• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (PPM) DOSEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (PPM) DOSEN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1 LAPORAN

KEGIATAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (PPM) DOSEN

PELATIHAN METODE MEKANIK DAN VEGETATIF UNTUK PENCEGAHAN BENCANA LONGSOR LAHAN DI DESA PAGERHARJO

KECAMATAN SAMIGALUH KABUPATEN KULONPROGO

Oleh:

Sugiharyanto, M.Si. Nurul Khotimah, M.Si.

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2011

Kegiatan PPM Dosen ini dibiayai dengan Dana DIPA FISE UNY Nomor Kontrak: 1212/H.34.14/PM/2011

(2)

2 A. Judul Kegiatan : Pelatihan Metode Mekanik dan Vegetatif Untuk Pencegahan Bencana Longsor Lahan di Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo

B. Ketua : Sugiharyanto, M.Si.

C. Anggota : Nurul Khotimah, M.Si.

D. Hasil Evaluasi:

1. Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat sudah/belum*) sesuai dengan rancangan yang tercantum dalam proposal pengabdian masyarakat.

2. Sistematika laporan sudah/belum*) sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Buku Pedoman PPM Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Hal-hal lain sudah/belum*) memenuhi persyaratan.

E. Kesimpulan:

Laporan dapat/belum*) diterima

Yogyakarta, November 2011 Pemeriksa

BP-PPM

Isroah, M.Si.

(3)

3 KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada kami selaku Tim PPM Dosen Jurusan Pendidikan Geografi FIS UNY untuk melaksanakan PPM berjudul ”Pelatihan Metode Mekanik dan Vegetatif Untuk Pencegahan Bencana Longsor Lahan di Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo”.

Kegiatan PPM ini terlaksana atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami menyampaikan terima kasih kepada Yth.:

1. Dekan FIS Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Pimpinan LPPM Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Ketua Jurusan Pendidikan Geografi FIS UNY.

4. Berbagai pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan PPM ini.

Kegiatan PPM ini masih belum sempurna, namun demikian besar harapan kami semoga PPM ini dapat memberikan manfaat.

Yogyakarta, November 2011 Tim Pengabdian Pada Masyarakat Ketua,

Sugiharyanto, M.Si.

(4)

4 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Analisis Situasi ... 1

B. Landasan Teori ... 2

C. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Kegiatan PPM ... 10

E. Manfaat Kegiatan PPM ... 10

BAB II. METODE KEGIATAN PPM ... 11

A. Khalayak Sasaran Kegiatan PPM ... 11

B. Metode Kegiatan PPM ... 11

C. Langkah-Langkah Kegiatan PPM ... 12

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan ... 12

BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN PPM ... 14

A. Hasil Pelaksanaan Kegiatan PPM ... 14

B. Pembahasan Hasil Pelaksanaan Kegiatan PPM ... 15

BAB IV. PENUTUP ... 18

A. Kesimpulan ... 18

B. Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 19 LAMPIRAN

(5)

5 PELATIHAN METODE MEKANIK DAN VEGETATIF UNTUK

PENCEGAHAN BENCANA LONGSOR LAHAN DI DESA PAGERHARJO KECAMATAN SAMIGALUH KABUPATEN KULONPROGO

Oleh: Sugiharyanto, dkk ABSTRAK

Kejadian longsor lahan yang berlangsung dengan frekuensi tinggi menimbulkan kerugian relatif besar, baik kerugian materi maupun korban jiwa. Kondisi tersebut perlu disikapi dengan adanya suatu pelatihan untuk upaya pencegahannya. Pelatihan dalam kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk (1) membekali masyarakat penerapan metode mekanik (pembuatan teras batu) yang memenuhi kriteria pencegahan bencana longsor lahan di wilayahnya, dan (2) memberikan alternatif pencegahan longsor lahan kepada masyarakat dengan penerapan metode vegetatif.

Pelatihan dalam kegiatan pengabdian ini dilakukan dengan metode ceramah bervariasi dan demonstrasi. Metode ceramah untuk menjelaskan tentang tanah longsor, meliputi pengertian, macam/jenisnya, gejala umum terjadinya, faktor penyebab terjadinya, dan cara pencegahannya, termasuk penerapan metode mekanik dan vegetatif. Metode demonstrasi untuk menunjukkan prosedur pembuatan teras batu, dimulai dari penentuan lokasi sampai pembuatan teras batu secara benar.

Kegiatan pelatihan penulisan karya tulis ilmiah ini secara keseluruhan dapat dikatakan berhasil dan dinilai baik dilihat dari ketercapaian target peserta pelatihan (93,3%), ketercapaian tujuan pelatihan (80%), ketercapaian target materi yang direncanakan (90%), dan kemampuan peserta dalam penguasaan materi (70%). Keberhasilan tersebut selain diukur dari keempat komponen di atas, juga dapat dilihat dari kepuasan peserta setelah mengikuti kegiatan pelatihan. Manfaat yang dapat diperoleh para peserta pelatihan adalah mengetahui tentang fungsi pengelolaan lahan di kawasan Perbukitan Menoreh yang berperan dalam menjaga kelestarian tanah dan tata air.

.

(6)

6 BAB I

PENDAHULUAN

A. Analisis Situasi

Beberapa tahun terakhir, bangsa Indonesia menghadapi bencana yang luar biasa di beberapa daerah, baik bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia. Bencana alam atau bencana yang terjadi karena peristiwa alam biasa sebagai bagian dari dinamika sistem bumi atmosfir, antara lain meliputi gempa, tsunami, gunung meletus, gunung lumpur, longsor, banjir, hujan badai, kilat, angin puyuh, kekeringan, dan lain-lain, sedangkan bencana yang timbul sebagai akibat kegiatan manusia, antara lain kebakaran hutan, pencemaran, kerusakan lingkungan, dan sebagainya.

Indonesia secara geografis merupakan Negara kepulauan dengan banyak gunung-pegunungan. Indonesia yang mempunyai iklim tropis menyebabkan proses pembentukan tanah sangat intensif dan tanahnya sangat tebal sehingga proses longsor lahan akan banyak terjadi secara alami. Longsor lahan (landslide) adalah gerakan material penyusun lereng ke arah bawah atau keluar lereng karena adanya pengaruh gravitasi. Kejadian longsor lahan di Indonesia yang berlangsung dengan frekuensi tinggi menimbulkan kerugian relatif besar, baik kerugian materi seperti rusaknya lahan pertanian, permukiman, jembatan, saluran irigasi dan prasarana fisik lainnya, bahkan menimbulkan korban jiwa.

Kejadian longsor lahan perlu disikapi masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal di lereng gunung-pegunungan yaitu dengan mengetahui persebaran daerah rawan longsor lahan di wilayahnya. Seperti

(7)

7 kita ketahui bahwa setiap lahan mempunyai tingkat kerentanan longsor lahan yang berbeda. Menurut Cook dan Doornkamp (1994: 148), beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor lahan meliputi bentuk permukaan bumi (topografi/relief), kondisi batuan (geologi), kondisi perairan (hidrologi), tanah, kondisi kegempaan, sisa proses masa lalu, dan aktivitas manusia.

Berdasarkan hasil penelitian strategis nasional yang dilakukan peneliti (Sugiharyanto, dkk., 2009) tentang “studi kerentanan longsor lahan (landslide) di Perbukitan Menoreh dalam upaya mitigasi bencana alam”, menunjukkan bahwa tingkat kerentanan longsor lahan sangat tinggi dijumpai di Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo dan Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo. Kecamatan Samigaluh meliputi Desa Pagerharjo, Kebonharjo, Banjarsari, Ngargosari, Purwoharjo, Sidoharjo, dan Gerbosari, sedangkan Kecamatan Bener meliputi Desa Kalitapas, Nglaris, Sidomukti, Medono, Pekacangan, Benowo, Sukowuwuh, dan Cacaban Kidul. Melihat kondisi tersebut maka sebagai bentuk tanggung jawab dosen dalam melaksanakan tridarma perguruan tinggi perlu direalisasikan kegiatan pengabdian pada masyarakat yang berjudul “Pelatihan Metode Mekanik dan Vegetatif Untuk Pencegahan Bencana Longsor Lahan”. Mengingat keterbasan waktu dan dana maka pelaksanaan pelatihan ini dilakukan di Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo.

B. Landasan Teori 1. Longsor Lahan

Strahler (1987) mendefinisikan longsor lahan adalah pergerakan secara cepat atau penurunan lereng dari sebuah massa regolith atau

(8)

8 batuan dasar (batuan induk) di bawah pengaruh gravitasi. Sitanala Arsyad (2010: 55) mendefinisikan longsor sebagai suatu bentuk erosi yang pengangkutan/pemindahan/gerakan tanah terjadi pada saat bersamaan dalam volume besar. Soehatman Ramli (2010: 96) mendefinisikan longsoran sebagai salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Berdasarkan ketiga definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan pengertian longsor lahan adalah gerakan massa tanah atau batuan dalam volume besar yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi, terjadi akibat gangguan kestabilan pada tanah atau batuan penyusun lereng.

Penyebab longsor lahan dapat dibedakan menjadi penyebab berupa faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng dan proses pemicu longsoran (Soehatman Ramli, 2010: 96-97). Faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng meliputi kondisi morfologi (kemiringan lereng), kondisi batuan atau tanah penyusun lereng, dan kondisi hidrologi (tata air) pada lereng. Proses pemicu longsor lahan antara lain berupa:

a. Peningkatan kandungan air dalam lereng, sehingga terjadi akumulasi air yang merenggangkan ikatan antar butir tanah dan akhirnya mendorong butir-butir tanah untuk longsor.

b. Getaran pada lereng akibat gempa bumi, ledakan, penggalian, dan alat/kendaraan.

c. Peningkatan beban yang melampaui daya dukung tanah atau kuat geser tanah.

(9)

9 d. Pemotongan kaki lereng secara sembarangan sehingga

menyebabkan lereng kehilangan gaya penyangga.

Longsor lahan sering terjadi karena adanya pengumpulan air pada lapisan tanah atas yang berada di atas lapisan kedap air. Kondisi lapisan atas tanah yang telah jenuh air, sedangkan lapisan bawah tidak dapat menyerap air, maka menyebabkan gaya geser melebihi kekuatan geser tanah sehingga massa lapisan atas tanah tersebut bergerak bersama-sama (Wani Hadi Utomo, 1994: 24). Longsor lahan akan terjadi jika terdapat tiga keadaan, yaitu:

a.

Adanya lereng cukup curam sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur dengan cepat ke bawah.

b.

Adanya lapisan kedap air dan lunak di bawah permukaan tanah yang akan menjadi bidang luncur.

c.

Adanya kecukupan kandungan air dalam tanah sehingga massa tanah yang tepat di atas lapisan kedap menjadi jenuh (Sitanala Arsyad, 2010: 55).

Proses terjadinya longsor lahan dapat mengubah atau merusak konfigurasi permukaan bumi. Sutikno (1994) menyebutkan longsor lahan dapat menyebabkan beberapa perubahan konfigurasi bentuk permukaan bumi, antara lain:

a.

Daerah asal terjadinya longsor mengalami pemotongan lereng, pengurangan material, dan kerusakan lahan pada daerah sekitarnya sehingga menyebabkan kemungkinan erosi lebih aktif.

b.

Daerah yang dilewati longsor dapat mengalami kerusakan lahan

(10)

10 terbentuknya topografi lembah yang juga dapat mempercepat terjadinya proses erosi.

c.

Daerah yang tertimbun longsor akan mengalami dampak lebih banyak, yaitu topografi lembah, vegetasi rusak, permukiman tertimbun, dan tata air keadaannya menjadi sangat kecil sehingga proses longsor berikutnya masih sering terjadi.

2. Metode Pencegahan Bencana Longsor Lahan

Pencegahan bencana longsor lahan harus diupayakan terus-menerus dalam rangka pelestarian lingkungan hidup. Menurut Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM (2001), upaya pencegahan bencana longsor lahan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara fisik, sosial dan vegetatif, seperti berikut ini:

a. Pencegahan bencana longsor lahan secara fisik (Mekanik)

Beberapa tindakan secara fisik (mekanik) yang dilakukan untuk mengurangi timbulnya bencana longsor lahan, antara lain: 1) Pemotongan tebing dan penggalian batuan yang mempunyai

stratigrafi horizontal.

2) Pembuatan talud pada tebing jalan dan di sekitar rumah.

3) Pembuatan kawat pengikat batuan yang lapuk dengan kemiringan > 45%.

4) Pembuatan teras sesuai kontur pada perbukitan yang materialnya tidak kompak dan kedalaman lapuk tebal.

(11)

11 6) Penanaman pohon-pohon pada lahan dengan kedalaman lapuk

dalam.

7) Pembuatan saluran di bagian bawah talud maupun menyerupai talud di sepanjang tebing.

b. Pencegahan bencana longsor lahan secara sosial

Pencegahan bencana longsor lahan secara sosial dilakukan dalam dua kategori kegiatan penyelamatan, yaitu:

1) Pemindahan penduduk secara permanen

Pemindahan penduduk secara permanen dilakukan untuk daerah dengan tingkat rawan longsor tinggi. Penduduk di daerah rawan longsor tinggi direlokasi ke daerah yang lebih aman dari bencana longsor. Penduduk dapat diberi lahan untuk tinggal secara menetap dan bergabung dengan masyarakat yang baru.

2) Pemindahan penduduk secara sementara

Pemindahan penduduk secara sementara atau dikenal dengan evakuasi dilakukan apabila titik kritis terjadi bencana sudah dekat. Pada saat sudah hampir terjadi titik kritis bencana, penduduk dipindahkan ke lokasi yang lebih aman dan tidak jauh dengan tempat tinggal mereka yang lama. Pemindahan ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pemindahan semusim dan pemindahan sesaat. Pemindahan semusim dilakukan dengan memindahkan penduduk ke tempat yang lebih aman selama musim hujan, sedangkan pemindahan sesaat dilakukan pada saat titik kritis sangat dekat, misal pada saat diperkirakan

(12)

12 hujan akan turun dengan intensitas tinggi dan dalam durasi panjang. Pada saat hujan yang tidak mempunyai intensitas tinggi pun dapat dilakukan evakuasi sesaat jika terjadi titik jenuh pada tanah dan terjadi retakan-retakan pada tanah atau batuan yang menjadi pendorong terjadinya longsor.

c. Pencegahan bencana longsor lahan secara vegetatif

Pencegahan bencana longsor lahan secara vegetatif dengan cara memperhatikan kondisi vegetasi yang ada di daerah terjadinya bencana longsor lahan, meliputi:

1) Pengaturan jarak tanaman

Pengaturan jarak tanaman harus sesuai dengan kemampuan untuk tumbuh tanaman karena kekerasan batuan akan sangat menentukan penjalaran tudung akar dalam mengikat tanah dan agregat batuan. Jarak tanaman yang paling baik untuk pohon berakar tunggang sekitar 10 m, karena jarak tanaman yang terlalu rapat dapat menjadi pemicu terjadinya longsor.

2) Pemilihan jenis vegetasi yang sesuai

Pemilihan jenis tanaman yang sesuai untuk vegetasi penahan longsor adalah spesifik, tergantung kondisi tanah dan geologi. Tanaman yang dipilih juga harus mempunyai kriteria yang sesuai dengan kaidah ekologi (kesesuaian lahan terhadap pertumbuhan tanaman) dan kaidah konservasi. Jenis tanaman yang direkomendasikan untuk penahan longsor di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

(13)

13 Tabel 1. Jenis tanaman yang direkomendasikan untuk

penahan longsor lahan

No.

Jenis tanaman

Keterangan Nama ilmiah Nama lokal

1 Tectona grandis Jati Sangat Dianjurkan

2 Accasia mangiun Mangiun Sangat Dianjurkan

3 Feromena canessens jack Sunkai Sangat Dianjurkan

4 Casia siamena Johar Sangat Dianjurkan

5 Pinus mercusi Pinus Sangat Dianjurkan

6 Mahogani sp Mahoni Sangat Dianjurkan

7 Macademia Makademia Sangat Dianjurkan

8 Gemelina Gemelina Dianjurkan

9 Accasia Akasia Dianjurkan

10 Agathis Labilladieri Damar Dianjurkan

11 Leuceunaa Glauca Lamtoro Dianjurkan

12 Sesbani Grandi Flora Flora Turi Dianjurkan

13 Aleuriteus Moluccana Kemiri Sangat Dianjurkan Sumber: PSBA UGM, 2001: III-42 – III-46

Soehatman Ramli (2010: 97-98) menyebutkan beberapa strategi dan upaya penanggulangan bencana longsor lahan, antara lain:

a.

Menghindari daerah rawan bencana longsor untuk pembangunan permukiman dan fasilitas utama lainnya.

b.

Mengurangi tingkat keterjalan lereng.

c.

Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase, baik air permukaan maupun air tanah.

d.

Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling.

e.

Pembuatan terasering dengan sistem drainase yang tepat.

f.

Melakukan penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan menggunakan jarak tanam yang tepat.

g.

Mendirikan bangunan dengan pondasi yang kuat.

h.

Melakukan pemadatan tanah di sekitar permukiman.

i.

Pengenalan daerah rawan longsor.

(14)

14

k.

Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk

secara cepat ke dalam tanah.

l.

Pemasangan pondasi tiang pancang sangat dianjurkan untuk menghindari bahaya infeksi cairan (liquefaction).

m.

Utilitas yang ada di dalam tanah harus bersifat fleksibel.

n.

Dalam beberapa kasus longsor lahan, relokasi sangat disarankan.

C. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Beberapa permasalahan yang teridentifikasi di lokasi pengabdian sehingga dirasa penting untuk segera dilakukan pelatihan, antara lain:

a.

Banyaknya potongan tegak terhadap lereng di beberapa tepi jalan

raya yang belum diberi talud.

b.

Banyaknya lahan dengan kemiringan lebih dari 45% yang dibiarkan terbuka dan tidak diberi teras.

c.

Adanya penebangan kayu, terutama mahoni dan jati, serta bambu yang sangat mengurangi pencegahan longsor lahan secara alami.

d.

Minimnya pengetahuan penduduk tentang pembuatan teras batu

untuk pencegahan longsor lahan.

e.

Minimnya kesadaran penduduk tentang bahaya longsor lahan.

f.

Kurangnya sosialisasi tentang pencegahan bahaya longsor lahan. 2. Rumusan Masalah

Dari beberapa permasalahan yang teridentifikasi di atas, maka berdasarkan urgensi dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

(15)

15

a.

Bagaimana penerapan metode mekanik (pembuatan teras batu)

yang memenuhi kriteria pencegahan bencana longsor lahan?

b.

Bagaimana penerapan metode vegetatif (pemilihan jenis tanaman) yang tepat untuk pencegahan bencana longsor lahan?

D. Tujuan Kegiatan PPM

Adapun tujuan diselenggarakannya kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah:

1. Membekali masyarakat penerapan metode mekanik (pembuatan teras batu) yang memenuhi kriteria pencegahan bencana longsor lahan di wilayahnya.

2. Memberikan alternatif pencegahan longsor lahan kepada masyarakat dengan penerapan metode vegetatif.

E. Manfaat Kegiatan PPM

Manfaat yang diharapkan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah:

1. Memberikan keterampilan kepada masyarakat dalam membuat teras batu secara tepat.

2. Memberikan keterampilan kepada masyarakat dalam memilih jenis vegetasi (tanaman) yang tepat untuk daerahnya.

3. Sebagai wahana untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat dalam proses pencegahan/mitigasi bencana longsor lahan di wilayah Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo.

4. Sebagai forum untuk bertukar pikiran antara pihak masyarakat serta Pamong Desa dengan perguruan tinggi dalam hal persiapan-persiapan bagi masyarakat untuk tanggap terhadap bencana longsor lahan.

(16)

16 BAB II

METODE KEGIATAN PPM

A. Khalayak Sasaran Kegiatan PPM

Khalayak sasaran kegiatan pelatihan metode mekanik dan vegetatif untuk pencegahan bencana longsor lahan adalah masyarakat di Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulonprogo. Kegiatan ini direncanakan diikuti oleh 30 orang, yang terdiri dari 5 orang pamong desa dan 25 orang masyarakat yang berada di wilayah Desa Pagerharjo. Masyarakat yang diundang dalam kegiatan pelatihan ini khususnya masyarakat yang tinggal di lokasi rawan longsor berdasarkan arahan dari pemerintah desa setempat.

B. Metode Kegiatan PPM

Metode kegiatan yang digunakan dalam kegiatan pengabdian ini mencakup 2 (dua) metode, yaitu:

1. Ceramah bervariasi

Metode ceramah bervariasi dipilih untuk menyampaikan konsep tentang tanah longsor yang penting untuk dimengerti oleh peserta pelatihan, meliputi pengertian, macam/jenisnya, gejala umum terjadinya, faktor penyebab terjadinya, dan cara pencegahannya, termasuk penerapan metode mekanik dan vegetatif. Penggunaan metode ini dengan pertimbangan bahwa metode ceramah yang dikombinasikan dengan gambar-gambar, animasi, dan dengan memanfaatkan display,

(17)

17 dapat memberikan materi yang relatif banyak secara padat, cepat, dan mudah.

2. Demonstrasi

Metode demonstrasi dipilih untuk menunjukkan suatu proses kerja, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi peserta pelatihan. Demonstrasi dilakukan oleh Tim Pengabdi untuk menunjukkan prosedur pembuatan teras batu, dimulai dari penentuan lokasi sampai pembuatan teras batu secara benar.

C. Langkah-Langkah Kegiatan PPM

Langkah-langkah kegiatan PPM ini melalui tahapan sebagai berikut: 1. Ceramah tentang materi longsor lahan dan penerapan metode mekanik

dan vegetatif.

2. Diskusi atau tanya jawab mengenai hal-hal yang berkaitan dengan longsor lahan dan upaya penanggulangannya.

3. Demonstrasi pembuatan teras batu.

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan

Berdasarkan evaluasi pelaksanaan dan hasil kegiatan dapat diidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan program pengabdian pada masyarakat ini. Secara garis besar faktor pendukung dan penghambat adalah sebagai berikut:

1. Faktor Pendukung

a. Wilayah yang digunakan sebagai tempat pelatihan masuk ke dalam wilayah rawan bencana longsor lahan sehingga mudah untuk

(18)

18 memberikan wawasan kepada masyarakat tentang manfaat pencegahan bencana longsor lahan.

b. Antusiasme masyarakat yang tinggi, karena materi pelatihan sebagai tambahan pengetahuan pentingnya pencegahan bencana longsor lahan dalam rangka pelestarian lingkungan hidup.

c. Dukungan pimpinan/kepala desa dan sekretaris desa terhadap program ini.

d. Ketersediaan tenaga ahli dalam bidang geografi fisik dan lingkungan di Jurusan Pendidikan Geografi.

e. Ketersediaan dana pendukung dari fakultas sebagai pendukung penyelenggaraan kegiatan pengabdian masyarakat ini.

2. Faktor Penghambat

a. Latar belakang pendidikan masyarakat yang bermacam-macam sehingga penguasaan materi pelatihan berbeda-beda.

b. Mahalnya biaya operasional pembuatan teras batu sehingga masyarakat merasa keberatan untuk mengupayakan sendiri tanpa ada bantuan dari pemerintah setempat.

c. Keterbatasan waktu untuk pelaksanaan program, sehingga materi tidak dapat disampaikan secara detil.

d. Kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan hidup masih kurang.

(19)

19 BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN PPM

A. Hasil Pelaksanaan Kegiatan PPM

Kegiatan PPM yang dilaksanakan dengan acara tatap muka dan demonstrasi pembuatan teras batu berjalan dengan baik dan lancar. Acara tatap muka dengan metode ceramah bervariasi dilaksanakan sehari, yakni pada tanggal 28 Juli 2011. Kegiatan ini diikuti oleh 28 orang, baik pamong desa maupun masyarakat setempat.

Pelaksanaan kegiatan PPM ini diawali dengan kegiatan ceramah bervariasi oleh Tim Pengabdi tentang materi longsor lahan meliputi pengertian longsor lahan, macam longsor lahan, gejala umum terjadinya longsor lahan, faktor penyebab terjadinya longsor lahan, cara pencegahan longsor lahan, penerapan metode mekanik, dan penerapan metode vegetatif. Kegiatan awal ini secara garis besar memunculkan beberapa pertanyaan dari para peserta pada waktu kegiatan diskusi dan tanya jawab, antara lain:

1. Pengendalian bencana longsor lahan merupakan salah satu upaya pelestarian lingkungan hidup.

2. Peranan faktor-faktor penyebab terjadinya longsor lahan dalam mempercepat terjadinya longsor lahan.

3. Keterkaitan antara erosi dengan kejadian longsor lahan.

4. Dampak longsor lahan terhadap kualitas lingkungan hidup berdasarkan daerah terjadinya.

(20)

20 6. Mengapa penggunaan lahan harus disesuaikan dengan kelas

kemampuannya.

7. Tahapan terjadinya longsor lahan.

8. Hal-hal yang perlu dilakukan pada waktu terjadinya longsor lahan. 9. Keuntungan dan kelemahan penerapan metode mekanik dan vegetatif. 10. Dasar apa yang digunakan dalam mengadopsi metode mekanik dalam

penanggulangan bencana longsor lahan.

11. Dasar apa yang digunakan dalam penerapan tindakan vegetatif untuk menanggulangi bencana longsor lahan.

Setelah kegiatan ceramah disertai diskusi dan tanya jawab pada tanggal 28 Juli 2011, maka kegiatan pengabdian dilanjutkan dengan demonstrasi pembuatan teras batu pada tanggal 6 Agustus 2011. Keterbatasan waktu pertemuan pelatihan berakibat ada sebagian peserta yang menyatakan kurang begitu jelas dengan teknik pembuatan teras batu . Untuk itu banyak di antara peserta yang merasa bahwa pelatihan ini belum tuntas dan memerlukan kelanjutan pelatihan.

B. Pembahasan Hasil Pelaksanaan Kegiatan PPM

Hasil kegiatan PPM secara garis besar mencakup beberapa komponen sebagai berikut:

1. Keberhasilan target jumlah peserta pelatihan. 2. Ketercapaian tujuan pelatihan.

3. Ketercapaian target materi yang telah direncanakan. 4. Kemampuan peserta dalam penguasaan materi.

(21)

21 Keberhasilan target jumlah peserta pelatihan secara umum baik, mengingat target jumlah peserta pelatihan sebanyak 30 orang, sementara itu dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan yang dapat hadir sebanyak 28 orang (93,3%)

Ketercapaian tujuan pelatihan secara umum cukup, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu yang disediakan mengakibatkan tidak semua materi tentang longsor lahan dan upaya alternatif penanggulangannya dapat disampaikan secara detil. Banyak di antara materi yang hanya disampaikan secara garis besar, sehingga sangat memungkinkan peserta kurang paham tentang longsor lahan dan upaya alternatif penanggulangannya secara keseluruhan. Kegiatan tatap muka tersebut dilanjutkan dengan demontrasi pembuatan teras batu pada waktu lain. Dilihat dari antusiasme peserta dalam forum diskusi dan tanya jawab serta pelaksanaan demonstrasi pembuatan teras batu maka hasil yang dicapai dapat dinilai cukup (80%), dikarenakan hanya dalam waktu satu hari tatap muka peserta diberikan materi dan pada hari lain diberikan demontrasi pembuatan teras batu.

Ketercapaian target materi pada kegiatan PPM ini dapat dikatakan baik (90%), karena materi pelatihan telah dapat disampaikan secara keseluruhan. Materi pelatihan yang telah disampaikan adalah:

1. Longsor lahan.

2. Penerapan metode mekanik dan vegetatif.

Kemampuan peserta dalam penguasaan materi masih kurang (70%) dikarenakan waktu yang singkat dalam penyampaian materi dan demonstrasi pembuatan teras batu serta didukung kemampuan para peserta

(22)

22 yang berbeda-beda dalam menyerap materi yang disampaikan. Hal ini disebabkan latar belakang pendidikan yang bermacam-macam. Secara psikologi, waktu yang singkat akan menyebabkan peserta kurang paham terhadap materi yang telah disampaikan.

Secara keseluruhan kegiatan pelatihan metode mekanik dan vegetatif untuk pencegahan bencana longsor lahan di Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh untuk pamong desa dan masyarakat setempat dinilai berhasil. Keberhasilan ini selain diukur dari keempat komponen di atas, juga dapat dilihat dari kepuasan peserta setelah mengikuti kegiatan pelatihan. Manfaat yang dapat diperoleh para peserta pelatihan adalah memahami tentang longsor lahan beserta dampaknya, dan mengetahui teknik pembuatan teras batu untuk upaya pencegahannya. Selain itu peserta pelatihan juga mengetahui tentang fungsi pengelolaan lahan di kawasan Perbukitan Menoreh dalam menjaga kelestarian tanah dan tata air.

(23)

23 BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ceramah tentang longsor lahan serta penerapan metode mekanik dan vegetatif kepada peserta pelatihan disertai kesempatan untuk diskusi dan tanya jawab mampu meningkatkan pemahaman peserta pelatihan tentang fungsi pengelolaan lahan di kawasan Perbukitan Menoreh dalam menjaga kelestarian tanah dan tata air.

2. Peningkatan pemahaman peserta dalam pembuatan teras batu dilakukan dengan metode demonstrasi secara langsung oleh tim pengabdi.

B. Saran

1. Tim pengabdi hendaknya melakukan survei awal kebutuhan khalayak sasaran sehingga kegiatan pelatihan yang dilakukan benar-benar mencapai sasaran.

2. Waktu pelaksanaan kegiatan pelatihan perlu ditambah agar tujuan kegiatan dapat tercapai.

3. Menggugah kesadaran peserta pelatihan terhadap pentingnya pemahaman tentang bencana longsor lahan dan upaya-upaya pencegahannya.

(24)

24 DAFTAR PUSTAKA

Cook, R.U. dan Doornkamp, J.C. 1994. Geomorphology in Environmental Management and New Introduction. Amsterdam: Elsevier.

Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM dan Bappeda Kabupaten Kulon Progo. 2001. Penyusunan Sistem Informasi Penanggulangan Bencana Alam Tanah Longsor di Kabupaten Kulon Progo. Yogyakarta: PSBA UGM. Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) UGM. 2001. Mitigasi Bencana Alam Tanah

Longsor. Yogyakarta: Bappeda Kabupaten Kulon Progo dan PSBA UGM. Sitanala Arsyad. 2010. Konservasi Tanah & Air. Bogor: IPB Press.

Soehatman Ramli. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana (Disaster Management). Jakarta: Dian Rakyat.

Strahler, Arthur N. dan Alan H. Strahler. 1987. Modern Physical Geography. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Sugiharyanto, dkk. 2009. ”Studi Kerentanan Longsor Lahan (Landslide) di Perbukitan Menoreh dalam Upaya Mitigasi Bencana Alam”. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Geografi FISE UNY.

Sutikno. 1994. ”Pendekatan Geomorfologi Untuk Mitigasi Bencana Alam Akibat Gerakan Massa Tanah atau Batuan”. Prosiding di UGM, 16-17 September. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Wani Hadi Utomo. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang: Penerbit IKIP Malang.

Referensi

Dokumen terkait

cyberspace (ruang siber). Dunia maya atau cyber space merupakan dunia yang tanpa batas atau batas-batasannya tidak dapat terlihat dengan jelas. Karena sifatnya yang border less

pengguna teknologi lainnya, untuk senantiasa berkonsultasi tentang berbagai teknologi yang dibutuhkan berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi.. b) Temu Lapang dan Temu Usaha

6 atas penerapan IFRS tersebut kemungkinan juga dapat membuat suatu perusahaan kesulitan untuk melaporkan keuangannya dengan tepat waktu, sehingga dapat

Zaman mengalami begitu banyak perubahan. Dunia mengalami perubahan dengan begitu cepat. Apalagi di zaman sekarang dimana arus globalisasi menguasai dunia. Globalisasi juga

Menurut Shadiq (2007) mendapati kenyataan bahwa di beberapa wilayah Indonesia yang berbeda, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan

Untuk melakukan monitoring ruangan menggunakan browser, dengan mengakses IP Address dari Raspberry Pi melalui media transmisi berupa wireless, sehingga video bisa

Maksud dari penulisan Tugas Akhir ini adalah merencanakan Jetty yang berfungsi secara optimal, baik didaerah garis pantai maupun didaerah muara sungai, dengan

Kadarsyah (1998), dalam Ikhsan (2013) mengungkapkan bahwa untuk dapat mewujudkan kepuasan para stakeholder tersebut secara sempurna maka pihak manajemen perusahaan perlu