• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Pelayanan Unit Cathlab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedoman Pelayanan Unit Cathlab"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. Sejarah kateterisasi Jantung

Kardiologi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran dan ranting ilmu pengetahuan tentu saja tidak lepas dari sifat ilmu pengetahuan itu sendiri yang dinamis. Kedinamisan ilmu kedokteran tercapai karena adanya penemuan-penemuan teori, metode, terapi, dan alat-alat. Penemuan di bidang kardiologi terus berkembang dari dulu hingga kini,sejakera William Harvey hingga zaman transplantasi jantung sekarang ini.

Sejarah besar di bidang kardiologi diawali oleh terdeskripsikannya sirkulasi darah manusia oleh William Harvey, pada tahun 1628. Beliau adalah seorang dokter Inggris. Selanjutnya, pada tahun 1706, Raymond de Vieussens, seorang profesor anatomi dari Prancis, untuk pertama kali menggambarkan struktur ruang dan pembuluh darah jantung.Setelah pijakan awal yang dirintis oleh Harvey dan de Vieussens, pada tahun 1711 Stephen Hales melakukan usaha konkret dalam temuan modalitas diagnostik yang penting dalam kardiologi yaitu kateterisasi jantung. Beliau melakukan kateterisasi biventrikular pada kuda. Dua puluh dua tahun kemudian, Hales untuk pertama kali mengukur tekanan darah arterial.

Langkah Hales diikuti oleh kemunculan tindakan kateterisasi-kateterisasi eksperimental lain pada abad ke-19. Claude Bernard, seorang peneliti fisiologi ternama dari Prancis, pada tahun 1844 menggunakan kateter untuk merekam tekanan intrakardiak pada hewan. Beliaulah yang menciptakan istilah kateterisasi jantung. Kateterisasi jantung manusia semakin berkembang selama abad ke-20. Werner Forssmann pada tahun 1929 melakukan kateterisasi jantung kanan pada dirinya sendiri di Eberswald, Jerman.Tindakan ini merupakan kateterisasi pertama pada manusia yang terdokumentasi. Tujuan awalnya adalah menemukan jalur yang efektif dan aman untuk memasukkan obat-obatan resusitasi jantung. Forssmann lalu mengembangkan eksperimen-eksperimennya ke arah injeksi media kontras intrakardiak melalui suatu kateter yang ditempatkan dalam atrium kanan.Kontribusinya tersebut, bersama perkembangan media kontras nontoksik dan teknik radiologis, telah membuka jalan bagi perkembanganangiografikoroner.

Kateterisasi jantung diagnostik pertama dikemnbangkan oleh André Cournand dan DickinsonRichards pada 1941. Mereka menggunakan kateter jantung guna keperluan diagnostik yaitu untuk mengukur tekanan jantung kanan

(2)

dan cardiac output.

Arteriografi koroner selektif diperkenalkan oleh Mason Sones pertama kali pada tahun 1958. Sones lalu memublikasikan penjelasan singkat tentang teknik yang beliau lakukan di Modern Concepts of Cardiovascular Diseases pada tahun 1962. Perkembangan ini menjadi gerbang pembuka suatu periode kemajuan cepat dalam aspek arteriografi koroner selama medio 1960-an.

Peristiwa rekanalisasi arteri perifer dengan kateter oleh Charlos Theodore Dotter pada 1963 makin menegaskan dimulainya era intervensi. Usaha Sones dan Dotter ini disusul oleh kemunculan metode angiografi koroner femoral perkutan yang dipopulerkan oleh Melvin Judkins dan Amplatz pada tahun 1967. Pada tahun tersebut, Judkins menciptakan sistem pencitraan koroner, memperkenalkan kateter-kateter khusus, dan menyempurnakan pendekatan transfemoral. Teknik yang lebih mutakhir, yaitu angioplasti dengan balon, diperkenalkan oleh Andreas Gruentzig pada pertengahan dekade 1970-an. Rintisan beliau telah membawa kemajuan berarti dalam perbaikan dan pengembangan teknik-teknik kateterisasi.

Sekarang, angiografi koroner serta intervensi koroner perkutan dilakukan terutama dengan pendekatan arteri radial serta arteri femoral. Di luar ranah intervensi, momentum bersejarah lain dalam kardiologi lahir pada tahun 1912, dimana penyakit jantung yang terjadi karena pengerasan arteri-arteri dijelaskan untuk pertama kali oleh seorang dokter Amerika bernama James B. Herrick. Sementara itu, penemuan sinar-X oleh Wilhelm Roentgen pada 1895 memungkinkan studi anatomi jantung untuk dilaksanakan dengan pendekatan baru ini. Penemuan sinar-X ini disusul oleh kemunculan atlas radiografik arteri koroner manusia yang pertama pada 1907. Atlas ini diciptakan dan dipublikasikan oleh Friedrich Jamin dan Hermann Merkel. Perkembangan dalam aspek teoretis kardiologi dan aspek radiologi tersebut secara tidak langsung juga memengaruhi perkembangan dalam aspek kardiologi intervensional.

Hingga saat ini, intervensi koroner perkutan telah menggeser kedudukan operasi bypass arteri koroner sehingga menjadi suatu prosedur yang lebih umum di banyak negara. Frekuensi pelaksanaannya terus bertambah. Tingkat keberhasilannya lebih dari 95% dan risiko terjadinya komplikasi-komplikasi serius pun menurun.

2. Fenomena kardiologi di Indonesia

Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena Penyakit Tidak Menular (PTM) (63% dari seluruh kematian). Lebih dari 9 juta kematian yang

(3)

disebabkan oleh penyakit tidak menular terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Secara global PTM penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya adalah penyakit kardiovaskuler.

Data Riset Kesehatan Dasar2013, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin Kementerian Kesehatan RI menunjukkan beberapa data yang menunjukkan tingginya angka kejadian penyakit jantung di Indonesia. Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang (0,5%)

Melihat fenomena ini, RS Jantung Hasna Medika sebagai satu-satunya rumah sakit yang berkonsentrasi di bidang pelayanan jantung di wilayah III Cirebon merasa perlu meingkatkan pelayanan yang dapat menyelesaikan masalah masyarakat yang sangat serius ini. Laboratorium kateterisasi jantung pun didirikan dengan harapan menjadi solusi permasalahan jantung yang berkembang di masyarakat khususnya masyarakat wilayah III Cirebon.

B. Tujuan Pedoman

Tujuan dari pedoman pelayanan unit cathlab ini adalah untuk menjadi pedoman bagi pelaksanaan pelayanan katerisasi jantung bagi tim cathlab dan juga bagi seluruh unit pelayanan terkait di RS Jantung Hasna Medika.

Selain itu, pedoman ini juga bertujuan menjadi panduan bagi karyawan baru di lingkungan unit cathlab.

C. Ruang Lingkup Pelayanan

Ruang Lingkup pelayanan kateterisasi jantung meliputi pelayanan diagnostik invasif dan intervensi non bedah.

1. Diagnostik invasif:

Diagnostik invasif merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk memeriksa struktur anatomi serta fungsi jantung & pembuluh darah termasuk ruang, otot, katup serta pembuluh darah jantung ( pembuluh darah koroner ). Tindakan diagnostik invasif yang bisa dilakukan di cathlab RS Jantung Hasna Medika adalah sebagai berikut:  Pemeriksaan angiografi koroner : pemeriksaan yang bertujuan untuk melihat

(4)

di pembuluh darah koroner. Terlihatnya penyempitan di pembuluh darah koroner merupakan tanda pasti untuk diagnostik penyakit jantung koroner.

 Perikardial tapping / perikardiosintesis merupakan prosedur yang dilakukan untuk mengeluarkan cairan yang berlebih di ruang jantung untuk kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap cairan tersebut. Kateter yang digunakan akan ditinggalkan di dalam tubuh yang dihubungkan dengan perikardial drainase untuk mengeringkan ruang perikardial selama beberapa hari dan membantu mencegah akumulasi cairan yang berulang.

2. Intervensi non bedah

Intervensi non bedah adalah tindakan intervensi yang sesuai indikasi untuk dilakukan terhadap pasien setelah di temukan diagnosis yang tepat, dilakukan secara perkutan melalui pembuluh darah tanpa pembedahan. Intervensi Non Bedah yang dapat dilakukan adalah :

 Percutaneus Coronary Intervention (PCI) atau Percutaneus Transluminal Coronary Artery (PTCA) adalah suatu tindakan intervensi non bedah untuk membuka kembali arteri koroner yang menyempit dengan mengembangkan ballon atau stent pada pembuluh darah koroner yang menyempit melalui kateter yang di masukan ke dalam lumen arteri melalui insisi kecil pada kulit.

 Pemasangan Pacu Jantung

Temporary Pace Maker ( TPM ): pemasangan pacu jantung yang bersifat sementara pada pasien dengan irama jantung lambat. Dilakukan dengan cara memasukan kateter elektroda ke dalam jantung, bagian luar dari elektroda disambungkan dengan generator yang mengatur irama jantung yang terdapat di luar tubuh pasien.

Permanen Pace Maker ( PPM ) : pemasangan pacu jantung yang bersifat permanen pada pasien dengan Irama jantung lambat. Dilakukan dengan cara yang sam seperti TPM hanya generatornya di taman di bawah kulit bagian dada/ perut dengan menggunakan bius lokal.

 Baloon Mitral Valvuloplasty (BMV)

Adalah suatu tindakan minimal invasif untuk memperlebar penyempitan katup mitral dengan melakukan dilatasi terhadap katup mitral dengan menggunakan balon.

D. Batasan Operasional

1. Manajemen penjadwalan tindakan

Terdapat dua jenis tindakan kateterisasi jantung berdasarkan sifat urgensinya, yaitu : cito dan elektif.

(5)

 Tindakan emergency / CITO, adalah suatu tindakan yang dilakukan dngan tujuan life saving pada seorang pasien yang berada dalam keadaan darurat. Contoh tindakan cito adalah primary PCI.

 Tindakan elektif, adalah suatu tindakan yang dilakukan terjadwal dengan persiapan, dan dilakukan pada pasien dengan kondisi umum baik, bukan gawat darurat.

2. Pelayanan intra katerisasi jantung

Pelayanan intra kateterisasi jantung dilakukan oleh tim cathlab yang terdiri atas dokter operator (dokter jantung intervensi), perawat scrub, perawat sirkulasi, perawat monitor dan administrasi.

Sebelum masuk ruang tindakan, dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen dan persiapan medis pasien yang berhubungan dengan tindakan yang akan dilakukan. Setelah pemeriksaan kelengkapan dirasa cukup, pasien memasuki ruang tindakan dan dilakukan persiapan tindakan seseuai dengan jenis tindakan yang direncanakan pada pasien tersebut.

Jika jenis tindakan adalah diagnostik, setelah mendapatkan kepastian hasil diagnosa maka dokter intervensi akan menjelaskan secara langsung hasil yang didapat kepada keluarga pasien dan rencana tindakan selanjutnya yang diperlukan. Manakala dibutuhkan tindakan lanjutan segera maka keluarga dan pasien akan dimintai persetujuan tindakan lanjutan atau perluasan tindakan.

3. Pelayanan post tindakan kateterisasi jantung

Setelah tindakan kateterisasi jantung pasien akan dirawat di ruang sesuai petunjuk dokter ( ruang rawat biasa atau ICU). Perawat cathlab akan melakukan overan yang berisi instruksi post tindakan cathlab kepada perawat di ruang perawatan selanjutnya.

(6)

BAB II

STANDAR KETENAGAAN A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Dalam upaya mempersiapkan tenaga cathlab yang handal, perlu kiranya melakukan kegiatan menyediakan, mempertahankan sumber daya manusia yang tepat bagi organisasi.

Atas dasar tersebut perlu adanya perencanaan SDM, yaitu proses mengantisipasi dan menyiapkan perputaran orang ke dalam, di dalam dan ke luar organisasi. Tujuannya adalah mendayagunakan sumber-sumber tersebut seefektif mungkin sehingga pada waktu yang tepat dapat disediakan sejumlah orang yang sesuai dengan persyaratan.

Perencanaan bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan oganisasi dalam mencapai sasarannya melalui strategi pengembangan kontribusi.

Adapun kualifikasi sumber daya manusia di Unit Cathlab RS. Jantung Hasna Medika adalah sebagai berikut :

NAMA JABATAN KUALIFIKASI

FORMAL & INFORMAL

TENAGA YANG DIBUTUHKAN Kepala Ruang Cathlab Dokter Jantung Intervensi 1

Konsulen Dokter Jantung Intervensi 1 Koordinator Ruang Cathlab S1 KeperawatanNers / DIII

Keperawatan (Pelatihan Perawat Kateterisasi Jantung)

1

Perawat Pelaksana S1 KeperawatanNers / DIII Keperawatan

(Pelatihan Perawat Kateterisasi Jantung)

2

Administrasi Cathlab DIII / SLTA Plus ( menguasai sistem administrasi )

1

Pekarya SMP / SMA

(mendapat pengarahan/ pelatihan pemeliharaan alat-alat kateterisasi jantung)

1

(7)

B. Distribusi Ketenagaan

Unit Cathlab RS. Jantung Hasna Medika dikepalai oleh seorang kepala unit yang merupakan seorang dokter jantung intervensi. Adapaun pendistribusian SDM unit cathlab adalah sebagai berikut :

1. Koordinator ruang cathlab 2. Perawat scrub

3. Perawat sirkulasi 4. Perawat monitor 5. Petugas administrasi

6. Pekarya / petugas kebersihan

C. Pengaturan Jaga

Seluruh SDM unit cathlab bekerja dalam 1 shift (pagi) dengan 8 jam kerja (pkl. 07.00 s.d. pkl 15.00).

Jika ada tindakan cito di luar jam kerja maka seluruh SDM akan hadir atau sesuai kebutuhan.

(8)

BAB III

STANDAR FASILITAS A. Denah Ruang Cathlab

B. Standar Fasilitas

(9)

1 Meja Counter 1 set Ruang administrasi 2 Komputer 2 set Ruang administrasi 3 Layar LED 1 set Ruang administrasi 4 Lemari Kayu 2 set Ruang administrasi 5 Kursi putar beroda 1 buah Ruang administrasi 6 Kursi 1 buah Ruang administrasi 7 Kursi 4 buah Ruang administrasi 8 Meja Kerja 1 buah Ruang administrasi 9 Printer 1 set Ruang administrasi 10 Sound speaker 1 set Ruang administrasi 11 Pesawat telepon 1 buah Ruang administrasi 12 Rak sepatu 1 buah Ruang administrasi 13 Tempat sampah 1 buah Ruang administrasi 14 Terminal kabel 2 buah Ruang administrasi 15 Transfering patien 1 buah

16 AC Panasonic 1 PK 1 buah Ruang administrasi 17 APAR 1 buah Ruang administrasi 18 Apron full body 4 buah

19 Apron setengah badan 2 buah 20 Apron tyroid 4 buah

21 Google 3 buah

22 Dosimeter 2 buah

23 Mesin kateterisasi jantung

Euro Colombus 1 unit Ruang tindakan 24 Troli emergency 1 buah Ruang tindakan 25 Defibrilator 1 buah Ruang tindakan 26 AC Panasonic 1.5 PK 2 buah Ruang tindakan 27 Jam Dinding 1 buah Ruang tindakan 28 Lemari kaca 6 buah Ruang tindakan 29 Lemari kateter 2 buah Ruang tindakan 30 Tempat sampah medis 1 buah Ruang tindakan 31 Tempat sampah non medis 1 buah Ruang tindakan 32 Tempat sampah benda tajam 1 buah Ruang tindakan 33 Tempat sampah cairan 1 buah Ruang tindakan 34 Keranjang Plastik 1 buah Ruang tindakan 35 Sterilisator 1 buah Ruang tindakan 36 Troli instrumen besar 1 buah Ruang tindakan 37 Troli instrumen sedang 3 buah Ruang tindakan 38 Tromol besar 1 buah Ruang tindakan 39 Tromol kecil 2 buah Ruang tindakan 40 Kotak obat 1 buah Ruang tindakan 41 Terminal kabel 1 buah Ruang tindakan 42 Syringe pump 1 buah Ruang tindakan 43 Infuse pump 1 buah Ruang tindakan 44 Ambu bag 1 buah Ruang tindakan 45 Standar infus 1 buah Ruang tindakan

(10)

46 Humidifier 1 buah Ruang tindakan 47 Mesin suction 1 buah Ruang tindakan 48 Set instrumen koroangiografi /

PCI / TPM / Pericardial taping 5 set Ruang tindakan 49 Set instrumen PPM 1 set Ruang tindakan 50 Set linen steril 6 set Ruang tindakan 51 Tensimeter standing 1 buah Ruang tindakan 52 Parfume dispenser 1 buah Ruang tindakan

53 Sofa 1 unit Rest room

54 Lemari es 1 buah Rest room 55 TV + meja 1 buah Rest room 56 Meja kerja 1 buah Rest room 57 Lemari kayu 1 buah Rest room

58 Kursi 1 buah Rest room

59 Tempat tidur 1 buah Rest room

60 Lukisan 1 buah Rest room

61 AC Samsung 0.5 PK 1 buah Rest room 62 Stetoskop ABN 1 buah Rest room

ATK Jumlah Keterangan

1 Perfurator Besar 1 buah 2 Perfurator Kecil 1 buah

3 Kalkulator 1 buah

4 Steples / Hecter Kecil 2 buah

5 Cutter 2 buah

6 Gunting 3 buah

7 Penggaris 2 buah

8 Rak file 2 buah

9 Tempat pulpen 2 buah

10 Box file 6 buah

11 Filing cabinet 7 buah

(11)

BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

Pelaksanaan pelayanan di ruang kateterisasi jantung terbagi menjadi 4 fase, yaitu: penjadwalan, pre-tindakan, intra tindakan dan post tindakan.

1. Penjadwalan Tindakan

Penjadwalan tindakan berlaku bagi pasien yang akan menjalani tindakan secara elektif (terjadwal / tidak gawat darurat).

Setelah pasien mendapat pengantar tindakan kateterisasi jantung dari dokter jantung, pasien akan menghubungi perawat cathlab untuk mendapatkan jadwal tindakan.

2. Pre-tindakan

Sebelum tindakan, pasien akan melewati beberapa persiapan. Pasien akan menjalani pemeriksaan EKG, echocardiography, laboratorium (darah rutin, waktu perdarahan, waktu pembekuan, fungsi ginjal, HbsAg, Anti HIV, GDS). Jika dinbutuhkan pasien juga akan dilakuakn pemeriksaan treadmill test atau dobutamin stress echo (DSE). Di ruang rawat inap, pasien akan dipasang kondom catheter atau dower catheter.

Setiba di ruang cathlab, akan dilakukan pemeriksaan terkait kelengkapan dokumen pasien berupa informed concent, gelang pasien, staus pasien, riwayat alergi dan resiko aspirasi serta perdarahan.

3. Intra tindakan

Saat pasien masuk ke ruang tindakan, perawat akan melakukan pemeriksaan tanda – tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan, saturasi O2, dan suhu) serta perekaman EKG. Kemudian dilakukan persiapan tindakan sesuai dengan jenis tindakan yang akan dilakukan.

4. Post-tindakan

Setelah tindakan selesai dilakukan, pasien dipersiapkan untuk dipindah ke ruang pemulihan (recovery room). Di ruang pemulihan, pasien akan diobservasi keadaan umumnya dan dilakukan pencabutan sheat. Ketika pasien sudah stabil dan memenuhi kriteria untuk transfer ruangan, maka pasien akan dijemput oleh petugas / perawat ruangan tempat perawatan selanjutnya.

(12)

BAB V LOGISTIK

Unit Cathlab RS. Jantung Hasna Medika setiap minggu mempunyai permintaan rutin yang terbagi menjadi dua jenis yaitu barang medis dan barang non-medis. Jadwal

permintaannya setiap hari Selasa. Berikut tabel permintaan rutin Unit Cathlab RS. Jantung Hasna Medika :

No. Nama Barang Barang medis 1 Spuit 50 cc 2 Spuit 20 cc 3 Spuit 10 cc 4 Spuit 5 cc 5 Spuit 3 cc 6 Spuit 1 cc 11 IV cath no. 20 12 needle 18 13 selang perfusor 14 bisturi no. 11 15 bisturi no.22 16 bisturi no. 24 17 sof silk 2/0 18 DR. Sella Silk 2/0 19 Catgut 3.5 20 Chromic gut 21 Surgipro 3/0 22 nasal kanul 23 simple mask 24 NRM 25 Gamex no. 7 26 Gamex no.7,5 27 Gamex no. 8 28 Sensi Glove M 29 masker 30 Betadine 31 Alkohol 70% 32 kondom L 33 urin bag 34 elektroda

(13)

1 map echo (map laporan tindakan) 2 kertas A4 polos

3 kertas A4 dengan kop 4 isi staples

5 post it 6 Kertas F4

(14)

BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

Program keselamatan pasien disesuaikan dengan peraturan pemerintah No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011tentang keselamatan pasien Rumah Sakit.

SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN

Standar SKP I Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/ meningkatkan ketelitian identifikasi pasien

Elemen Penilaian Sasaran I :

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.

2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah.

3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.

4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur. SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF

Standar SKP II Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar para pemberi pelayanan

Elemen Penilaian Sasaran II :

1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.

2. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan secara lengkap oleh penerima perintah.

3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.

4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH ALERT)

Standar SKP III Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert)

(15)

1. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label dan penyimpanan elektrolit konsentrat.

2. Implementasi kebijakan dan prosedur.

3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.

SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT-PASIEN OPERASI

Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien.

Elemen Penilaian Sasaran IV :

1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses penandaan.

2. Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk memverifikasi saat pre operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat dan fungsional.

3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum "incisi/time out" tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tindakan pembedahan.

4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

SASARAN V : PENGURANGAN RESIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN

Standar SKP V Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

Elemen Penilaian SasaranV :

1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l dari WHO Guidelines on Patient Safety.

2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.

3. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

SASARAN VI : PENGURANGAN RESIKO PASIEN JATUH

Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko pasien dari cidera karena jatuh.

(16)

Elemen Penilaian Sasaran VI :

1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap resiko jatuh dan melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan dan lain-lain.

2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap beresiko jatuh.

3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.

4. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan resiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

(17)

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

UU No 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa tempat kerja wajib menyelenggarakan upaya kesehatan kerja adalah tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai paling sedikit 10 orang. Rumah Sakit adalah tempat kerja yang termasuk dalam kategori seperti disebut diatas, berarti wajib menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja di Unit Rekam Medis bertujuan melindungi karyawan dan pelanggan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan di dalam dan di luar rumah sakit.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja berada dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat manusia.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Kesehatan kerja (Occupational Health) merupakan bagian dari keselamatan dan kesehatan kerja (occupational safety and health) yang bertujuan agar pekerja selamat, sehat, produktif, sejahtera, dan berdaya saing kuat, dengan demikian produksi dapat berjalan dan berkembang lancar berkesinambungan (suistanable development) tidak terganggu oleh kejadian kecelakaan maupun pekerja yang sakit atau tidak sehat yang menjadikannya tidak produktif (Kurniawidjaja, 2010). Inti dari upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah manajemen risiko. Mengelola risiko dengan segala upaya baik bersifat teknik maupun administratif, agar risiko menjadi hilang atau minimal sampai ke tingkat yang dapat diabaikan karena tidak lagi membahayakan merupakan konsep dari manajemen risiko. (Kurniawidjaja, 2010).

Pemerintah berkepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan semua usaha-usaha masyarakat. Pemerintah berkepentingan melindungi masyaraktnya termasuk para pegawai dari bahaya kerja. Sebab itu Pemerintah mengatur dan mengawasi pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dimaksudkan untuk menjamin:

(18)

a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam keadaan sehat dan selamat.

b. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien. c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.

Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu :

a. Kondisi dan lingkungan kerja b. Kesadaran dan kualitas pekerja, dan c. Peranan dan kualitas manajemen

Terdapat beberapa risiko pada proses kerja di ruang cathlab diantaranya: 1. risiko terpajan radiasi sinar x

2. terkena darah pasien

3. tertusuk, tergores dan trauma benda tajam. 4. risiko muskuloskeletal disorder (MSDs) 5. terkena dan terhirup alkohol/ betadine, 6. terlindas roda dan kelelahan otot.

Terkait risiko terpajan radiasi, rumah sakit wajib menyediakan alat protektif radiasi yang tercantum dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik Dan Intervensional. Alat protektif radiasi yang dimaksud yaitu:

a. apron

b. tabir yang dilapisi Pb dan dilengkapi kaca Pb c. kacamata Pb

d. pelindung tiroid Pb e. sarung tangan Pb f. pelindung ovarium g. pelindung gonad.

Saat ini, petugas cathlab RS Jantung Hasna Medika sudah menggunakan alat protektif radiasi poin a s.d. d.

Untuk mengurangi risiko kerja yang lainnya, dilakukan beberapa upaya lain diantara lain: a. penggunaan APD: sarung tangan, masker, sandal steril, dan nurse cap.

b. Protap pemeriksaan laboratorium untuk setiap pasien yang akan menjalani tindakan kateterisasi jantung: Pemeriksaan HbsAg dan anti HIV.

(19)

c. SOP yang mengatur cara memindahkan pasien. d.

(20)

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu :

Defenisi Indikator adalah:

Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator

merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.

Kriteria :

Adalah spesifikasi dari indikator. Standar :

1. Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut.

2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik. 3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:

1. Aspek yang dipilihuntukditingkatkan a. Keprofesian

b. Efisiensi

c. Keamananpasien d. Kepuasanpasien

e. Saranadanlingkunganfisik 2. Indikator yang dipilih

a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses

b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk perorangan.

c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit

(21)

d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor

e. Didasarkan pada data yang ada. 3. Kriteria yang digunakan

Kriteria yang digunakanharusdapatdiukur dan dihitunguntukdapatmenilaiindikator, sehinggadapatsebagai batas yang memisahkan antara mutubaik dan mututidakbaik. 4. Standar yang digunakan

Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan : a. Acuan dari berbagai sumber

b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

(22)

STANDAR PENILAIAN KINERJA INDIVIDU

BULAN :

INDIVIDU : PERAWAT CATHLAB N

o

Key Result

Area Key Performance Indikator Target Bobot

SKOR KPI 1 2 3 4 1 Peningkatan Mutu Keahlian / Skill / Ketrampilan

Penguasaan Keahlian : Asisten 100% 10% 60 - 69% 70 - 79% 80 - 89% 90 - 99%

Penguasaan Keahlian : Sirkulasi 100% 5% 60 - 69% 70 - 79% 80 - 89% 90 - 99%

Penguasaan Keahlian : Monitoring 100% 2,50 % 60 - 69% 70 - 79% 80 - 89% 90 - 99% 2 Pengendalian Kualitas Pelayanan

Peningkatan ketepatan entry data 100%

2,50

% 60 - 69% 70 - 79% 80 - 89% 90 - 99% Peningkatan pengendalian logistik

: pengaturan dan pemenuhan ketersediaan alat dan BAHP

100% 5% 60 - 69% 70 - 79% 80 - 89% 90 - 99%

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan Macromedia Dreamweaver MX aplikasi menggabungkan elemen-elemen multimedia seperti gambar, teks, dan animasi kedalam suatu bentuk aplikasi yang mudah digunakan

amandemen kelima adalah upaya untuk menghidupkan kembali Garis- Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai acuan arah pembangunan nasional disegala bidang dalam

Remarkably, each of the 3 steps of the new procedure can be performed at roughly the same cost as the corresponding step of the traditional procedure: as shown in [20], building

GH stimulates the absorption of amino acids and pro- tein synthesis necessary for development of skeletal muscle; stimulates breakdown of fat for energy utilization by cells

Adapun langkah kerja penciptaan tari dapat- dilakukan dengan berbagai cara, misalrrya, pada awalnya seniman atau koreografger memberikan ide atau gagasan, yang kemudian

Herpes genitalis ialah infeksi akut (STD= sexually transmitted disease), yang disebabkan virus herpes simplex (terutama HSV= Herpes simplek virus type II), ditandai