• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kombinasi Tepung Kepala Ikan Peperek, Tepung Burungo, dan Tepung Kepala Udang terhadap Pertumbuhan Post Larva Udang Windu (Panaeus monodon)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Kombinasi Tepung Kepala Ikan Peperek, Tepung Burungo, dan Tepung Kepala Udang terhadap Pertumbuhan Post Larva Udang Windu (Panaeus monodon)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

23

Studi Kombinasi Tepung Kepala Ikan Peperek, Tepung Burungo, dan Tepung

Kepala Udang terhadap Pertumbuhan Post Larva

Udang Windu (Panaeus monodon)

[Study of Combination of Fish Meal Head Peperek (Leiognathus equulus), Burungo Meal

(Telescopium telescopium) and Shrimp Head Meal on the Growth of Post Tiger Shrimp

Larvae (Panaeus monodon)]

Farida

*)

Muhaimin Hamzah

**)

dan Yusnaini

**)

1

Mahasiswa jurusan Budidaya Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo

Jl.HEA Mokompit Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232, Telp/Fax: (0401) 3193782

2)

E-mail: iminhmz@yahoo.com

3)

E-mail: yusnaini@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian tentang studi kombinasi tepung kepala ikan peperek, tepung burungo, dan tepung udang terhadap pertumbuhan post larva udang windu telah dilakukan selama 42 hari di Balai Benih Perikanan (BBP) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi tepung kepala ikan peperek, tepung burungo, dan tepung kepala udang terhadap pertumbuhan post larva udang windu (Panaeus monodon). Penelitian didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah perlakuan A (25% TI + 15 % TKU); perlakuan B (25 % TI + 15 % TB); perlakuan; C (25 % TI + 15 % TIKP); perlakuan D (25 % TI + 5% TKU + 5% TB +5 % TIKP). Hewan uji yang digunakan adalah post larva udang windu dengan bobot rata-rata 0,044 g. wadah perlakuan adalah stirofoam berukuran 27x40x46 cm. Post larva dipelihara selama 42 hari. Selama pemelihraan post larava udang windu diberi pakan sesuai perlakuan dengan frekuensi lima kali sehari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi tepung kepala ikan peperek, tepung burungo, dan tepung kepala udang tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap Pertumbuhan Mutlak (PM), Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS), Rasio Konversi Pakan (FCR), Retensi Protein (RP), Retensi Lemak (RL) serta Kelangsungan Hidup (KH). Nilai PM pada penelitian ini berkisar antara 0,01-0,24g, LPS berkisar antara 2,51-3,81%, FCR berkisar antara 3,02-4,79, RP berkisar antara 10,72-19,28%, RL berkisar antara 11,21-15,90%, dan KH berkisar antara 60-73,33%.

Kata kunci: Kepala ikan peperek, Tepung Burungo, Tepung Kepala Udang, Pertumbuhan, Panaeus monodon

ABSTACT

This study of combination of fish meal head peperek, burungo meal and shrimp head meal with growth of larvae post tiger shrimp (Panaeus monodon) was conducted over 42 days which is housed in the Seed Fisheries (BBP) Department of Marine and Fisheries (DKP) Southeast Sulawesi province in the Village Purirano, District Soropia Kendari Southeast Sulawesi Province. The purpose of this study is to determine the effect of combination of fish meal and fish heads peperek flour, burungo meal and shrimp head meal with different percentages in artificial diets on the growth and survival of tiger shrimp post larvae (Panaeus monodon). The study consisted of 4 treatments and 3 replications each treatment consists of treatment A (25% IT + 15% TKU); feed B (25% IT + 15% TB); feed C (25% IT + 15% TIKP); and feed D (25% IT + 5% TKU + 5% TB + 5% TIKP) by using completely randomized design (CRD). Test animals used were larvae post tiger shrimp with an average weight of 0.044g. Larvae post reared for 42 days. During maintenance tiger prawn post larvae were feed according to treatment with a frequency of five times a day. The results of this study indicate that the combination of Flour Fish Head Peperek, burungo meal and shrimp head meal showed no significantly different effect on the variables comprising Absolute Growth (PM), Specific Growth Rate (LPS), feed conversion ratio (FCR), Efficiency Feeding (EP), Survival (SR), Retention protein (RP) and the retention of Fat (RL). Value PM in the study ranges 0,01-0,24g, LPS ranges 2,51-3,81%, FCR ranges 3,02-4,79, RP ranges 10,72-19,28%, RL ranges 11,21-15,90%, and KH ranges 60-73,33%.

(2)

24 Keyword : Fish Meal Head Peperek, Burungo Meal, shrimp head meal, Growth, Panaeus monodon

Pendahuluan

Udang windu (Penaeus monodon) merupakan salah satu sumber protein hewani yang mempunyai nilai ekspor tinggi. Udang ini banyak dibudidayakan karena mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap perubahan lingkungan dan pertumbuhannya tergolong cepat. Selain itu, udang windu dapat dipelihara dengan padat penebaran yang tinggi yang menyebabkan kebutuhan pakan buatan untuk keperluan tersebut semakin besar pula.

Upaya pemenuhan permintaan udang yang terus meningkat mendorong petani membudidayakan udang windu secara intensif. Intensifikasi budidaya adalah kegiatan dimana budidaya sangat bergantung pada suplay pakan buatan dan memerlukan pemberian pakan yang intensif.

Pakan merupakan salah satu faktor eksternal yang penting dalam menunjang pertumbuhan udang selain lingkungan dan pengontrolan hama dan pemyakit udang. Udang akan memanfaatkan pakan untuk sintasan dan dimanfaatkan untuk pertumbuhannya.

Permasalahan mahalnya tepung ikan sebagai sumber protein dalam pakan, maka diperlukan usaha mengenai pencarian sumber-sumber protein alternatif pengganti tepung ikan. Di sisi lain, kendala yang dihadapi untuk pemenuhan kebutuhan pakan adalah tingginya harga pakan. Menurut Haliman dan Dian (2005) kebutuhan pakan buatan pada budidaya udang berkisar antara 60-70% dari total biaya produksi.

Saat ini, sumber-sumber protein seperti tepung kepala ikan, tepung kepala udang, tepung burungo dan limbah prosesing hasil tangkap sampingan ikan, dinilai berpotensi untuk menggantikan tepung ikan dengan sumber-sumber protein yang akan digunakan sebagai pakan

alternatif yang hampir mirip dengan kandungan protein tepung ikan yang akan digunakan sebagai pakan alternatif pada udang dan organisme budidaya lainnya.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang penggantian tepung ikan dengan kombinasi tepung kepala ikan peperek (L. equulus), tepung burungo (T. telescopium) dan tepung kepala udang dalam pakan udang windu (P. monodon) sebagai pakan buatan.

Pakan merupakan komponen utama yang harus diperhatikan karena penentu keberhasilan dalam suatu budidaya. Biaya yang digunakan untuk pakan pada usaha budidaya udang mencapai 70 % . Hal ini disebabkan karena sumber protein yang digunakan dalam pakan buatan berasal dari tepung ikan dimana tepung ikan memiliki harga yang mahal dan merupakan bahan impor namun demikian diketahui bahwa tepung ikan memilikikandungan asam amino yang lengkap untuk kebutuhan udang.

Untuk mengatasi masalah tersebut dengan meminimalisir harga pakan dicari alternatif lain dengan cara mengkombinasikan berbagai sumber protein yaitu tepung kepala ikan peperek (L. equulus), kerang bakau dan tepung kepala udang. Bahan-bahan tersebut dapat dijadikan sebagai sumber protein hewani yang berpotensi menggantikan sebagian atau seluruh tepung ikan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang

Studi kombinasi tepung kepala ikan peperek, kerang bakau, dan tepung kepala udang terhadap pertumbuhan post larva udang windu (P. monodon)”.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian tepung kepala ikan peperek (L. equulus), tepung burungo (T. telescopium), dan tepung kepala udang dalam pakan buatan terhadap

(3)

25 pertumbuhan post larva udang windu (P.

monodon).

Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi baru terhadap pemanfaatan kombinasi bahan baku pakan buatan tepung kepala ikan peperek, kerang bakau, dan tepung kepala udang sebagai sumber protein alternatif karena kepala ikan peperek, keong bakau dan kepala udang memiliki kandungan gizi yang tinggi, harganya murah, mudah didapat, dan ramah lingkungan.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yakni bulan Desember-Januari 2016 yang bertempat di Balai Benih Perikanan (BBP) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kelurahan Purirano, Kecamatan Kendari, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Analisis proksimat pakan uji dan hewan uji serta kualitas air dilakukan di Laboratorium Pengujian, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, Sterofoam, thermometer, hand refraktometer, kertas pH, Blower, Selang sifon, Pisau, Kamera, Alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva udang windu PL 20, air laut dan pakan uji.

Prosedur Penelitian

1. Persiapan Wadah Budidaya

Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan udang windu adalah stirofoam berukuran 27 x 40 x 46 cm sebanyak 12 buah. Setiap boks dilengkapi dengan aerasi sebagai penyuplai oksigen dalam wadah budidaya selama penelitian berlangsung. 2. Pakan Uji

Dalam penelitian ini, bahan utama dalam pakan uji yang menjadi perlakuan adalah kombinasi tepung kepala ikan peperek, tepung

burungo, dan tepung kepala udang sebagai sumber protein.

Pakan uji tersebut, disusun dengan rincian persentase sebagai berikut:

A. 25% TI : 15% TKU : 0% TB : 0% TKIP B. 25% TI : 0% TKU: 15% TB : 0 % TKIP C. 25% TI : 0% TKU : 0% TB :15% TKIP D. 25% TI : 5% TKU : 5% TB : 5 % TKIP Keterangan: TI = Tepung Ikan

TKU = Tepung Kepala Udang TB = Tepung Burungo

TKIP = Tepung Kepala Ikan Peperek

Berdasarkan persentase komposisi pakan tersebut, maka disusunlah formulasi pakan sesuai dengan kebutuhan nutrisi udang uji..

Tabel 1. Bahan-bahan serta Penyusunan Formulasi Pakan Udang Uji

Bahan Baku Berat Bahan yang digunakan (gr) Perlakuan A B C D

Tepung Ikan

Tepung Kepala Udang Tepung Burungo Tepung Kepala Ikan Pepek

Tepung Bungkil Kedelai Tepung Jagung Tepung Sagu Tepung Terigu Tepung Dedak Minyak Jagung Minyak Ikan Top Mix 25 25 25 25 15 0 0 5 0 15 0 5 0 0 15 5 10 10 10 10 15 15 15 15 5 5 5 5 15 15 15 15 5 5 5 5 2 2 2 2 3 3 3 3 5 5 5 5 Total 100 100 100 100

Komposisi top mix : 2 asam amino, 12 vitamin dan 6 mineral

3. Persiapan Hewan Uji

Benur dengan ukuran post larva 20 (PL 20) sebagai hewan uji, terlebih dahulu diaklimatisasi pada wadah stirofoam selama 1 minggu dengan menebar benur sebanyak 60 ekor. Selama masa adaptasi benur, dilakukan pengontrolan kualitas air, serta pemberian pakan alami (Artemia) dan dilanjutkan pemberian pakan buatan dengan tujuan untuk adaptasi udang uji terhadap pakan buatan

(4)

26 yang telah diformulasikan. Setelah itu, udang uji

diseleksi dan diambil sebanyak 40 ekor, kemudian ditimbang untuk mengetahui biomassa awal. 4. Penebaran Hewan Uji

Setelah melakukan persiapan wadah, pengadaan pakan dan persiapan udang uji, selanjutnya dilakukan penebaran udang windu PL 20. Penebaran dilakukan pada setiap stirofoam sebanyak 40 ekor/wadah sebanyak 12 wadah perlakuan. Setelah itu, udang uji diaklimatisasi pada wadah secara perlahan-lahan dengan tujuan agar udang uji tidak mengalami stres. Sebelum dilakukan penelitian benur udang terlebih dahulu ditimbang untuk mengetahui bobot awal udang. 5. Pemeliharaan Larva Udang Windu (P.

monodon)

Pemeliharaan post larva udang windu dilaksanakan selama 42 hari, kemudian dalam proses pemeliharaan dilakukan dengan pemberian pakan sampai udang uji berhenti makan sebanyak 5 kali sehari pada pagi, siang, sore dan malam hari yaitu pada pukul 08.00, 12.00, 16.00, 20.00 dan 24.00 WITA. Pakan yang tidak habis dikonsumsi oleh udang uji, disiponan sebanyak 1 kali yaitu pada pagi hari. Penyiponan bertujuan untuk mengurangi penumpukkan pakan dan feses yang dapat menurunkan kualitas air. Pergantian air dilakukan sebanyak 50% dari volume awal air setiap selesai melakukan penyiponan. Selanjutnya untuk mengetahui laju pertumbuhan spesifik (LPS) dan konsumsi pakan maka dilakukan sampling setiap 2 minggu (14 hari).

6. Kualitas Air

Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran variabel kualitas air. Pengukuran kualitas air yang dilakukan setiap hari yaitu suhu dan salinitas, sedangkan pH air diukur seminggu sekali. Oksigen terlarut, dan amoniak, diukur pada akhir penelitian.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan mengaplikasikan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Penempatan wadah pemeliharaan dilakukan secara acak.

Keterangan :

A, B, C, D = Perlakuan 1, 2, 3 = Ulangan

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pertumbuhan Mutlak Rata-rata

Untuk menghitung pertumbuhan mutlak rata-rata berdasarkan bobot tubuh digunakan rumus Hu

et al. (2008) yaitu :

Pm = Wt – Wo Keterangan :

Pm = Pertumbuhan mutlak (g)

Wt = Bobot rata-rata individu pada waktu t (g) Wo = Bobot rata-rata udang pada awal penelitia (g) 2. Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan spesifik diukur setiap selang waktu 14 hari sekali, selama 42 hari, berdasarkan bobot tubuh menggunakan rumus Hu

et al. (2008) yaitu :

LPS =

Keterangan :

LPS = Laju pertumbuhan spesifik (%)

Wt = Bobot rata-rata individu pada waktu t (g) Wo = Bobot rata-rata individu awal penelitian (g) t = Lama pemeliharaan (hari)

3. Rasio Konversi Pakan

Rasio Konversi Pakan (FCR) dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Stickney (1994) yaitu:

FCR =

(5)

27 Keterangan:

FCR = Rasio konversi pakan

F = Jumlah pakan yang diberikan (g) Wt = Biomassa udang pada waktu t (g) Wo = Biomassa udang awal (g)

4. Sintasan

Untuk menghitung sintasan udang uji dihitung menggunakan rumus yang digunakan Burford et al.

(2004) yaitu pada persamaan : SR =

Keterangan :

SR = Sintasan (%)

Nt = Jumlah individu pada waktu t (ekor) No = Jumlah individu pada awal penelitian (ekor) 5. Retensi Protein

Nilai retensi protein merupakan perbandingan antara jumlah protein yang tersimpan dalam tubuh udang dan jumlah protein yang dikonsumsi. Nilai retensi protein dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Takeuchi (1988) dalam

Watanabe (1988) :

RP =

Keterangan :

RP = Retensi Protein (%)

F = Jumlah protein tubuh udang pada waktu t (g) I =Jumlah protein tubuh udang awal penelitian (g) P = Jumlah protein yang dikonsumsi udang (g) 6. Retensi Lemak

Retensi lemak merupakan perbandingan dari jumlah lemak yang tersimpan dalam tubuh udang dengan jumlah lemak yang dikonsumsi. Retensi lemak dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Watanabe, (1988) yaitu :

RL =

Keterangan:

RL = Retensi lemak (%)

F = Jumlah lemak tubuh udang pada waktu t (g) I = Jumlah lemak tubuh udang awal penelitian (g) P = Jumlah lemak yang dikonsumsi udang (g)

Hasil dan Pembahasan Hasil

1. Pertumbuhan Mutlak Rata-rata

Hasil perhitungan pertumbuhan mutlak rata-rata post larva udang windu (P. monodon) selama penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Histogram Pertumbuhan Mutlak Rata-rata Post Larva Udang Windu (P. monodon) selama 42 Hari Penelitian.

0.184 0.186 0.223 0.160 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 A B C D P E RT UM B UHAN M UT L AK PERLAKUAN

(6)

28 Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat

pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan mutlak rata-rata tertinggi didapatkan pada perlakuan C yaitu 0,223 + 0,014 g, kemudian diikuti oleh perlakuan B yaitu 0,186 + 0,010 g, perlakuan A yaitu 0,184 + 0,039 g, dan terendah didapatkan pada perlakuan D yaitu 0,160 + 0,024 g.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pakan uji tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P > 0,05) terhadap pertumbuhan mutlak post larva udang windu (P. monodon).

2. Laju Pertumbuhan Spesifik

Hasil perhitungan rata-rata laju pertumbuhan spesifik post larva udang windu (P. monodon) selama penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Histogram Laju Pertumbuhan Spesifik Post Larva Udang Windu (P. monodon) selama 42 Hari Penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Gambar 2 menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan spesifik tertinggi pada 14 hari penimbangan pertama didapatkan pada perlakuan A yaitu 3,210 + 0,643%, kemudian diikuti oleh perlakuan C yaitu 2,120 + 1,247%, perlakuan D yaitu 1,869 + 1,247%, dan terendah didapatkan pada perlakuan B yaitu 1,646 + 0,681%.

Pada penimbangan 14 hari kedua rata-rata laju pertumbuhan spesifik tertinggi didapatkan pada perlakuan C yaitu 2,605 + 0,964%, kemudian diikuti oleh perlakuan A yaitu 2,522 + 0,581%, perlakuan D yaitu 2,363 + 0,283%, terendah didapatkan pada perlakuan B (25% tepung ikan + 15% tepung burungo) yaitu 2,330 + 0,298%.

Pada penimbangan 14 hari ketiga rata-rata laju pertumbuhan spesifik tertinggi didapatkan pada perlakuan C yaitu 4,399 + 0,134%, kemudian diikuti oleh perlakuan B yaitu 4,030 + 0,106%, perlakuan A yaitu sebesar 3,988 + 0,442%, terendah didapatkan pada perlakuan D yaitu 3,725 + 0,283%.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pakan uji tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P > 0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik post larva udang windu (P. monodon). 3. Rasio Konversi Pakan (FCR)

Hasil perhitungan rata-rata rasio konversi pakan post larva udang windu (P. monodon) selama penelitian disajikan pada Gambar 3. 0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000 t14 t28 t42 L AJU P E RT UM B UHAN SP E SI F IK PENIMBANGAN

(7)

29 Gambar 3. Histogram Rasio Konversi Pakan Post Larva Udang Windu (P. monodon) selama 42 Hari Penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Gambar 3 menunjukkan bahwa rata-rata rasio konversi pakan terendah didapatkan pada perlakuan C yaitu 3,192 + 0,222 %, kemudian diikuti oleh perlakuan B yaitu 3,697 + 0,222 %, perlakuan A yaitu 3,723 + 0,901 %, dan tertinggi didapatkan pada perlakuan D yaitu 4,413 + 0,643 %.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pakan uji tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P > 0,05) terhadap rasio konversi pakan post larva udang windu (P. monodon).

4. Retensi Protein

Hasil perhitungan rata-rata retensi protein post larva udang windu (P. monodon) selama penelitian disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Histogram Retensi Protein Post Larva Udang Windu (P. monodon) selama 42 Hari Penelitian.

3.723 3.697 3.192 4.413 0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000 A B C D R A SI O K ON V E R SI P A K A N PERLAKUAN 17.095 19.276 18.049 10.716 0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 A B C D RE T E NSI P ROT E IN PERLAKUAN

(8)

30 Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat

pada Gambar 4 menunjukkan bahwa retensi protein tertinggi didapatkan pada perlakuan pakan B yaitu 19,276 + 3,651 %, kemudian diikuti oleh perlakuan C yaitu 18,049 + 1,160 %, perlakuan A yaitu 17,095 + 3,651 %, dan terendah didapatkan pada perlakuan D yaitu 10,716 + 1,525 %.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pakan uji tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P > 0,05) terhadap rata-rata retensi protein post larva udang windu (P. monodon).

5. Retensi Lemak

Hasil perhitungan rata-rata retensi lemak post larva udang windu (P. monodon) selama penelitian disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Histogram Retensi Lemak Post Larva Udang Windu (P. monodon) selama 42 Hari Penelitian. Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat

pada Gambar 5 menunjukkan bahwa retensi lemak tertinggi didapatkan pada perlakuan C yaitu 15,896 + 1,261 %, kemudian diikuti oleh perlakuan D yaitu 13,594 + 2,504 %, perlakuan A yaitu 12,087 + 3,647 %, dan terendah didapatkan pada perlakuan pakan B yaitu 11,210 + 0,828%.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pakan uji tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P > 0,05) terhadap retensi lemak post larva udang windu (P. monodon).

6. Sintasan (SR)

Hasil perhitungan rata-rata sintasan post larva udang windu (P. monodon) selama penelitian disajikan pada Gambar 6.

12.087 11.210 15.896 13.594 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 A B C D RE T E NSI L E M AK PERLAKUAN

(9)

31 Gambar 6. Histogram Sintasan Post Larva Udang Windu (P. monodon) selama 42 Hari Penelitian. Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat

pada Gambar 12 menunjukkan bahwa sintasan tertinggi didapatkan pada perlakuan A yaitu 73,333 + 10,408 %, kemudian diikuti oleh perlakuan B yaitu 70,000 + 9,014 %, perlakuan C yaitu 65,833 + 3,819 %, dan terendah didapatkan pada perlakuan D yaitu 60,000 + 15,000 %

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pakan uji tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P > 0,05) terhadap sintasan post larva udang windu (P. monodon) .

7. Hasil Pengukuran Kualitas Air

Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian dapat disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Kualitas Air pada Media Pemeliharaan selama Penelitian

No Variabel Kisaran 1. 2. 3. 4. 5. Suhu Salinitas pH Do Amoniak 26-28oC 33-35 ppt 6-7 6,6-7,4 mg/l 0,0146-0,0197 mg/l Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan empat jenis pakan yang berbeda yaitu perlakuan A, pakan B, pakan C,

dan pakan D terhadap udang uji menunjukkan pertumbuhan dan sintasan yang berbeda-beda.

Rata-rata pertumbuhan mutlak tertinggi post larva udang windu didapatkan pada perlakuan C yaitu 0,223 + 0,014 g. Rata-rata pertumbuhan mutlak pada penelitian ini cenderung sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Aksar (2015) yang menghasilkan rata-rata petumbuhan mutlak berkisar antara 0,21 + 0,05 g sampai dengan 0,15+ 0,07 g denganmengkombinasikan tepung ikan dan tepung kepala ikan peperek sebagai sumber protein alternatif pengganti tepung ikan dalam pakan udang windu.Hal ini diduga karena pakan yang diberikan memenuhi kebutuhan protein udang windu (P. monodon). Mudjiman (2009) mengatakan bahwa kandungan protein yang optimal dalam pakan akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal bagi hewan yang mengkonsumsinya. Menurut Rekotomo (1986) mengatakan bahwa pertumbuhan udang sebagian besar bergantung pada kandungan protein yang optimal pada makanannya.

Rata-rata pertumbuhan mutlak terendah didapatkan pada perlakuan D yaitu 0,160 + 0,024 g. Hal ini diduga karena udang tidak dapat mamanfaatkan pakan secara optimal bagi pertumbuhan dan sintasannya sehingga energi yang

73.333 70.000 65.833 60.000 0.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 A B C D SI N T A SAN PERLAKUAN

(10)

32 dibutuhkan udang untuk pertumbuhan lebih sedikit

dibandingkan energi yang dikeluarkan untuk aktivitas dan metabolisme. Sholichin dkk. (2012) mengatakan bahwa pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan energi setelah energi yang tersedia digunakan untuk metabolisme, yaitu pencernaan dan aktivitas.

Pada penelitian ini kecenderungan pada rata-rata pertumbuhan mutlak tertinggi didapatkan pada perlakuan C yaitu 0,223 + 0,014 g dan terendah didapatkan pada perlakuan D yaitu 0,160 + 0,024 g. Hal ini memebeikan gambaran bahwa tepung kepala ikan peperek dapat bersaing dengan tepung yang lain.

Rata-rata laju pertumbuhan spesifik tertinggi post larva udang windu didapatkan pada perlakuan C yaitu 2,120 + 1,247%. Rata-rata laju pertumbuhan spesifik pada penelitian ini cenderung sama dengan penelitianyang dilakukan oleh Aksar (2015) yang menghasilkan rata-rata laju pertumbuhan spesifik A yaitu 3,32 + 0,90% dengan mengkombinasikan tepung ikan dan tepung kepala ikan peperek sebagai sumber protein alternatif pengganti tepung ikan dalam pakan udang windu. Hal ini diduga karena pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan udang uji serta dimanfaatkan secara optimal bagi pertumbuhan dan sintasan udang uji. Menurut Zhou et al. (2007) mengemukakan bahwa pada pemeliharaan udang vaname dengan hasil laju pertumbuhan spesifik tertinggi yaitu sebesar 5,85%. Tingginya laju pertumbuhan spesifik pada hasil penelitian ini diduga bahwa kandungan nutrisi pada pakan yang diberikan memiliki kualitas pakan yang cukup baik untuk menunjang pertumbuhan udang uji, sehingga pakan termanfaatkan secara baik untuk dicerna menjadi daging yang menyebabkan terjadi peningkatan laju pertumbuhan spesifik pada udang uji. Warman (2008) mengatakan bahwa laju

pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi.

Rata-rata laju pertumbuhan spesifik rata-rata laju pertumbuhan spesifik terendah didapatkan pada perlakuan D yaitu 3,725 + 0,283%. Hal ini diduga karena kandungan protein yang diberikan tidak mencukupi kebutuhan udang uji sehingga menyebakan interaksi protein dalam tubuh udang uji tidak optimal, sehingga mempengaruhi peningkatan terhadap laju pertumbuhan spesifik yang mengakibatkan adanya peluang untuk menghasilkan laju pertumbuhan spesifik yang rendah, serta adanya persaingan makanan dan terjadinya moulting dimana udang membutukan banyak energi untuk aktivitas tersebut, energi dari pakan yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan tidak terpenuhi. Menurut Serang (2006), yang mengatakan bahwa interaksi kadar protein pakan mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik. Menurut Ansori (2007), mengatakan bahwa jumlah pakan yang dikonsumsi harus lebih banyak dari jumlah yang digunakan untuk pemeliharaan tubuh dan aktivitas agar udang dapat melangsungkan pertumbuhannya.

Rata-rata rasio konversi pakan terendah didapatkan pada perlakuan yang diberi pakan C yaitu 3,192 + 0,222 % dan sesuai dengan tingginya rata-rata efisiensi pakan yaitu 0,26 + 0,07%. Rata-rata rasio konversi pakan pada penelitian ini cenderung sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Aksar (2015)yang menghasilkan rata-rata laju pertumbuhan spesifik yaitu sebesar 3,32 + 0,90% denganmengkombinasikan tepung ikan dan tepung kepala ikan peperek sebagai sumber protein alternatif pengganti tepung ikan dalam pakan udang windu. Rendahnya nilai konversi pakan diduga pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan protein udang serta kebutuhan makan yang cukup sehingga udang dapat mencerna pakan secara optimal, sehingga protein yang dicerna dapat

(11)

33 dimanfaatkan secara efisien untuk pertumbuhan.

Menurut Wati (2008), mengatakan bahwa semakin rendah nilai konversi pakan semakin baik pakan tersebut, karena semakin sedikit jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan berat tertentu.

Rata-rata rasio konversi pakan tertinggi didapatkan pada perlakuan D yaitu 4,413 + 0,643 % dan sesuai dengan nilai dari efisiensi pakan yang rendah yaitu 0,19 + 0,10%. Hal ini diduga karena udang tidak dapat memanfaatkan pakan secara maksimal dan efisien untuk mendukung terjadinya pertambahan bobot tubuh udang, sehingga berdampak pada pertumbuhan udang yang lambat, hal ini karena protein yang dicerna menjadi tidak efisien, dimana protein yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan akan tetapi dengan jumlah yang tidak optimal difungsikan pada kegiatan metabolisme seperti respirasi, transportasi ion/metabolit, dan pengaturan suhu tubuh serta untuk aktivitas lainnya. Agustono dkk.(2009) bahwa tingginya rasio konversi pakan (FCR) menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan semakin tidak efisien dan efektif. Warman (2008) mengatakan bahwa secara ekonomis rasio konversi pakan yang relatif tinggi menunjukkan pakan yang tidak efisien karena pertumbuhan yang dihasilkan tidak sebanding dengan jumlah pakan yang diberikan.

Rata-rata retensi protein tertinggi didapatkan pada perlakuan B yaitu 19,276 + 3,651 % dan sesuai dengan nilai rata-rata retensi energi yaitu 13,55 + 3,08%. Hal ini diduga karena pakan yang diberikan diserap secara optimal dan didukung oleh kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan sehingga menunjang pertumbuhan udang dengan baik. NRC (1983) dalam Serang dkk.(2006) mengatakan bahwa protein dengan kualitas dan jumlah tertentu mempengaruhi pertumbuhan sehingga pemberian protein yang cukup dalam pakan secara kontiyu sangat dibutuhkan agar dapat

diubah menjadi protein tubuh secara efisien. Maynard et al (1979) dalam Endang dkk.(2013) menyatakan bahwa kecernaan retensi protein (%) merupakan bagian pakan yang dikonsumsi, tidak dikeluarkan menjadi feses dan retensi protein merupakan salah satu contoh kecernaan protein. Protein merupakan nutrien yang sangat berperan dalam pertumbuhan udang, karena protein sebagai komponen terbesar dari daging dan berfungsi sebagai bahan pembentuk jaringan tubuh (Halver, 1988) dalam Serang.(2006).

Rata-rata retensi protein terendah didapatkan pada perlakuan D yaitu 10,716 + 1,525 % dan sesuai dengan rendahnya rata-rata retensi energi yaitu sebesar 12,00 + 3,33%. Hal ini diduga bahwa hewan uji yang diberikan pakan D tidak optimal menyerap pakan serta tingginya kandungan protein pakan yang diberikan, berdasarkan hasil proksimat pakan D memiliki nilai yaitu 42,2378%. Buwono (2000) mengatakan bahwa apabila kandungan protein dalam pakan terlalu tinggi, hanya sebagian yang akan diserap (diretensi) dan digunakan untuk membentuk ataupun memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak, sementara sisanya akan diubah menjadi energi.

Rata-rata retensi lemak tertinggi didapatkan pada perlakuan C yaitu 15,896 + 1,261 %. Hal ini diduga kandungan lemak essensial pada pakan C, sesuai dengan kebutuhan udang, sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik oleh udang untuk menunjang pertumbuhan. Bhagavan (1992) menjelaskan bahwa pemberian asam lemak essensial harus optimum sehingga menunjang pertumbuhan udang. Menurut Sargent (1997), minyak ikan laut biasanya kaya akan asam lemak n-3, EPA. Minyak kelapa mengandung 88% asam lemak jenuh, sehingga sangat menentukan kualitas dan kuantitas asam lemak dalam pakan.

Rata-rata retensi lemak terendah didapatkan pada perlakuan B yaitu 11,210 + 0,828%. Hal ini

(12)

34 diduga karenakan adanya kombinasi bahan baku

dan kandungan asam lemak. Diduga lemak yang dikonsumsi tidak dapat memberikan energi yang cukup untuk kebutuhan metabolisme, maka sebagian protein yang di konsumsi tidak dapat digunakan tubuh untuk pertumbuhan dan bukan digunakan sebagai sumber energi (NRC, 1993). Peran lemak adalah sebagai sumber energi Malik (2006) menjelaskan bahwa protein merupakan komponen pakan yang sangat dibutuhkan untuk membentuk jaringan tubuh dalam proses pertumbuhan, tetapi jika kebutuhan energi dari sumber lemak dan karbohidrat tidak mencukupi, maka sebagian besar protein akan digunakan sebagai sumber energi.

Rata-rata sintasan tertinggi didapatkan pada perlakuan yaitu sebesar 73,333 + 10,408 %. Hal ini diduga karena nutrisi yang ada dalam pakan mampu menunjang pertumbuhan udang dan sintasan serta didukung dengan kualitas air yang baik. Hal ini sesuai dengan nilai dari kualitas air yang mana kualitas air yang dibutuhkan udang uji masih dalam kondisi yang dapat ditoleransi bagi udang.

Rendahnya sintasan diduga adanya sifat kanibalisme yang dimiliki oleh udang uji. Hal ini terlihat pada setiap pengamatan pada wadah penelitian sering ditemukan udang uji sementara memakan temannya sendiri, walaupun pakan yang diberikan masih tersedia. Hal ini sering terjadi pada saat udang uji moulting, dimana kondisi udang uji dalam keadaan lemah sehingga penyusun tubuhnya tidak keras karena rangka kulitnya yang keras telah terbuka untuk digantikan dengan kulit yang baru. Hal ini dimanfaatkan oleh udang uji yang tidak dalam kondisi moultinguntuk memangsa. Rekotomo (1986) mengatakan bahwa kematian yang lebih tinggi akibat umur yang relatif muda, disebabkan kondisi badan yang relatif lemah sehingga udang lebih peka terhadap serangan

kanibal dan penyakit. Hal ini sesuai dengan peryataan (Soetomo, 2000) bahwa Udang windu akan bersifat kanibal bila kekurangan makanan.

Simpulan

Kombinasi tepung kepala ikan peperek, tepung burungo, dan tepung kepala udang tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup post larva udang windu (P. monodon). Nilai pertumbuhan mutlak pada penelitian ini berkisar 0,01-0,24g, laju pertumbuhan spesifik berkisar 2,51-3,81%, rasio konversi pakan berkisar 3,02-4,79, retensi protein berkisar 10,72-19,28%, retensi lemak berkisar 11,21-15,90 %, dan sintasan berkisar 60-73,33 %.

Daftar Pustaka

Agustono, Hadi, M., Cahyoko, Y. 2009. Pemberian

Tepung Limbah Udang yang

Difermentasikan dalam Ransum; Pakan Buatan Terhadap Laju Pertumbuhan, Rasio Konversi Pakan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 1(2) : 157-162.

Aksar, A. 2015. Pengaruh Kombinasi Tepung Ikan dan Tepung Kepala Ikan Peperek (leiognathus equulus) dengan Persentase Berbeda dalam Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Post Larva Udang Windu (Panaeus Monodon). Skripsi Sarjana. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo. Kendari. (tidak dipublikasikan). 67 hal.

Ansori, L.S. 2007. Pengaruh Pemberian Pakan Burungo (Telsecopium telescopium) dengan Dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan lobter bambu (Panulirus versicolor) yang dipelihara di keramba jaring apung. Skripsi Sarjana. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo. Kendari. (tidak dipublikasikan). 45 hal.

Buwono I. D. 2000. Kebutuhan Asam Amino Esensial Dalam Ransum Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Endang J, S., Tarsim, Y.T. Adipura, dan Siti H. 2013. Pengaruh penambahan probiotik pada pakan engan dosis berbeda terhadap pertumbuhan kelulushidupan, efisiensi pakan dan retensi protein ikan patin

(13)

35 (Pangasius hypophthalmus). Universitas

lampung . Lampung. Vol I.

Haliman, R.W. dan Dian AS. 2005. Udang

Vannamei (Litopenaeus

Vannamei):Pembudidayaan Prospek Pasar Udang Putih Yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta.

Halver J.E. 1988. Fish Nutrution. Academic Press. Inc. London.

Hu, Y., Tan, B., Mai, K., Ai,Q., Zheng, S., and Cheng, K. 2008. Growth and Body of Juvenile White Shrimp Litopenaues vannamei, Fed Differebt Ratios of Dietry Protein to Energy. Aquculture Nutrition, 14:499-506 p.

Malik, S. A., 2006. Pengaruh Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Berbeda Terhadap Kinerja Pertumbuhan Benih Rajungan (Portunus pelagicus). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 71 hal. Maynard, L.A.,J.K Loosli, H.F. Hintz, dan R.G.

Warner. 1979. Animal Nutrition. Seventh Edition McGraw-Hill Book Company. New Delhi.602 pp.

Mudjiman, A. 2009. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarata. 192 hal.

National Research Council. 1983. Nutrient requirements of warm water fishes and shellfish: Revised Edition, National Academic Press. Washington D.C.

Rekotomo, A. 1986. Pengaruh Ransum dari Protein 35% Sebanyak 40, 60, 80, dan 100% Berat Biomassa Terhadap Pertumbuhan Pasca Larva Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius). Skripsi Sarjana, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 166 hal

Serang, A.M., Suprayudi M. A., D. Jusadi dan I. Mokoginta. 2007. Pengaruh Kadar Protein Dan Rasio Energi Protein Pakan Berbeda Terhadap Kinerja Pertumbuhan Benih Rajungan (Portunus Pelagicus). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Serang, A.M. 2006. Pengaruh Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Pakan yang Berbeda Terhadap Kinerja Pertumbuhan Benih Rajungan (Portunus pelagicus). Tesis Pascasarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Instititut Pertanian Bogor. Bogor. 71 hal.

Sargent, J., Tocher, D. & Bell, J. (2002) The lipids. In: Fish Nutrition(Halver, J.E. ed.). Elsevier Science Publishers, Academic Press, New York, pp. 182–246.

Soetomo,M.J.A.,2000.Teknik Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon). Kansius. Yogyakarta. 78 hal.

Sholichin, I., Haetami, K., Suherman, H. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Rebon pada Pakan Buatan Terhadap Nilai Chroma Ikan Mas Koki (Carassius auratus). Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(4) : 185-190. Wanatabe, T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture.

JICA Texbook. The General Aquaculture

Course, Tokyo, pp. 132-145 p.

Warman, T.A. 2008. Pengaruh Pemberian Pakan yang Difermentasi Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Teripang (Holothuria scabra) dalam Wadah Terkontrol. Skripsi Sarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo. Kendari. (tidak dipublikasikan). 37 hal.

Wati, W.B. 2008. Pengaruh Pemberian Pakan yang Berbeda (Dedak, Ampas Tahu, Usus Ayam) Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele (Clarias gariepinus). Skripsi Sarjana, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari. (tidak dipublikasikan). 48 hal. Zhou, Li., C-C, Liu., C-W, Chi., S-Y and Yang,

Q-H. 2007. Effects of Dietary Lipid Sources on Growth and Fatty Acid Composition of Juvenile Shrimp, Litopenaeus vannamei. Aquaculture Nutrition, 13(5):222-229.

Gambar

Tabel 1. Bahan-bahan serta Penyusunan  Formulasi  Pakan Udang Uji
Gambar 1. Histogram Pertumbuhan Mutlak Rata-rata Post Larva Udang Windu (P. monodon)   selama 42 Hari Penelitian
Gambar 2. Histogram Laju Pertumbuhan   Spesifik Post Larva Udang Windu (P. monodon)       selama 42 Hari Penelitian
Gambar 4. Histogram Retensi Protein Post Larva Udang Windu (P. monodon) selama 42 Hari Penelitian
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sikap pelaksanaan ibu hamil tentang imunisasi TT di BPM Sri Sulikah Desa Gogodeso Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar sebagian besar responden (58,8%) memiliki sikap

Tujuan : Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan asupan gizi dengan inteligensi pada anak stunting usia 36 – 59 bulan di Kecamatan Sedayu

Berdasarkan analisis data dengan pendekatan semiotik Charles Sanders Peirce yang dilakukan terhadap mantra urut, maka peneliti dapat menarik kesimpulan mengenai

Reaksi kondensasi Knoevenagel merupakan reaksi antara suatu aldehida dengan suatu senyawa yang mempunyai hidrogen α terhadap gugus pengaktif seperti (C=O atau C ≡ N)

In this research, the researchers analyzed the students’ activities by using the observation checklist in order to evaluate the results, collect the data and monitor

Pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga juga sangat didominasi oleh pria terutama pada hal-hal yang dianggap penting, sedangkan untuk kegiatan rutin rumah

Kemudian realitas Tuhan sebagai sumber postulat dan prinsip- prinsip dasar hukum Islam dihubungkan dengan realitas ummat dalam ruang- waktu dan kondisi tempat ikhtiyar

b) Faktor kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pendidikan politik dimana Pemahaman masyarakat akan pendidikan politik yang masih rendah, atau dengan kata lain