• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENATAAN RUANG DAN GARIS SEMPADAN BANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENATAAN RUANG DAN GARIS SEMPADAN BANGUNAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENATAAN RUANG DAN GARIS SEMPADAN BANGUNAN

2.1. Penataan Ruang

2.1.1 Pengertian Penataan Ruang

Menurut D.A. Tisnaadmidjaja, yang dimaksud dengan ruang adalah “wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas kehidupan yang layak”.1 Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.

Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menjelaskan yang dimaksud dengan tata ruang adalah “wujud struktural ruang dan pola ruang” adapun yang dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentukan zona lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan buatan yang secara hierarki berhubungan satu dengan yang lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja, industri, pertanian, serta pola-pola penggunaan tanah perkotaan dan pedesaan, dimana tata ruang tersebut adalah tata ruang yang direncanakan, sedangkan tata ruang yang direncanakan adalah tata ruang yang terbentuk secara alami, seperti aliran sungai, gua, gunung dan lain-lain. Selanjutnya masih dalam peraturan tersebut,

1 Asep Warlan Yusuf, 1997, Pranata Pembangunan, Universitas Parahiayangan, Bandung, h. 6.

(2)

yaitu Pasal 1 angka 5 yang dimaksud dengan penataan ruang adalah “suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang”.

Sejalan dengan pengertian yang ada dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16), pada Pasal 1 angka 4 peraturan tersebut juga menyebutkan bahwa tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang serta Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

2.1.2 Dasar Hukum Penataan Ruang

Mochtar Koesoemaatmadja menyatakan bahwa tujuan pokok penerapan hukum apabila hendak direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban (order). Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, kebutuhan akan ketertiban ini, merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat teratur. Disamping itu tujuan lainnya adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat pada zamannya.2

Menurut Juniarso Ridwan,3 konsep dasar hukum penataan ruang, tertuang di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke 4 berbunyi: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia… Selanjutnya dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke empat, berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

2 Mochtar Koesoemaatmadja, 2008, “Tinjauan teori Penataan Ruang dan Kebijakan Penataan Ruang terhadap Lingkungan Hidup”, URL: http://intanghina.wordpress.com, diakses tanggal 1 Oktober 2016.

(3)

Menurut M. Daud Silalahi,4 salah satu konsep dasar pemikiran tata ruang menurut hukum Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, tentang pengertian hak menguasai dari Negara terhadap konsep tata ruang, Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria memuat wewenang untuk :

(1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

(2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

(3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Konsep tata ruang dalam tiga dimensi tersebut di atas terkait dengan mekanisme kelembagaan dan untuk perencanannya diatur dalam Pasal 14 yang mengatakan :

(1) Pemerintah dalam rangka membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa, dan.

(2) Berdasarkan rencana umum tersebut Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa.

Upaya pelaksanaan perencanaan penataan ruang yang bijaksana adalah kunci dalam pelaksanaan tata ruang tidak merusak lingkungan hidup, dalam konteks penguasaan negara atas dasar sumber daya alam, menurut Juniarso Ridwan melekat di dalam kewajiban Negara untuk melindungi, melestarikan dan memulihkan lingkungan hidup secara utuh. Artinya, aktivitas

(4)

pembangunan yang dihasilkan dari perencanaan tata ruang pada umumnya bernuansa pemanfaatan sumber daya alam tanpa merusak lingkungan.5

Untuk lebih mengoptimalkan konsep penataan ruang, maka peraturan-peraturan undangan telah banyak diterbitkan oleh pihak pemerintah, dimana salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur penataan ruang adalah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 merupakan undang-undang pokok yang mengatur tentang pelaksaaan penataan ruang. Keberadaan undang-undang tersebut diharapkan selain sebagai konsep dasar hukum dalam melaksanakan perencanaan tata ruang, juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan pemerintah dalam penataan dan pelestarian lingkungan hidup.

Dalam tatanan pemerintahan daerah di provinsi Bali, penataan ruang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16), serta dalam tatanan pemerintahan daerah di kabupaten Badung, penataan ruang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033.

Berbicara masalah tata ruang, tentunya hal tersebut berkaitan dengan peraturan zonasi. Pasal 1 angka 77 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033, menyebutkan bahwa Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Zonasi menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20/Prt/M/2011 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan

(5)

Zonasi Kabupaten/Kota Rencana detail tata ruang kabupaten/kota, adalah pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain.

2.1.3 Asas dan Tujuan Penataan Ruang

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ditegaskan dalam kerangka Negara kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:

1. Keterpaduan

Penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan, berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan antara lain pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.

2. Keserasian, keselarasan dan keseimbangan

Penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.

3. Keberlanjutan

Penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperlihatkan kepentingan mendatang. 4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan

Penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung didalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas. 5. Keterbukaan

Penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.

6. Kebersamaan dan kemitraan

Penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. 7. Perlindungan kepentingan umum

Penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. 8. Kepastian hukum dan keadilan

Penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum atau ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.

9. Akuntabilitas

Penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaan maupun hasilnya.6

(6)

Perencanaan tata ruang perkotaan seyogyanya dimulai dengan mengidentifikasi kawasan-kawasan yang secara alami harus diselamatkan (kawasan-kawasan lindung) untuk menjamin kelestarian lingkungan, dan kawasan-kawasan yang secara alami rentan terhadap bencana alam seperti gempa, longsor, banjir, maupun bencana alam lainnya. Sesuai dengan yang disebutkan pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang:

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Dari pasal tersebut dapat dipahami bahwa rumusan tujuan (pengaturan penataan ruang) merupakan penerapan bagaimana konsep asas-asas penyelenggaraan penatan ruang mengendalikan arah dan sasaran yang hendak ditujui oleh suatu pengaturan Undang-Undang Penataan Ruang ini.

2.2. Izin Mendirikan Bangunan

(7)

Asep Warlan Yusuf mengatakan bahwa izin sebagai suatu instrumen Pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan sebagai sarana hukum administrasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat.7

Izin mendirikan bangunan yang selanjutnya disebut IMB adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota kepada pemilik gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi dan atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku.8

Sunarto juga menegaskan bahwasanya IMB merupakan izin yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada badan atau orang untuk mendirikan suatu bangunan yang dimaksudkan agar desain pelaksanaan pembangunan dan bangunan sesuai dengan Nilai Dasar Bangunan (NDB), Nilai Luas Bangunan (NLB) serta Ketinggian Bangunan (KB) yang ditet:pkan sesuai dengan syaratsyarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut, orang lain dan lingkungan.9

Setiap orang yang memiliki bangunan gedung wajib memiliki IMB gedung. IMB adalah awal surat bukti dari pemerintah daerah bahwa pemilik bangunan gedung dapat mendirikan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dan berdasarkan rencana teknis bangunan gedung yang telah disetujui oleh pemerintah daerah.10

IMB merupakan satu-satunya sarana perizinan yang diperbolehkan dalam penyelenggaraan bangunan gedung, yang menjadi alat pengendali penyelenggaraan bangunan gedung. Proses pemberian IMB harus mengikuti prinsip-prinsip pelayanan prima dan murah/terjangkau. Permohonan IMB gedung merupakaa proses awal mendapatkan IMB gedung.

7Juniarso Ridwan, 2010, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, h.31.

8 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Bangunan Gedung di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 22.

9 Sunarto, Pajak dan Retribusi Daerah, Amus dan Citra Pustaka, Yogyakarta, 2005, hlm. 125

(8)

Pemerintah daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan. Pemerintah daerah yang dimaksud adalah instansi teknis pada pemerintah kabupaten/kota yang berwenang menangani pembinaan bangunan gedung. Pendataan termasuk pendaftaran bangunan gedung, dilakukan pada saat proses perizinan mendirikan bangunan secara periodik. Selanjutnya pemilik bangunan gedung memperoleh surat bukti kepemilikan bangunan gedung dari pemerintah daerah.

Saat proses perizinan, pemerintah daerah mendata sekaligus mendaftar bangunan gedung dalam database bangunan gedung. Kegiatan penda:.zaan bangunan gedung dimaksudkan untuk tertib administratif pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung, serta sistem informasi bnagunan gedung pada pemerintah daerah.

Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk:

1. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;

2. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan;

3. Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

2.2.2 Dasar Hukum Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan

Bangunan gedung merupakan buah karya manusia yang dibuat untuk menunjang kebutuhan hidup manusia. Pada dasarnya setiap orang, badan atau institusi bebas untuk membangun bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan, ketersediaan dana, bentuk dari konstruksi. Hanya saja mengingat mungkin saja pembangunan suatu gedung dapat mengganggu orang lain maupun mungkin membahayakan kepentingan umum, tentunya pembangunan bangunan gedung harus

(9)

diatur dan diawasi oleh pemerintah. Untuk itu diperlukan suatu aturan hukum yang dapat mengatur agar bangunan gedung dapat dibangun secara benar.

Pengaturan mengenai bangunan gedung di Indonesia telah diatur dalam dasar hukum yang kuat yakni dalam bentuk undang-undang yang memiliki aturan pelaksanaan berupa peraturan pemerintah. Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, sebagai aturan pelaksanaannya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002. Dalam tatanan Peraturan Daerah, di Kabupaten Badung juga mempunyai Perda yang mengatur tentang hal tersebut, yaitu, Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Bangunan Gedung.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan.

Persyaratan administratif penyelenggaraan bangunan gedung harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi: 1) status hak atas tanah, dan/ izin pemanfaatan dan pemegang hak atas tanah; 2) status kepemilikan bangunan gedung;

(10)

4) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Setiap orang/badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian bangunan gedung, c. Pemerintah daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan

dan pemanfaatan;

d. Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.11

Sedangkan ketentuan mengenai kewajiban setiap orang/badan yang hendak mendirikan bangunan harus memiliki izin mendirikan bangunan adalah berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

Sejalan dengan apa yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, dalam Pasal 10 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Bangunan Gedung juga menyebutkan mengenai Persyaratan Bangunan Gedung, menyebutkan bahwa:

(1) Setiap Bangunan Gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi Bangunan Gedung.

(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. status kepemilikan Bangunan Gedung; dan

c. izin mendirikan Bangunan Gedung.

(3) Persyaratan teknis Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persyaratan tata bangunan dan lingkungan, serta persyaratan keandalan Bangunan Gedung.

(11)

2.2.3 Permohonan Izin Mendirikan Bangunan

Permohonan IMB gedung adalah permohonan yang dilakukan pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan IMB.12 IMB gedung diberikan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah pusat melalui proses permohonan izin mendirikan bangunan gedung harus mengikuti prinsip-prinsip pelayanan prima dan murah/terjangkau.

Status kepemilikan bangunan gedung dibuktikan dengan surat bukti kepemilikan bangunan gedung yang diberikan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah pusat berdasarkan hasil pendataan bangunan gedung. Kegiatan pendataan bangunan gedung baru dilakukan bersamaan dengan proses IMB gedung untuk keperluan tertib pembangunan pemanfaatan bangunan gedung.

Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh pemohon IMB adalah dalam mendapatkan IMB adalah:

1. Datang ke Dinas Tata Kota Kecamatan sesuai lokasi tanah/rumah untuk mengajukan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT);

2. Tim dinas tata kota akan memeriksa dan mengukur ke lapangan peta situasi tanah, sekaligus menentukan GSJ (garis sempadan jalan), GSB (garis sempadan bangunan), KLB(koefisien luas bangunan), KDB (koefisien dasar bangunan), peruntukan lahan, rencana pengembangan, rencana pembuatan/pelebaran jalan dan sebagainya;

3. Mendapat Advis Planning. Advis Planning adalah syarat yang harl us dipenuhi untuk memperoleh Izin Mendirikan Bangunan.

12 Lihat PP RI Nomor 36 Tahun 2005 Pasal 14 angka 6 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

(12)

4. Berdasarkan advis planing itu, membuat gambar teknik bangunan, gambar blueprint harus dibuat arsitek terdaftar yang memiliki SIBP (Surat Izin Bekerja sebagai Perencana).13 Permohonan IMB merupakan proses awal mendapatkan IMB gedung. Pemerintah daerah menyediakan formulir permohonan IMB gedung yang informatif yang berisikan antara lain:

1. Status tanah;

2. Data pemohon atau pemilik bangunan gedung; 3. Data rencana bangunan gedung; serta

4. Data penyedia jasa konstruksi, rencana waktu pelaksanaan mendirikan bangunan gedung dan perkiraan biaya pembangunannya.14

2.2.4 Persyaratan Permohonan Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Badung

Adapun persyaratan permohonan IMB di Kabupaten Badung, berdasarkan data yang penulis dapatkan dari Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu Kabupaten Badung, adalah sebagai berikut:

1. Mengisi Permohonan IMB

2. Melampirkan Informasi Tata Ruang (ITR)

3. Membuat Surat Kuasa Mengurus Imb (Bila Yang Mengurus Diwakilkan)

4. Melampirkan Ijin Prinsip Dan Rekomendasi UKL/UPL Untuk Permohonan Peruntukan: - Hotel, Kondotel, Rumah Sewa, Rumah Kos, Ruko, Rukan, Restoran, Salon Kecantikan,

Bar, Karaoke, Sekolah, Rumah Sakit, Klinik, Kantor, Gudang, dll. 5. Melampirkan Rekomendasi UKL/UPL Untuk Permohonan Peruntukan: 6. Pondok Wisata

7. Photo Copy KTP

13 KPR, 2009, "Izin Mendirikan Bangunan" URL: https://www.pemiliklangsung.com, diakses tanggal 28 Januari 2017.

(13)

8. Surat Penyanding

9. Surat Pernyataan Kesanggupan

10. Surat Pernyataan Benar Untuk Rumah Tinggal

11. Surat Pernyataan Memang Benar Memiliki I (Satu) Rumah Di Indonesia (Bagi Pemohon WNA)

- Photo Copy Kepemilikan Lahan - SHM/SHGB/SHPB

- Pipil - Akta Sewa - Akta Jual Beli

12. Pendukung Kepemilikan Lahan Lainnya - KK

- Silsilah, Srt. Ket. Ahli Waris, Srt. Kuasa Waris - Surat Keterangan SPPT

13. SPPT

14. Surat Kuasa Mengatasnamakan IMB

15. Akta Perusahaan, Akta / Perjanjian Kerjasama (Dengan Perubahannya/Pemindahannya) 16. Surat Pernyataan / Pendukung Lainnya : (Bila Diperlukan)

- Pengemong Pura - Pekaseh / Subak

- Penggunaan Jalan Bersama - Dan Lain-Lain

(14)

18. Gambar - Gambar

- Sketsa Gambar Tanah Dg SHM > SHM

- Sketsa Gambar Tanah Di Areal SHM Dg IMB - IMB Yang Telah Ditertibkan Sebelumnya - Sketsa Posisi Tanah Yang Disewa / Akan Dibeli (Ditanda Tangani Kedua Belah Pihak) - Peta Lokasi - Site Plan - Denah Plan - Denah - Tampak - Potongan - Gambar Portal - Septick Tank - Pagar

- Gambar - Gambar Ditanda Tangani Oleh Arsitek Dan Konstruktur

- Ukuran Kertas Minimal A3, Atau Ao Bangunan/Tanah Dengan Ukuran Besar, Kecuali Untuk Bangunan Perumahan

- Gambar Menampilkan Artitektur Tradisional Bali (ATB)

- Surat Pernyataan Bertanggungjawab Terhadap Struktur Bangunan - Seluruh Bangunan Komersil Wajib Melampirkan Soft Copy Gambar 19. Penyampaian Permohonan IMB

- Komersil : Menggunakan Map Warna Merah

(Hotel, Kondotel, Rumah Sewa, Rumah Kos, Ruko, Rukan, Restoran, Salon Kecantikan, Bar, Karaoke, Sekolah, Rumah Sakit, Klinik, Kantor, Gudang, Dll.)

(15)

- Non Komersil : Menggunakan Map Warna Biru

2.3. Garis Sempadan Bangunan 2.3.1. Pengertian Bangunan

Bangunan adalah struktur buatan manusia yang terdiri atas dinding dan atap yang didirikan secara permanen di suatu tempat. Bangunan juga biasa disebut dengan rumah dan gedung, yaitu segala sarana, prasarana atau infrastruktur dalam kebudayaan atau kehidupan manusia dalam membangun peradabannya. Bangunan memiliki beragam bentuk, ukuran, dan fungsi, serta telah mengalami penyesuaian sepanjang sejarah yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti bahan bangunan, kondisi cuaca, harga, kondisi tanah, dan alasan estetika.15

Bangunan mempunyai beberapa fungsi bagi kehidupan manusia, terutama sebagai tempat berlindung dari cuaca, keamanan, tempat tinggal, privasi, tempat menyimpan barang, dan tempat bekerja. Suatu bangunan tidak bisa lepas dari kehidupan manusia khususnya sebagai sarana pemberi rasa aman, dan nyaman. Contoh bangunan yang paling sering kita lihat yaitu jembatan beserta konstruksi, dan rancangannya, jalan, serta sarana telekomunikasi. Secara umum, peradaban suatu bangsa dapat dilihat dari teknik-teknik bangunan maupun sarana, dan prasarana yang dibuat maupun ditinggalkan oleh warisan manusia dalam perjalanan sejarahnya.16

Karena bangunan berkaitan dengan kemajuan peradaban manusia, maka dalam perjalanannya, manusia memerlukan ilmu atau teknik yang berkaitan dengan bangunan, dan menunjang dalam membuat suatu bangunan. Adapun ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan bangunan adalah arsitektur dan teknik sipil. Bahkan penggunaan trigonometri dalam matematika

15 Wikipedia, tanpa tahun, "Bangunan", URL: https://id.wikipedia.org/wiki/Bangunan, diakses tanggal 27 Januari 2017

(16)

juga berkaitan dengan bangunan yang diduga digunakan pada masa Mesir kuno dalam membangun Piramida.17

Pada awalnya, manusia hanya memanfaatkan apa yang ada di alam sebagai sarana, dan prasarana serta infrastruktur dalam kehidupannya. Sebagai contoh yaitu pemanfaatan gua sebagai tempat tinggal. Kemudian peradaban manusia berkembang dengan memanfaatkan apa yang ada di alam, seperti batu, tanah, dan kayu, sebagai bahan baju untuk membuat suatu infrastruktur. Pada masa berikutnya, peradaban berkembang lagi dengan ditemukannya bahan-bahan tambang yang bisa digunakan untuk membuat alat maupun benda yang mampu menopang sebuah bangunan, seperti halnya barang logam, serta mengolah bahan-bahan alam seperti mengolah batuan kapur, pasir, dan tanah. Dalam perkembangannya, manusia membuat bahan-bahan bangunan dari hasil industri atau buatan manusia yang bahan-bahan bakunya diambil dari alam.18

2.3.2. Pengertian Garis Sempadan Bangunan

Garis yang dikenal dengan singkatan GSB ini membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan, dihitung dari batas terluar saluran air kotor, atau riol, sampai batas terluar muka bangunan. Garis ini berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dan sebagainya.19

17 Ibid. 18 Ibid.

19 Wikipedia, Tanpa Tahun, "Garis Sempadan Bangunan", URL :https://id.wikipedia.org/wiki/Garis_sempadan#Garis_Sempadan_Bangunan, diakses tanggal 1 Oktober 2016.

(17)

Garis sempadan bangunan menjamin adanya ruang terbuka hijau privat dalam bentuk halaman rumah, menambah keamanan, serta mengurangi pengaruh bising dari kendaraan di jalan raya terhadap penghuninya.20

Di dalam penjelasan Pasal 13 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Garis Sempadan Bangunan (GSB) mempunyai arti sebuah garis yang membatasi jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap batas lahan yang dikuasai. Pengertian tersebut dapat disingkat bahwa GSB adalah batas bangunan yang diperkenankan untuk dibangun. Batasan atau patokan untuk mengukur besar GSB adalah as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi.

GSB sebagaimana dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan bagian III huruf C merupakan aturan yang harus dikeluarkan oleh Penguasa Wilayah (Gubernur/Bupati/Walikota) dan wajib dipatuhi oleh segenap komponen masyarakat sesuai dengan visi pembangunan di wilayah tersebut. GSB dan Garis Sempadan Jalan (GSJ) adalah peraturan yang diberlakukan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk wilayah yang diatur. Menurut Pasal 1 Angka 2 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20/Prt/M/2011 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota Rencana detail tata ruang kabupaten/kota yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.

Jadi, bisa saja ketentuan tersebut berbeda-beda masing-masing wilayah bergantung dari RDTR yang mengaturnya. GSB adalah batas yang mana bangunan bisa dibangun secara masif. Di luar batas GSB hanya boleh dilewati oleh bagian dari bangunan yang terbuka seperti taman, teras,

(18)

balkon dan sejenisnya. GSB ditentukan oleh Pemerintah setempat berdasarkan RDRTK yang bersumber pada Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi.21

Setiap aturan pasti mempunyai sanksi jika ada yang melanggarnya. Demikian pula dengan peraturan tentang GSB. Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Sanksi administratif akan dikenakan kepada setiap pemilik bangunan. Sanksi tersebut berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan pembangunan, penghentian sementara atau tetap pekerjaan pelaksanaan, pencabutan izin yang telah dikeluarkan dan perintah pembongkaran bangunan. Selain itu jika ketahuan membangun bangunan yang melebihi GSB, maka juga akan dikenakan sanksi yang lain. Sanksinya berupa denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.

21 Hukum Online, 2011, "Penetapan GSB Bangunan Rumah di Komplek Perumahan", URL:

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Proyek PROTECTS Peningkatan Kapasitas untuk Masyarakat Daerah yang dilaksanakan GIZ IS melaksanakan inisiatif untuk memperoleh gambaran komprehensif dan objektif sehubungan

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sedjati (2006) yang menyatakan tidak adanya keberadaan (negatif) bakteri Staphylococcus aureus pada

Berdasarkan penelitian tentang gambaran hambatan dokter gigi sebagai provider dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut era JKN di puskesmas kabupaten

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan manajemen kelas dalam pembelajaran anak autis kelas V/autis di SLB Yapenas meliputi ruang tempat berlangsungnya proses pembelajaran

Berdasarkan hasil keempat pemahaman tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan siswa kelas VIIA dan VIIB MTs Al-Muhajirin Kecematan Sungai Melayu Rayak Tahun

Dengan melihat kompleksitas kerja Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi sehinga sarat dan kejadian kesalahan di satu sisi sementara harus

Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan medical checkup pada dasarnya berhubungan dengan faktor terjadinya perilaku kesehatan, dimana seseorang akan mengambil suatu

Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV Sekolah Dasar Muhammadiyah 036 Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar tahun ajaran 2014-2015 dengan jumlah siswa