IImu kedokteran pencegahan (preventif) semakin penting
dalam usaha
untuk
memenuhi harapan masyarakatke-dokteran
modem
dengan berbagai sumberdaya
yang tersedia. Walaupun pencegahan adalah pendekatan yang logis untuk memecahkan banyak masalah di semua cabangilmu
kedokteran, padapraktiknya
banyak kendala yang harus diatasi. Pada setiap kondisi,individu-individu
yangberisiko seyogyanya
mudah
diidentifikasi.Bila
identifi-kasi tersebut memerlukan pemeriksaan skrining terhadap populasi, proses skrining tersebut hendaknya mudah
di-lakukaru akurat, dan dapat diandalkan.
Tindakan-tindak-an
pencegahantidak hanya harus efektif, tetapi
jugaharus dapat diterima oleh
populasi sasaran. Tindakan pencegahanyang tidak
benar terhadap gayahidup
in-dividu yang
berisiko hanyaakan
mengarahpada
ku-rangnya kepatuhan. Sejumlah tindakan tertentu mungkin perlu dibuatkan undang-undang, tetapi halini
dapatme-nimbulkan ketidakpuasan
bila
tindakan tersebut dirasamelanggar kebebasan
individu. Agar
ilmu
kedokteran pencegahan dapat berhasil, diperlukan kerjasamadi
an-tara semua segmenmasyarakat-tidak
hanya komunitaskedokteran- dalam mengidentifikasi masalah, menentu-kan solusi yang dapat dikerjakan, dan menyebarkan
infor-masi. Keberhasilan yang telah dicapai dalam bidang kese-hatan kerja adalah salah satu contoh yang dapat diperoleh bila telah ditetapkan suatu konsensus opini.
Dalam bidang oftalmologi, hal-hal penting yang ter-masuk dalam
ilmu
kedoicteran pencegahan adalah cederadan infeksi
mata,penyakit
genetikdan
sistemik yang melibatkan mata, dan penyakit-penyakit mata (yangsta-dium
dini
dan masih dapat diterapinya sering tidak dike-nal atau diabaikan).PENCEGAHAN
CEDERA
MATA
Sekitar
l
juta orangdi
Amerika Serikat mengalami gang-guan penglihatan akibat trauma, 75% dari kelompok terse-but terse-buta pada satu mata" dan sekitar 50.000 menderita ce-dera serius yang mengancam perrglihatan setiap tahunnya.Pria muda dan
anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap trauma mata berat. Saat ini, sudah tersedia tindakan-tindakan sederhana yang dapat mence-gah banyak cedera pada mata.Cedera
Okupasional
Banyak proses manufaktur yang dapat menimbulkan an-caman bagi mata. Tindakan menggerinda atau mengebor sering menyebabkan terlontarnya fragmen-fragmen kecil logam ke lingkungan dengan kecepatan tinggi, dan
"pelu-ru"
ini
mudah tertancapdi
kornea atau menembus bola mata melalui kornea atau sklera. Peralatan yang berujung tajam, misalnya obeng, juga sering menyebabkan trauma tembus mata. Bunga api las menimbulkan radiasiultravio-let yang dapat menyebabkan keratitis perifer (arc eye).
Zat-zat
kimiawi industri-terutama
yang mengandung asam atau basa berkadartinggi-dapat
dengan cepat menimbul-kan kerusamenimbul-kan mata yang sering bilateral dan menyebab-kan hasil akhir penglihatan yang buruk.Para pekerja harus
dilatih untuk
menggunakan alat, alat,mesirl
dan bahankimia
dengan benar. Pada semuamesin harus
dipasang pengaman,dan
pekerja harus menggunakan kacamata pelindung (goggles)bila
sedang melakukan pekerjaan berbahaya atau bila beradadi
ling-kungan kerja dengan bahaya tersebut. Sungguh menge,jutkan, betapa banyak pekerja yang beranggapan bahwa mereka
tidak
lagi berisiko mengalami cedera bila bukan mereka yang melakukan pekerjaan-pekerjaan berbahaya tersebut; walaupun mereka beradadi
sekitar pekerjaan tersebut saat dilakukan oleh rekannya.Semakin besarnya
minat
terhadap "pekerjaan-peker-jaan rumah yang dapat dilakukan sendiri" menyebabkan banyakindividu
terpajanrisiko
cedera mata dari mesin,peralatarl dan bahan-bahan kimiawi. Pendidikan
masya-rakat
mengenai masalahini
sangatlahpenting
karenarisiko tersebut mungkin
tidak
disadari dengan jelas oleh para penggemar hobi atau pengurus rumah tangga biasa.Pengenalan
dini
dan penilaian oftalmologik lanjutan yang cepat terhadap setiap cedera yang dialarni sangatlah penting. Pada kasus cedera akibat bahan kimiawi, metodeterpenting
untuk
membatasi cedera yang terjadi adalah pembilasan segera dengan air steril larutan saline bila ada, atau air keran dalam jumlah banyak sekurang-kurangnya selama5
menit.
Trauma tembusatau
benda asingdi
kornea yang tidak ditangani sangat meningkatkan risiko morbiditas jangka panjang. Dalam mengidentifikasi
ke-mungkinan terjadinya trauma tembus, anamnesis yang
400
I
BAB21cermat sangat menentukan.
Hal
ini
semakin jelas bila pasien mencari pertolongan medis beberapawaktu
se-telah cedera dan pasien mungkin
tidak
menyadaripen-tingnya episode trauma yang kelihatannya sepele. Setiap pekerja yang mengeluhkan peradangan intraokular atau penurunan penglihatan yang tidak dapat dijelaskan harus dianamnesis dengan cermat mengenai kemungkinan ce-dera mata dan harus selalu diingat kemungkinan adanya benda asing intraokular yang tersembunyi.
Pajanan
kronik
terhadap
sebagian proses industri dapat menyebabkan kerusakan mata. Misalnya, bahan-bahannuklir
yangtidak
terlindung dengan benar dapat menyebabkan pembentukan katarakdini
pada
pekerja yang terpajan.Cedera
Nonokupasional
Penurunan mencolok insidens kerusakan mata dan wajah yang parah akibat cedera kaca depan mobil karena adanya undang-undang yang mengharuskan penggunaan sabuk keselamatan merupakan bukti betapa efektifnya suatu per-aturan. Usaha serupa untuk mengurangi insidens cedera akibat kembang api dengan pembatasan ketersediaannya belum seberhasil usaha yang disebut pertama.
Berbagai olah raga tersohor dalam hal tingginya insi-dens cedera mata berat, mis., trauma tumpul pada
racquet-ball dan baseball atau trauma tembus, seperti pada hoki
es. Tersedianya kacamata plastik yang
diperkuat-yang
dapat
dipasangkankoreksi refraktif
bila
diperlukan-adalah kemajuan besar dalam mencegah cedera-cedera tersebut.Sejumlah besar cedera mata terjadi
di
rumah. Tutupgabus pada botol sampanye atau minuman lain yang
se-rupa dapat menimbulkan trauma tumpul yang parah, dan ledakan botol apa pun yang mengandung minuman
ber-karbonat dapat menyebabkan trauma tembus mata oleh pecahan kaca. Kecuali
bila
diawasi dengan benar, anakyang menggunakan pensil, gunting, atau senapan angin dapat mengalami atau menyebabkan trauma tembus yang serius.
Sayangnya, sebagian trauma mata serius terjadi akibat serangan kekerasan, terutama yang melibatkan senjata api atau pecahan kaca. Tindakan pencegahannya memerlukan penurunan frekuensi kejadian-kejadian semacam ini. Pada negara-negar a yarrg belakangan
ini
mengalami peperang-an, bgm yang siap meledak dan ladang ranjau merupakan penyebab utama kebutaan korneal pada anak-anak.Keratitis akut akibat iradiasi
ultraviolet,
seperti yangterjadi pada pajanan ke bunga api las, dapat juga terjadi selama bermain ski bila tidak menggunakan kacamata
pe-lindung.
Peran pajanan sinar ultraviolet jangka panjangdalam
etiologi
katarakdan
degenerasimakula
terkait-usia masih diperdebatkan. Karena kornea dan lensakris-talina merupakan sawar efektif bagi transmisi sinar
ul-traviolet-dalam
hal lensa kristalina, semakin tua sawarini
akan
semakinefektif-tidak
terlalu
mengherankanbila berkembangnya degenerasi makula terkait-usia pada
individu-individu fakia tidak terbukti
berkaitan dengan pajanan ultraviolet sehinggatidak
dapat dicegah dengan pemakaian kacamatahitam
(sunglasses). Efek sinar ultra-violet terhadap makula pada pengidap afakia danpseu-dofakia yang jumlahnya
semakin banyak masih perludinilai.
Berdasarkandata
empiris, banyak lensaintra-okular yang
dipasangifilter ultraviolet. Individu
yang afakia atau yang tidak memilikifilter
tersebut dianjurkan memasangfilter ultraviolet
pada kacamata mereka atau menggunakan kacamata hitam yang sesuai bila mungkin. Terdapat cukup bukti yang mengaitkan pajananultravio-let dengan pembentukan katarak. Namun, karena pajanan
ultraviolet telah berlangsung sejak
lahir,
manfaatpema-kaian teratur
filter ultraviolet
pada kacamata baca atau kacamatahitam
sebagai tindakan pencegahan belumlahterbukti.
Peran pajanan sinarultraviolet
dalam etiologipenyakit kornea tertentu-terutama pterigium-serta
karsinomasel
basaldan
melanomadi
palpebrae jauhlebih luas diterima.
Pendidikan masyarakat mengenai bahaya kankerkulit
setelah pajanan sinar matahari jangkapanjang
sangatlahpenting.
Krim-krim
kuiit
penahan sinar ultraviolet sebaiknya tidak digunakan di sekitar mata sehinggaperlu dianjurkan
pemakaian kacamata hitam atau penghindaran pajanan matahariyang tidak
perlu. Pada pasien xeroderma pigmentosum,di
palpebra dankonjungtiva bulbarisnya sering
tumbuh
karsinoma dan melanoma; pembentukan tumor-tumor tersebut dapatdi-tekan, kalaupun tidak dicegah sepenuhnya, dengan lensa pelindung.
Refinitis solaris (retinopati
gerhana) adalah suatu jenis cedera radiasi spesifik yang biasanya terjadi setelah gerhana matahari sebagai akibat pengamatan langsung matahari tanpa filter yang adekuat. Pada keadaan normal, menatap langsung maiahari sulit dilakukan karena adanya sinar yang menyilaukan, tetapi terdapat laporanmenge-nai kerusakan makular pada kaum muda akibat sengaja menatap matahari, mungkin karena sedang
di
bawah pe-ngaruh obat-obatan.Sistern optis mata berlaku sebagai sebuah lensa pem-besar yang kuat, memfokuskan cahaya ke sebuah titik kecil
di
makula, biasanya hanyadi
satu mata, dan menirnbul-kan luka bakar termal. Edema yang terjadi pada jaringanretina dapat sembuh hanya dengan gangguan penglihat-an
minimal
atau dapat menimbulkan atrofi yang cukup luas dan menimbulkan defek yang dapatdilihat
dengan oftaloskop. Selanjutnya, terbentuk skotoma sentral yangpermanen.
Retinopati
gerhanadapat
dicegah dengan mudah dengan menggunakan filter yang adekuat sewaktu melihat gerhana, tetapi cara teraman untuk mencegahnya adalah dengan menyaksikan gerhala melalui televisi.Yang serupa dengan retinopati gerhana,
yaitu
keru-sakan retina iatrogenik yang mungkin terjadi
akibat penggunaan mikroskop operasi dan oftalmoskop indirek(retinopati fotik). Risiko kerusakan akibat mikroskop
ope-rasi dapat
dikurangi
dengan menggunakanfilter
untukmenahan sinar ultraviolet dan bagian
biru
dari spektrum sinar tampak, sawat sinar, misalnya lempeng opak yangditempatkan
di
kornea, atau udara yang disuntikkan ke dalam bilik mata depan.PENCEGAHAN INFEKSI
MATA
DIDAPAT
Infeksi adalah penyebab utama penyakit mata yang dapat dicegah. Tindakan-tindakan pencegahan diilasarkan pada pemeliharaan integritas sawar
normal
terhadap infeksi dan penghindaran inokulasi berbagai organismepatoge-nik. Patogenisitas berbagai organisme dan ukuran
inoku-lum
yang diperlukanuntuk
pembentukan infeksi sangat bervariasi tergantung kondisi matanya. Mata yang daya tahannya lemah sangat rentan terhadap infeksi.Sawar utama
infeksi mata
eksogenadalah
epitel kornea dan konjungtiva. Keduanya dapat dirusakseca-ra langsung oleh trauma, termasuk trauma bedah dan pe-makaian lensa
kontak
atau secaratidak
langsung akibat kelainan laindi
mata bagian luar, misalnya kelainan pal-pebra atau defisiensi air mata. Pada keadaan-keadaan ter-sebut, harus dilakukan penangananunfuk
menghindari inJeksi sekunder atau pengenalan infeksi pada stadiumnya yang paling dini.Jika terdapat suatu defek epitel
di
kornea ataukon-jungtiva,
terutamabila disertai
luka full-thickness pada korneaatau sklera-mis.,
setelahtrauma
tembus atau bedah infraokular, perlu diberikan terapi antibiotikprofi-laksis dan yang terpenting adalah memastikan setiap tetes atau salep mata dalam kondisi steril. Cedera epitel akibat kecelakaan harus dihindari kapanpun mungkin, terutama pada mata yang daya tahannya lemah, mis., mata kering,
mata
yang
korneanya terpajan akibat eksoftalmos ataufungsi palpebra yang abnormal-contohnya akibat para-lisis nervus facialis atau ektropion, dan mata yang
sensa-si
korneanya'berkurang. Situasi yang sering ditemukan adalah kombinasi disfungsi nervus kranialis kelima dan ketujuh, seperti yang terjadi pada tumor-tumor sudutse-rebelopontin,
yang
menimbulkan mata kering-anestetikdengan gangguan penutupan palpebra. Semua pasien koma
juga
berisiko korneanyaterpajao
dan penutupan palpebra profilaktik perlu dilakukan.Setiap pajanan mata yang tak perlu ke organisme pa-togenik sedapat mungkin dihindari, tetapi hal ini menjadi sangat penting pada situasi-situasi tertentu. Selama pem-bedahan intraokular, sawar normal terhadap infeksi ter-garrgg.t,
dan harus diberikan
perhatian khusus untuk menghindari kontaminasi mata oleh berbagai organisme. Sebelum operasi, lingkungan mata harus dievaluasi untukmenemukan
dan
mengobatisetiap
sumber organisme patogenik. Sumber-sumber tersebut mencakup kolonisasi atau infeksidi
saccus lacrimalis, tepi palpebra,konjung-tiva,
dan kornea. Pada keadaan darurat, sumber-sumber tersebut mungkin hanya dapat diidentifikasi dan diberi terapi antibiotik profilaksis, sedangkan pada bedah elektif lebih mungkin dilakukan terapi yang lebih definitif untukmengeradikasi atau meminimalisasi organisme-organisme patogenik. Manfaat pemberian antibiotik
profilaktik
pra-dan perioperatif pada pasien yang tidak jelasmenampak-kan penyakit mata eksternal masih terus diperdebatkan. Penetesan povidone-iodine
ke
dalam
saccus lacrimalis sesaat sebelum operasi terbukti bermanfaat, danantibio-tik pascaoperasi dianggap penting. Perlu diketahui bahwa salah satu penyebab utama endoftalmitis pascabedah ka-tarak adalah Staphylococcus epidermidis, yang sering
mem-bentuk kolonisasi pada palpebra normal. Perlu
dipertim-bangkan adanya lokasi kolonisasi atau infeksi bakteri yang
lairy
misalnyadi
kandung kemitr, tenggorokan,hidung
dan
kulit.
Lapangan operasi, instrumen, obat intraokulardan topikal, dan cairan lain yang dimasukkan ke dalam mata harus dipastikan steril. Selama periode pascaoperasi, harus digunakan obat-obat yang steril dan harus dihindari
kontak dengan pasien lain yang mengidap inJeksi mata. Pemakaian lensa
kontak
berhubunganerat
dengankeratitis supurativa yang terladi akibat kombinasi beban
yang
abnormaldari
organisme patogenikdan
traumaminor
berulang pada epitel kornea. Insidens keratitissu-purativa,
secara khusus,tinggi
pada pemakaian lensalunak,
terutama pada jenis extended wear. Tampak jelasbahwa banyak
dari
orang yang
menggunakan lensakontak
untuk
alasan kosmetiktidak
menyadari risikoyang ada. Risiko infeksi dapat diterima pada pemakaian lensa kontak lunak extended wear oleh lansia afakia yang dependen terhadap lensa kontak
untuk
koreksi refraksi dan tidak dapat menggunakan lensa jenis daily-wear-atau pada pasien yang daya tahan matanya sangat lemah danmengalami gejala-gejala akibat keratopati bulosa. Akan
tetapi, argumen penggunaan lensa kontak lunak extmded wear
untuk
memperbaiki kelainan refraksi pada pasien dengan kelainan refraksi yang ringan kurang dapat dite-rima. Sejumlah pasien dari kelompok terakhir ini langsungmulai menggunakan lensa kontak extended uJedr disposable
karena lensa
jenis
ini
tidak
memerlukan pembersihanharian dan pernik-pernik lainnya, tetapi
praktik
ini
ke-mungkinan besar akan mengorbankan keamanan demi
kenyamanan. Penggunaan lensa
kontak
menyebabkan mata terpajan ke organisme-organisme patogenik dalamjumlah besar, yang telah
terbukti
dapat melekat erat ke lensa lunalg kecuali bila si pemakai sangat memperhatikan higiene lensa kontaknya. Timbulnya reaksi toksik terhadap pengawet dalam larutan lensa kontak sehingga pasien de-penden terhadap larutan bebas-pengawet meningkatkan402
I
BAB21kemungkinan
timbulnya keratitis
supurativa akibat or-ganisme yang mampu bertahanhidup
dalam larutan ter-sebut, mis., Pseudomonas dan Acanthamoeba.Semua pemakai lensa kontak harus diberitahu menge-nai risiko relatif keratitis supurativa dan perlunya menja-ga higiene lensa kontak secara cermat. Mereka dianjurkan
untuk
menyediakan kacamata sehingga pemakaian lensa kontak dapat segera dihentikan bila mata terasa tidak enak atau meradang. Bila rasa tidak enak atau peradangan ter-sebut berlanjut, pemakai harus segera menemui dokter mata.Pada negara-negara berkembang
yang
penggunaan lensa kontaknya belum umum, trauma merupakan faktorrisiko terbesar terjadinya ulkus kornea, biasanya dialami
sehubungan
dengan aktivitas
agrikultural
sehari-hari. Abrasi-abrasi yang tidak tercatatini
sekarang dikenalse-bagai suatu epidemi tersembunyi (silent epidemlc) ulkus kornea yang merupakan penyebab utama kebutaan
mono-kular di
daerah-daerah tersebut. Usaha pencegahan yang berhasil meliputi pemberian antibiotik profilaksis setelah abrasi terjadi. Penelitian terbarudi
India
rnenunjukkan bahwa ulkus bakteri maupun jamur yang terjadi setelah abrasi kornea dapat dicegah dengan pemakaian salepan-tibiotik tiga kali sehari selama 3 hari pada mata yang sakit. Mekanisme biologis pencegahan ulkus
jamur
oleh suatuantibiotik
masih belum dipahami.Konjungtivitis
neonatal(lihat
Bab 17) adalah suatucontoh yang
baik
mengenai pajananke
sejumlah besar organisme patogenik ditambah dengan_ kerentanan inhe-ren mata neonatus yang mekanisme imunnya belumber-kembang. Organisme utama
yang dapat
menimbulkankonjungtivitis neonatal adalah Neisseria gonorrhoeae, kla-midia, herpes simpleks, StaplryIococcus aureu, Haemophilus spp, dan Streptococcus pneumoniae. Pajanan ke organisme-organisme
ini
terjadi
sewaktubayi
melaluijalan
lahir.Konjungtivitis neonatal dapat dicegah dengan mengobati ibu yang mengidap organisme-organisme ini sebelum per-salinary dan hal
ini
telah dilakukan untuk bakteri,terma-suk Chlamydia. Langkah alternatifnya adalah pemberian profilaksis mata bayi secara rutin. Ini dimulai dengan pem-berian profilaksis perak nitrat Cred6 dan di sejumlah pusat kesehatan
telah
tergantikan denganeritromisin
topikalkarena predominansi konjungtivitis neonatal klamidia. Pelepasan
virus
herpes simpleks. olehibu
yang akan bersalintidak
selalu berkaitan dengan adanya lesi klinis yang jelas, dan pelepasan dapat terjadi padaibu
yangtidak memiliki riwayat
mengalamilesi
tersebut. Untukmengidentifikasi para ibu yang mungkin menginfeksi ba;zi mereka, perlu dilakukan pembiakan virus rutin dari semua
wanita sebelum persalinan, dan bahkan dengan cara ini,
belum juga bisa dapat dideteksi wanita mana yang benar-benar mengeluarkan virus pada saat persalinan. Bila jelas
terlihat lesi klinis pada saat persalinan, dapat dianjurkan persalinan melalui bedah sesar.
PENCEGAHAN TERHADAP INFEKSI
MATA
IATROGENIK
Dokter mata jelas berperan dalam penularan penyakit
in-feksi mata. Ledakan kasus keratokonjungtivitis epidemik
dapat ditelusuri berasal dari kontaminasi di ruang praktik
'dokter ahli
mata. Adenovirus ditularkan melalui tangan dokter, tonometer, atau larutan yang tercemar oleh pipetteles (dropper) yang secara tidak sengaja menyentuh
kon-jungtiva atau tepi palpebra yang terinfeksi dari salah
se-orang pasien. Larutan oftalmik yang tercemar juga dapat menjadi sumber infeksi ulkus kornea bakterialis dan en-doftalmitis pascabedah intraokular. P seudomonas aeruginosa
dulu sering menjadi kontaminan larutan oftalmik, teruta-ma fluoresein. Penetesan larutan fluoresein untuk memper-jelas defek epitel kornea (mis., setelah pengangkatan suatu benda asing kornea) dapat menyebabkan keratitis pseudo-monas yang parah dan, sering kali, kerusakan mata total.
InJeksi lain juga dapat menyebar dengan cara serupa,
tetapi
kejadiannya seringtidak
disadari.Dokter
mata harus menyadari kemungkinan bahwa bilatidak
disteri-lisasi
denganbenar
(seperti dengan sterilisasi dingin), alat-alat oftalmologi dapat tercemar oleh virus hepatitis B.Ditemukannya virus AIDS di dalam air mata baru-baru
ini
mengisyaratkan kemungkinan kecil terjadinya penularan oleh dokter mata. Sampai saat ini, belum pernah dilaporkan kejadian seperti itu.Terdapat
bukti
eksperimental bahwa ujung tonometer aplanasi dapat disterilkan dengan benar, terutamaber-kaitan dengan
virus
human immunodeficiency tipe 1, virusherpes simpleks, dan adenovirus, dengan mengusapkan kapas yang mengandung isopropil alkohol 70% dan
mem-biarkan instrumen tersebut mengering sendiri. Ujung to-nometer harus dibiarkan benar-benar kering sebelum
di-gunakan pada pasien berikutnya, bila tidak, akan terjadi
kerusakan
epitel kornea. Metode sterilisasi
ini
lebihpraktis
daripada perendaman dalam alkohol, hipoklorit,atau hidrogen peroksida dan lebih jarang membuat ujung tonometer rusak; namurL tetap dianjurkan perendaman
dalam larutan-larutan desinfektan tersebut pada setiap
akhir hari kerja dan setelah pemeriksaan pasien berisiko
tinggi. Dalam
hal
ini,
ujung
tonometerharus
dibilasdengan
air
kerandan
dikeringkan sebelum digunakan. Lensa tiga-cermin Goldmann dan lensakontak
serupayang
digunakanuntuk
memeriksa pasienjuga
rentanterhadap kerusakan
akibat
perendamandalam
larutan desinfektan dan harus dirawat dengan cara yang samase-perti ujung tonometer. Tonometer nonkontak dianjurkan
ini
dapat menghasilkan semprotan aerosol yang memba-hayakan orang yang menggunakan tonometer.Dokter mata dan para stafnya harus senantiasa mem-pertahankan higiene perorangan pada tingkat yang paling tinggi dan bila perlu, harus menggunakan teknik sterilisasi standar, serta selalu mengingat kemungkinan kontaminasi semua larutan yang berkontak dengan mata.
Tangan berperan
penting
dalam penularan inJeksi. Tangan harus dicuci atau diberi desinfektan (mis., denganisopropil alkohol) sebelum dan setelah memeriksa setiap pasien, terutama bila diduga terdapat infeksi mata.
PENCEGAHAN KERUSAKAN
MATA
AKIBAT
INFEKSI KONGENITAT
Penyakit
virus
padaibu
yang menimbulkan embriopati dapat menyebabkan berbagai anomali mata pada bayi,mi-salnya retinopati, glaukoma infantilis, katarak, koloboma traktus uvea, dll., dan pada beberapa kasus, dapat dilaku-kan pencegahan. Dua virus, rubela dan sitomegalovirus, dapat sangat merusak bayi, dan salah satu
di
antaranya-virus
rubela-
dapat dicegah dengan vaksinasi. Dahuluru-bela merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak, tetapi sekarang vaksinasi diindikasikan bagi wanita
muda
rentanyang
mendekatiusia subur.
Kerentanandapat ditentukan
dengan mengetahuikadar
antibodidalam darah
wanita
muda.Bila
seorangibu
terjangkit rubela selama hamil muda, ia harus diberitahu akan ke-mungkinan terjadinya kelainan mata atau organ lain padabayinya, dan harus diterangkan mengenai keuntungan dan kerugian aborsi.
Sayangnya, sitomegalovirus
(virus
lain yang
sering menimbulkan anomali kongenital) masih tetap menjadi an-caman yang serius dan belum terpecahkan. Saat ini belum tersedia vaksin protektif ferhadap virus ini walaupun salah satunya sedang dalam penelitian.Toksoplasmosis adalah penyebab
infeksi
kongenital yang juga penting dan dapat menyebabkan (1) korioretini-tis, yangmungkin
tampak sejaklahir
atau tetap dalam keadaan subklinis sampai terjadi reaktivasi kemudian, (2)kalsifikasi serebrum atau serebelum, (3) hidrosefalus, dan kadang-kadang (4) kelainan sistem saraf pusat yang lebih serius. Kecuali pada ibu yang mengalami gangguan
keke-balar; infeksi pada janin hanya terjadi bila
ibu
terjangkitinfekbi primer
sewaktuhamil.
Hal
ini
dapat
dicegah dengan hanya makan dagirg yang telah dimasak dengan baik, mencuci sayur dan buah, serta menggunakan sarung tangan saat membuang kotoran kucing atau saat bekerja di kebun sehingga kontak dengan ookista dan kistajaring-an.yang viabel dapat dihindari. Telah dibuktikan bahwa
bila infeksi akut
selama kehamilan dapat diidentifikasi(misalnya, dengan pemeriksaan serologik serial yang di-wajibkan oleh undang-undang
di
Perancis dan Austria),pemberian
antibiotik yang
tepat pada kehamilan yangdapat
dilanjutkan-dengan
berbagai penyesuaian berda-sarkan ada tidaknya infeksi padajanin-dapat
menurun-kan
infeksi kongenital dan memperbaiki keadaan klinisjanin yang terin-feksi.
PENCEGAHAN PENYAKIT
GENEilK
VANG
MENGENAI MATA
Dahulu pencegahan gangguan-gangguan genetik kurang mendapat perhatian. Namun,
kini
terdapat pusat-pusat konsultasi genetik di berbagai sentra kedokteran; sifat ge-netik berbagai penyakit yang melibatkan mata telahdike-tahui dan pewarisannya telah lebih dipahami
dibanding-kan sebelumnya. Sesuai konsultasi dengan
ahli
penyakitdalam dan
ahli
penyakit anak, dokter mata berwenanguntuk
menganjurkan konsultasi genetik bagi para pasienyang
bermaksud menikahatau memiliki
anak. Pasien-pasienyang memiliki riwayat
diabetesdi
masa kanak-kanak, retinitis pigmentosa, perkawinan sedarakL retino-blastoma, neurofibromatosis, dll., memerlukan konsultasi genetikuntuk
mencegah timbulnya malapetaka pada ke-turunan mereka.Beberapa penyakit, mis., sindrom
Down
(trisomi 21), berkaitan dengan jumlah kromosom yang abnormal atau dengan kelainan kromosom seks. Diagnosis pranatalse-karang dapat dilakukan dengan memeriksa sel-sel cairan amnion yang diperoleh rnelalui amniosentesis (suatu
tin-dakan yang praktis dan aman), dan diagnosis yang positif
memberikan pasien pilihan aborsi.
DETEKSI
DINI
PENYAKIT
MATA
YANG
DAPAT DIOBATI
Sejumlah penyakit mata
primer
hanya dapat disembuh-kan pada stadium-stadium awalnya atau diterapi secaralebih
efektif pada
masa-masaitu.
Deteksi
penyakit-penyakit semacamini
dapat dilakukan dengan mengenali gejala-gejala yang relevan atau mungkin memerlukan ke-waspadaan tertentu para petugas medis karena tidak ada-nya gejala.Degenerasi
Makula
Terkait-Usia
Degenerasi makula terkait-usia merupakan penyebab uta-ma kehilangan penglihatan peruta-manen pada orang tua di
negara-negara
industri, dan
insidensnya pada populasidi
atas 50 tahun meningkatdi
setiap dekade. Penyakitini
memiliki dua bentuk
utama:(1)
degenerasi atrofik ("kering"), terjadi degenerasi progresif retina bagian luar,epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapiler; dan (2) degenerasi eksudatif ("basah"), terjadi kehilangan penglihatan secara mendadak akibat kebocoran cairan
pembentuk-404
I
BAB21an neovaskular
di
bawah epitel pigmen retina (membran neovaskular subretina).Fotokoagulasi laser pada membran neovaskular sub-retina dan terapi fotodinamik setelah pemberian
vertepor-fin
intravenaterbukti
memperlambat onset penurunanpenglihatan sentral, tetapi hanya
bila
membran terletakcukup
jauh
dari fovea sehingga terapi dapat dikerjakan.Tindakan bedah
yang lebih radikal,
seperti translokasi makula dapat menguntungkan beberapa pasiery tetapite-rapi
yang paling menjanjikan adalah dengan pemberianinhibitor faktor
pertumbuhan endotelvaskular
(VEGF) secara intravitreal, seperti ranibizumab (Lucentis) dan be-vacizumab (Avastin). Keduanya harus diberikan melalui penyuntikan intravitreal berulang. Pasien lansia yangmen-dadak mengalami kehilangan penglihatan akibat
penya-kit
makula-terutama
skotoma atau distorsi parasentral, dengan ketajaman penglihatan sentral yangutuh-harus
menjalani pemeriksaan mata segera, termasuk angiografi fluorescens,
untuk
menentukan dapattidaknya
dilaku-kan terapi laser. Tidak ada terapi efekti{ untuk degenerasi
makula
tipe
atrofik, kecuali penggunaan alat-alat bantu penglihatan-kur ang (low ai si on).G
laukoma
Sudut-Terbuka
Primer
Di
seluruh dunia, glaukoma sudut-terbuka primer adalah penyebab utama kebutaan yang dapat dicegafu terutamadi
antara orang kbturunanAfrika
atau Karibia. Sekitardua
juta
orang Amerika mengidap penyakitini
walau-pun separuhnya
tidak
terdiagnosis. Prevalensi glaukoma sudut-terbuka primer meningkat dari 0,1 % untuk golong-an usia 40-49 tahun hingga 3% untuk golongan usia lebihdafi70
tahun. Biasanya tidak timbul gejala sampai terjadi penurunan penglihatan berat. Agar pengobatan efektif,pe-nyakit
ini
harus dideteksi pada stadium yang lebih dini.Program-program pemeriksaan
skrining
terhambat oleh tingginya prevalensi peningkatan tekanan intraokulartan-pa
adanya gangguan lapangan pandang glaukomatosa (hipertensi okular), yang sepuluhkali
lebih sering dari-pada glaukoma sudut-terbuka primer, tingginya frekuensi tekanan intraokular yang normal pada satu kali pemerik-saan glaukoina sudut-terbuka yang tidak diobati, danru-mitnya
pemeriksaanskrining
untuk
kelainan lapangan pandang atau diskus optikus.Cara terbaik
mendeteksi glaukomasudut
terbukaprimer
secaradini
adalah penggunaantonometri
danoftalmoskopi
direk pada diskus optikus
semua pasien dewasa setiap 3 tahun sekali, dengan rujukan ke dokter mata bagi mereka yang mengidap kelainan yang relevan. Pada kasus-kasus pasien yang berisiko tinggi mengalami glaukoma sudut-terbuka primer, misalnya kerabat dekat (first degree relatioes) pasierg penilaian oftalmologik harus dilakukan setiap tahun.PENCEGAHAN
AMBLIOPIA
("MATA MALAS")
Untuk tujuan pembahasan
di
sini, ambliopia dapatdide-finisikan sebagai penurunan ketajaman penglihatan pada satu mata tanpa adanya penyakit mata organik.
Pengli-hatan
sentral berkembang sejaklahir
sampai usia 6-7tahun;
bila
penglihatan belum juga berkembang hingga saat itu, kecil kemungkinan atau tidak ada perkembanganyang akan terjadi. Jika
tidak
ada penyakit mata, dua ke-lainan utama yang menghambat seorang anak unfukme-miliki
penglihatan binokular adalah strabismus dan ani-sometropia.Strabismus
Esofropia atau eksotropia pada seorang anak menyebab-kan penglihatan ganda. Anak dengan cepat belajar untuk
menekan bayangan pada mata yang mengalami deviasi dan belajar melihat normal hanya dengan satu mata.
Sa-yangnya/ penglihatan tidak berkembang pada mata yang
tidak
digunakan; kecualijika
mata yang normal ditutup,sehingga memaksa anak menggunakan mata yang ber-deviasi, penglihatan tidak akan terbentuk pada mata ter-sebut. Anak akan tumbuh dengan satu mata normal yang pada dasarnya buta karena mata tersebut tidak
memben-tuk
hubungan fungsional dengan pusat-pusat penglihat-andi
otak.Hal ini
lebih mungkin terjadi pada esotropia dibandingkan eksotropia.Anisometropia
Anak lebih
memperhatikan benda-bendayang
terletak dekat daripada yang jauh. Apabila salah satu nirata near-sighted (miopia) dan yanglain farsighted (hiperopia), anaklebih
menyukaimata yang miopia.
Dengan demikiarymata
yang farsightedtidak akan
digunakan walaupuntidak juling. Akibatnya akan sama seperti pada strabismus
yang tidak diobati, yakni,
kebutaanmonokular
akibat kegagalan perkembangan visual mata yang tidak diguna-kan. Insidens anisometropia adalah sekitar 0,75-1,%.Diagnosis
Dini
Cara terbaik
untuk
mencegah ambliopia adalah denganmenguji ketajaman penglihatan semua anak prasekolah. Saat anak memasuki sekolah, biasanya sudah terlambat untuk melakukan terapi oklusi. Orangtua dapat melakukan pemeriksaan
ini di
rumah dengan kartu"E"
buta huru-f. Hal ini kadang-kadang dikenal dengan"Uji
Mata Rumah". Dokter anak dan pihak-pihak lain yang bertanggung jawab menangani anak harus memeriksa ketajaman penglihatan sebelum usia 4 tahun.Fotorefraksi dikatakan berguna
untuk
menskrining adanya anisometropia, ametropia, astigmatisme, danstra-bismus pada anak prasekolah. Setiap anak yang terlihat mengalami strabismus setelah usia 3 bulan harus diperiksa oleh dokter mata.
PENCEGAHAN KERUSAKAN
MATA AKIBAT
PENYAKIT SISTEMIK
Para dokter selain dokter mata, terutama
ahli
penyakit dalam, dokter umum, dan dokter anak, perlu mengetahuipenyakit-penyakit
sistemik
yang
memiliki
komponenoftalmologik
yang
dapat menyebabkan kerusakan mata yang asimptomatik.Retinopati diabetik
adalah penyebab tersering ke-butaan yang terjadi pada usia antara 20 sampai 64 tahun. Tersedia pengobatan untuk mencegah kebutaan tersebut, tetapi untuk hasil terbaik, terapi harus diberikan sebelumterjadi penurunan penglihatan, yakni, pengidap diabetes harus menjalani perneriksaan fundus secara teratur dan
dirujuk
bila
adaindikasi
pengobatan. Kelainan utamayang harus diketahui adalah terbentuknya neovaskular
di
diskus optikus dan eksudatdi
sekitar makula. Setiap pengidap diabetes yang mengalami gangguan penglihatan harus dirujuk untuk menjalani pemeriksaan oftalmologik. (Penatalaksanaan retinopati diabetik dibahas lebih dalamdi Bab 10 dan 15.)
Uveitis yang berkaitan dengan arthritis reumatoid
juve-nilis
biasanya asimptomatik pada stadium-stadium awal dan sering tetap tidak terdeteksi sampai terjadi penurunanpenglihatan berat akibat glaukoma, katarak, atau
kera-topati pita. Harus dilakukan pemeriksaan skrining mata secara teratur, terutama pada anak peremPuan dengan onset pausiartikular
dan
antibodi antinukleusdi
dalam darahnya.Bahkan
di
At
tempat kasusini
seharusnyatak
lagi dikenal, kadang-kadang masih dijumpai kasus xeroftalmia;di bagian-bagian dunia yang kurang berkembang, tempat banyak penderita kurang
gizi,
penyakitini
masih umumditemukan. Penyakit defisiensi vitamin A, yang kelainan-kelainan matanya (xeroftalmia dan keratomalasia) paling
merusak
dan
sering menyebabkan kebutaan(lihat
Bab 23), biasanya disebabkan oleh defisiensi asupan, yangber-kaitan dengan kemiskinan. Namury harus selalu diingat bahwa defisiensi tersebut dapat
pula
berkaitan dengan alkoholisme kronik, diet penurun berat badan, pengaturandiet
padaalergi
makanan,atau
gangguan penyeraPan pada saluran cerna akibat pemakaian minyak mineral atau penyakit saluran cerna, misalnya diare kronik.Pada anak yang menderita
defisiensivitamin
A, campak dapat menyebabkan penyakit kornea yang parah.Karena adanya tanda-tanda
pada mata (yakni,
rabunsenja,
bercak Bitot, atau epitel kornea yang
suram),dokter
matamungkin
merupakan orang pertama yang mengenali adanya defisiensi vitaminA.
Pengenalandini
dan pengobatan segera dapat mencegah penurunan
peng-lihatan atau kebutaan akibat infeksi sekunder dan perfo-rasi kornea. Pengobatan penyakit akut mungkin
memer-lukan
pemberianvitamin
A
dosis besar intramuskular yangdiikuti
oleh perbaikan diet dan analisis yang cermat mengenai semua kemungkinan penyebab.PENCEGAHAN
GANGGUAN
PENGLIHATAN
AKIBAT
OBAT
Semua
obat
dapat menyebabkan reaksi simpang.Ahli
oftalmologi merupakan orang yang bertanggung jawabuntuk
mencegah penurunan penglihatan atau disabilitasmata berat akibat
obat-obatanyang
digunakan untukmengobati penyakit mata.
Obat-obatan mata harus dikemas dan diberi label
se-hingga
tidak
terjadi
kesalahan pemakaianoleh
lansiaatau orang
berpenglihatankurang.
Atropin
dan
obat keras lainnya mungkin perlu diberi label berwarna. Pada kunjungan pertama ke seorang dokter mata, pasien harusdiminta
membawa semua obat yang pernah diresepkanuntuk menghindari duplikasi dan kemungkinan kelebihan dosis.
Obat-obat
mata tertentu sering
menimbulkan efek samping yang merugikan sehingga penggunaannyame-merlukan pengawasan khusus
dan
pasienperlu
diberiperingatan secara khusus.
Atropin
dan skopolamin, yang digunakan untuk mendilatasi pupil pada iridosiklitis, dapat mencetuskan glaukoma akut pada pasien-pasien tertentu dengan sudutbilik
mata depan yang sempit. Setelahpe-makaian jangka panian& keduanya
juga
dapatmenim-bulkan konjungtivitis dan eksim alergik pada palpebra. Bahan pengawet dalam tetes mata sering menjadi penye-bab reaksi alergik dan, pada pemakaian jangka panjang, dapat menyebabkan konjungtivitis sikatrikans yang
me-nyerupai pemfigoid sikatrikal (lihat Bab 5). Anestetik to-pikal tidak pernah boleh diresepkan atau disediakan untuk
pemakaian jangka panjang karena dapat menimbulkan ulserasi kornea dan pembentukan jaringan parut.
Kortikosteroid yang
digunakan secaralokal
dalam bentuk tetes atau salep dapat menekan mekanisme perta-hanan lokal dan mencetuskan in{eksi kornea. Obat ini jugadapat memperburuk keratitis herpetik dan pada
pema-kaian
jangka-panjangdapat
menyebabkan glaukomasudut
terbuka serta katarak
subkapsularis posterior. Banyak keparahan yang terjadi pada infeksi kornea olehvirus
herpes simpleksdan
varicella-zoster disebabkanoleh pemakaian kortikostcroid
topikal
yangtidak
bijak-sana. Pada keadaan ini, perbaikan jangka-pendek ditukardengan kerusakan jangka-panjang.
Banyak
obat yang
digunakan secarasistemik
me-nimbulkan
efek samping matayang
serius, mis.,kera-topati,
neuritis retrobulbar, retinopati,
dan
sindrom405
I
BAB21Stevens-]ohnson (eritema multiforme). Oleh karena itu,
sebagai bagian dari pemeriksaan awal, dokter mata harus
melakukan anamnesis yang cermat mengenai obat-obat yang dipakai oleh pasien.
DAFTAR
PUSTAKA
Alfonso EC et at: Fungat keratitis associated with nontherapeu-tic soft contact lenses. Am J Ophthalmol 2006;142:154. IPMID: 1,681,5266)
Azat Ml et at: Possible consequence of shaking hands with your
patients with epidemic keratoconjunctivitis. Am J Ophthalmol
1996;12L:711. [PMID: 8644817]
Bhogal G et al: Penetrating ocular injuries in the home. J Public Health (OxO 2007;1 :72. IPMID: 17090631 1
Brophy M et al: Pediatric eye injury-related hospitalizations in the
United States. Pediatrics 2006;117 :e1263. [PMID: 1,67 40824] Chew EY; Screening options for diabetic retinopathy. Curt Opin
Ophthalmol2006;17 :519. [PMID: 17065919]
Constable
I
et al: Emerging biological therapies for age-relatedmacuiar degenerated macular degeneration. Expert Opin Biol
Ther 2005;5:1373. [PMID: 1,6197342]
DaPozzo S et al: Ocular injuries by elastic cords in children. Pe-diatrics 2000;106:E65. [PMID: 11061802]
Foulks GN: Prolonging contact lens wear and making contact lens
wear safer. Am j Ophthalmol2006;L41":369. [PMID: 16458698] Gordon-Bennett P et al: A survey of measurqs used for the
preven-tion of postoperative endophthalmitis after cataract surgery in
the United Kingdom. Eye 2006; Dec 15 [Epub ahead of prini].
[PMID:17173008]
Greven CM et at: Circumstance and outcome of ocular paintball injuries. Am J Ophthalmol 2006;1.41.:393. [PMID: 16458707]
Hidaka H et al: Evaluation of a new care system provided to
dia-betic patients in the outpatient clinic. Intem Med 2000;39:783.
[PMID:11030200]
Holmes
jM
et al:
Amblyopia. Lancet 2006;367:1343. IPMID:166319131
Ikeda N et al: Alkali burns of the eye: Effect of immediate copious
irrigation with tap water on their severity. Ophthalmologica
200 6 ;220 :225. IPMID : 1 67 857 521
Kersey JP et at: Corticosteroid-induced glaucoma: A review of the
literature. Ey e 2006;20:407. [PMID: 15877093]
Morgan PB et a1: Risk factors for the development of comeal infil-kative events associated with contact lens wear. Invest Oph-thalmol Vis Sci 2005;46:3136. [PMID: 16123412)
Nootheti S et aI: Risk of cataracts and glaucoma with inhaled
ste-roid use in children. Compr Ophthalmol Update 2006;7:31. [PMID: I6630414]
Quigley HA: New paradigms in the mechanisms and management of glaucoma. Ey e 2005;1.9:1241. [PMID: 155431791
Robinson JL et at: Prevention of congenital rubella syndrome:
\Vhat makes sense in 2006? Epidemiol Rev 2006;28:81. [PMID:
1.67750381
Rosenfeld PJ: Intravitreal avastin: The low cost alternative to lucen-tis? Am J Ophthalmol 2006;L42:L41.. [PMID: 16815262]
Saaddine JB et al: Vision loss: A pubiic health problem?
Ophthal-mology 2003;110:253. IPMID : 1257 87 64]
Sacu S et al: Ocularfireworkinjuries at New Year'seve.2002;216:55.
'[PMID: 11901290]
Santaella RM et aI: Ocular adverse effects associated with systemic medications: Recognition and management . Drugs 2007;57:75.
IPMLD:172096651
Snellen EL et at: Neovascular age-related macular degeneration
and its relationship to antioxidant intake. Acta Ophthalmol ft and 2002;80:368. [PMID: 12190777)
Srinivasan M et al: Corneal ulceration in South East Asia III:
Pre-vention of fungal keratitis at the village leve1 in South India
using topical antibiotics. Br J Ophthalmol 2006;90:1472. IPMID:
169't6874l
Stone EM:
A
very effective treatment for neovascular maculardegeneration. N Engl ] Med 2006;355:1493. [PMID: 17021326]
Upadhyay MP et al: The Bhaktapur eye study: Ocular trauma and antibiotic prophylaxis {or the prevention of corneal ulcers in Nepal. Br J Ophthalmol 2001;85:388. IPMID:112641241
Vistamehr S et al: Glaucoma screening in a high-risk population. J Claucoma 2006;L5:534. [PMII) : 17106368]
\Atritcher jP et al: Corneal blindness:
A
global prospective. Bull World Health Organ 2001;79:2L4. [PMID: 11285665]Whitcher JP et aI: Cornea..l ulceration in the developing world: A
silent epidemic. Br J Ophthalmoll997;81.:622. [PMID: 9349145] Yip TP et al: hrcidence of neonatal chlamydial conjunctivitis and its
association with nasopharyngeal colonisation in a Hong Kong hospital, assessed by polymerase chain reaction. Hong Kong MedJ 2007;13:22. [PMID: 172773881