• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

i

RENCANA STRATEGIS

DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN

KESEHATAN HEWAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

2016

(2)

ii

Kata Pengantar

Rencana strategis Direktorat Kesehatan Hewan tahun 2015-2019 disusun dengan memperhatikan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi serta prespektif kesehatan hewan dan sebagai amanat Undang-Undang No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Oleh karena itu di dalamnya telah dilakukan penataan kegiatan sesuai dengan program yang telah digariskan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Rencana Strategis ini telah disertai dengan kejelasan sasaran Direktorat Kesehatan Hewan, Indikator Kinerja, Penyediaan kebutuhan dana untuk mencapai target yang telah ditentukan.

Dengan demikian rencana strategis ini telah memuat bagian-bagian yang saling terkait satu sama lain yaitu visi, misi, tujuan, sasaran, arah kebijakan dan strategi, dan bagaimana Direktorat Kesehatan Hewan dalam kerangka regulasi dan kelembagaan.

Semoga dokumen rencana strategis Direktorat Kesehatan Hewan ini bermanfaat bagi para aparatur kesehatan hewan baik di pusat, propinsi, kab/kota dan di lapangan.

Jakarta, Desember 2016

(3)

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... iv

Daftar Gambar ... v

BAB I Pendahuluan ... 1

Kondisi Umum ... 2

Potensi dan Permasalahan ... 14

BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN ... 16

Visi ... 16

Misi ... 16

Tujuan ... 17

Sasaran ... 18

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ... 19

Arah Kebijakan ... 19

Kerangka Regulasi dan Kelembagaan ... 21

BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN ... 27

Program ... 27

Kegiatan ... 27

BAB V PEMBIAYAAN DAN INDIKATOR KINERJA UTAMA ... 31

Pembiayaan ... 31

Indikator Kinerja Dan Indikator Kerja ... 33

Pengukuran Kinerja ... 39

BAB VI PUSAT KESEHATAN HEWAN ... 40

Tugas dan Fungsi Pusat Kesehatan Hewan ... 40

Organisasi dan Tata Kerja ... 41

Sumberdaya Manusia Pusat Kesehatan Hewan ... 41

Sumber Pendanaan Puskeswan ... 43

BAB VII OTORITAS VETERINER ... 44

Penyelenggaraan Kesehatan Hewan ... 44

Isi PP No. 2 Tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner ... 45

BAB VI PENUTUP ... 46

(4)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pengawasan Obat Hewan ... 12

Tabel 2 Regulasi Baru Ditkeswan ... 22

Tabel 3 Uraian Tugas dan Fungsi SUbdit Lingkup Direktorat Kesehatan Hewan ... 24

Tabel 4 Sasaran Kegiatan, Kegiatan Operasional dan Aktivitas Kegiatan Kesehatan Hewan ... 29

Tabel 5 Alokasi Anggaran Direktorat Kesehatan Hewan APBN Tahun 2015-2019 ... 32

Tabel 6 Target Direktorat Kesehatan Hewan Tahun 2015-2019 ... 36

(5)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Penyakit Brucellosis ... 3

Gambar 2 Peta Status Penyakit Surra ... 4

Gambar 3 Analisa SWOT ... 14

Gambar 4 Peta Strategi Ditjen PKH 2015-2019... 19

Gambar 5 Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Hewan ... 23

Gambar 6 Sinergitas Program Ditjen PKH dan Ditkeswan ... 29

Gambar 7 Diagram Alokasi Anggaran Direktorat Kesehatan Hewan APBN Tahun 2015-2019 ... 32

Gambar 8 Sinergitas Renstra Ditjen PKH dan Ditkeswan ... 33

Gambar 9 Arsitektur Indikator Kinerja ... 35

(6)

1

BAB I PENDAHULUAN

Direktorat Kesehatan Hewan merupakan salah satu unit kerja eselon II di lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, selain Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Direktorat Pakan, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan dan Sekretariat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktorat Kesehatan Hewan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, secara umum mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan penyehatan hewan secara individu dan populasi.

Dengan fungsinya tersebut maka Direktorat Kesehatan Hewan memiliki dua sisi penting yaitu terkait dengan fungsi produksi dan fungsi keamanan ternak. Selain itu fungsi kesehatan hewan sangat erat kaitannya dengan aspek keselamatan manusia dengan tugas kesehatan masyarakat veteriner melalui pemberantasan zoonosis. Undang-undang nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan menyebutkan bahwa kesehatan hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perawatan hewan, pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, penolakan penyakit, medik reproduksi, medik konservasi, obat hewan dan peralatan kesehatan hewan serta keamanan pakan.

Perkembangan lebih lanjut aspek kesehatan hewan dikaitkan dengan otoritas veteriner yaitu kelembagaan Pemerintah dan/atau kelembagaan yang dibentuk Pemerintah dalam pengambilan keputusan tertinggi yang bersifat teknis kesehatan hewan dengan melibatkan keprofesionalan dokter hewan dan dengan mengerahkan semua lini kemampuan profesi mulai dari mengidentifikasikan masalah, menentukan kebijakan, mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan, sampai dengan mengendalikan teknis operasional di lapangan. Ditingkat global kesehatan hewan dihadapkan pula kepada pengembangan konsep one

health yaitu upaya kerjasama dari berbagai disiplin ilmu, baik di tingkat lokal, nasional,

maupun global untuk mencapai kesehatan yang optimal baik bagi manusia, hewan, dan lingkungan kita. Penerapan konsep one health mengarah pada zoonosis, dimana aspek kesehatan hewan menjadi sektor terdepan (leading sector).

Dengan demikian bidang kesehatan hewan cukup luas dan berkaitan dengan instansi atau sektor lainnya baik ditingkat sektoral, nasional, regional dan di tingkat global. Perkembangan perdagangan bebas (free trade), larangan penggunaan hambatan teknis dalam perdagangan (technical barier trade), penerapan kebijakan sanitary dan phytosanitary (SPS)

(7)

2 yang memerlukan harmonisasi, equalisasi, berjangkitnya emerging dan re-emerging

diseases, muncul dan menyebarnya penyakit hewan menular di Negara lain dan tidak

semakin mengenal batas negara (transboundary diseases) dan kesiagaan darurat (emergency preparedness and emergency plan), adalah tantangan yang harus dihadapkan pada arus global.

Dalam rangka menyusun dokumen Rencana Strategis Direktorat Kesehatan Hewan 2015-2019 yang menjadi acuan penting penyusunannya adalah Rencana Strategis Kementerian Pertanian, Rencana Strategis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sehingga penyusunan Renstra Direktorat Kesehatan hewan ini merupakan proses

cascading atau penurunan dan penyelarasan strategi Kementerian Pertanian sampai level

organisasi terbawah Direktorat Kesehatan Hewan. Penyusunan rencana strategis Direktorat Kesehatan Hewan bertujuan untuk memberikan arahan kepada seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan fungsi-fungsi kesehatan hewan kurun waktu 2016-2019 sehingga memungkinkan tercapainya tujuan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan yaitu meningkatnya produksi pangan hewani asal ternak, meningkatkan nilai tambah dan daya saing peternakan serta meningkatkan kesejahteraan peternak. Rencana Strategis ini memuat pokok-pokok pikiran tentang kondisi umum dan potensi permasalahan, visi misi, tujuan dan sasaran serta arah kebijakan strategi, kerangka regulasi, kerangka kelembagaan, program dan kegiatan Direktorat Kesehatan Hewan termasuk pembiayaan dan indikator kinerja utamanya. Secara khusus untuk memperkuat otoritas veteriner disampaikan juga Bab khusus tentang Pusat Kesehatan Hewan dan Otoritas Veteriner.

A. Kondisi Umum 1. Makro

Kondisi umum adalah kondisi pembangunan kesehatan hewan selama kurun waktu 2010-2014 yang secara umum diuraikan sebagai kinerja yang dihasilkan oleh Direktorat Kesehatan Hewan yang berpengaruh penting terhadap pembangunan peternakan dan kesehatan hewan.

a) Meningkatnya populasi dan produksi ternak akibat dari keberhasilan penanggulangan penyakit.

Dalam waktu rentang waktu 5 tahun (2010-2015) pertumbuhan populasi ternak besar rata-rata mengalami kenaikan, kecuali kerbau mengalami penurunan yaitu: sapi potong 4,28%, sapi perah 3,41%, kuda 0,76% dan kerbau 6,54%, sedangkan pertumbuhan populasi ternak kecil meningkat yaitu: kambing 3,43%, domba 12,15% dan babi 1,14%.

Pertumbuhan populasi ternak unggas dan aneka ternak rata-rata meningkat, masing-masing sebesar: ayam buras 2,67%, ayam ras petelur 10,29%, ayam ras

(8)

3 pedaging 11,57%, itik 8,50%, kelinci 25,07% dan itik manila mencapai 14,84%. Untuk ternak unggas lainnya, seperti kelinci, burung puyuh, dan merpati meningkat signifikan masing-masing sebesar 8,84%, 20,89 dan 54,26%.

Sedangkan dalam aspek produksi ternak dalam kurun waktu 5 tahun produksi daging dan telur nasional meningkat, dan produksi susu turun sebesar 2,65%. Produksi daging nasional meningkat sebesar 5,48% yang berasal dari kontribusi hampir seluruh komoditi, kecuali kambing dan domba yang turun masing-masing sebesar 1,34% dan 0,56%. Untuk produksi telur meningkat sebesar 6,21%. Keberhasilan peningkatan populasi dan produksi ini antara lain disebabkan oleh fungsi kesehatan hewan yaitu mempertahankan daerah bebas penyakit hewan menular, penyakit mulut dan kuku, renderpes, bebasnya rabies di sebagian wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan DKI Jakarta. Demikian pula penyakit ngorok (SE), penyakit infuenza (H1N1) dan Brucellosis.

Gambar 1

(9)

4 Gambar 2

Peta Status Penyakit Surra

b) Meningkatnya konsumsi pangan hewani karena peran langsung dan tidak langsung dari kesehatan hewan

Konsumsi daging, telur dan susu selama kurun waktu 2010-2014 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS-SUSENAS) menunjukan bahwa konsumsi produk peternakan per kapita perminggu untuk daging segar per kapita tahun 2014 sebesar 5.005 kg atau meningkat sebesar 6,65% dari konsumsi tahun 2013 yaitu sebesar 4.693 kg. Konsumsi daging diawetkan perkapita 0.063 kg sama dengan konsumsi tahun 2013. Sedangkan konsumsi daging lainnya yaitu hati, jeroan, sebesar 0.365 kg. Untuk telur ayam ras konsumsi perkapitanya tahun 2014 mencapai 6.309 kg atau meningkat sebesar 2,54% dari konsumsi tahun sebelumnya yakni 6.153 kg. Konsumsi telur ayam ras sebesar 2.607 butir yang tidak meningkat atau sama dengan tahun sebelumnya. Untuk konsumsi susu segar 0,156 liter atau mengalami peningkatan 50% dari konsumsi tahun sebelumnya yakni 0,104 liter. Apabila dihitung kalorinya maka konsumsi kalori perkapita perhari untuk daging mencapai 43,33 kkal, telur dan susu 54,94% kkal. Berdasarkan perhitungan konsumsi protein perkapita hari untuk daging sebesar 2,68 gram, telur dan susu sebesar 3,71 gram pada tahun 2014.

Peningkatan konsumsi ini dapat dikatakan karena peranan langsung dan tidak langsung dari fungsi kesehatan hewan. Perananan langsung karena fungsi kesehatan hewan mencegah masuknya penyakit hewan terhadap produk

(10)

5 peternakan yaitu penyakit anthrax, brucellosis, dan penyakit zoonosis lainnya sehingga produk peternakan tersebut aman untuk dikonsumsi. Peranan tidak langsungnya adalah mengatasi berbagai sektor penyakit yang dapat menulari ternak. Sejak dari hulu yaitu bibit dan budidaya.

c) Meningkatkan perdagangan peternakan

Neraca ekspor impor peternakan dalam 3 tahun terakhir masih mengalami defisit (volume impor lebih besar daripada volume ekspor). Jika pada tahun 2014 rasionya senilai 1 banding 6,34 maka pada tahun 2015 rasio meningkat menjadi 1 banding 7,14. Walaupun defisit semakin membengkak tetapi peran kesehatan hewan cukup tinggi terutama penerapan sanitary and phytosanitary dan

technical barrier to trade sehingga memungkinkan berkurangnya impor, terutama

dengan persyaratan impor ternak dan produk ternak yang ketat. Penerapan analisis risiko dengan menetapkan tingkat risiko yang dapat diterima (acceptable

level of risk) atau tingkat proteksi sanitari yang masih dapat diterima (appropriate level of sanitary protection) sebagai acuan dalam penerimaan perdagangan.

Kebijakan pengendalian dan penanggiulangan penyakit hewan dalam rangka mencegah masuknya penyakit hewan eksotik, dilaksanakan oleh pemerintahpusat melalui penolakan penyakit hewan eksotik, penerapan standar baku importasi hewan, penerapan analisis resiko, kesiagaan darurat veteriner Indonesia (KIATVETINDO) dan peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat (public awarness)

2. Teknis

Secara fungsional capaian kinerja selama kurun waktu 2010-2015 sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dapat dilaporkan sebagai berikut:

a) Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis.

Dari hal ini terdapat kegiatan kesiagaan wabah penyakit hewan menular strategis dan zoononis (PHMSZ) yaitu berupa penguatan sistem kesehatan hewan yang terdiri dari 9 komponen yaitu pengadaan vaksin anthrax, rabies, brucellosis, hog chollera dan jembrana. Selain itu dilakukan pemeriksaan identifikasi dan pemetaan kasus parasit internal dan kematian pedet serta pengendalian Avian Influenza (AI). Dari target fisik vaksin dan pengobatan telah terealisir seluruhnya dan pada tahun 2015 target pengadaan vaksin dan obat meningkat dibandingkan dengan tahun 2014.

Kegiatan pendukung pengendalian dan penanggulangan wabah yang dilaksanakan selama ini antara lain penugasan staf untuk pelaksanaan

(11)

6 detasering pada wilayah wabah, stamping out ternak terancam, pemberian kompensasi kepada peternak, penugasan staf untuk mentoring pelaksanaan vaksinasi, pelatihan untuk tim petugas kesehatan hewan terkait penanganan rabies, alokasi vaksin, obat maupun peralatan stok pusat, monitoring dan evaluasi penanganan PHM dan koordinasi.

b) Penanggulangan gangguan reproduksi pada sapi dan kerbau dan penyakit parasiter

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mendapatkan alokasi anggaran APBN-P 2015 untuk program Percepatan Peningkatan Populasi melalui Gertak Birahi dan Optimalisasi Inseminasi Buatan, serta Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Ternak Sapi dan/atau Kerbau APBNP Tahun 2015 (GBIB dan Gangrep).

Pelaksanaan GBIB Gangrep telah dilakukan di 30 Provinsi dengan koordinator pelaksana 10 UPT Perbibitan dan Pakan serta UPT Veteriner dengan mengacu pada Pedoman Teknis Percepatan Peningkatan Populasi Melalui Gertak Birahi dan Optimalisasi IB serta Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Ternak sapi dan/atau Kerbau APBNP tahun 2015. Pelaksanaan GBIB dan Gangrep merupakan satu kesatuan rangkaian kegiatan yang tidak dapat dipisahkan untuk mengoptimalkan tujuan akhir peningkatan produksi dan populasi sapi dan kerbau.

c) Peningkatan Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan

Pada tahun 2014 terdapat 1.229 unit Puskeswan dengan tenaga dokter hewan sebanyak 878 orang dan paramedik veteriner sebanyak 2.423, yang tersebar di 411 kab/kota dan 1.229 kecamatan. Terdapat peningkatan jumlah Puskeswan sebanyak 33 unit serta pertambahan cakupan wilayah yaitu 10 Kabupaten dan 33 Kecamatan.

Standar minimal untuk setiap unit Puskeswan adalah 3 Kecamatan/2000 Animal Unit. Jumlah Kecamatan di Indonesia ada 7.160, minimal harus ada 2.387 Puskeswan dan masih diperlukan minimal 1.125 Puskeswan, dokter hewan 1.541, paramedik veteriner 28 orang. Idealnya 1 Kecamatan dilayani 1 Puskeswan, 1 dokter hewan, 2 paramedik veteriner sehingga masih membutuhkan 5.898 Puskeswan, 6.314 dokter hewan dan 9.574 paramedik veteriner. Puskeswan yg ideal paling sedikit mempunyai 1 dokter hewan, 2 paramedik veteriner, 1 asisten teknis reproduksi, 1 petugas pemeriksa kebuntingan, 1 inseminator, 1 vaksinator, 1 tenaga administrasi.

(12)

7 Berdasarkan analisis terhadap data tersebut, dapat terlihat bahwa jumlah tenaga Dokter Hewan belum mencukupi untuk seluruh Unit Puskeswan yang ada. Sehingga kendala SDM masih menjadi permasalahan pada aspek kelembagaan dan sumberdaya kesehatan hewan. Dalam mengatasi permasalahan yang timbul akibat kurangnya SDM Dokter Hewan di unit-unit Puskeswan, maka Direktorat Kesehatan Hewan telah melakukan rekruitmen Tenaga Harian Lepas untuk Medik sejumlah 542 orang dan Paramedik Veteriner sejumlah 457 orang.

d) Peningkatan Produksi Vaksin, Obat Hewan dan Bahan Biologik

Produksi vaksin, antigen dan bahan biologik lain tercapai 100,16% karena masih terdapat stok produk tahun 2014, vaksin Brucivet belum dapat di produksi karena validasi alat produksi belum selesai. Jumlah dosis vaksin, antigen, antisera dan bahan biologis yang didistribusi mencapai 7,271,893 (86,80%) karena alokasi permintaan 990.750 dosis terealisasi 980.750 dosis hal ini karena vaksin Brucivet belum dapat di produksi. Penjualan sesuai permintaan untuk BLU target 4.377.775 dosis dengan realisasi 6.291.143 dosis. Realisasi surveilens PMK telah melebihi target baik dalam pengambilan sampel maupun dalam pengujian sesuai dengan sampel yang diambil oleh Pusvetma dan dilakukan dinas peternakan/BBVet/ BVet serta yang dikirim ke Pusvetma.

e) Penguatan Pengujian dan Penyidikan Veteriner

Penyidikan dan pengujian PHM dilakukan dengan mengembangkan sistem deteksi dini penyakit hewan menular, penyusunan pedoman surveilans dan penataan laboratorium, pertemuan ilmiah dan laboratorium kesehatan hewan. Kegiatan Penguatan Surveilans Penyakit Hewan berupa laporan surveilans penyakit hewan menular antara lain Rabies, Anthrax, Brucellosis, Avian Influenza, Hog Cholera, Jembrana, SE, Surra, dan Parasiter. Dari target 265.928 sampel surveillans penyakit hewan menular terealisasi 395.159 sampel atau 148,60%. Kegiatan Surveillans tersebut dilaksanakan oleh Balai Besar Veteriner atau Balai Veteriner.

Pengendalian penyakit hewan di wilayah Indonesia diukur melalui kegiatan pengamatan penyakit hewan. Kegiatan pengamatan ini melalui kegiatan surveilans berkelanjutan dengan melakukan pengambilan dan pengujian spesimen (sampel) yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner dan Balai Veteriner di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil penyidikan dan pengujian penyakit hewan menular (PHM) tahun 2015 diketahui bahwa diuji 395.159

(13)

8 sampel. Dari target 265.928 sampel surveillans penyakit hewan menular terealisasi 395.159 sampel atau 148,60%. Hal ini melebihi target output sampel tahun 2015 yaitu 265.928 sampel atau 148,60% dari target output sampel tahun 2015. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengujian negatif pada sampel hasil pengamatan dan pengujian PHM, sebagian besar telah melebihi target output per wilayah. Pengujian dan pengambilan sampel didapat dari kegiatan surveilans aktif yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner dan Balai Veteriner. Target output sampel tahun 2015 melebihi target dikarenakan pengujian dan pengambilan sampel yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner dan Balai Veteriner bukan hanya surveilans aktif penyakit hewan menular saja tapi juga berasal dari surveilans pasif, surveilans gangguan reproduksi surveilans penyakit eksotik perbatasan negara dan antar wilayah.

Pada tahun 2015, pengamatan penyakit hewan secara nasional melalui surveilans pasif pelaporan perkembangan kasus dengan sistem infromasi kesehatan hewan nasional yang terintegrasi (iSIKHNAS) menunjukkan bahwa telah dilaporkan sejumlah 37.667 laporan yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia. Telah dilaporkan kasus pada 98.835 ekor, dimana 92,2% (91.129 ekor) dilaporkan sembuh, 5,58% (5.519 ekor) dilaporkan mati, dan 2,21% (2.187 ekor) masih dalam kondisi sakit. Apabila diasumsikan hewan yang dilaporkan masih dalam kondisi sakit sebanyak 20% kemudian mati, maka diketahui 5,01% (437 ekor) mengalami kematian. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kematian di lapangan lebih rendah daripada target nasional sebesar 10%. Hal yang masih perlu ditingkatkan adalah memperluas cakupan surveilans pasif ke semua provinsi di Indonesia dan melakukan pemantauan aktif terhadap perkembangan laporan kasus yang masih dalam kondisi sakit.

f) Dukungan Manajemen Kesehatan Hewan

Koordinasi pihak/instansi terkait dalam pengendalian wabah penyakit hewan menular strategis yaitu Direktorat Kesehatan Hewan, UPT lingkup DitjenPKH (BBVet/BVet/BPTU), Balai Besar Penelitian Vetriner, Direktorat Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (Dit. PPBB) Kementerian Kesehatan, dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi dan kabupaten/kota se Indonesia.

Pembahasan yang dilakukan yaitu mengenai perencanaan (workplan) pengendalian dan pemberantasan PHM, pelaksanaan kegiatan, monitoring,

(14)

9 evaluasi dan sistem pelaporan. Selanjutnya semua program tersebut diupayakan dapat dilaksanakan dalam kerangka konsep One Health yaitu terwujudnya status kesehatan yang harmonis, sinergis dan terintegrasi antara hewan, manusia dan lingkungan.

Pada tahun 2015, dalam melaksanakan pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan terutama yang bersifat zoonosis, selain dilaksanakan secara internal di Kementerian Pertanian, pelaksanaan koordinasi juga dilakukan secara multi sektoral antar kementerian. Sebagai contoh yaitu dalam pengendalian penanggulangan wabah rabies di Provinsi Kalimantan Barat, dimana Kemenko PMK, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertahanan bersama Kementerian Pertanian dan Pemerintah Daerah setempat melaksanakan pemberantasan rabies di 4 kabupaten yang tertular, hingga kasus menurun. Koordinasi dukungan managemen kesehatan hewan atau pembinaan dan koordinasi tercapai 34 wilayah dari target 34 wilayah atau 100%.

g) Penyusunan NSPK Dit. Keswan

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Direktorat Kesehatan Hewan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam penolakan, pencegahan, pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan. Dan memiliki peranan dalam semua lini kesehatan hewan. Dalam penolakan penyakit hewan untuk mencegah masuknya penyakit hewan dari luar negeri maupun daerah tertular ke daerah bebas penyakit hewan peran pengamatan sangat vital. Persyaratan pengujian sebelum masuk dan juga pengujian pada saat masuk suatu negara/daerah merupakan hal mutlak untuk dilaksanakan agar penyakit hewan tidak masuk ke wilayah tersebut.

Target Penyusunan NSPK Direktorat Kesehatan Hewan yaitu 10 dokumen, dan yang terealisasi sebanyak 11 dokumen yaitu Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan Rabies, Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan Brucellosis, Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan CSF, Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan Jembrana, Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan SE, Masterplan Brucellosis, Masterplan CSF, Pedoman Jabatan Fungsional Medik dan Paramedik Veteriner, Pedoman Pelayanan Pusat Kesehatan Hewan, Pedoman Management Layanan Kesehatan Hewan dan Pedoman Kiatvetindo Q. Fever.

(15)

10

h) Penguatan Sistem Kesehatan Hewan Nasional

1) Pembuatan Sistem Kesehatan Hewan Nasional Terpadu (iSIKHNAS)

Penguatan sistem kesehatan hewan nasional dilakukan melalui penguatan sumberdaya manusia untuk sistem kesehatan hewan nasional.

Dalam rangka penguatan sistem informasi kesehatan hewan nasional, Direktorat Kesehatan Hewan telah mengembangkan sistem informasi yang baru yaitu Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terpadu (iSIKHNAS). iSIKHNAS menjadikan peternak dan petugas lapangan sebagai “jantung” berjalannya sistem ini. Kejadian kasus penyakit hewan dilaporkan secara langsung oleh para petugas kesehatan hewan di lapangan. Peneguhan diagnosa penyakit hewan dilakukan di laboratorium kesehatan hewan sehingga di dalam iSIKHNAS juga dikembangkan sistem informasi laboratorium dan sistem integrasi data Infolab ke iSIKHNAS.

Selain itu iSIKHNAS telah dikembangkan tidak hanya untuk pelaporan penyakit namun juga menyediakan data untuk identifikasi ternak, kegiatan inseminasi buatan, lalu lintas hewan, dan lain-lain yang mencakup kegiatan yang bersinggungan langsung dengan kesehatan hewan.

Hasil capaian kinerjanya terlihat dari adanya penambahan kemampuan petugas dinas kab/kota, kemampuan koordinator iSIKHNAS regional (petugas BBVet, BVet, dan koordinator iSIKHNAS Provinsi yaitu para petugas dinas Provinsi.

iSIKHNAS merupakan kegiatan yang memberikan outcome berupa terselenggaranya alur pelaporan penyakit hewan antara daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota), Pemerintah pusat, tingkat ASEAN (ARAHIS) dan tingkat dunia/OIE (WAHID/WAHIS).

2) Pelaksanaan Surveilans

Kegiatan surveilans penyakit hewan di Indonesia sudah banyak dilakukan di berbagai tingkatan wilayah. Kegiatan surveilans tersebut tentunya harus dilakukan melalui upaya pengumpulan, analisis dan interpretasi data frekuensi dan distribusi penyakit dalam suatu populasi yang dilakukan terus menerus, kemudian diambil suatu tindakan lebih lanjut dalam rangka pengendalian dan pemberantasan penyakit. Kebutuhan dan kemampuan surveilans setiap wilayah tentunya berbeda, sehingga dalam pelaksanaannya harus secara tepat sesuai dengan kebutuhan,

(16)

11 benar sesuai dengan prosedur operasional yang baku, dan tepat waktu dalam penyampaian informasinya untuk menghasilkan informasi yang berkualitas tinggi. Hasilnya adalah peningkatan kemampuan petugas BBVet, BVet, BBPMSOH, Pusvetma, dan petugas dinas provinsi melalui model pelatihan surveilans untuk merencanakan pengumpulan data surveilans yang benar berdasarkan data yang dikumpulkan.

3) Pelaksanaan Teknis Investigasi melalui Bimbingan Teknis

Investigasi penyakit merupakan salah satu tugas dari Puskeswan sehingga SDM pengelola Puskeswan harus memiliki pemahaman dan keterampilan dalam melakukan investigasi penyakit. Staf Puskeswan (kebanyakan dibantu oleh paramedik veteriner) harus memiliki keterampilan melakukan investigasi penyakit di lapangan dan mampu memberikan informasi yang bermanfaat untuk pembuatan diagnosa dan penanganan bagi pemilik ternak. Bimtek ini merupakan acuan teknis dasar bagi staf yang melakukan investigasi penyakit yang disampaikan terlebih dahulu kepada dokter hewan di Provinsi dan Balai Besar/Balai Veteriner sebagai calon pelatih (master trainer) di wilayahnya masing-masing. Bimtek ini mencakup kaidah teknis dan membantu petugas memahami kondisi lapangan di daerahnya. Hasilnya yaitu penambahan kemampuan petugas BBVet, BVet, BBPKH Cinagara dan petugas Dinas Provinsi dalam menginvestigasi penyakit hewan khususnya dapat memasukkan beberapa materi yang berkaitan dengan manajemen penyakit pilihan yang disesuaikan dengan prioritas daerah.

i) Pengawasan Obat Hewan (POH)

Pengawasan Obat Hewan mencakup penerbitan sertifikat dan SK ijin usaha obat hewan, pendaftaran obat hewan, penerbitan SK Nomor Pendaftaran Obat Hewan, Pengujian Mutu dan sertifikasi obat hewan, penerbitan surat keterangan pemasukan dan pengeluaran obat hewan, penilaian Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB), dan sertifikasi CPOHB. Selain itu ekspor obat hewan telah berhasil menembus pasar internasional baik di kawasan ASIA, Timur Tengah ataupun Afrika. Adapun keberhasilan di bidang pengawasan obat hewan adalah seperti disajikan pada tabel berikut ini.

(17)

12 Tabel 1

Pengawasan Obat Hewan

No Pengawasan Obat Hewan Capaian Keterangan

1. Penerbitan Sertifikat dan SK Ijin Usaha Obat Hewan

24 perusahaan: 6 produsen, 13 importir dan 5 eksportir 2. Pendaftaran Obat Hewan 19 kegiatan, 1.066

dokumen pendaftaran, PPOH 15 kegiatan menilai 436 sediaan 1.016 berhasil diverifikasi 3. Penerbitan SK Nomor Pendaftaran Obat Hewan

Capaian 52 sediaan parmasetik, 32 sediaan premix, 16 sediaan biologic, 3 sediaan lain lain, 55 sediaan farmasetik 13 sediaan premix, 32 sediaan biologic diterbitkan penerbitan SK Pendaftaran Ulang 4 sediaan lain lain

4. Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan

276 surat pengantar pengujian ke

BBPMSOH untuk pendaftaran 5. Penerbitan Surat Keterangan

Pemasukan dan Pengeluaran OBat Hewan 7.015 surat kepada 307 perusahaan importer. Penerbitan surat keterangan pengeluaran 1.601 surat kepada 4 perusahaan eksportir yang terdiri dari

Terdiri dari 66 sediaan biologik, 56 sediaan farmasetik, dan 1.479 sediaan premiks.

6. Penilaian CPOHB 7 kegiatan menilai pada 31 pembahasan CPOHB produsen obat hewan

7. Sertifikasi CPOHB Saat ini produsen 75 perusahaan, dan 43 diantaranya telah menerapkan CPOHB Proses produksi telah disertifikasi.

j) Aspek Perlindungan Hewan terhadap Penyakit Eksotik

Dalam rangka melindungi negara Indonesia terhadap pemasukan penyakit dari luar negeri yang dapat berdampak luas pada perekonomian masyarakat khususnya masyarakat petani peternak, perlindungan kelestarian plasma nuftah Indonesia dari pemusnahan akibat agen penyakit dari luar negeri atau penyakit yang baru muncul (emerging animal diseases), turut menjaga ketersediaan pangan asal hewan yang aman (food safety dan food security)

(18)

13 serta desakan arus globalisasi dan perdagangan bebas yang melarang pemberlakuan kebijakan risiko nol (zero risk) terhadap importasi hewan dan produk hewan ke suatu Negara sesuai perjanjian GATT dan SPS Agreement, dan dengan mempertimbangkan bahwa perdagangan bebas tersebut dapat berpotensi bagi penyebaran penyakit hewan menular (PHM) dan penyakit eksotik (penyakit yang tidak ada di Indonesia) maka Direktorat Kesehatan Hewan melakukan bimbingan teknis KIATVETINDO PMK, bimbingan teknis Analisa Risiko, penyusunan Permentan Lalu Lintas Hewan dalam Wilayah Indonesia, penyusunan Permentan Kesiagaan Darurat Veteriner, Emergency

Center, Kaji Ulang Health Protocol, Penilaian Persetujuan Pemasukan Hewan

dan Bahan Pakan Asal Hewan, Penilaian Biosekuriti Peternakan Orientasi ekspor, Pengawasan Bahan Pakan Asal Hewan, penyusunan dan pencetakan KIATVETINDO Q-Fever, penyusunan Permentan Lalu Lintas Hewan Ke/Dari Luar Negeri, KIE Perlindungan Hewan, Kajian Analisa Risiko, penyusunan Permentan Persyaratan Teknis Kesehatan Hewan dan Koordinasi Luar Negeri.

Kinerja kegiatan ini yaitu telah diterbitkan 656 sertifikat kesehatan untuk ekspor hewan meliputi hewan kesayangan, satwa dan produk hewan. Sedangkan health requirements (HR) tahun 2015 telah diterbitkan 5.120 buah HR yang terdiri dari impor hewan kesayangan, satwa, hewan ternak, bahan pakan asal hewan dan produk biologis untuk penelitian. Bimbingan teknis analisa risiko untuk laboratorium kesehatan hewan dan beberapa Dinas Provinsi, KIATVETINDO PMK dilakukan pada Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati dan beberapa Dinas Provinsi. Terkait dengan kegiatan ini kajian analisa risiko telah dilaksanakan juga.

3. Kinerja Pendukung

Kinerja pendukung yang merupakan pelengkap dari kinerja makro dan teknis pada Direktorat Kesehatan Hewan lebih banyak terkait dengan hubungan dan kerjasama luar negeri. Hibah dari luar negeri antara lain proyek-proyek “Prevention and Control of Influenza in the Veterinary Sector” bantuan hibah KfW – Jerman, “Project on Capacity Development of Animal Health Laboratory and

Enhancement of Regional Animal Health Structure Toward Safer Community for Both Animal And Human” bantuan hibah JICA – Jepang dan “Australian Indonesia Partnership for Emerging Infectious Diseases Animal Health Program – AIP-EID “ bantuan Aus AID.

(19)

14

B. Potensi dan Permasalahan

Untuk melihat potensi dan permasalahan yang terkait dengan Direktorat Kesehatan Hewan dapat dilihat dari gambaran analisa SWOT Direktorat Kesehatan Hewan. Analisis SWOT tersebut yaitu Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman diakitkan dengan aspek-aspek lingkungan internal dan eksternal strategis untuk analisis strategi. Adapun analisis SWOT tersebut adalah:

Gambar 3 Analisa SWOT

C. Dari identifikasi lingkungan trategis tersebut maka dilakukan re-evaluasi faktor lingkungannya untuk kepentingan analisis strategi. Analisis berbagai faktor kekuatan, kelemahan, peuang dan ancaman dengan berbagai asumsi skenario pada analisis lingkungan strategis maka renstra Direktorat Kesehatan Hewan dapat merumuskan visi, misi, tujuan dan sasaran serta strategi dan program yang baru yang secara umum mencakup perubahan perubahan pada aspek sumberdaya manusia kesehatan hewan, infra struktur dan suprastruktur, sarana prasana, teknologi, sistem informasi, kerangka regulasi dan kelembagaan. Aspek yang harus dilakukan

(20)

15 perubahan ini menentukan arah kebijakan dan strategi yang akan dirumuskan. Perlunya suatu kegiatan baru berimplikasi pembiayaan maupun indikator kinerja kegiatan yang akan tercermin dalam perumusan arsitektur dan informasi kinerja dengan mempertimbangkan cascading, sasaran strategi kegiatan pada Direktorat Kesehatan Hewan. Arsitektur dan informasi kinerja dapat disusun sesuai level organisasi yaitu eselon II, eselon III dan eselon IV serta pejabat fungsional dengan penetapan kinerja.

(21)

16

BAB II

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Dari hasil analisis SWOT yang dilakukan secara internal, maka Direktorat Kesehatan Hewan merumuskan visi dan misinya sebagai berikut:

A. Visi

Mewujudkan Direktorat Kesehatan Hewan yang professional, modern, maju, efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan hewan menuju status kesehatan hewan yang ideal.*

*Adapun visi tersebut dapat diartikan sebagai berikut:

Profesional artinya pelayanan yang diberikan sesuai dengan peraturan dalam bidang kesehatan hewan. Modern merujuk pada sesuatu yang terkini dan baru sehingga kesehatan hewan selalu mengandung unsur kebaruan. Maju berarti selalu berkembang sampai pada tingkat yang lebih tinggi sehingga kesehatan hewan membawa kedalam keadaan yang lebih baik. Efektif berarti hasil pekerjaan tepat sasaran dan efisien yaitu pencapaian tujuan dan target dengan menggunakan input dalam jumlah yang sama untuk menghasilkan output yang lebih besar. Sehingga kesehatan hewan adalah usaha yang paling tepat demi menghasilkan segala sesuatu yang dikehendaki.

B. Misi

Misi adalah tugas yang harus dilakukan oleh Diektorat Kesehatan Hewan selama kurun waktu 2015-2019 untuk mencapai visi yang telah ditetapkan.

Misi Direktorat Kesehatan Hewan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan jaminan kesehatan hewan untuk mendukung kestabilan usaha bidang peternakan dan kesehatan hewan yang berdaya saing dan berkelanjutan dengan menggunakan sumberdaya lokal.

Jaminan kesehatan hewan merupakan hal terpenting untuk mendukung kestabilan usaha karena fungsi kesehatan hewan adalah untuk peningkatan produksi dan produktifitas dan menjamin status kesehatan hewan baik individu maupun populasi. Kondisi status kesehatan hewan ini akan berdampak pada daya saing dan menjamin suatu usaha yang berkelanjutan. Usaha yang berkelanjutan tersebut akan lebih terjamin lagi apabila menggunakan sumberdaya lokal yang tidak menggantungkan pada pasokan impor.

(22)

17

2. Meningkatkan sistem pelayanan kesehatan hewan yang maju dan terarah bertumpu pada teknologi modern.

Pelayanan kesehatan hewan akan terus mengikuti perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan menjadikan pelayanan kesehatan hewan tersebut sebagai suatu sistem yang di dalamnya mencakup aspek pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pembeantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumberdaya kesehatan hewan, serta pengawasan obat hewan.

3. Meningkatkan profesionalisme, kesisteman, penganggaran, kelembagaan, sarana dan prasarana.

Misi ini berarti pelayanan kesehatan hewan yang profesional yaitu dilakukan oleh pejabat medik veteriner dan paramedik veteriner dalam suatu kesisteman termasuk penganggaran kelembagaan sarana dan prasarana. Sistem tersebut dilakukan oleh pejabat dan petugas yang profesional.

C. Tujuan

1. Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Hewan

Peningkatan mutu kesehatan hewan harus seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan mutu tersebut harus menjadi upaya yang terus menerus (continues improvement) sehingga pelayanan kesehatan hewan tidak menjadi pelayanan yang tertinggal dibandingkan dengan pelayanan lainnya. Untuk ini memerlukan pelatihan yang terus menerus untuk meningkatkan kompetensi SDM kesehatan hewan baik ditingkat pusat, daerah dan laboratorium.

2. Meningkatkan Status Kesehatan Hewan

Peningkatan status kesehatan hewan terbagi atas daerah wabah, tertular, endemik, dan daerah bebas. Setiap daerah diupayakan menjadi daerah bebas penyakit yaitu dari daerah tertular meningkat menjadi daerah bebas dari daerah endemik sebelumnya. Demikian juga dari daerah wabah menjadi daerah endemik dan secara bertahap diusahakan menjadi daerah bebas.

3. Meningkatkan Jaminan Mutu, Keamanan, Ketersediaan Komoditas Hewan dan Obat Hewan

Upaya ini diperlukan karena pada hakikatnya mutu, keamanan dan ketersediaan untuk kepentingan konsumen khususnya untuk keamanan dan ketersediaan obat hewan yang akhirnya menghasilkan produk asal hewan yaitu daging, telur dan susu untuk kepentingan konsumen.

(23)

18

D. Sasaran

1. Meningkatkan perlindungan hewan dari ancaman penyakit hewan eksotik dan penyakit menular dari luar negeri. Sasaran ini dapat diukur dari semakin menurunnya kasus-kasus penyakit yang bersifat eksotik dan PHM dari luar negeri. Tidak saja penurunan kasus tapi juga menjaga ternak dalam negeri sebagai asset nasional dari serangan penyakit hewan menular dari luar negeri yang dapat mewabah.

2. Meningkatkan pengamatan penyakit hewan menular. Surveilans/ penyidikan penyakit yang dilakukan oleh UPT Balai Besar dan Balai Veteriner sesuai wilayah kerjanya.

3. Terkendalinya penyakit hewan menular dengan tetap mempertahankan status bebas atau menurunkan angka kejadian penyakit hewan menular suatu wilayah. Dengan tujuan ini maka daerah status bebas dipertahankan dan diperluas, daerah endemis menjadi bebas dan daerah tertular menjadi endemis.

4. Meningkatkan jumlah wilayah bebas PHMS. PHMS ada beberapa jenis yang secara bertahap dibebaskan dengan cara perlahan.

5. Meningkatknya penguatan kelembagaan dan sarana prasarana kesehatan hewan. Tujuan ini dibuat dalam rangka operasionalisasi adanya otoritas veteriner yang menuntut kelembagaan yang kuat didukung prasarana kesehatan hewan.

6. Meningkatnya jumlah dan kompetensi petugas dan pelayanan kesehatan hewan. Peningkatan kompetensi SDM dikembangkan secara berkelanjutan dan berjenjang.

7. Meningkatnya ketersediaan obat hewan yang bermutu, berkhasiat dan aman. Penyediaan obat yang bermutu penting untuk menjamin kesehatan hewan. 8. Meningkatnya jaminan mutu dan keamanan komoditas hewan dan produk

(24)

19

BAB III

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

A. Arah Kebijakan

Arah kebijakan Direktorat Kesehatan Hewan mengacu kepada kebijakan Direktrat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam artian Direktorat Kesehatan Hewan adalah bagian dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Oleh karena itu sesuai dengan

cascading yang telah ditetapkan fungsi kesehatan hewan menjadi bagian dari fungsi lainnya

pada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan meningkatnya status kesehatan hewan yang akan mempengaruhi terhadap peningkatan daya saing peternakan, status kesehatan hewan ini akan dipengaruhi oleh meningkatnya mutu dan keamanan produk hewan dan meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk peternakan. (lihat gambar 3)

Gambar 4

Peta Strategi Ditjen PKH 2015-2019

Dari gambar diatas pada level stake holder kebijakan Direktorat Jenderal PKH selama kurun waktu 2015-2019 adalah meningkatnya produksi pangan asal hewan, meningkatnya daya saing peternakan dan meningkatnya kesejahteraan peternak. Pada level customer terletak fungsi kesehatan hewan bersama dengan fungsi bibit, fungsi pakan, fungsi kesehatan masyarakat veteriner dan fungsi pengolahan dan pemasaran hasil peternakan. Pada level

(25)

20 internal proses dan learn and growth didukung oleh fungsi manajemen dan teknis untuk meningkatnya akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal PKH.

Dengan demikian arah kebijakan Direktorat Kesehatan Hewan telah memperhitungkan pendekatan balance scorcard. Arah kebijakan Direktorat Keswan tersebut dijabarkan menjadi:

1. Arah kebijakan di bidang manajemen SDM:

a. Mengoptimalkan peranan unit pelayanan teknis dibidang kesehatan hewan, laboratorium kesehatan hewan dan Puskeswan untuk menghindari lemahnya koordinasi dalam penanggulangan PHMSZ.

b. Mengoptimalkan tenaga kesehatan hewan dalam rangka mempertahankan status bebas penyakit.

c. Advokasi kepada pengambil kebijakan di Pemerintah Pusat dan Daerah dalam perencanaan pelaksanaan kegiatan dan penganggaran.

2. Arah kebijakan teknis:

Secara khusus arah kebijakan dan strtateginya difokuskan kepada: a. Pengamatan Penyakit Hewan

1) Laboratorium Kesehatan Hewan

2) Program System Quality Assurance

3) Surveilens dan Monitoring

4) Sistem Informasi Kesehatan Hewan

a) Sistem informasiKesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS) b) Sistem Informasi Laboratorium (INFOLAB)

c) Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner

b. Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan c. Perlindungan Hewan

1) Pengamanan terhadap Penyakit Hewan Eksotik dan Penyakit Hewan Menular dari Luar Negeri

2) Pengamanan Pengeluaran/eksportasi Hewan dan bahan biologis 3) Meningkatkan Kesiagaan Darurat Penyakit Eksotik

d. Pengawasan Obat Hewan e. Pelayanan Kesehatan Hewan

(26)

21

3. Arah kebijakan dan strategi pengembangan unit satuan kerja/ UPT Lingkup Direktorat Kesehatan Hewan:

a. Penyidikan dan Pengujian Veteriner

Strategi ini menyangkut UPT yang bergerak dalam penyidikan, diagnosa dan pengujian yaitu pada BBVet dan BVet serta BBPMSOH yang melakukan pengujian obat hewan.

b. Penyediaan vaksin dan antigen di Indonesia

Strategi ini dimiliki oleh produsen vaksin dan antigen yaitu Pusat Veteriner Farma. Pusat Veteriner Farma tidak berarti hanya memproduksi vaksin dan antigen tetapi pada akhirnya bertanggung jawab terhadap penyediaan vaksin dan antigen untuk hewan seluruhnya yang ada di Indonesia.

c. Penjaminan Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan

Strategi ini dimiliki oleh BBPMSOH karena bertugas untuk melakukan penjaminan mutu dan sertifikasi obat hewan yang beredar untuk pengendalian, pemberantasan serta pencegahan penyakit pada ternak di Indonesia.

B. Kerangka Regulasi dan Kelembagaan

Untuk mengoperasionalkan arah dan kebijakan strategi ini maka Direktorat Kesehatan Hewan memerlukan piranti regulasi dan kelembagaan sehingga kebijakan dan strategi yang telah dirumuskan dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.

1. Kerangka Regulasi

Kerangka regulasi adalah kebutuhan akan regulasi yang akan diperlukan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang sudah direncanakan dengan pertimbangan kebutuhan dan kepentingan para stake holder.

Dalam menjalankan tugas fungsinya Direktorat Kesehatan Hewan tidak lepas dari peraturan perundangan yang terkait dengan fungsi kesehatan hewan. Undang-undang tersebut adalah undang-undang no 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang kemudian dirubah menjadi undang-undang No. 41 Tahun 2014. Dari undang-undang-undang-undang tersebut masih banyak yang memerlukan penjabaran melalui beberapa peraturan pemerintah dan peraturan Menteri Pertanian.

Selama kurun waktu 2015 sampai 2019 utamanya tentang otoritas veteriner yaitu kelembagaan pemerintah dan/ atau kelembagaan yang dibentuk pemerintah dalam pengambilan keputusan tertinggi yang bersifat teknis kesehatan hewan dengan melibatkan keprofesionalan dokter hewan dan dengan mengerahkan semua lini kemampuan profesi mulai dari mengidentifikasikan masalah,

(27)

22 menentukan kebijakan, mengordinasikan pelaksana kebijakan, sampai dengan mengendalikan teknis operasional di lapangan. (UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan)

Dalam kurun waktu lima tahun mendatang Direktorat Kesehatan Hewan memerlukan regulasi baru untuk mengantisipasi perkembangan kebijakan yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi, perdagangan bebas dalam rangka MEA serta arah kebijakan Kementerian Pertanaian yang mengarah pada bio-industri.

Adapun regulasi baru yang diperlukan oleh Direktorat Kesehatan Hewan selama kurun waktu 2015-2019 adalah sebagai berikut:

Tabel 2

No Regulasi Maksud Keterangan

1 Peraturan Pemerintah tentang Otoritas Veteriner

Memberikan kewenangan teknis penuh kepada profesi kedokteran hewan dalam perumusan kebijakan sampai tindakan di lapangan Amanat UU No. 18 Tahun 2009 yang dirubah menjadi UU no. 41 Tahun 2014 2 Tindak lanjut PP Otoritas Veteriner

Memberikan kepastian tindaan operasional veteriner di lapangan

2. Kerangka Kelembagaan

Kelembagaan Direktorat Kesehatan Hewan sesuai dengan Permentan No. 43/ Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa Direktorat Kesehatan Hewan bertugas untuk melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan penyehatan hewan secara individu dan populasi. Dalam melaksanakan tugas tersebut maka Direktorat Kesehatan Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; (2) pelaksanaan kebijakan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; (3) penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; (4) pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit

(28)

23 hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan serta pengawasan obat hewan; (5) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan serta pengawasan obat hewan; dan (6) pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Kesehatan Hewan.

3. Struktur Organisasi

Gambar 5

Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Hewan

Dari struktur organisasi tersebut Direktorat Kesehatan Hewan terdiri atas: a. Subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan

b. Subdirektorat Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan c. Subdiektorat Perlindungan Hewan

d. Subdirektorat Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan e. Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan

f. Sub Bagian Tata Usaha

g. Kelompok Jabatan Fungsional

Uraian tugas dan fungsi pada masing masing unit kerja yang dimaksud secara rinci disampaikan pada tabel berikut ini:

(29)

24 Tabel 3

Uraian Tugas dan Fungsi Subdit Lingkup Direktorat Kesehatan Hewan

No Unit Kerja Tugas Fungsi

1. Pengamatan Penyakit Hewan melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengamatan penyakit hewan.

1. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang surveilans dan pengujian penyakit hewan serta analisis epidemiologi dan sistem informasi kesehatan hewan;

2. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang surveilans dan pengujian penyakit hewan serta analisis epidemiologi dan sistem informasi kesehatan hewan;

3. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang surveilans dan pengujian penyakit hewan serta analisis epidemiologi dan sistem informasi kesehatan hewan;

4. pemberian bimbingan teknis dan supervise di bidang surveilans dan pengujian penyakit hewan serta analisis epidemiologi dan sistem informasi kesehatan hewan;

5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang surveilans dan pengujian penyakit hewan serta analisis epidemiologi dan sistem informasi kesehatan hewan. 2. Pencegahan dan Pemberantasa n Penyakit Hewan melaksananan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pencegahan dan pemberantasan

penyakit hewan. Dalam melaksanakan

tersebut,

1. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang kesiagaan darurat penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan;

2. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang kesiagaan darurat penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan;

3. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang kesiagaan darurat penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan;

4. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang kesiagaan darurat penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan;

5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang kesiagaan darurat dan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan. 3. Subdirektorat Perlindungan Hewan melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang

1. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang analisis risiko, standardisasi dan biosekuriti;

2. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis risiko, standardisasi dan biosekuriti;

3. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria dibidang analisis risiko dan biosekuriti;

(30)

25 perlindungan hewan. bidang analisis risiko, standardisasi dan

biosekuriti;

5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang analisis risiko, standardisasi dan biosekuriti. 4. Subdirektorat Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan. Dalam melaksanakan tugas tersebut

1. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan;

2. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan;

3. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan;

4. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang kelembagaan kesehatan hewan dan sumber daya kesehatan hewan;

5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang kelembagaan kesehatan hewan dan sumber daya kesehatan hewan.

5. Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan obat hewan.

1. penyiapan penyusunan kebijakan di bidang penerapan standar mutu obat hewan dan peredaran obat hewan;

2. penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang penerapan standar mutu obat hewan dan peredaran obat hewan;

3. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang penerapan standar mutu obat hewan dan peredaran obat hewan;

4. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penerapan standar mutu obat hewan dan peredaran obat hewan;

5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang penerapan standar mutu obat hewan dan peredaran obat hewan.

6. Subbagian Tata Usaha melakukan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga dan surat menyurat, serta kearsipan Direktorat Kesehatan Hewan 7. Kelompok Jabatan Fungsional melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdiri dari:

1. Jabatan Fungsional Medik Veteriner

Adalah jabatan fungsional keahlian di bidang peternakan dan kesehatan hewan bagi Dokter Hewan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan kedokteran hewan, metodologi dan teknik analisis tertentu

(31)

26

2. Jabatan Fungsional Paramedik Veteriner Adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang melakukan kegiatan di bawah penyeliaan Medik Veteriner di bidang pengendalian hama dan penyakit hewan dan pengamanan produk hewan, yang diduduki oleh PNS dengan hak dan kewajiban secara penuh yang diberikan oleh pejabat yang berwenang.

3. Jabatan Fungsional Arsiparis

Adalah seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kearsipan yang diperoleh melalui pendidikan formal dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan serta mempunyai fungsi, tugas dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan kearsipan.

Kelembagaan Diektorat Kesehatan Hewan tersebut akan terus disesuaikan dengan tuntutan pelayanan masyarakat. Dalam rangka peningkatan status kesehatan hewan untuk meningkatnya daya saing peternakan maka kelembagaan menjadi faktor kunci. Tantangan kelembagaan tidak saja bersifat internal tetapi sektoral, nasional, regional, dan ditingkat global yang akan berubah sehingga kelembagaan yang ada di masa mendatang tetap akan mengalami perubahan-perubahan, terutama dengan terbitnya PP Otoritas Veteriner.

(32)

27

BAB IV

PROGRAM DAN KEGIATAN

A. Program

Sesuai dengan ketentuan maka pada setiap eselon I lingkup Kementerian Pertanian hanya diperkenankan memiliki satu program. Direktorat Kesehatan Hewan sebagai bagian dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mempunyai program yang sama dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yaitu:

Program pemenuhan pangan asal ternak dan agribisnis peternakan rakyat

Arah program mencakup dua kata kunci yaitu pertama, pemuhan pangan asal ternak yang diarahkan pada pencapaian peningkatan populasi dan produksi ternak (daging, telur dan susu); dan kata kunci kedua yaitu agribisnis peternakan rakyat yang mengarah pada peningkatan daya saing peternakan dan kesehatan hewan. Sasaran program untuk meningkatkan produksi pangan hewani asal ternak, daya saing dan pendapatan peternak.

Program dilakukan melalui pendekatan ekonomis, agribisnis dan teknis. Pendekatan ekonomis, yaitu perbaikan dan peningkatan infrastruktur ternak dan produknya, mendorong intensif peternakan dan pemberdayaan peternak, untuk peningkatan produksi daging, telur dan susu serta pengembangan ekspor dan daya saing yang mencakup komoditas kambing dan babi, dan produk ternak berupa kulit, tanduk, semen beku dan obat hewan serta peningkatan nilai tukar peternak.

Pendekatan agribisnis yaitu untuk penguatan kawasan dan kelembagaan peternakan, regulasi peternakan dan kesehatan hewan, penerapan teknologi dan sistem informasi. Focus komoditas mencakup Sembilan komoditas peternakan yaitu sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, ayam lokal, itik, babi dan ayam ras yang diarahkan pada pengembangan pengolahan.

Pendekatan teknis yaitu penguatan infrastruktur pelayanan teknis dan pelayanan kesehatan hewan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetik lokal serta peningkatan jumlah dan penguatan kapasitas SDM peternakan dan kesehatan hewan.

B. Kegiatan

Sasaran strategis pada Kementerian Pertanian yang terkait dengan Direktorat Jenderal PKH sebagaimana tertuang di dalam Rencana Strategisnya adalah :

1. Peningkatan produksi daging Produksi daging sapi dan kerbau

(33)

28

2. Peningkatan komoditas bernilai tambah dan berdaya saing a. Produksi susu

b. Produksi daging kambing dan domba c. Produksi daging babi

d. Rasio volume ekspor terhadap produksi pertanian strategis e. Penurunan volume impor produk peternakan strategis.

3. Peningkatan kesejahteraan keluarga peternak

a. BDB peternakan terhadap jumlah tenaga kerja peternakan b. Prosentase petani miskin.

Sasaran program pemenuhan pangan asal ternak dan agribisnis peternakan rakyat yaitu meningkatnya produksi asal hewan asal ternak, daya saing dan pendapatan peternak. Untuk mencapai sasaran program tersebut serta mendukung terwujudnya ketiga sasaran strategis Kementerian Pertanian yang terkait dengan Direktorat Jenderal PKH maka telah ditetapkan enam sasaran kegiatan yaitu:

1. Peningkatan perbibitan dan produksi ternak (produktivitas) 2. Peningkatan produksi, mutu dan keamanan pakan ternak 3. Peningkatan status kesehatan hewan

4. Peningkatan mutu dan keamanan produk hewan

5. Peningkatan nilai tambah dan daya saing produk peternakan 6. Peningkatan akuntabilitas

Satu dari enam sasaran kegiatan tersebut diamanatkan ke Direktorat Kesehatan Hewan yaitu sasaran peningkatan status kesehatan hewan yang diimplimentasikan sebagai kegiatan operasional Direktorat Kesehatan Hewan.

Selanjutnya dari kegiatan ini dijabarkan dalam kegiatan operasional untuk mencapai target yang dapat dituliskan sebagai berikut:

Pengendalian dan pencegahan penyakit hewan yang terdiri dari sub kegiatan yaitu 1. Pengendalian, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular

strategis zoonosis (PHMSZ) viral, bakterial, parasit dan gangguan reproduksi. 2. Pengujian penyakit hewan dan sertifikasi obat hewan

3. Penguatan kelembagaan otoritas veteriner 4. Produksi vaksin dan bahan biologik

5. Penguatan sistem kesehatan hewan nasional (Siskeswanas)

Secara rinci kegiatan operasional tersebut dijabarkan dalam bentuk aktifitas kegiatan atau rincian kegiatan untuk mendukung target yang ditetapkan. Aktivitas dan sasaran kegiatan dapat dilihat pada tabel 1. Untuk efektifitas dan efisensi dalam pencapaian kinerja, dalam implemtasinya kegiatan operasional tersebut difokuskan pada lokasi

(34)

29 pengembangan kawasan komoditas peternakan, lokasi tematik dan lokasi lainnya mengacu pada kebijakan yang telah ditetapkan.

Gambar 6

Sinergisitas Program Ditjen PKH dan Ditkeswan

Catatan: Susunan kegiatan Direktorat Kesehatan Hewan sebagai bagian dari susunan program Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Tabel 4

Sasaran Kegiatan, Kegiatan Operasional dan Aktivitas Kegiatan Kesehatan Hewan

Ditjen PKH Direktorat Kesehatan Hewan Program Sasaran

Program

Sasaran Kegiatan Operasional dan Aktivitas Kegiatan

Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Hewan Program pemenuhan pangan asal ternak dan agribisnis peternakan rakyat Meningkatnya produksi pangan hewani asal ternak, daya saing dan kesejahteraan peternak 1. Pengendalian, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular strategis zoonosis (PHMSZ) 1. Kesiagaan Wabah PHM 2. Pengendalian dan Penanggulangan Rabies 3. Pengendalian dan Penanggulangan AI 4. Biosecurity Perunggasan 5. Pengendalian dan Penanggulangan Brucellosis 6. Pengendalian dan Penanggulangan Antrax 7. Pengendalian dan

Penanggulangan Hog Cholera 8. Pengendalian dan

Penanggulangan Jembrana 9. Penanggulangan Gangguan

Reproduksi pada Sapi / Kerbau

Sasaran

(35)

30 10. Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Parasiter 11. Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Bakterial lainnya 12. Pengendalian dan

Penanggulangan Penyakit Viral Lainnya

13. Kewaspadaan Penyakit Eksotik Lintas Perbatasan

14. Penguatan, pengujian dan penyidikan veteriner

15. Pengujian dan Sertifikasi Obat Hewan di BBPMSOH

2. Pengujian

Penyakit Hewan dan sertifikasi obat hewan (sampel)

1. Penguatan, pengujian dan penyidikan veteriner

2. Pengujian dan Sertifikasi Obat Hewan di BBPMSOH

3. Penguatan Kelembagaan Otoritas Veteriner

1. Pembinaan dan koordinasi Kesehatan Hewan

2. Penguatan Puskeswan

3. Penguatan Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan 4. Penguatan Lab B/C

5. SDM Kesehatan Hewan (THL) 4. Produksi vaksin

dan bahan biologik (dosis)

1. Peningkatan Produksi Vaksin, Obat hewan dan bahan biologik 2. Peningkatan Produksi Vaksin,

Obat hewan dan bahan biologik (BLU)

5. Penguatan Sistem Kesehatan Hewan

1. Sistim Kesehatan Hewan Nasional (SISKESWANNAS) 2. Pengawasan obat Hewan 3. Perlindungan Hewan

4. Pengamatan Penyakit Hewan

Tabel tersebut menjelaskan adanya keterkaitan antara program Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan yang dijabarkan pada kegiatan-kegiatan Direktorat Kesehatan Hewan sebagai operasionalisasi dari cascading rencana strategis Direktorat Jenderal PKH.

(36)

31

BAB V

PEMBIAYAAN DAN INDIKATOR KINERJA UTAMA

A. Pembiayaan

Pembiyaan dalam kegiatan kesehatan hewan pinsipnya dapat berasal dari Pemerintah, Swasta maupun masyarakat. Pembiayaan dari pemerintah dapat berupa anggaran pembangunan dan belanja Negara (APBN), Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) baik APBD Provinsi maupun APBD Kab/Kota.

1. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)

Dana APBN disalurkan melalui organisasi perangkat pusat pada satuan kerja kantor pusat (KP), dana dekonsentrasi (DK) dan dana tugas pembantuan (TP) pada organisasi perangkat daerah OPD. Pembiayaan melalui APBN untuk Direktorat Kesehatan Hewan pada kurun waktu 2015-2019 besarnya diproyeksikan 930.439 milyar lebih. Adapun rincian alokasi anggaran operasional untuk fungsi kesehatan hewan melalui dana APBN tersebut disampaikan pada lampiran 1. Lampiran 1 tersebut menunjukkan bahwa rencana anggaran Direktorat Kesehatan Hewan meningkat 13,26% pertahun. Dilihat berdasarkan fungsi fungsi Direktorat Kesehatan Hewan yaitu Pengendalian, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular strategis dan zoonosis, pengujian penyakit hewan dan sertifikasi obat hewan, penguatan kelembagaan otoritas veteriner, produksi vaksin dan bahan biologik, dan penguatan sistem kesehatan hewan nasional (Siskeswanas) maka berturut-turut alokasi yang paling besar adalah untuk pengendalian, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular stategis dan zoonosis yang besarnya pada tahun 2015 Rp. 227.979.012.000,- sebesar 48,18%, pada tahun 2016 Rp. 333.960.454.400,- sebesar 51.11%, pada tahun 2017 Rp. 392.126.005.280,- sebesar 53.43% pada tahun 2018 Rp. 461.912.996.936,- sebesar 55.79% pada tahun 2019 Rp. 519.946.863.669,- sebesar 55.88% sedangkan untuk kegiatan Pengujian penyakit hewan dan sertifikasi obat hewan pada tahun 2015 Rp. 160.020.050.000,- sebesar 27.74% pada tahun 2016 Rp. 175.884.585.250,- sebesar 26.91% pada tahun 2017 Rp. 193.396.890.107,- sebesar 26.35% pada tahun 2018 Rp. 212.836.861.920,- sebesar 25.71% pada tahun 2019 Rp. 234.405.461.146,- sebesar

25.19%. Untuk kegiatan Penguatan kelembagaan otoritas veteriner pada tahun 2015 Rp. 102.775.000.000,- sebesar 17.81%, pada tahun 2016 Rp. 107.151.500.000,-

sebesar 16.40%, pada tahun 2017 Rp. 111.529.015.000,- sebesar 15.20%, pada tahun 2016 Rp. 154.907.555.150,- sebesar 18.71% dan pada tahun 2019 Rp. 120.287.130.702,- sebesar 12.93%. Kegiatan selanjutnya adalah produksi vaksin dan bahan biologik sebesar pada tahun 2015 Rp. 28.612.185.000,- sebesar 4.96%, pada

(37)

32 tahun 2016 Rp. 28.898.306.850,- sebesar 4.42%, pada tahun 2017 Rp. 29.187.289.919,- sebesar 3.98%, pada tahun 2016 Rp. 29.479.162.818,- sebesar 3.56% dan pada tahun 2019 Rp. 29.773.954.440,- sebesar 3.20%. Penguatan sistem kesehatan hewan Nasional pada tahun 2015 Rp. 7.525.000.000,- sebesar 1.30%, pada tahun 2016 Rp. 7.600.250.000,- sebesar 1.16%, pada tahun 2017 Rp. 7.676.252.500,- sebesar 1.05%, pada tahun 2016 Rp. 7.753.015.025,- sebesar 0.94% dan pada tahun 2019 Rp. 7.830.545.175,- sebesar 0.84%.

Tabel 5

Alokasi Anggaran Direktorat Kesehatan Hewan APBN Tahun 2015-2019

No Fungsi Anggaran Prosentase

1. Pengendalian, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular strategis dan zoonosis

Rp. 1,985,925,332,285 53.05%

2. Pengujian penyakit hewan dan sertifikasi obat hewan

Rp. 976,503,848,423 26.06% 3. Penguatan kelembagaan otoritas veteriner Rp. 596,650,200,852 15.93% 4. Produksi Vaksin dan bahan biologik Rp. 145,950,899,033 3.98% 5. Penguatan sistem kesehatan hewan

Nasional

Rp. 38,385,062,700 1.02%

Gambar 7

Diagram Alokasi Anggaran Direktorat Kesehatan Hewan APBN Tahun 2015-2019

Anggaran Direktorat Kesehatan Hewan tersebut mencerminkan prioritas kebijakan selama 2015-2019. Prioritas utamanya adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular strategis dan zoonosis (PHMSZ) baik disebabkan oleh Viral, baktreial aparasit dan agangguang reproduksi. Prioritas selanjutnya adalah pengujian penyakit hewan dan sertifikasi obet hewan yang mencakup penguatan pengujian dan penyidikan veteriner serta pengujian dan sertifikasi obat hewan. Prioritas ketiga adalah penguatan kelembagaan otoritas veteriner yang banyak menyangkut kegiatan

Pengendalian, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular strategis dan zoonosis

Pengujian penyakit hewan dan sertifikasi obat hewan

Penguatan kelembagaan otoritas veteriner

Produksi vaksin dan bahan biologik

Penguatan sistem kesehatan hewan Nasional

53.05% % 26.06% % 15.93% 3.98% 1.02%

(38)

33 penguatan Puskeswan, penguatan kelembagaan dan sumberdaya kesehatan hewan, penguatan laboratorium dan SDM kesehatan hewan. Selanjutnya prioritasnya adalah produksi vaksin dan bahan biologik dan akhirnya prioritasnya adalah penguatan sistem kesehatan hewan Nasional.

2. APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah)

APBN dan APBD bersinergi dengan aktivitas kegiatan untuk mendukung pencapaian target kinerja program dan fungsi Direktorat Kesehatan Hewan. Seiring dengan otonomi daerah maka peran dari APBD diharapkan akan terus meningkat walaupun fungsi kelembagaan peternakan dan kesehatan hewan dalam perangkat daerah digabung menjadi organisasi pertanian atau ketahanan pangan. Tetapi fungsi kesehatan hewan tetap menjadi fungsi yang diminta oleh masyarakat walaupun organisasi peternakan dan kesehatan hewan digabung/merger. Pada keadaan wabah penyakit ataupun mencegah terjadinya penyakit fungsi ini merupakan domain dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga peran pusat kesehatan hewan menjadi sangat sentral.

B. Indikator kinerja dan indikator kerja

Program merupakan instrument kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh suatu instansi untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dapat dikoordinasikan. Sedangkan kegiatan adalah penjabaran dari program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi eselon II/ satker/ penugasan tertentu yang berisikan komponen untuk mencapai keluaran dengan indikator kerja yang terukur.

Dalam hal ini sasaran program atau outcome yang akan dicapai dari suatu program dalam rangka pencapaian sasaran strategis Direktorat Jenderal PKH. Outputnya adalah keluaran dari fungsi-fungsi yang ada. Outcome tersebut merupakan hasil agregasi dan/ atau sinergitas berbagai fungsi kegiatan (kinerja fungsi) dari suatu program tersebut.

Gambar 8

Gambar

Gambar 3  Analisa SWOT
Tabel  tersebut  menjelaskan  adanya  keterkaitan  antara  program  Direktur  Jenderal  Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan yang dijabarkan pada kegiatan-kegiatan  Direktorat  Kesehatan  Hewan  sebagai  operasionalisasi  dari  cascading  rencana  strateg
Tabel 7  Data Puskeswan

Referensi

Dokumen terkait

DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN TULANG BAWANG TAHUN ANGGARAN

Sumber pembiayaan untuk kegiatan pengadaan Bantuan Pemerintah Kampung Nila Salin di Kabupaten Pati ini, yaitu APBN Tahun Anggaran 2022 Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya

Perencanaan operasional Penguatan Pembibitan Kambing/domba di Provinsi Terpilih (Jawa Barat, Bengkulu, Lampung Selatan, Maluku dan Bali) Tahun 2015 dapat dituangkan dalam

PENINGKATAN DAYA TERNAK DAN AGRIBISNIS PETERNAKAN RAKYAT PANGAN ASAL TERNAK KEDAULATAN PANGAN NASIONAL 3 TERNAK DAN AGRIBISNIS PETERNAKAN RAKYAT TERNAK KEDAULATAN PANGAN NASIONAL

Sehubungan dengan pengumuman Pelelangan Sederhana dengan Pascakualifikasi dan Dokumen Pengadaan Nomor: _________________ tanggal ______________ dan setelah kami

sebagaiman dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.  Sebagai turunan Pasal 36E UU No. 4 Tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan Dalam

Pencapaian kinerja Balai Besa Veteriner Denpasar tahun 2015, dengan Program Pemenuhan Pangan Asal Ternak dan Agribisnis Peternakan Rakyat sebesar 85.79%, untuk kegiatan

Tingginya permintaan bibit ternak dan produk peternakan (daging, susu, telur, dan pupuk bokhasi), menyebabkan peluang BPTU-HPT Sembawa dalam menghasilkan bibit ternak juga