et al:

Amblyopia. Lancet 2006;367:1343. IPMID:

166319131

Ikeda N et al: Alkali burns of the eye: Effect of immediate copious

irrigation with tap water on their severity. Ophthalmologica

200 6 ;220 :225. IPMID : 1 67 857 521

Kersey JP et at: Corticosteroid-induced glaucoma: A review of the

literature. Ey e 2006;20:407. [PMID: 15877093]

Morgan PB et a1: Risk factors for the development of comeal infil-kative events associated with contact lens wear. Invest Oph-thalmol Vis Sci 2005;46:3136. [PMID: 16123412)

Nootheti S et aI: Risk of cataracts and glaucoma with inhaled

ste-roid use in children. Compr Ophthalmol Update 2006;7:31. [PMID: I6630414]

Quigley HA: New paradigms in the mechanisms and management of glaucoma. Ey e 2005;1.9:1241. [PMID: 155431791

Robinson JL et at: Prevention of congenital rubella syndrome:

\Vhat makes sense in 2006? Epidemiol Rev 2006;28:81. [PMID:

1.67750381

Rosenfeld PJ: Intravitreal avastin: The low cost alternative to lucen-tis? Am J Ophthalmol 2006;L42:L41.. [PMID: 16815262]

Saaddine JB et al: Vision loss: A pubiic health problem?

Ophthal-mology 2003;110:253. IPMID : 1257 87 64]

Sacu S et al: Ocularfireworkinjuries at New Year'seve.2002;216:55.

'[PMID: 11901290]

Santaella RM et aI: Ocular adverse effects associated with systemic medications: Recognition and management . Drugs 2007;57:75.

IPMLD:172096651

Snellen EL et at: Neovascular age-related macular degeneration

and its relationship to antioxidant intake. Acta Ophthalmol ft and 2002;80:368. [PMID: 12190777)

Srinivasan M et al: Corneal ulceration in South East Asia III:

Pre-vention of fungal keratitis at the village leve1 in South India

using topical antibiotics. Br J Ophthalmol 2006;90:1472. IPMID:

169't6874l

Stone EM:

A

very effective treatment for neovascular macular

degeneration. N Engl ] Med 2006;355:1493. [PMID: 17021326]

Upadhyay MP et al: The Bhaktapur eye study: Ocular trauma and antibiotic prophylaxis {or the prevention of corneal ulcers in Nepal. Br J Ophthalmol 2001;85:388. IPMID:112641241

Vistamehr S et al: Glaucoma screening in a high-risk population. J Claucoma 2006;L5:534. [PMII) : 17106368]

\Atritcher jP et al: Corneal blindness:

A

global prospective. Bull World Health Organ 2001;79:2L4. [PMID: 11285665]

Whitcher JP et aI: Cornea..l ulceration in the developing world: A

silent epidemic. Br J Ophthalmoll997;81.:622. [PMID: 9349145] Yip TP et al: hrcidence of neonatal chlamydial conjunctivitis and its

association with nasopharyngeal colonisation in a Hong Kong hospital, assessed by polymerase chain reaction. Hong Kong MedJ 2007;13:22. [PMID: 172773881

Referensi

Dokumen terkait

Setelah kita memasang blok, maka panel bagian bawah akan muncul parameter dari blok tersebut (masing-masing blok memiliki parameter sendiri), dari parameter

Daging buah asam jawa sangat populer, dan digunakan dalam aneka bahan masakan atau bumbu di berbagai belahan dunia. Buah yang muda sangat masam rasanya, dan biasa digunakan

Diharapkan dari penerapan metode TAPPS dapat menjadi salah satu alternatif strategi pembelajaran yang berguna untuk meningkatkan kemampuan kesadaran metakognitif dan hasil

Bakteri asam laktat juga memiliki keunggulan karena mampu menghasilkan bakteriosin yang memiliki kemampuan sebagai bahan pengawet alami.Bakteriosin merupakan protein atau

Bila Pihak menyampaikan kepada Sekretariat informasi yang tidak tersedia pada saat keputusan untuk mencantumkan suatu bahan kimia dalam Lampiran III dan informasi tersebut

Sistem informasi adalah suatu sistem dalam sistem dalam suatu organi suatu organisasi sasi yang mempertem yang mempertemukan ukan kebutuhan pengolahan transaksi harian

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi

Pada pembelajaran seni budaya berbasis pendidikan multikultural terdapat tiga aspek yang nantinya akan dapat mensukseskan pendidikan multikultural, ketiga aspek