• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tes Manual Kulit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tes Manual Kulit"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TES MANUAL KULIT

Oleh : Fabyenne Vasilefa (71.2014.020)

1. TES DERMOGRAFISME

Menggores kulit dengan benda tumpul dilakukan guna menilai : dermographism, yaitu urtika atau wheal linear yang muncul akibat goresan

Dermographism pada pasien urtikaria 2. TES DERMOGRAFISME PUTIH

White dermographism, yaitu garis putih yang terjadi setelah goresan ( tidak mengikuti triple phenomena Lewis yang seharusnya ), hal tersebut dapat terlihat pada penderita dermatitis atopik. Dasar pemikiran adalah bahwa pada kulit normal bila digores dengan benda tajam maka ;

- Pertama : timbul garis putih yang kemudian berubah menjadi kemerahan - Kedua : timbul daerah kemerahan disekitar tempat goresan

- Ketiga : timbul edema setelah beberapa menit

Pada penderita dermatitis atopik, garis merah yang terjadi tidak segera disusul dengan daerah kemerahan tetapi malah disusul warna putih pucat selama 2-3 menit.

(2)

White dermographysm 3. Autzpitz Sign

Kaarsvlek phenomen (fenomena tetesan lilin) : dapat dibuktikan pada skuama berlapis, yaitu menggores skuama pada lesi dengan skapel/ pinggir kaca objek sehingga skuama akan berubah warnanya menjadi putih seperti lilin disebabkan oleh berubahnya indeks bias.

Autzpitz sign (tanda Auspitz) : bila penggoresan diteruskan akan tampak bintik-bintik perdarahan (pin point bleeding), yang disebabkan oleh disebabkan ’pemenggalan’ papila dermis dan pelebaran serta berkelok-keloknya pembuluh darah. Tanda Auspitz ini lebih mempunyai nilai diagnostik.Koebner phenomen (fenomena Koebner) : lesi yang sama seperti lesi sebelumnya dapat timbul pada tempat trauma se-perti garukan, lokasi sunburn atau pembedahan.

. A. Pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan tanda auspitz B. Fenomena Koebner

Auspitz’ Sign, atau Auspitz’ Symptom (dinamai dari Heinrich Auspitz, 1835-1886), merupakan perdarahan pin-point dan lambat yang terjadi setelah sisik psoriasis diangkat. Auspitz’ Sign terjadi karena dibawah lesi psoriasis, kapiler-kapiler di bawah epidermis adalah sangat banyak dan berlingkar-lingkar, dan berada sangat dekat dengan permukaan kulit, sehingga pengangkatan skuama tersebut pada dasarnya akan menarik bagian atas kapiler-kapiler tersebut, yang akhirnya menyebabkan perdarahan.11Auspitz sign juga dapat ditemukan

pada kelainan skuama yang lain seperti pada Darier's diseasedan keratosis aktinik.

Auspitz’ Sign bisa digunakan sebagai sarana diagnostik untuk psoriasis, dengan peringatan bahwa beberapa penyakit lain juga menghasilkan Auspitz’ Sign. Walaubagaimanapun, kombinasi dari kulit yang menebal, meradang, dengan skuama yang berwarna silver dan Auspitz’ Sign merupakan ciri unik dari psoriasis.12 Sebaliknya, sebuah

(3)

yang mempamerkan Auspitz’ Sign; yang memberi arti bahwa ia bukanlah tes yang baik walaupun disertai dengan simptom psoriasis yang lain.13Namun yang demikian, laporan ini

telah diabaikan.11

Cara untuk melakukan tes ini adalah dengan mengerok skuama dengan perlahan menggunakan object glass hingga skuama habis. Hasilnya positif apabila terdapat bintik-bintik perdarahan sebagai akibat dari papilomatosis.

4. TES DIASKOPI

Pemeriksaan secara diaskopi, yaitu cara memeriksa dengan menekan lesi kulit menggunakan benda transparan, misalnya kaca obyek atau spatel plastik, digunakan untuk membedakan antara eritema (akibat vasodilatasi) dengan purpura (akibat ekstravasasi eritrosit); juga warna apple jelly (kekuningan) dapat terlihat pada lupus vulgaris

Bila terdapat kemerahan lakukan tes diaskopi

 + (warna merah menghilang) = macula eritematous

 (warna merah tidak menghilang) = purpura atau telangiektasis

(4)

Purpura pada henoch shcoenlein purpura dapat ditentukan dengan tes diaskopi

5. NIKOLSKY SIGN

Tanda Nikolski positif disebabkan oleh adanya akantolisis. Cara mengetahui tanda tersebut ada dua :

1. Menekan dan menggeser kulit di antara dua bula dan kulit tersebut akan terkelupas, disebut dengan Nikolsky’s sign atau Nikolsky’s sign type 1

Nikolsky’s sign (Nikolsky’s sign type ) pada pemfigus vulgaris, steven johnson’s syndrome dan toxic epidermal necrolysis , staphylococcal scalded skin syndrome

2. Cara kedua dengan menekan bula maka bula akan meluas karena cairan di dalamnya mengalami tekanan disebut dengan Nikolsky’s sign type 2 / asboe hansen sign

(5)

. Nikolsky’s sign type 2 pada pemfigoid bulosa

Nikolsky sign dinamai dari dermatologis Russia Piotr Vasiliyevich Nikolskiy yang mendeskripsikannya pada tahun 1894.13Nikolskiy sign yang positif menunjukkan pembelahan intraepidermal dan membedakan lepuh intraepidermal dari lepuh subepidermal.13 Tanda ini

merupakan patognomonik dari pemfigus dan staphylococcal scalded skin

syndrome.13Nikolsky sign juga bisa dielisitasi pada ichthyosis bullosa of Siemens (yang jarang

terjadi), di mana ia dinamakan sebagai `mauserung phenomenon'.13

Tanda ini dielisitasi dengan memberikan tekanan lateral dengan menggunakan ibu jari atau fingerpad pada kulit pada tonjolan tulang (bony prominence). Hal ini akan menyebabkan tekanan penggeseran yang akan memisahkan lapisan atas epidermis dari lapisan bawah epidermis.13 Penghapus (rubber eraser) atau sebarang objek tumpul yang bisa mencengkeram

kulit dengan utuh juga bisa digunakan. Nikolsky sign juga bisa dielisitasi pada mukosa oral dengan menggunakan penghapus atau swab kapas.

Penyebab tersering:

 Kondisi autoimun (Pemphigus vulgaris)

 Infeksi bakteri ( Scalded skin syndrome)

Toxic drug reaction (Toxic epidermal necrolysis)

Nikolskiy sign memberikan hasil positif pada fase aktif atau progresif penyakit pemfigus. Bila tanda ini menjadi negatif pada pasien yang menerima terapi imunosupresif, hal ini memnunjukkan berakhirnya fase akut dari penyakit tersebut.13 Namun demikian, kemunculan

kembali saat pengobatan menunjukkan terjadinya flare-up.13 Pasien ini akan memerlukan

(6)

Istilah "Nikolskiy phenomenon" digunakan bila lapisan superfisial epidermis dirasakan bergerak melewati lapisan yang lebih dalam lagi, dan tidak seperti pada Nikolsky’s sign yang hanya membentuk erosi, pada Nikolsky phenomenon, lesi lepuh terbentuk setelah beberapa waktu.13

6. Asboe-Hansen sign

Asboe-Hansen sign (juga dikenal sebagai "indirect Nikolsky sign" atau "Nikolsky II sign") pertama kali dideskripsikan pada tahun 1960 oleh Gustav Asboe Hansen (1917-1989), seorang dermatologis Danish.14Asboe-Hansen sign juga dikenal sebagai blister-spread sign

yang merujuk kepada terjadinya ekstensi dari lepuh terhadap kulit normal yang berdekatan dengan lepuh tersebut apabila diberikan tekanan di atas bula tersebut.14

Pembentukan lepuh yang angular terkait dengan penyakit akantolitik intraepidermal seperti pemfigus, sedangkan pembentukan lesi lepuh yang bulat terkait dengan penyakit akantolitik subepidermal seperti pemfigus bulosa. 14Asboe-Hansen sign juga bisa ditemukan pada erupsi

obat bulosa.14 Tanda ini sama sekali berbeda dari Nikolsky Sign.

7. Darier sign

Darier’s sign adalah urtikaria dan halo eritematosa yang terbentuk sebagai respon terhadap penggosokan atau penggoresan lesi mastositosis kutaneus.10

Darier’s sign dinamai dari dermatologis Perancis yang pertama kali menggambarkan tanda tersebut, Ferdinand-Jean Darier. Deskripsi mastositosis pertama kali dibuat oleh Nettleship dan Tay pada tahun 1869, dan pada tahun 1878, Sangster menciptakan istilah urtikaria

pigmentosa. 10

Metode Elisitasi

Pada Darier’s sign klasik, penggosokan lesi dengan lembut akan diikuti oleh rasa gatal, eritema dan pembentukan urtika dalam 2 hingga 5 menit. Hal ini mungkin terjadi selama 30 menit hingga beberapa jam. Pada anak, vesikulasi bisa terjadi pada lesi yang digosok.Walaupun tanda ini positif pada kulit yang berlesi, namun, tanda ini juga bisa positif pada kulit yang secara klinisnya normal pada pasien dengan mastositosis. Pada pseudoxanthomatous mastocytosis, suatu variant dari diffuse cutaneous mastocytosis, yang akan timbul hanyalah eritem tampa urtika.10

(7)

1. Cutaneous mastocytosis:Pada urticaria pigmentosa, bentuk klinis paling sering dari cutaneous mastocytosis, Darier's sign terdapat pada 94% kasus.10

2. Leukemia kutis: Leukemia kutis terjadi pada 25-30% bayi dengan leukemia kongenital dan lebih sering terkait dengan leukemia myeloid akut berbanding leukemia limfoblastik akut. Lesi ‘seperti-urtikaria-pigmentosa’ telah dilaporkan pada leukemia limfoblastik akut.10

3. Juvenile xanthogranuloma:Juvenile xanthogranuloma adalah merupakan bentuk paling sering dari histiocytosis sel non-Langerhans. Nagayo et al.melaporkan terdapat tanda Darier pada kelainan ini.10

4. Histiocytosis X : Foucar et al.menerangkan bahwa terdapat Darier's sign yang positif pada pasien dengan ‘mast cell rich variant' dari histiocytosis X.10

5. Lymphoma: Pada beberapa kasus jarang, Darier's sign telah dilaporkan terdapat pada

cutaneous large T-cell lymphomadan padanon-Hodgkin's lymphoma.10

Signifikan

Darier's sign merupakan patognomonik dari mastositosis kutaneus walaupun beberapa pasien mungkin mengalami rasa gatal atau urtika yang sedikit atau sama sekali tidak ada walaupun kulit tersebut menunjukkan populasi padat sel mast, terutama pada pasien dengan riwayat yang lama dengan kelainan tersebut. Walaubagaimanapun, Darier’s sign tidak 100% spesifik untuk mastositosis sejak pertama kali ia dideskripsikan, meskipun jarang, pada xanthogranuloma juvenil dan leukemia limfoblastik akut.10

(8)

8. Tes Tempel (Patch Test)

Metode ini adalah dengan menerapkan alergi untuk sebuah patch yang kemudian diletakkan pada kulit. Hal tersebut dapat dilakukan untuk menunjukkan yang memicu dermatitis kontak alergi.15 Jika ada alergi antibodi dalam sistem tubuh, kulit akan

menjadi jengkel dan mungkin gatal, lebih mirip gigitan nyamuk. Reaksi ini berarti pasien alergi terhadap zat tersebut

Pemeriksaan status imunologik selular dapat dilakukan secara in vivo maupun secara in vitro. Uji kulit tipe lambat digunakan untuk mengukur reaksi imunologi selular secara in vivo dengan melihat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat setelah penyuntikan antigen yang sudah dikenal sebelumnya (recall antigen) pada kulit.15

Uji ini menggunakan antigen spesifik yang disuntikkan secara intradermal. Antigen yang digunakan biasanya yang telah berkontak dengan individu normal, misalnya tetanus, difteria, streptokokus, tuberkulin (OT), Candida albicans, trikofiton, dan proteus.15 Pada 85% orang dewasa normal reaksi akan positif dengan paling sedikit

pada satu dari antigen tersebut. Pada populasi anak persentase ini lebih rendah, walaupun terdapat kenaikan persentase dengan bertambahnya umur. Hanya 1/3 dari anak berumur kurang dari satu tahun yang akan bereaksi dengan kandida, dan akan mencapai persentase seperti orang dewasa pada usia di atas 5 tahun.15

(9)

Sebuah aplikator sekali pakai yang berisi semua antigen tersebut dengan larutan gliserin sebagai kontrol, misalnya seperti Multi-test CMI buatan Merieux Institute sekarang banyak dipakai. Kit ini mengandung 7 jenis antigen (Candida albicans, toksoid tetanus, toksoid difteri, streptokinase, old tuberculine, trikofiton, dan proteus) serta kontrol gliserin secara bersamaan sekaligus dapat diuji.15

Persiapan

Pastikan bahwa kondisi antigen yang digunakan dalam keadaan layak pakai, perhatikan cara penyimpanan dan tanggal kadaluarsanya Harus diingat bahwa kortikosteroid dan obat imunosupresan dapat menekan reaksi ini sehingga memberi hasil negatif palsu. Setelah itu lakukan anamnesis tentang apakah pernah berkontak sebelumnya dengan antigen yang akan digunakan.

Melakukan uji

Kalau memungkinkan gunakan aplikator seperti di atas sehingga dapat digunakan banyak antigen sekaligus. Hati-hati sewaktu melepas penutup antigen, harus dengan posisi menghadap ke atas sehingga antigen tidak tumpah. Kalau tidak ada aplikator seperti itu dapat digunakan antigen yang mudah didapat (tetanus, tuberculin, dan sebagainya). Dengan menggunakan alat suntik tuberkulin, pastikan bahwa sejumlah 0,1 ml antigen masuk secara intrakutan hingga berbentuk gelembung dan tidak subkutan. Beri tanda dengan lingkaran masing-masing lokasi antigen.

(10)

Hasil pemeriksaan

Hasil uji dibaca setelah 24-48 jam.15 Bila setelah 24 jam hasil tes tetap negatif maka

cukup aman untuk memberikan dosis antigen yang lebih kuat. Indurasi yang terjadi harus diraba dengan jari dan ditandai ujungnya, diukur dalam mm dengan diameter melintang (a) dan memanjang (b). Untuk setiap reaksi gunakan formula (a+b):2. Suatu reaksi disebut positif bilamana (a+b):2=2 mm atau lebih.15

Efek samping

Dapat terjadi suatu reaksi kemerahan yang persisten selama 3-10 hari tanpa meninggalkan sikatriks. Pada orang yang sangat sensitif dapat timbul vesikel dan ulserasi pada lebih dari satu lokasi antigen.

Interpretasi

Uji kulit ini saja tidak cukup untuk menyimpulkan status imunologik selular seseorang karena untuk dapat disimpulkan hasil uji harus disesuaikan dengan anamnesis dan keadaan klinik. Untuk menilai suatu uji kulit, seperti juga prosedur diagnostik yang lain, sangat tergantung pada pemeriksanya. Bila disimpulkan bahwa kemungkinan terdapat gangguan pada sistem imunitas selular, maka dapat dipertimbangkan pemberian imunoterapi. Tetapi untuk memulai terapi sebaiknya pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan secara in vivo.

2. Prick Test (Uji tusuk)

Uji tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebih sesuai untuk anak. Tempat uji kulit yang paling baik adalah pada daerah volar lengan bawah dengan jarak sedikitnya 2 sentimeter dari lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen dalam gliserin (50% gliserol) diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan superfisial kulit ditusuk dan dicungkil ke atas memakai lanset atau jarum yang dimodifikasi, atau dengan menggunakan jarum khusus untuk uji tusuk. Ekstrak alergen yang digunakan 1.000-10.000 kali lebih pekat daripada yang digunakan untuk uji intradermal. Dengan menggunakan sekitar 5 ml ekstrak pada kulit, diharapkan risiko terjadinya reaksi anafilaksis akan sangat rendah. Uji tusuk mempunyai spesifitas lebih tinggi dibandingkan dengan uji intradermal, tetapi sensitivitasnya lebih rendah pada

(11)

konsentrasi dan potensi yang lebih rendah. Kontrol Untuk kontrol positif digunakan 0,01% histamin pada uji intradermal dan 1% pada uji tusuk. Kontrol negatif dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan reaksi dermografisme akibat trauma jarum. Untuk kontrol negatif digunakan pelarut gliserin. Antihistamin dapat mengurangi reaktivitas kulit. Oleh karena itu, obat yang mengandung antihistamin harus dihentikan paling sedikit 3 hari sebelum uji kulit. Pengobatan kortikosteroid sistemik mempunyai pengaruh yang lebih kecil, cukup dihentikan 1 hari sebelum uji kulit dilakukan. Obat golongan agonis β juga mempunyai pengaruh, akan tetapi karena pengaruhnya sangat kecil maka dapat diabaikan. Usia pasien juga mempengaruhi reaktivitas kulit walaupun pada usia yang sama dapat saja terjadi reaksi berbeda. Makin muda usia biasanya mempunyai reaktivitas yang lebih rendah. Uji kulit terhadap alergen yang paling baik adalah dilakukan setelah usia 3 tahun. Reaksi terhadap histamin dibaca setelah 10 menit dan terhadap alergen dibaca setelah 15 menit. Reaksi dikatakan positif bila terdapat rasa gatal dan eritema yang dikonfirmasi dengan adanya indurasi yang khas yang dapat dilihat dan diraba. Diameter terbesar (D) dan diameter terkecil (d) diukur dan reaksi dinyatakan ukuran (D+d):2. Pengukuran dapat dilakukan dengan melingkari indurasi dengan pena dan ditempel pada suatu kertas kemudian diukur diameternya. Kertas dapat disimpan untuk dokumentasi. Dengan teknik dan interpretasi yang benar, alergen dengan kualitas yang baik maka uji ini mempunyai spesifitas dan sensitivitas yang tinggi disamping mudah, cepat, murah, aman dan tidak menyakitkan. Uji gores kulit (SPT) disarankan sebagai metode utama untuk diagnosis alergi yang dimediasi IgE dalam sebagian besar penyakit alergi. Memiliki keuntungan relatif sensitivitas dan spesifisitas, hasil cepat, fleksibilitas, biaya rendah, baik tolerabilitas, dan demonstrasi yang jelas kepada pasien alergi mereka. Namun akurasinya tergantung pelaksana, pengamatan dan interpretasi variabilitas.

3. Injeksi intradermal

Sejumlah 0,02 ml ekstrak alergen dalam 1 ml semprit tuberkulin disuntikkan secara superfisial pada kulit sehingga timbul 3 mm gelembung. Dimulai dengan konsentrasi terendah yang menimbulkan reaksi, kemudian ditingkatkan berangsur masing-masing dengan konsentrasi 10 kali lipat sampai menimbulkan indurasi 5-15 mm.3 Uji

intradermal ini seringkali digunakan untuk titrasi alergen pada kulit.Tes alergi pengujian injeksi intradermal tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin untuk aeroallergens dan makanan, tetapi mungkin untuk mendeteksi racun dan diagnosis

(12)

alergi obat. Ini membawa resiko lebih besar anafilaksis dan harus dilakukan dengan tenaga medis yang berkopeten melalui pelatihan spesialis.

9.Uji Gores (Scratch Test)

Uji gores kulit (SPT)adalah prosedur yang membawa resiko yang relatif rendah, namun reaksi alergi sistemik telah dilaporkan. Karena test adalah perkutan, langkah-langkah pengendalian infeksi sangat penting.

 Pasien harus benar-benar dan tepat mengenai risiko dan manfaat.

 Masing-masing pasien kontraindikasi dan tindakan pencegahan harus diperhatikan.

 Uji gores kulit harus dilakukan oleh yang terlatih dan berpengalaman staf medis dan paramedis, di pusat-pusat dengan fasilitas yang sesuai untuk mengobati reaksi alergi sistemik (anafilaksis).

 Praktisi medis yang bertanggung jawab harus memesan panel tes untuk setiap pasien secara individual, dengan mempertimbangkan karakteristik pasien, sejarah dan temuan pemeriksaan, dan alergi eksposur termasuk faktor-faktor lokal.

 Staf teknis perawat dapat melakukan pengujian langsung di bawah pengawasan medis (dokter yang memerintahkan prosedur harus di lokasi pelatihan yang memadai sangat penting untuk mengoptimalkan hasil reproduktibilitas.

 Kontrol positif dan negatif sangat penting.

 Praktisi medis yang bertanggung jawab harus mengamati reaksi dan menginterpretasikan hasil tes dalam terang sejarah pasien dan tanda-tanda.

 Hasil tes harus dicatat dan dikomunikasikan dalam standar yang jelas dan bentuk yang dapat dipahami oleh praktisi lain.

 Konseling dan informasi harus diberikan kepada pasien secara individual, berdasarkan hasil tes dan karakteristik pasien dan lingkungan setempat.

Referensi

Dokumen terkait