FAKTOR PENYEBAB PUDARNYA PENGGUNAAN BAHASA JAWA
PADA MASYARAKAT JAWA KELAHIRAN SUMATERA BARAT
(STUDI KASUS : DESA SIKALANG, KECAMATAN TALAWI,
KOTA SAWAHLUNTO)
ARTIKEL
FEBRI TRISNA SARI
NIM: 11070028
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2015
Factors Causing The Erosion of The Use of The Java Language on The Java Comunity Birth of Western Sumatera (Case Study : Sikalang Villages, District Talawi, Sawahlunto City )” Thesis.
Education Courses Sociology STKIP PGRI West Sumatera, 2015. Oleh :
Febri Trisna Sari1Drs. Wahyu Pramono, M.Si2Sri Rahmadani M.Si3
*The Sosiology education student of STKIP PGRI Sumatera West. **The Sosiology staff of sosiology education of STKIP PGRI Sumatera West
ABSTRACT
Java language as a comunity language javanese culture that is famous for its gentleness in speech, should have always been the hall mark and habits for the Java community. How, over the more modern era and the mayority of people in the area Sikalang Java is Java born descendants of the younger generation to make the youth of west Sumatera. Making young people shutter in using the java languange. The purpose of this study was to describe factors that cause erosion of the use of the Java language on the Java community birth of western Sumatra (Case Study : Sikalang Villages, district Talawi, Sawahlunto City).
This study used functional structural theory popularized by Talcott Parsons, by using a qualitative approach with descriptive study. The informants were 13 people. The type of data in the research in primery and secondary data. The data collection techniques in this research group. Analysis of the data in this study using the research data presented by Milles and Huberman interactive model of analysis.
Based on the results of this study concluded that there are several factors that cause erosion of the use of the java language. Firts, the lack of public knowledge of Java use Java language. Second, inter etnic marriages. Third, weakening the control or socialization of the use of the Java language in the family. Fourth, the lach of knowledge of the other person the use the Java language. And fifth, there are no spesific rules on the use of the Java language in everyday situations.
Keyword : Faded, java language, java community
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat
2Pembimbing I, staf pengajar Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 3
ABSTRAK
Faktor Penyebab Pudarnya Penggunaan Bahasa Jawa Pada Masyarakat Jawa Kelahiran Sumatera Barat (Studi kasus : Desa Sikalang Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto). Skripsi.
Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat, 2015.
Bahasa Jawa sebagai budaya bahasa masyarakat Jawa yang terkenal dengan kelemah – lembutannya dalam berbicara, seharusnya selalu menjadi ciri khas dan kebiasaan bagi masyarakat Jawa tersebut. Namun seiring perkembangan zaman yang semakin modern dan mayoritas masyarakat Jawa di daerah Sikalang adalah generasi muda keturunan Jawa kelahiran Sumatera Barat, menjadikan para pemuda cenderung gagap dalam menggunakan bahasa Jawa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan faktor penyebab pudarnya penggunaan bahasa Jawa pada masyarakat Jawa kelahiran Sumatera Barat di Desa Sikalang Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto.
Penelitian ini menggunakan teori struktural fungsional yang dipopulerkan oleh Talcott Parsons, dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Informan penelitian sebanyak 13 orang. Jenis data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu berupa observasi, wawancara, dan studi dokumen. Unit analisis dalam penelitian ini yaitu kelompok. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian data yang dikemukakan oleh Milles dan Huberman.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan pudarnya penggunaan bahasa Jawa. Pertama, minimnya pengetahuan masyarakat Jawa terhadap tingkat penggunaan bahasa Jawa, Kedua, perkawinan antar etnik, ketiga, melemahnya kontrol dan sosialisasi penggunaan bahasa Jawa di dalam keluarga, keempat, minimnya pengetahuan lawan bicara terhadap penggunaan bahasa Jawa, dan yang kelima, tidak ada aturan khusus tentang penggunaan bahasa sehari – hari.
PENDAHULUAN
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, dan ras yang berbeda-beda di setiap daerah. Di Indonesia terdapat sejumlah masyarakat dengan berbagai etnis beserta kebudayaannya. Setiap masyarakat memiliki tradisi yang berbeda dan umumnya memiliki wilayah budaya tertentu pula. Dengan jelas bisa ditunjukan wilayah budaya Jawa, Sunda, Madura, Minangkabau, Bugis, Melayu dan lain-lain (Esten, 1999 : 27).
Menurut Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Chaer dan Agustina (2010 : 164-165) mengatakan bahwa kebudayaan itu hanya dimiliki manusia, dan tumbuh bersama dengan berkembangnya masyarakat manusia. Isi kebudayaan itu terdiri dari tujuh unsur-unsur yang bersifat universal, artinya ketujuh unsur itu terdapat dalam setiap masyarakat manusia yang ada di dunia. Ketujuh unsur tersebut adalah ; 1) bahasa, 2) sistem teknologi, 3) sistem mata pencaharian, 4) organisasi sosial, 5) sistem pengetahuan, 6) sistem religi, 7) kesenian. Dengan demikian dapat diketahui bahwa bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, atau dengan kata lain bahasa itu di bawah lingkup kebudayaan. Bahasa merupakan unsur utama yang mengandung semua unsur kebudayaan manusia yang lainnya.
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Bahasa sangat terikat bagaimana masyarakat menempatkan bahasa pada posisi tertentu sehingga kondisi atau karakter pendukung menentukan bagaimana perkembangan bahasa. Misalnya saja bahasa daerah, keseluruhan proses telah mentransformasikan masyarakat ke bentuk dan karakter tertentu yang dapat dilihat dari beberapa konteks penting yang secara langsung mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Pertama, proses transformasi keluarga secara meluas dari karakter yang relatif tradisional ke suatu karakter modern dengan gaya hidup dan ukuran nilai baru. Kedua, proses perubahan tata nilai dalam masyarakat yang tampak dari konflik-konflik sosial akibat relativitas nilai. Ketiga, proses melemahnya peran institusi kebudayaan yang secara ideal berperan dalam pembentukan, pengembangan dan pelestarian nilai dan praktik sosial. Ketiga konteks ini merupakan faktor yang di satu sisi menyebabkan melemahnya bahasa daerah dan mengalami kemunduran, di sisi lain menyebabkan bahasa daerah dapat menjadi kekayaan yang memiliki kontribusi bagi proses berbangsa dan bernegara (Abdullah, 2006 : 101-102).
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan pada tanggal 21 April 2015, bahwa di Sumatera Barat masih banyak warga yang masih keturunan Jawa. Menurut data di Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, tentang jumlah penduduk berdasarkan etnis ada 6.605 jiwa penduduk Sawahlunto yang bersuku Jawa. Sawahlunto merupakan kota nomer dua terbanyak yang memiliki penduduk bersuku Jawa. Kota yang pertama yakni kota Padang, namun karena Padang merupakan kota yang padat penduduk, sulit bagi penulis untuk melakukan penelitian di Kota Padang. Selain itu penulis lebih memilih daerah kota untuk mempermudah penulis melakukan observasi di lapangan ketimbang daerah kabupaten yang wilayahnya lebih luas.
Dalam perkembangannya, seperti juga pada bahasa daerah lain, bahasa Jawa sangat dipengaruhi bahasa lain, hingga banyak muncul istilah baru yang diadaptasi begitu saja tanpa mempedulikan tata bahasa dan asal kata. Bahasa Jawa menjadi bagian integral dalam tata krama masyarakat Jawa dalam berbahasa. Bahasa Jawa biasanya digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua sebagai lambang kesopanan dan kesantunan pemuda / pemudi Jawa. Misalnya ketika masyarakat dengan status sosial yang rendah mengatakan kabeh (semua) untuk berbicara dengan orang status sosial yang lebih tinggi, seharusnya adalah menggunakan kata sedaya (semua) walaupun memiliki arti yang sama tetapi penggunaan bahasa harus lebih diperhatikan atau ketika menyatakan kata “tidak”, pemuda sekarang lebih cenderung menggunakan kata ora dibandingkan kata halusnya mboten untuk berbicara pada orang yang lebih tua darinya.
Lain halnya dengan pemuda yang seumuran berbicara dengan bahasa tangsi seperti “kemana ke kok ndak ketok - ketok “ ? (kemana kamu, kenapa tidak pernah nampak/ kelihatan). Terlihat bahwa pada saat observasi awal penulis beberapa interaksi antara masyarakat sesama transmigran ataupun masyarakat transmigran dengan masyarakat lokal memperlihatkan penggunaan bahasa Jawa telah pudar dan tidak lagi sesuai dengan undhak
undhak Jawa (tingkatan). Wes akeh wong Jowo lali bosone (orang jawa lupa bahasanya)
mungkin itu yang sedang terjadi saat ini, bahasa Jawa semakin terpinggirkan di kalangan masyarakat di luar daerah / Pulau Jawa, salah satunya di Sumatera Barat atau masyarakat Jawa yang sebelumnya ditransmigrasikan.
Sebagai pemilik bahasa Jawa, masyarakat Jawa seharusnya menjaga kelestarian dan kelangsungan bahasanya
tersebut meskipun bukan berada di komunitas aslinya, Namun yang terjadi malah sebaliknya, masyarakat Jawa hampir dikatakan jarang menggunakan bahasa Jawa, contohnya para kaum muda keturunan Jawa di Sumatera Barat tepatnya di daerah Sikalang, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto.
Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan di Desa Sikalang, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto ditemui bahwa perbandingan jumlah penduduk keturunan Jawa lebih dominan di Desa Sikalang terdapat empat dusun yakni Dusun Bukit Sibanta, Tarandam, Kemiri, dan Muaro Jaya. Jumlah penduduk secara keseluruhan 1.667 jiwa, yang mana hampir separuh penduduknya masih keturunan Jawa.
Khususnya mereka yang masih berusia sekolah hampir sebagian besar tidak menguasai bahasa Jawa halus, alias gagap berbahasa Jawa mereka pada umumnya cenderung menggunakan bahasa Jawa yang kasar atau menggunakan bahasa lain seperti bahasa Indonesia, atau bahasa gaul pada zaman sekarang ini. Berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan penelitian dengan mengangkat judul “ Faktor
Penyebab Pudarnya Penggunaan Bahasa Jawa Pada Masyarakat Jawa Kelahiran Sumatera Barat (Studi Kasus Desa Sikalang, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto)”.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang penulis lakukan yakni menggunakan metode kualitatif, dengan tipe penelitian deskriptif, yang mana mencoba menggambarkan, menentukan, dan menafsirkan suatu fenomena yang terjadi dalam masyarakat tentang faktor penyebab pudarnya penggunaan bahasa Jawa halus pada masyarakat Jawa kelahiran Sumatera Barat.
Informan ditetapkan dengan menggunakan teknik purposive sampling, dimana informan dipilih sesuai dengan tujuan penelitian (Arikunto, 2010 : 188). Dengan kriteria informan : 1) Masyarakat Jawa kelahiran Sumatera Barat di Dusun Bukit Sibanta, 2) Masyarakat lokal yang ada di Desa Sikalang, 3) Tokoh masyarakat yaitu anggota Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) di Desa Sikalang bidang kemasyarakatan.
Analisis Data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penelitian dilakukan di Dusun Bukit Sibanta, Desa Sikalang, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto. Alasan penulis memilih lokasi ini karena di Dusun ini yang banyak masyarakat keturunan Jawa.
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Desa Sikalang terdiri dari empat dusun yakni Dusun Kemiri, Dusun Muaro Jaya, Dusun Tarandam dan Dusun Bukit Sibanta dengan luas masing – masing dusun; Dusun Kemiri 99 ha, Dusun Muaro Jaya 101 ha, Dusun Tarandam 150 ha, dan yang terluas yaitu Dusun Bukit Sibanta 309 ha. Dengan wilayah dusun yang terluas di antara dusun yang lainnya maka Dusun Bukit Sibanta terletak di bagian selatan Desa Sikalang, diikuti bagian utara dengan Dusun Kemiri, Barat Dusun Tarandam, dan Timur Dusun Muaro Jaya.
Keadaan geografis Desa Sikalang yaitu dikelilingi oleh perbukitan. Desa Sikalang dialiri sungai Batang Ombilin, serta wilayah Desa Sikalang terletak di lereng perbukitan, yaitu Bukit Sibanta sehingga banyak menghasilkan tambang batu bara, karena lereng – lereng perbukitan di Desa Sikalang digunakan sebagai lokasi tambang batu bara.
Masyarakat Desa Sikalang terdiri dari berbagai etnis mulai dari Minang, Jawa, Batak, Nias, dan Melayu. jumlah penduduk di Desa Sikalang berjumlah 1.626 jiwa, yang terdiri atas 492 KK. Jumlah penduduk terbanyak berada di Dusun Kemiri dengan jumlah penduduk laki – laki sebanyak 268 jiwa dan penduduk perempuan 210 jiwa, sehingga jumlah penduduk di Dusun Kemiri sebanyak 478 jiwa, diikuti Dusun Muaro Jaya dengan jumlah penduduk sebanyak 410 jiwa dan Dusun Tarandam sebanyak 381 jiwa, yang paling sedikit yaitu Dusun Bukit Sibanta dengan sebanyak 357 jiwa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan Bahasa di Dusun Bukit Sibanta
Terlihat pada saat temuan dilapangan pada tanggal 12 Juli 2015, bahwa masyarakat Desa Sikalang merupakan masyarakat transmigran dari Pulau Jawa, dengan jumlah penduduk beretnis Jawa pada tahun 2013 sebanyak 835 jiwa, yang tersebar ke beberapa Dusun, salah satunya di Dusun Bukit Sibanta. Transmigrasi penduduk dimulai sekitar tahun 1960 an, yang terdiri dari penduduk dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Masyarakat Jawa ini bertransmigrasi untuk mencari pekerjaan, dengan jumlah sekitar 150 jiwa.
Dusun Bukit Sibanta tidak hanya didiami masyarakat transmigran saja, namun juga ada masyarakat asli Desa Sikalang yakni masyarakat keturunan Minang. Pada saat observasi di lapangan, pada tanggal 12 juli 2015 diketahui bahwa bahasa yang digunakan oleh masyarakat Dusun Bukit Sibanta beragam, ada
yang menggunakan bahasa Jawa, Minang, dan bahasa tansi. Bahasa tansi yaitu bahasa yang berasal dari campuran beberapa bahasa asal buruh tambang seperti Minang, Jawa, Cina, Sunda, Batak, dengan bahasa Melayu menjadi bahasa dasar. Masyarakat Dusun Bukit Sibanta biasanya menggunakan bahasa tansi ketika berbicara dengan masyarakat dengan etnis yang berbeda.
Etnis Minang yang berada di Dusun Bukit Sibanta berinteraksi dengan menggunakan bahasa Minang. Sesuai dengan asal usul daerah Minang. Biasanya masyarakat Minang menggunakan bahasa Minang saat berinteraksi dengan masyarakat sesama Minang. Interaksi yang dilakukan seperti dalam kegiatan sehari – hari, seperti gotong royong yang diadakan desa, atau kerja sama pembangunan jalan antar dusun. Selain menggunakan bahasa Minang dan tansi, masyarakat Dusun Bukit Sibanta juga menggunakan bahasa Jawa, bagi masyarakat keturunan Jawa. Biasanya masyarakat keturunan Jawa menggunakan bahasa Jawa saat berinteraksi dengan masyarakat sesama keturunan Jawa. Bahasa yang dipakai biasanya bahasa Jawa ngoko. Bahasa Jawa ngoko dipakai untuk orang yang sudah dikenal akrab dan lebih muda usianya serta status sosialnya (Koetjaraningrat, 1974 : 322). Biasanya masyarakat Jawa menggunakan saat acara adat Jawa, dalam adat pernikahan dan adat mitoni sesuai dengan adat Jawa. Selain itu, masyarakat Jawa juga mengadakan pertemuan dengan perantau, dalam hal ini nampak penggunaan bahasa Jawa masih digunakan, walaupun jarang atau telah pudar.
Perubahan Penggunaan Bahasa Jawa oleh Masyarakat Jawa
Saat di lapangan pada tanggal 20 Juli 2015, hal yang ditemui yaitu penggunaan bahasa Jawa oleh masyarakat Jawa. Saat awal kedatangan masyarakat Jawa pada tahun 1960-an, masyarakat masih tetap menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari – hari. Penggunaan bahasa Jawa ini di gunakan saat interaksi dalam kegiatan sehari – hari.
Berdasarkan wawancara penulis di lapangan, yang masih menggunakan bahasa Jawa yaitu para generasi pertama. Orang – orang yang digolongkan pada generasi pertama ini, yaitu masyarakat Jawa yang awal mula merantau sekitar tahun 1960-an.
Penggunaan bahasa Jawa sekarang biasanya hanya digunakan pada forum – forum atau kegiatan tertentu saja, seperti upacara adat pernikahan dan upacara adat mitoni yaitu tradisi tujuh bulanan dalam adat Jawa. Penggunaan
bahasa Jawa pada saat ini hanyalah para generasi pertama yaitu generasi awal datang ke Desa Sikalang yaitu tahun 1960an. Namun anak pada generasi pertama, dan para generasi ketiga bisa dikatakan jarang menggunakan bahasa Jawa. Generasi ketiga dimaksudkan kepada masyarakat kelahiran tahun 1990an yang disebut cucu oleh generasi pertama bahwa budaya mengalami perubahan yaitu ada waktunya lahir, tumbuh, maju berkembang, berubah, menjadi tua dan mati, begitu pun budaya penggunaan bahasa Jawa, seharusnya bahasa Jawa dapat tumbuh dan berkembang, agar tetap bertahan kultur aslinya.
Faktor Penyebab Pudarnya Penggunaan bahasa Jawa Pada Masyarakat Jawa Kelahiran Sumatera Barat
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan terdapat beberapa faktor – faktor yang mempengaruhi pudarnya penggunaan bahasa Jawa pada masyarakat Jawa di Dusun Bukit Sibanta yaitu :
Minimnya Pengetahuan Masyarakat Jawa Terhadap Tingkatan Penggunaan Bahasa Jawa
Pada saat di lapangan ditemukan bahwa kurangnya atau pudarnya penggunaan bahasa Jawa dapat terjadi karena minimnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan bahasa Jawa itu sendiri. Berdasarkan penelitian di lapangan pada tanggal 14 Juli 2014 bahwa masyarakat Jawa yang ada di Desa Sikalang kurang paham tentang tingkatan penggunaan bahasa Jawa, diperuntukan untuk siapa dan apa yang harus dikatakan.
Dilihat dari beberapa pernyataan informan penelitian, menjelaskan bahwa kurangnya minat masyarakat dalam menggunakan bahasa Jawa, karena kurangnya pengetahuan masyarakat Jawa itu sendiri terhadap tingkatan penggunaan bahasa Jawa.
Perkawinan Antar Etnik
Masyarakat Dusun Bukit Sibanta merupakan masyarakat multi etnik, sesuai dengan observasi penulis di lapangan pada tanggal 18 Juli 2015 terlihat bahwa tidak hanya etnis Jawa yang ada di Dusun Bukit Sibanta, melainkan ada etnis lain seperti Minang. Hal ini yang membuat masyarakat Jawa tidak hanya menikah dengan etnis sesama Jawa saja, tetapi juga adanya perkawinan dengan etnis lain seperti Minang.
Perkawinan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan bergesernya bahasa Jawa di kalangan masyarakat Jawa yang ada di Dusun Bukit Sibanta. Terbukti banyak masyarakat yang menikah dengan masyarakat Minang, atau etnis lainnya.
. Hal ini yang menyebabkan masyarakat Jawa jarang menggunakan bahasa Jawa. Kemampuan bahasa masing-masing anggota keluarga akan menentukan bahasa yang digunakan, semakin banyak anggota keluarga yang menggunakan bahasa tansi, maka bahasa itulah yang terus menerus digunakan oleh masyarakat Dusun Bukit Sibanta yang berada di Desa Sikalang.
Menurut pemikiran Parsons adanya adaptasi, seharusnya sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengelola hubungan antar bagian sistem tersebut ( Ritzer dan Douglas, 2011 : 121). Masyarakat asli dan masyarakat Jawa dapat beradaptasi dengan baik, tanpa menghilangkan kultur asalnya. Terjalinnya interaksi yang baik antar sesama masyarakat Jawa maka akan mempertahankan penggunan bahasa Jawa tersebut.
Melemahnya Kontrol atau Sosialisasi Penggunaan Bahasa Jawa di Dalam Keluarga
Salah satu faktor yang menyebabkan pudarnya penggunaan bahasa Jawa di Dusun Bukit Sibanta yaitu hasil di lapangan pada tanggal 22 Juli 2015 bahwa melemahnya kontrol atau sosialisasi penggunaan bahasa Jawa dalam keluarga. Menurut kamus bahasa Indonesia untuk pelajar (2011), kontrol berarti pengawasan. Sementara sosialisasi adalah suatu proses sosial yang dilakukan oleh seseorang dalam menghayati norma – norma kelompok tempat ia hidup sehingga menjadi bagian dari kelompoknya. Proses sosialisasi biasanya disertai dengan enkulturasi atau proses pembudayaan, yakni mempelajari kebudayaan yang dimiliki kelompok, seperti adat istiadat, kesenian, kepercaraan, sistem, dan bahasa (Suhendi, 2001 : 97).
Berdasarkan temuan di lapangan bahwa kemampuan berbahasa setiap anggota keluarga berbeda-beda, ada yang memang dibiasakan dengan bahasa Jawa dalam setiap interaksi dengan anggota keluarga, dan ada pula yang tidak membiasakannya. Seperti yang dilakukan pada masyarakat Dusun Bukit Sibanta, yang kurang menggunakan bahasa Jawa dalam lingkup keluarga Jawa itu sendiri. Sehingga individu-individu Jawa yang berada dalam suatu keluarga tidak dapat melestarikan bahasanya
yakni bahasa Jawa. Contoh seperti seorang suami dan istri menggunakan bahasa Jawa, namun kepada anak tidak diterapkan penggunaan bahasa Jawa, dengan begitu seorang anak tersebut gagap dalam menggunakan bahasa Jawa, hal ini lah yang menyebabkan pudar penggunaan bahasa Jawa di Dusun Bukit Sibanta.
Pada masyarakat Jawa di Desa Sikalang tidak ada aturan khusus dalam penggunaan bahasa Jawa, namun aturan itu hanya berlaku ketika acara – acara resmi, seperti upacara adat. Biasanya para tokoh masyarakat desa Sikalang menggunakan bahasa Jawa ketika upacara perkawinan dengan menggunakan bahasa Jawa. Aturan khusus di dalam keluarga tergantung kepada masing – masing anggota keluarga. Menurut Parsons, sistem sosial cenderung bergerak ke arah keseimbangan atau stabilitas. Dengan kata lain, keteraturan merupakan norma sistem. Bila mana terjadi kekacauang norma – norma , maka sistem akan mengadakan penyesuaian dan mencoba kembali mencapai keadaan normal (Poloma, 2010 : 172). Apabila norma di keluarga dapat terjaga dengan baik maka bahasa Jawa akan mendapatkan kontrol dalam keluarga, sehingga bahasa Jawa tetap dipakai dalam keluarga dan akan terlatih hingga ke masyarakat agar tetap melestarikan budaya.
Minimnya Pengetahuan Lawan Bicara Terhadap Penggunaan Bahasa Jawa
Berdasarkan hasil penelitian penulis di lapangan pada tanggal 20 Juli 2015 bahwa dalam kehidupan masyarakat Dusun Bukit Sibanta yang beragam, dalam penggunaan bahasanya. Salah satu unsur yang dikaitkan dengan etnisitas suatu bangsa adalah bahasa. Misalnya kelompok etnis Minang yang ada tentu lebih terbiasa menggunakan bahasa Minang dalam berinteraksi begitu pun etnis Jawa. Tetapi, hal itu berbeda dengan kelompok etnis yang ada di Dusun Bukit Sibanta yang masyarakatnya saling menghargai bahasa dari etnis – etnis lain yang ada di sekelilingnya.
Menurut Parsons terdapat fungsi – fungsi atau kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap sistem yang hidup demi kelestariannya. Dua pokok yang termasuk dalam fungsional ialah ; (1). Berhubungan dengan kebutuhan sistem ketika berhubungan dengan lingkungannya, dan (2). Berhubungan dengan pencapaian tujuan dan sasaran serta sarana yang perlu untuk mencapai tujuan itu ( Poloma, 2010 :180). Di sini masyarakat Jawa dituntut untuk dapat beradaptasi dengan masyarakat asli di Desa Sikalang. Adaptasi
dalam segi bahasa dan budaya lainnya. Sebuah sistem harus dapat menyesuaikan dengan lingkungan untuk kebutuhannya. Selain itu adanya integrasi, masyarakat Jawa harus dapat mengatur hubungan dengan masyarakat asli agar tetap bisa mempertahankan budayanya.
Berbicara tentang faktor penyebab pudarnya penggunaaan bahasa Jawa pada masyarakat Jawa yang ada di Dusun Bukit Sibanta disebabkan oleh minimnya pengetahuan lawan bicara dengan bahasa Jawa. Hal ini yang menyebabkan masyarakat Jawa tidak lagi terbiasa menggunakan bahasa Jawanya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan faktor penyebab pudarnya penggunaan bahasa Jawa di kalangan masyarakat Jawa yang di Dusun Bukit Sibanta sebagai berikut :
a. Minimnya Pengetahuan Masyarakat Jawa Terhadap Penggunaan Bahasa Jawa
Kurangnya atau pudarnya penggunaan bahasa Jawa dapat terjadi karena minimnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan bahasa Jawa itu sendiri. Temuan di lapangan menjelaskan bahwa kurangnya minat masyarakat dalam menggunakan bahasa Jawa, karena kurangnya pengetahuan masyarakat Jawa itu sendiri terhadap penggunaan bahasa Jawa. b. Perkawinan Antar Etnik
Perkawinan antar etnik dapat menyebabkan pudarnya penggunaan bahasa Jawa di kalangan masyarakat Jawa. Perkawinan antar etnik Jawa yang menikah dengan etnik lain akan menyebabkan perubahan pada bahasa yang digunakan. Terbukti dengan pernyataan beberapa informan dalam penelitian di lapangan. Perkawinan antar etnik akan mempengaruhi bagaimana sistem kekerabatan yang ada di keluarga. Masyarakat antar etnik ini banyak menggunakan sistem kekerabatan secara bilateral, garis keturunan berdasarkan ayah dan ibu. Maka dengan begitu anak kurang memahami dan menurunnya intensitas penggunaan bahasa Jawa dalam keluarga. c.Melemahnya Kontrol atau Sosialisasi Penggunaan Bahasa Jawa di dalam Keluarg
Salah satu faktor yang menyebabkan pudarnya penggunaan bahasa Jawa di Dusun Bukit Sibanta yaitu melemahnya control atau sosialisasi penggunaan bahasa Jawa dalam keluarga. Kemampuan berbahasa setiap anggota keluarga berbeda-beda, ada yang memang dibiasakan dengan bahasa Jawa dalam setiap interaksi dengan anggota keluarga, dan ada pula
yang tidak membiasakannya. Seperti yang dilakukan pada masyarakat Dusun Bukit Sibanta, yang kurang menggunakan bahasa Jawa dalam lingkup keluarga Jawa itu sendiri. Sehingga masyarakat Jawa yang berada dalam suatu keluarga tidak dapat melestarikan bahasanya yakni bahasa Jawa,
d.Minimnya Pengetahuan Lawan Bicara Terhadap Penggunaan Bahasa
Suatu komunikasi akan terjalin dengan baik apabila kedua belah pihak mengerti dengan bahasa yang digunakan. Seperti halnya bahasa Jawa, ketika masyarakat Jawa berbicara dengan masyarakat non Jawa menggunakan bahasa Indonesia. Ketika bahasa Jawa sudah jarang digunakan oleh masyarakat Jawa, otomatis sebuah bahasa tidak akan bertahan lama. Berbicara tentang faktor penyebab pudarnya penggunaaan bahasa Jawa pada masyarakat Jawa yang ada di Dusun Bukit Sibanta disebabkan oleh minimnya pengetahuan lawan bicara dengan bahasa Jawa. Hal ini yang menyebabkan masyarakat Jawa tidak lagi terbiasa menggunakan bahasa Jawanya.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka ada beberapa hal yang penulis sarankan terhadap berbagai pihak, yakni : 1. Masyarakat
a. Diharapkan masyarakat Jawa kelahiran Sumatera Barat di Desa Sikalang, khususnya Dusun Bukit Sibanta agar tetap mempertahankan dan memberikan transfer pengetahuan bahasa Jawa dari generasi ke generasi.
b. Bagi generasi muda agar dapat mengenali bahasa Jawa dan dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti saat berinteraksi dengan masyarakat sesama Jawa khususnya untuk melestarikan budaya bahasa Jawa. 2. Pemerintah
Pemerintah hendaknya memberikan pengawasan dan, pengkoordinasian kepada masyarakat untuk mewujudkan perkembangan dan pelestarian budaya Jawa khususnya dalam segi bahasa Jawa.
3. Pihak Lain
Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian mengenai penggunaan bahasa Jawa bisa mengangkat topik dampak yang ditimbulkan karena pudarnya penggunaan bahasa Jawa.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan
Reproduksi Kebudayaan. Jakarta : Pustaka
Pelajar
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian (suatu pendekatan praktek). Jakarta :
PT. RINEKA CIPTA
Chaer, Abdul, dan Agustina Leonie.2010.
Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta :
Rineka Cipta
Koetjararingrat. 2009. Pengantar Ilmu
Antropologi. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Poloma, Margaret M. 2010. Sosiologi
Kontemporer. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Ritzer, George, dan Goodman, J Douglas. 2011. Teori Sosiologi Modern (Edisi keenam). Jakarta : Prenada Media
Suhendi, Hendi, dan Wahyu, Ramdani. 2001. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga. Bandung : CV. Pustaka Setia