• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chita Referat Demensia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Chita Referat Demensia"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

1 REFERAT MANDIRI

Demensia

Disusun Oleh:

Chita Clearity Christianty Bahtiar 11.2012.093

Pembimbing :

dr. Hexanto Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA RUMAH SAKIT PANTIWILASA DR. CIPTO SEMARANG

(2)

2 KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini, dengan judul “Demensia”

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan petunjuk demi terwujudnya penyusunan referat ini khususnya kepada dr. Hexanto Sp. S.

Penulis menyadari bahwa referat ini belumlah sempurna, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca demi perbaikan penulisan refrat ini sehingga dapat memberi manfaat yang maksimal.

Akhir kata, semoga segala apa yang diberikan dapat membawa berkat dari Tuhan Yang Maha Esa dan makalah ini berguna bagi semua pihak.

Semarang, 10 Juni 2013

(3)

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. i DAFTAR ISI ……… ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ….……….. 1 B. Tujuan ... 1 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi ………... 2 B. Pembagian demensia ……..……… 2 C. Epidemiologi ……..……...………... 3 D. Demensia Alzaimer ………. 4 E. Demensia vascular ………. 14 F. Diagnosis banding ………... 18 G. Farmakoterapi demensia ……….. 23

BAB III PENUTUP Kesimpulan ………... 24

(4)

4 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.

Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia.

Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.

B. Tujuan

Mengetahui informasi tentang demensia sesuai dengan kompetensi dokter umum pada kepaniteraan klinik SMF Ilmu penyakit saraf di RS Pantiwilasa Dr. Cipto Semarang.

(5)

5 BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

1. Definisi demensia

Demensia ialah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan daya kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara mendadak atau sedikit demi sedikit pada

tiap orang dari semua golongan usia.1

2. Definisi demensia menurut WHO

Demensia adalah sindrom neurodegenerative yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol

emosi, perilaku, dan motivasi.2

B. Pembagian demensia

Demensia dapat dibagi dalam demensia yang reversible dan yang tak reversible. Pada demensia yang reversible, daya kognitif global dan fungsi luhur lainnya terganggu oleh karena metabolisme neuron-neuron kedua belah hemisferium tertekan atau dilumpuhkan oleh berbagai sebab. Apabila sebab ini dapat dihilangkan, maka metabolisme kortikal akan berjalan sempurna kembali. Dengan demikian fungsi luhur dalam keseluruhannya akan pulih kembali. Apabila sebab ini sudah menimbulkan kerusakan infrastruktur neuron-neuron

kortikal, tentu fungsi kortikal tidak akan pulih kembali dan demensia menetap.1

Kerusakan yang merata pada neuron-neuron kortikal kedua belah hemisferum, yang mencakup daerah persepsi primer, korteks motorik, dan semua daerah asosiatif menimbulkan demensia. Sebab-sebab yang disebut di atas sebagai penyebab “subacute amnestic-confusional syndrome” merupakan penyebab juga bagi demensia reversible dan tak reversible. Karena daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal ikut terlibat terlibat secara difus, maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia juga dapat melengkapkan sindrom

(6)

6

demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks piramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organik masih dapat ditimbulkan. Pada umumnya tanda-tanda tersebut mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal. Tanda tersebut diungkapkan dengan jalan membangkitkan refleks yang merupakan petanda keadaan regresi (

kemunduran kualitas fungsi ).1

Dementia reversible (dapat dirawat) 3

 Demensia akibat penyalahgunaan bahan kimia (marijuana/methamphetamines,cocain

heroin/alcohol).

 Tumor yang dapat dioperasi

 Subdural hematoma

 Normal-pressure hydrocephalus

 Kelainan metabolic, seperti kekurangan vitamin B12

 Hypothyroidisn

 Hypoglycemia

Dementia irreversible 3

 Alzheimer’s disease

 Multi-infark dementia (stroke)

 Dementia akibat penyakit Parkinson

 AIDS dementia complex

 Creutzfeldt-jakob disease

C. Epidemiologi

Demensia dianggap penyakit yang timbul pada akhir hidup karena cenderung berkembang terutama pada orang tua. Sekitar 5% sampai 8% dari semua orang di atas usia 65 tahun memiliki beberapa bentuk demensia, dan jumlah ini meningkat dua kali lipat setiap lima tahun di atas usia itu. Diperkirakan bahwa sebanyak setengah daripada orang berusia 80-an

(7)

7 D. Demensia Alzheimer

Saat ini, penyakit Alzheimer merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada populasi lansia dan menduduki peringkat ke 4 sebagai penyebab kamatian. Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi

dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya. Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori,

kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.2

1. Etiologi

Faktor-faktor risiko penyakit Alzheimer antara lain :2

a. Usia : Kebanyakan penderita berusia 65 tahun ke atas.

b. Faktor genetic : Mutasi gen protein precursor amiloid, gen presenilin 1 dan 2, serta apolipoprotein E ε4.

c. Faktor lingkungan seperti riwayat cedera kepala berat

d. Penyakit metabolic : obesitas, hiperlipedemi, dan diabetes mellitus.

2. Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis penyakit Alzheimer terdiri atas manifestasi gangguan kognitif dan gangguan psikiatrik serta perilaku. Gangguan kognitif awal yang terjadi adalah gangguan memori jangka pendek. Gangguan ini akan diikuti dengan kesulitan berbahasa, disorientasi visuospasial dan waktu, serta inatensi. Penderita mengalami ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-harinya seiring perjalanan penyakit, akan muncul gangguan psikiatrik dan perilaku seperti depresi, kecemasan, halusinasi, waham, dan perilaku agitasi.2

Gambaran klinis Alzheimer berdasarkan stadiumnya :

a. Stadium I

Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami.

(8)

8 b. Stadium II

Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebut stadium demensia. Gejalanya :

 Disorientasi

 Gangguan bahasa (afasia)

 Penderita mudah bingung

Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20 %.”

c. Stadium III

Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun. Gejala klinisnya antara lain :

 Penderita menjadi vegetative

 Tidak bergerak dan membisu

 Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya

sendiri

 Tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil

 Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain

 Kematian terjadi akibat infeksi atau trauma

3. Proses yang mempengaruhi otak

Alzheimer mempengaruhi otak dalam banyak cara, tetapi dapat dibagi menjadi perubahan struktural dan perubahan kimia. Kedua proses ini mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berfungsi seperti dulu.5

Secara struktural, otak memiliki banyak komponen:

 Lobus frontal, parietal, temporal, dan oksipital

 sistem limbik

(9)

9

Komponen ini adalah apa yang kita sebut sebagai daerah-daerah yang terbagi di dalam otak, karena tanggung jawab yang unik masing-masing daerah untuk berbagai tugas sehari-hari, penting untuk berfungsi normal.

Selain itu, sisi kanan otak dan sisi kiri otak mengontrol berbagai fungsi, termasuk bahasa dan gerakan. Dalam daerah otak yang berbeda, fungsi otak berlangsung pada tingkat cellular.

Secara kimiawi, charges listrik kecil atau "sinyal," bergerak melalui sel-sel individual dan bagian dari otak, menyalurankan pikiran dan memori. Seseorang dengan penyakit Alzheimer mengalami gangguan dalam proses ini, yang kemudian

menyebabkan gangguan dalam aktivitas.5

a. Perubahan Struktural Bagian otak yang mengecil

Ketika seseorang memiliki demensia, bagian dari otak mereka mengalami kerusakan dari waktu ke waktu. Sebagai akibat dari penyakit Alzheimer, sel-sel yang berada di otak mati, dan jaringan otak hilang. Hal ini mengakibatkan pengurangan dalam

ukuran otak secara keseluruhan.5

Otak terdiri dari tiga bagian: Cerebrum, cerebellum, dan brain stem (batang otak), yang menerima oksigen dan darah melalui jaringan pembuluh darah. Korteks

adalah bagian dari lapisan luar cerebellum yang terlibat dengan memori, interpretasi penglihatan dan suara, dan persepsi. Sebagai proses normal dari

perkembangan Alzheimer, terjadi penyusutan korteks, yang mengganggu kegiatan korteks. Hippocampus yang bertanggung jawab untuk penerimaan memori baru

sering mengalami kerusakan yang paling parah.Pada tingkat yang lebih lanjut, korteks mengalami kerusak yang lebih parah sehingga tidak dapat mengenali orang

yang dia sayang dan mengalami kesukaran berkomunikasi.5

Plaques dan tangles

Protein cluster, yang dikenal sebagai "plaques," mengumpul diantara sel-sel saraf. Strand protein yang terpelintir, yang dikenal sebagai "tangles," berkumpul di antara sel-sel saraf mati (Alzheimer Association 2011). Plaques dan tangles mulai terbentuk

(10)

10

di bagian otak dimana memori, proses belajar, dan proses berpikir terjadi, dan terus mempengaruhi bagian lain dari otak, merusak sel-sel otak dan saraf (Alzheimer

Society 2008). 5 Pada tingkat yang ringan dan sedang. Plaques dan Tangles menyebar

ke daerah otak yang bertanggung jawab untuk komunikasi (bicara), dan persepsi spasial. Pada waktu ini, masalah yang berkaitan dengan proses memori dan berpikir biasanya akan menjadi jelas. Setelah perubahan ini, kepribadian dan perilaku juga

dapat menjadi terpengaruh (Alzheimer Association 2011). 5

Inflammation

Peradangan adalah respon normal terhadap trauma, namun tingkat peradangan di otak akibat Alzheimer adalah excessive dan kontra-produktif, menyebabkan lebih banyak

kematian sel. Peradangan tersebut menyebabkan kematian sel-sel saraf, dan juga

dapat meningkatkan tangles. (Alzheimer Society 2008). 5

Nerve cells shrink

Sel saraf mulai menyusut di bagian otak yang bertanggung jawab untuk memori dan

proses berpikir, dan terus menyusut di daerah sisa otak (Alzheimer Society 2008).5

b. Perubahan Kimia

Perubahan kimia meliputi :

 Kerusakan neuron yang membawa sinyal ke otak.

 Sinyal yang dihantar diantara sinaps oleh neurotransmitter terganggu.

 Hubungan antara sel-sel saraf otak menjadi terganggu.

Perubahan kimia mempengaruhi otak dalam banyak cara. Miliaran sel saraf membawa sinyal pada triliunan titik di seluruh otak, ketika proses ini terganggu, demikian juga tugas-tugas dasar otak, seperti berpikir, merasa, dan membentuk dan

mengingat kenangan.5

Perubahan kimia dan struktural berdampak diantara satu sama lain untuk memperkuat kerusakan otak. Sebagian besar perubahan di otak bukan hasil dari satu

(11)

11 Keadaan neurotransmitter di Alzheimer’s disease

Keadaan otak pada penyakit Alzheimer menunjukkan hilangnya neuron kolinergik di basal otak depan, penurunan tingkat asetilkolin (Ach), dan penurunan asetilkolin sintesis enzim choline acetyltransferase (CHAT) di korteks serebral. Model hewan menunjukkan bahwa Ach memainkan peran penting dalam pemroses informasi dan memori. Meskipun sistem neurotransmitter lainnya (noradrenalin, serotonin, somatostatin dan peptida lainnya) juga kekurangan, penurunan kognitif berkorelasi terbaik dengan hilangnya masukan kolinergik. Acetylcholinesterase inhibitor (tacrine) dan agonis reseptor Ach, termasuk nikotin, telah digunakan untuk mengobati Alzheimer. Keberhasilan dari pendekatan ini menunjukkan bahwa, selain kekurangan Ach, ada perubahan mendasar lainnya yang berkontribusi terhadap disfungsi kognitif.6

4. Diagnosis

Kriteria diagnostik penyakit Alzheimer menurut DSM-IV( Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorders, Fourth revision.2

A. Perkembangan difisit kognitif multiple terdiri dari

1. Gangguan memori (gangguan kemampuan dalam mempelajari informasi baru

atau mengingat informasi yang sudah dipelajari)

2. Salah satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut ini :

 Afasia (gangguan berbahasa).

 Apraksia (Gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik dalam

keadaan fungsi otot yang normal).

 Agnosia (kegagalan untuk mengenal atau menamai objek).

 Gangguan fungsi berpikir abstrak (misalnya merencanakan, berorganisasi).

B. Gangguan kognitif Pada Kriteria A1 dan A2 menyebabkan gangguan yang berat pada fungsi sosial dan pekerjaan pederita.

C. Kelainan ini ditandai dengan proses yang bertahap dan penurunan fungsi kognitif

(12)

12 D. Gangguan kognitif kriteria A1 dan A2 tidak disebabkan hal-hal berikut :

1. Kelainan SSP lain yang menyebabkan gangguan memori yang progresif

(Misalnya gangguan peredaran darah otak, Parkinson, dan tumor otak).

2. Kelainan sistemik yang dapat menyebabkan demensia (misalnya hipotiroidisme,

defisiensi vitamin B12 dan asam folat, defisiensi niasin, hiperkalemi, neurosifilis dan infeksi HIV).

E. Kelainan pasien tidak disebabkan oleh delirium.

F. Kelainan tidak disebabkan oleh kelainan aksis 1 misalnya gangguan depresi dan

skizofrenia).

5. Pemeriksaan fisik

Kriteria Diagnostik DSM-IV perlu ditunjang dengan pemeriksaan fisik (pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis). Pemeriksaan fisik umum berguna untuk

mendeteksi kelainan-kelainan metabolit yang mungkin timbul pada penderita tersebut.2

Tanda-tanda regresi sel-sel saraf otak yang ditunjukkan dengan refleks-refleks berikut : 1

a. Refleks memegang (“grasp refleks”)

Jari telunjuk dan tengah si pemeriksa diletakkan pada telapak tangan si penderita. Refleks memegang adalah positif, apabila jari si pemeriksa dipegang oleh tangan penderita.

(13)

13 b. Refleks mencucur (“suck refleks”)

Refleks menetek adalah positif, apabila bibir penderita dicucur secara reflektorik seolah-olah mau menetek, jika bibirnya tersentuh oleh sesuatu, misalnya sebatang pensil.

c. “Snout reflex”

Pada penderita dengan demensia tiap kali bibir atas atau bawah diketuk m.orbikularis oris berkontraksi.

(14)

14 d. Refleks glabela

Orang dengan demensia akan memejamkan matanya setiap kali glabelanya diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-kali pada glabela timbul dua tiga kali saja, dan selanjutnya mata tidak akan memejam lagi.

e. Refleks palmomental

Pada penderita dengan demensia, goresan pada kulit tenar membangkitkan kontraksi otot mentalis ipsilateral.

6. Pemeriksaa MMSE (Mini Mental State Examination)

Pemeriksaan fisik ditunjang dengan pemeriksaan MMSE yang berguna untuk mengetahui kemampuan orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat, kemampuan bahasa, dan berhintung.2

(15)

15 Tabel. Pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE)

NO TES NILAI

MAKSIMAL ORIENTASI

1 Sekarang (tahun), (musim), (Bulan), (tanggal), Hari apa ? 5

2 Kita berada dimana? (Negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit),

(lantai/kamar)

5

REGISTRASI

3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, atau koin), setiap benda 1 detik,

pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk setiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebut dengan benar dan catat jumlah pengulangan.

3

ATENSI DAN KALKULUS

4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan

setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “WAHYU” (Nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan ; misalnya uyahw = 2 nilai.

5

MENGINGAT KEMBALI (RECALL)

5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3

BAHASA

6 Pasien disuruh menyebut nama benda yang ditunjukkan (pensil, buku) 2

7 Pasien disuruh mengulangi kata-kata: “namun”, “tanpa”, “bila”. 1

8 Pasien disuruh melakukan perintah : “Ambil kertas ini dengan tangan

anda!, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai!”.

3

9 Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah “Pejamkanlah mata

anda”

1

(16)

16

11 Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini 1

Total 30

Skor

 Nilai 24-30 : Normal

 Niali 17-23 : Gangguan kognitif Probable

 Nilai 0-16 : Gangguan kognitif definit

7. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang lain yang berguna untuk membantu diagnosis Penyakit Alzheimer antara lain :

a. Pemeriksaan laboratorium2

 Pemeriksaan darah lengkap

 Pemeriksaan kadar vitamin B12 dan asam folat.

 Pemeriksaan elektrolit

 Pemeriksaan glukosa

 Pemeriksaan fungsi ginjal ( ureum dan kretinin)

 Pemeriksaan enzim hati

 Pemeriksaan fungsi tiroid (TSH)

 Pemeriksaan serologis HIV dan sifilis.

 Pemeriksaan analisis gas darah.

b. Pemeriksaan radiologi2

 MRI atau Ct-Scan otak alah pemeriksaan radiologi yang utama. Pada penderita

Alzheimer, MRI atau CT-scan akan menunjukkan atrofi serebral atau kortikal yang difus.

(17)

17

 SPECT scan. Pemeriksaan ini akan menunjukkan penurunan perfusi jaringan di

daerah Temporoparietalis bilateral yang biasanya terjadi pada penderita Alzheimer.

 PET Scan .Pemeriksaan ini menunjukkan penurunan aktivitas metabolic di daerah

temporoparietalis bilateral.

 Indikasi MRI/CT Scan pada penderita demensia

 Awitan terjadi pada usia < 65 tahun.  Manifestasi Klinis timbul < 2 tahun  Tanda atau gejala neurologi asimetris.

 Gambaran klinis Hidrosefalus tekanan normal {NPH (Normal pressure

hydrocephalus)}2

c. EEG

Pemeriksaan ini menunjukkan penurunan aktivitas alfa dan peningkatan aktivitas teta

yang menyeluruh.2

d. Pungsi lumbal

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kelainan cairan cerebrospinal,

seperti meningitis kronis, meningoensefalitis, atau vaskulitis serebral.2

8. Prognosis

Pasien dengan penyakit Alzheimer mempunyai survival rate 5-10 tahun setelah diagnosis ditegakkan dan seringkali meninggal karena infeksi. Penurunan kognitif serta sifat ketergantungan yang dialami pasien Alzheimer memberikan beban mental, fisik, dan

ekonomi yang berat terutama kepada keluarga dan kerabat dekat yang mengurus pasien.2

E. Demensia Vaskular

Demensia vascular ialah sindrom demensia yang disebabkan disfungsi otak akibat penyakit serebrovaskular atau stroke. Demensia vascular merupakan penyebab demensia kedua

(18)

18 1. Epidemiologi

Sepertiga penderita pascastroke yang masih hidup didiagnosis demensia vascular.2

2. Etiologi

Stroke, penyakit infeksi SSP kronis (meningitis, sifilis, dan HIV), penggunaan alcohol kronis, pajanan kronis terhadap logam (keracunan merkuri, arsenic, dan aluminium), trauma kepala berulang pada petinju professional, penggunaan obat-obatan jangka

panjang, obat-obatan sedative, dan analgetik.2

3. Patofisiologi

Mekanisme demensia vaskular :

a. Degenerasi yang disebabkan faktor genetic, peradangan, atau perubahan biokimia. b. Aterosklerosis, infark thalamus, ganglia basalis, jaras serebral, dan area di sekitarnya. c. Trauma, lesi di serebral terutama di lobus frontalis dan temporalis, korpus kalosum,

dan mesensefalon.

d. Kompresi, TIK meningkat, dan hidrosefalus kronis (NPH

Sebagai fungsi diensefalon dan lobus temporalis lebih dominan untuk memori jangka panjang dibandingkan dengan korteks lainnya. Kegagalan dalam tes fungsi verbal (afasia) berhubungan dengan gangguan di hemisfer serebral dominan, khususnya di bagian perisilvian dari lobus frontalis, temporalis, dan parientalis. Kehilangan kemampuan membaca dan berhintung berhubungan dengan lesi di hemisfer serebri dominan bagian posterior. Gangguan menggambar dan membangun bentuk sederhana dan kompleks dengan balok, tongkat, serta mengatur gambar, biasanya terjadi bila terdapat lesi di lobus

parientalis hemisfer serebri nondominan.2

4. Fisiologi Demensia vaskuler

a. Lokasi Infark. Infark di lobus temporalis menyebabkan gangguan memori, lesi di lobus parientalis dapat mengakibatkan gangguan orientasi spasial, apraksi, agnosia serta gangguan fungsi luhur lain. Depresi lebih sering terjadi pada lesi di hemisfer kiri

(19)

19

b. Jumlah lesi. Bila seseorang telah mempunyai lesi di otak dan kemudian lesinya bertambah karena ia mengalami stroke berulang, maka deficit yang timbul bukan

aditif melainkan berlipat ganda.2

c. Ukuran lesi. Gangguan mental cenderung terjadi bila volume infark melebihi 50ml. Pada demensia dengan infark yang letaknya strategis, lesi kecil dapat mengakibatkan

gangguan kognitif yang berat.2

5. Manifestasi Klinis

Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang mengganggu kegiatan harian seseorang seperti: mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar, dan

kecil.2 Pada demensia jenis ini tidak didapatkan gangguan kesadaran. Gejala dan

disabilitas telah timbul paling sedikit 6 bulan pasca stroke.2

6. Diagnosis

Untuk menentukan demensia diperlukan kriteria yang mencakup :

a. Kemampuan intelektual menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan

dan lingkungan.2

b. Defisit kognitif selalu melibatkan memori, biasanya didapatkan gangguan berpikir abstrak, menganalisis masalah, gangguan pertimbangan, afasia, apraksia, kesulitan konstruksional, dan perubahan kepribadian.

c. Kesadaran masih baik.2

Pedoman diagnostik untuk menentukan demensia vaskular antara lain : a. Terdapat gejala demensia seperti di atas.

b. Hendaklah fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya ingat, gangguan daya berpikir, gejala neurologis daya ingat, gangguan daya berpikir, gejala neurologis fokal). Titik (insight) dan daya nilai (judgment) secara relative tetap baik.

c. Awitan yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskule.

(20)

20

d. Pedoman diagnostic untuk demensia vaskuler awitan akut : Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat thrombosis serebrovaskuler, embolisme, atau perdarahan. Pada kasus yang jarang, satu infark yang besar dapat menjadi penyebab.

Tabel : Skor Iskemik Hachinski2

Riwayat dan Gejala Skor

Awitan mendadak 2

Deteriorasi bertahap 1

Perjalanan Klinis fluktuatif 2

Kebingungan malam hari 1

Kepribadian relative tidak terganggu 1

Depresi 1

Keluhan somatic 1

Emosi labil 1

Riwayat hipertensi 1

Riwayat penyakit serebrovaskuler 2

Arteriosklerosis penyerta 1

Keluhan neurologi fokal 2

Gejala neurologi fokal 2

Skor iskemik Hachinski berguna untuk membedakan demensia Alzheimer dengan demensia vaskuler

 Bila skor ≤ 4 : demensia Alzheimer

(21)

21 G. Diagnosis banding7

Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:

1. Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia vaskuler

Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer dengan adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit serebrovaskuler seiring berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas, kemerosotan yang bertahap tersebut tidak secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala neurologis fokal lebih sering ditemui pada demensia vaskuler daripada demensia tipe Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan patokan adanya faktor risiko penyakit serebrovaskuler.

2. Demensia Vaskuler lawan Transient Ishemic Attacks

Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode singkat dari disfungsi neurologis

fokal yang terjadi selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15 menit). Meskipun berbagai mekanisme dapat mungkin terjadi, episode TIA biasanya disebabkan oleh mikroemboli dari lesi arteri intrakranial yang mengakibatkan terjadinya iskemia otak sementara, dan gejala tersebut biasanya menghilang tanpa perubahan patologis jaringan parenkim. Sekitar sepertiga pasien dengan TIA yang tidak mendapatkan terapi mengalami infark serebri di kemudian hari, dengan demikian pengenalan adanya TIA merupakan strategi klinis penting untuk mencegah infark serebri. Dokter harus membedakan antara episode TIA yang mengenai sistem vertebrobasiler dan sistem karotis. Secara umum, gejala penyakit sistem vertebrobasiler mencerminkan adanya gangguan fungsional baik pada batang otak maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi sistem karotis mencerminkan gejala-gejala gangguan penglihatan unilateral atau kelainan hemisferik. Terapi antikoagulan, dengan obat-obat antipletelet agregasi seperti aspirin dan bedah reksonstruksi vaskuler ekstra dan intrakranial efektif untuk menurunkan risiko infark serebri pada pasien dengan TIA.

(22)

22 3. Delirium

Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang ditunjukkan oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan dengan demensia oleh awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya, eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang bermakna, dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol.

Tabel . Perbedaan Klinis Delirium dan Demensia.

Gambaran Delirium Demensia

Riwayat Penyakit akut Penyakit Kronik

Awal Cepat Lambat laun

Sebab Terdapat penyakit lain (infeksi,

dehidrasi, guna/putus obat)

Biasanya penyakit otak kronik

(sptAlzheimer, demensia

vaskular)

Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun

Perjalanan sakit Naik turun Kronik Progresif

Taraf Kesadaran Orientasi Naik turun, terganggu periodik Normal intak pada awalnya

Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas

Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya

Bahasa daya ingat Lamban. Inkoheren,

inadekuat, angka pendek terganggu nyata

Sulit menemukan istilah tepat Jangka pendek dan panjang terganggu

Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang terjadi

kecuali sundowning Psikomotor

Tidur

Retardasi, agitasi, campuran

Terganggu siklus tidurnya

Normal

Sedikit terganggu siklus

tidurnya

Atensi dan kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu

Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel

(23)

23 4. Depresi

Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang sukar dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang menyerupai psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi (depression-related

cognitive dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien

dengan disfungsi kognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala depresi yang menyolok, lebih menyadari akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien dengan demensia serta sering memiliki riwayat episode depresi.

5. Skizofrenia

Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual yang didapat (acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan gejala-gejala psikosis dan gangguan pikiran seperti yang terdapat pada demensia.

6. Proses penuaan yang normal

Proses penuaan yang normal dikaitkan dengan penurunan berbagai fungsi kognitif yang signifikan, akan tetapi masalah-masalah memori atau daya ingat yang ringan dapat terjadi sebagai bagian yang normal dari proses penuaan. Gejala yang normal ini terkadang dikaitkan dengan gangguan memori terkait usia, yang dibedakan dengan demensia oleh ringannya derajat gangguan memori dan karena pada proses penuaan gangguan memori tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi perilaku sosial dan okupasional pasien.

H. Farmakoterapi demensia

Penatalaksanaan untuk penderita Alzheimer mencakup terapi simtomatik dan rehabilitatif. Sasaran terapi simtomatik adalah mengurangi gejala kognitif, perilaku dan psikiatrik.

(24)

24 Tabel : Jenis, dosis, dan efek samping obat-obat demensia.2

Nama Obat Golongan Indikasi Dosis Efek Samping

Donepezil Penghambat

Kolinesterase

DA ringan sedang

Dosis awal 5 mg/hr bila perlu, setelah 4-6 minggu menjadi 10mg/hr. Mual, muntah, diare, insomnia Galantamine Penghambat kolinesterase DA ringan sedang

Dosis awal 8 mg/hr; setiap bulan dosis dinaikkan 8 mg/hr hingga dosis maksimal 24 mg/hr. Mual, muntah, diare, anoreksia Rivastigmine Penghambat kolinesterase DA ringan sedang

Dosis awal 2x1,5mg/hr; setiap bulan dinaikkan 2x1,5mg/hr hingga dosis maksimal 2x6 mg/hr. Mual, muntah, pusing, diare, anoreksia Memantine Penghambat reseptor NMDA DA sedang berat

Dosis awal 5mg/hr; setelah 1

minggu , dosis dinaikkan

menjadi 2x5 mg/hr dan

seterusnya hingga dosis

maksimal 2x10 mg/hr

Pusing, nyeri

kepala, konstipasi

Tabel : Jenis, dosis dan efek samping pengobatan untuk gangguan Psikiatrik dan perilaku pada demensia.2

Depresi

Nama Obat Dosis Efek Samping

Sitalopram 10-40mg/hr Mual, mengatuk, nyeri kepala, tremor, dan disfungsi seksual

Esitalopram 5-20 mg/hr Insomnia, diare, mual, mulut kering, dan mengantuk

Sertralin 25-100mg/hr Mual, diare, mengantuk, mulut kering, dan disfungsi seksual

Fluoksetin 10-40mg/hr Mual, diare, mengantuk, insomnia, tremor, dan ansietas

Venlaflaksin 37,5-225mg/hr Nyeri kepala, mual, anoreksia, insomnia, dan mulut kering

(25)

25 Agitasi, ansietas dan perilaku obsesif

Quetiapin 25-300mg/hr Mengantuk, pusing, mulut kering, konstipasi, dyspepsia, dan

peningkatan berat badan.

Olanzapin 2,5-10mg/hr Peningkatan berat badan, mulut kering, peningkatan nafsu

makan, pusing, mengantuk, dan tremor

Risperidon 0,5-1mg 3x/hr Mengantuk, tremor, insomnia, pandangan kabur, pusing,

nyeri kepala, mual, dan peningkatan berat badan.

Ziprasidon 20-80 mg/hr Kelelahan, mual, interval QT memanjang, pusing, diare, dan

gejala ekstrapiramidal.

Divalproex 125-500 mg

2x/hr

Mengantuk, kelemahan, diare, konstipasi, dyspepsia, depresi, ansietas, dan tremor.

Gabapentin 100-300 mg

3x/hr

Konstipasi,dyspepsia, kelemahan, hipertensi, anoreksia, vertigo, pneumonia, peningkatan kadar kretinin

Alprazolam 0,25-1mg

3x/hr

Sedasi, disartria, inkoordinasi, gangguan ingatan

Lorazepam 0,5-2mg 3x/hr Kelelahan, mual, inkoordinasi, konstipasi, muntah, disfungsi

seksual Insomnia Zolpidem 5-10mg malam hari Diare, mengantuk Trezodon 25-100 mg malam hari

Pusing, nyeri kepala, mulut kering, konstipasi.

Terapi dengan menggunakan pendekatan lain

Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif termasuk

penguat metabolisme serebral umum, penghambat kanal kalsium, dan agen serotonergik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu penghambat monoamine oksidase tipe B), dapat memperlambat perkembangan penyakit ini.

Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko penurunan fungsi kognitif pada wanita pasca menopause, walau demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut

(26)

26

mengenai hal tersebut. Terapi komplemen dan alternatif menggunakan ginkgo biloba dan fitoterapi lainnya bertujuan untuk melihat efek positif terhadap fungsi kognisi. Laporan mengenai penggunaan obatantiinflamasi nonsteroid (OAINS) memiliki efek lebih rendah terhadap perkembangan penyakit Alzheimer. Vitamin E tidak menunjukkan manfaat dalam

pencegahan penyakit.7

I. Terapi psikososial

Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.

Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara “berdamai” dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya ingat.

Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan,

(27)

27 BAB III

KESIMPULAN

Demensia adalah sindrom neurodegenerative yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi.

Demensia Alzheimer merupakan demensia yang paling sering terjadi dan belum ada penyembuhannya. Demensia vascular merupakan merupakan penyakit kedua setelah demensia Alzaimer yang dapat menyebabkan demensia. Sebagai dokter kita perlu memberikan edukasi terhadap pasien dan keluarga pasien. Menasihati keluarga pasien supaya sentiasa mendukung dan bersabar.

(28)

28 Daftar Pustaka

1. Prof. DR, Mahar Mardjono; Prof.DR, Priguna Sidharta; Dementia; neurolgi klinis dasar; Dian rakyat; 2009 Bab VI halaman 211-213.

2. Dr George Dewanto,Sp.S; Dr wita J. Suwono, Sp.S; Dr Budi Riyanto, Sp.S; Dr Yuda Turana, Sp.S Demensia Alzheimer, demensia Vaskular, Farmako terapi demensia; Diagnosis & tatalaksana penyakit saraf; Departemen Ilmu penyakit saraf fakultas kedokteran UNIKA ATMAJAYA; penerbit buku kedokteran 2009 Bab 12 hal 174-183. 3. Dementia ; A.D.A.M Medical Encyclopedia.;Pub Med Health; Diunduh dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001748/ pada 5/6/2013.

4. Alzheimer’s Disease Health Center; Web MD; Diunduh dari

http://www.webmd.com/alzheimers/guide/alzheimers-dementia.page=2 Pada 20/11/2012

5. Processes which affect the brain; Dementia care center; Diunduh dari

http://www.dementiacarecentral.com/node/1458 pada 5/6/2013.

6. Alzheimer’S disease; neuropathology web; Diunduh dari http://neuropathology-web.org/chapter9/chapter9bAD.html pada 5/6/2013.

7. Demensia (penurunan daya ingat), diunduh dari www.

Gambar

Tabel  : Skor Iskemik Hachinski 2
Tabel . Perbedaan Klinis Delirium dan Demensia.
Tabel : Jenis, dosis dan efek samping pengobatan untuk gangguan Psikiatrik dan perilaku  pada demensia

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Risiko Jatuh Pada Lanjut Usia Di PSTW Unit Budhi Luhur Yogyakarta... Mild Cognitive Impairment (MCI): Transisi dari Penuaan Normal

tertarik mengankat masalah tentang terapi untuk mengatasi penurunan fungsi kognitif d engan judul “P engaruh Terapi Brain Gym Terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif

Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.. Komplikasi yang dapat terjadi pada

(8) Dari berbagai domain fungsi kognitif, didapatkan bahwa memori verbal (bagian yang paling sering diteliti), memori visuospatial, atensi dan kosentrasi, digit

Penurunan jumlah persentase responden dengan gangguan fungsi kognitif sedang dan peningkatan fungsi kognitif dalam batas tidak ada gangguan kognitif (normal)

Penurunan kadar neurotransmiter tersebut menyebabkan penurunan fungsi kognitif pada wanita post menopause, salah satunya mengalami kemunduran daya ingat (Morse dan Rice,

PERUMUSAN MASALAH Pada pasien skizofrenia fungsi kognitif mengalami penurunan Bebagai macam cara sudah digunakan untuk meningkatkan fungsi kognitif, salah satunya adalah terapi

Hasil terkait gangguan memori yang telah diberikan kepada lansia dengan terapi menggambar dan senam otak pada lansia dengan penurunan fungsi kognitif didapatkan bahwa lansia dapat