• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis - Karakteristik Pasien Psoriasis di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan Periode Januari 2010 – Desember 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psoriasis - Karakteristik Pasien Psoriasis di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan Periode Januari 2010 – Desember 2012"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronis, dan sering rekuren, dengan gejala klinis berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi oleh skuama tebal berwarna keperakan. Melibatkan beberapa faktor misalnya: genetik, sistem imunitas, lingkungan serta hormonal. Lesi paling sering terdapat pada daerah kulit kepala, siku, lutut, tangan, kaki, badan dan kuku.1,2,5

2.1.1 Epidemiologi

Psoriasis dapat terjadi secara universal. Prevalensi psoriasis bervariasi disetiap negara. Terdapatnya variasi prevalensi psoriasis berdasarkan wilayah geografis dan etnis menunjukkan adanya peranan lingkungan fisik (dikatakan psoriasis lebih sering ditemukan pada daerah beriklim dingin), faktor genetik dan pola tingkah laku atau paparan lainnya terhadap perkembangan psoriasis.

Laki – laki dan perempuan memiliki kemungkinan terkena yang sama besar.

4

1

(2)

penderita psoriasis periode pertama yaitu berkisar 15 – 20 tahun dan usia tertinggi kedua pada 55 – 56 tahun.3 Pada sebuah penelitian yang meneliti pengaruh jenis kelamin dan usia pada prevalensi psoriasis, ditemukan bahwa pasien yang berusia lebih muda (< 20 tahun) prevalensi psoriasis ditemukan lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki - laki.4,13,14 Penelitian lainnya tentang prevalensi psoriasis di Spanyol, Inggris dan Norwegia menunjukkan bahwa terdapat penurunan prevalensi psoriasis dengan meningkatnya usia.4

Penyakit psoriasis dapat mengganggu kualitas hidup penderitanya. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Krueger dkk menyebutkan penderita psoriasis yang bekerja akan merasa lebih terganggu karena gejala penyakit yang ditimbulkan.

15

Namun belum ditemukan penelitian secara pasti yang membuktikan adanya hubungan antara jenis pekerjaan penderita dengan prevalensi psoriasis hingga saat ini.

2.1.2 Etiologi dan Patogenesis

(3)

adanya sel T helper (Th) 1 yang predominan pada lesi kulit dengan peningkatan kadar interferon-γ (IFN-γ), tumor necrosing factor-α (TNF-α), interleukin (IL-2) dan IL-18. Baru-baru ini jalur Th17 telah dibuktikan memiliki peranan penting dalam mengatur proses inflamasi kronik. Sebagai pusat jalur ini terdapat sel T CD4+, yang pengaturannya diatur oleh IL-23 yang disekresikan oleh sel penyaji antigen (sel dendritik dermal). Sel Th17 CD4+ mensekresikan IL-17 dan IL-22 yang berperan pada peningkatan dan pengaturan proses inflamasi dan proliferasi epidermal.1

2.1.3 Gambaran Klinis

Psoriasis merupakan penyakit peradangan kronik yang ditandai oleh hiperproliferasi dan inflamasi epidermis dengan gambaran morfologi, distribusi, serta derajat keparahan penyakit yang bervariasi. Lesi klasik psoriasis biasanya berupa plak berwarna kemerahan yang berbatas tegas dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan lesi. Ukurannya bervariasi mulai dari papul yang berukuran kecil sampai dengan plak yang menutupi area tubuh yang luas. Lesi kulit pada psoriasis biasanya simetris dan dapat disertai gejala subjektif seperti gatal dan rasa terbakar.

Suatu tanda yang berguna bila terdapat keraguan mengenai diagnosis adalah dengan menggores lesi secara kuat dan mengangkat seluruh keratin yang ikatannya longgar. Kemudian akan muncul suatu permukaan yang berkilat dengan bintik – bintik darah kapiler (tanda Auspitz).

1

17

(4)

Fenomena Koebner (juga dikenal sebagai respon isomorfik) adalah induksi traumatik pada psoriasis pada kulit yang tidak terdapat lesi, yang terjadi lebih sering selama berkembangnya penyakit dan merupakan suatu all-or-none phenomenon (misalnya bila psoriasis terjadi pada salah satu sisi luka, maka akan terjadi pada semua sisi dari luka). Reaksi Koebner biasanya terjadi 7 sampai 14 hari setelah trauma, dan sekitar 25% pasien kemungkinan memiliki riwayat trauma yang berhubungan dengan fenomena Koebner pada beberapa waktu dalam hidupnya. Fenomena Koebner tidak spesifik untuk psoriasis tetapi dapat menolong dalam membuat diagnosis ketika terjadi.

Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe klinis psoriasis:

1

a. Psoriasis vulgaris

Bentuk ini paling sering dijumpai, mencapai 90% kasus, disebut juga psoriasis plak kronis. Gambaran klinis berupa plak eritematosa, berskuama putih seperti mika, berlapis, mudah lepas dalam bentuk lembaran, tetapi dapat melekat erat dan terlepas setelah digaruk seperti ketombe. Umumnya mengenai bagian ekstensor ekstremitas, khususnya siku dan lutut, skalp, lumbosakral bagian bawah, bokong dan genital. Predileksi pada daerah lain termasuk umbilikus dan intergluteal.

b. Psoriasis gutata

1,18,19

(5)

pada tenggorokan dapat mengawali 1 sampai 2 minggu atau bersamaan dengan onset berkembangnya lesi.

c. Psoriasis inversa

1,18,19

Lesi psoriasis berupa plak eritematosa, berbatas tegas dan mengkilat yang terdapat di daerah lipatan, seperti aksila, lipatan payudara, lipatan paha, bokong, telinga, leher dan glans penis. Skuama biasanya sedikit atau tidak ada. Pada pasien obesitas atau diabetes dapat mengenai lipatan sempit seperti interdigitalis dan subaurikuler, berupa lesi satelit dan maserasi. Infeksi, friksi dan panas dapat menginduksi psoriasis tipe ini.

d. Psoriasis eritroderma 1,18,19

Eritroderma menunjukkan bentuk generalisata dari penyakit yang mengenai wajah, tangan, kaki, kuku, badan dan ekstremitas. Eritroderma yang parah berbentuk skuama dan eritema difus yang biasanya disertai demam, menggigil dan malese. Dapat muncul sebagai manifestasi awal dari psoriasis namun biasanya terjadi pada pasien yang sebelumnya mengalami penyakit kronis. Faktor presipitasi termasuk penggunaan kortikosteroid sistemik, pemakaian kortikosteroid topikal yang berlebihan, terapi topikal yang mengiritasi, komplikasi fototerapi, tekanan emosional yang berat, penyakit terdahulu seperti infeksi.

e. Psoriasis pustulosa

1,18,19

(6)

Zumbusch), psoriasis pustulosa anulare, impetigo herpetiformis, psoriasis pustulosa palmoplantar dan akrodermatitis kontinua. 1,18,19

2.1.4 Diagnosis

Diagnosis psoriasis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Pada beberapa kasus dimana riwayat dan pemeriksaan klinis tidak menunjang untuk diagnosis, dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti biopsi histopatologi dan pemeriksaan laboratorium darah.

Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk mengkonfirmasi suatu psoriasis ialah biopsi kulit dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin. Pada umumnya tampak penebalan epidermis atau akantolisis serta elongasi rete ridges. Dapat terjadi diferensiasi keratinosit yang ditandai dengan hilangnya stratum granulosum. Stratum korneum juga mengalami penebalan dan terdapat retensi inti sel pada lapisan ini yang disebut dengan parakeratosis. Tampak neutrofil dan limfosit yang bermigrasi dari dermis. Sekumpulan neutrofil dapat membentuk mikroabses Munro. Pada dermis akan tampak tanda-tanda inflamasi seperti hipervaskularitas dan dilatasi serta edema papila dermis. Infiltrat dermis terdiri dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel mast.

1

Selain biopsi kulit, abnormalitas pada pemeriksaan laboratorium biasanya tidak spesifik dan tidak dapat ditemukan pada semua pasien. Pada psoriasis vulgaris yang berat, psoriasis pustulosa generalisata dan eritroderma dapat di deteksi penurunan serum albumin yang merupakan indikator keseimbangan nitrogen negatif dengan inflamasi kronis dan hilangnya protein pada kulit. Pada

(7)

pasien psoriasis terlihat perubahan profil lipid (peningkatan high density lipoprotein, rasio kolesterol – trigliserida serta plasma apolipoprotein - A1). Peningkatan marker inflamasi sistemik seperti C-reactive protein, α-2 makroglobulin, dan erythrocyte sedimentation rate dapat terlihat pada kasus-kasus yang berat.1

2.1.5 Diagnosis Banding

Diagnosis psoriasis tidak sulit untuk bentuk yang spesifik, tetapi gambaran ini dapat berubah setelah diobati. Perubahan lesi klinis maupun histopatologis ini membuat diagnosis sulit ditegakkan, sehingga penentuan diagnostik psoriasis sangat diperlukan.18

Psoriasis harus dibedakan dari dermatomiositis, lupus eritematosus, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, liken planus, eksema dan sifilis sekunder. Distribusi psoriasis pada permukaan ekstensor, terutama pada siku dan lutut, skalp; dermatomiositis juga berdistribusi pada daerah – daerah tersebut, sedangkan lupus eritematosus pada umumnya kurang melibatkan permukaan ekstensor. Pasien dengan dermatomiositis dapat menghambat suatu heliot rope sign, atrofi, poikiloderma dan perubahan lipatan kuku. Lesi yang lanjut dari lupus eritematosus diskoid sering menunjukkan hiperkeratosis folikular (carpet tack sign).

Predileksi dermatitis seboroik pada alis mata, sudut nasolabial, telinga, daerah sternum dan fleksura. Skuama pada psoriasis adalah putih, kering dan kilat sedangkan pada dermatitis seboroik berminyak dan kekuningan. Pada

(8)

pengangkatan skuama pada psoriasis dijumpai tanda Auspitz sedangkan hal ini tidak terjadi pada dermatitis seboroik.

Pada pitiriasis rosea, erupsi berlokasi pada lengan atas, badan dan paha, dan durasinya berminggu – minggu. Bentuk khas lesi adalah oval dan mengikuti garis tegangan kulit. Lesi menunjukkan kerutan pada epidermis dan kolaret. Sering dijumpai adanya herald patch.

2

Liken planus terutama mengenai permukaan fleksor pergelangan tangan dan kaki. Sering berwarna keunguan yang nyata. Pada individu yang berkulit gelap, lesi cenderung menjadi hiperpigmentasi yang nyata. Kuku tidak berbintik – bintik seperti pada psoriasis, namun menonjol secara longitudinal, kasar dan menebal. Pembentukan pterigium adalah khas pada liken planus.

10

Eksema pada tangan dapat menyerupai psoriasis. Pada umumnya lesi psoriasis cenderung berbatas yang lebih tegas, namun terkadang tidak dapat dibedakan. Sifilis sekunder dalam bentuk papular adalah erupsi lain dari onset yang mendadak yang terlihat pada usia dewasa muda. Akan tetapi pada sifilis, keterlibatan telapak tangan, kaki dan wajah sering terjadi. Jika terdapat keraguan, uji serologi sifilis harus dilakukan.

2

2

2.1.6 Pengukuran Derajat Keparahan Psoriasis

Metode yang sering digunakan untuk menilai derajat keparahan psoriasis yaitu dengan menggunakan skor Psoriasis Area and Severity Index (PASI).

(9)

Setiap elemen tersebut dinilai secara terpisah menggunakan skala 0 – 4 untuk setiap bagian tubuh: kepala dan leher, batang tubuh, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.

Oleh karena kompleksitas skor PASI tersebut, skor ini jarang digunakan pada praktek klinis. Skor PASI merupakan suatu sistem penilaian yang sering digunakan untuk tujuan penelitian. Pada uji klinis, persentase perubahan pada PASI dapat digunakan sebagai titik akhir penilaian terapi psoriasis. The United

States Food and Drug Administration (FDA) menggunakan 75% perbaikan pada

skor PASI sebagai penilaian respon terapi pada pasien psoriasis.21

2.1.7 Penatalaksanaan

(10)

2.2 Kerangka Teori

TIPE PSORIASIS : Psoriasis vulgaris Psoriasis gutata Psoriasis inversa Psoriasis eritroderma Psoriasis pustulosa

Psoriasis

FAKTOR PREDISPOSISI : Faktor imunologi Faktor genetik Faktor Lain:

Hormon Obat – obatan Sinar UV Infeksi Stress Trauma Obesitas Merokok

Konsumsi alkohol

SOSIO DEMOGRAFI : Jenis kelamin Usia

Suku Pendidikan Pekerjaan

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

The diffusion method has been applied in order to find the smallest concentration that is able to inhibit the growth of bacteria, thus the ratio comparison has

Dari pernyataan di atas dapat di simpulkan bahwa anak yang mengalami sibling akan cenderung lebih bersifat emosional dan akan bderpengaruh dengan lingkungan

[r]

[r]

[r]

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

Undangan pembuktian kualifikasi nomor Sti.06/ULP/Pokja.MP/028/X/2016 tanggal 08 Oktober 2016 dengan berita acara pembuktian kualifikasi nomor Sti.06/ULP/Pokja.MP/033/X/2016

Judul Makalah : rl'he Effects Of rrhe rrraining Method Of Super Set And Compound Set With Resting Intervals Of 30 And 120 Seconds Between The Sets To&#34;'ards I-Iealth