• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh continuous improvement terhadap change of culture dan upside-down-organization Himpunan Pedagang Alun-alun Mojokerto (HIPAM) pada area PKL benteng Pancasila Kota Mojokerto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh continuous improvement terhadap change of culture dan upside-down-organization Himpunan Pedagang Alun-alun Mojokerto (HIPAM) pada area PKL benteng Pancasila Kota Mojokerto"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh continuous improvement terhadap change of culture dan upside-down-organization Himpunan Pedagang Alun-alun Mojokerto (HIPAM) pada area PKL

benteng Pancasila Kota Mojokerto Eny Nuraeni a*

aProgram Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mayjen Sungkono

*Koresponden penulis: enynuraeni648@gmail.com

Abstract

The social system can exist only because human behavior is not random, but to some extent predictable. The concept of continuous improvement applies in the context of stand-alone companies where continuous improvement is about changing the behavior of individuals, groups and companies to produce an environment where participation in innovation and learning is the norm. Real cultural change is needed to sustain sustainable improvement initiatives. The purpose of this study are: 1) Describe the effect of continuous improvement on change of culture in the area of PKL Benteng Pancasila Mojokerto City. 2) Describe the effect of continuous improvement on upside-down-organization in PKL area of Benteng Pancasila in Mojokerto City. This research uses quantitative description analysis approach with explanatory research research. The sample used was 191 respondents with census model. Methods of data collection using Questionnaire and Observation. Simple correlation and regression analysis techniques used with SPSS for Windows Version 20. From the analysis can be summarized as follows: 1) continuous improvement bepengaruh on change of culture. 2) continuous improvement affects the upside-down-organization.

Keywords: continuous improvement, change of culture, upside-down-organization

A. Latar Belakang

Memasuki abad ke-16 hingga akhir abad ke-18, perkembangan dunia memasuki era modernitas. Terjadi revolusi industri di negara-negara Eropa (Waluyo & Syahruddin, 2002:166; Purnomo, Khurun’in & Ardianti, 2017:26). Muncul term industrialisasi, urbanisasi, dan negara-bangsa (Iqbal, 2015). Kemudian awal abad ke-19 hingga tahun 1980an, perkembangan dunia masuk pada perkembangan keilmuan politik dan hubungan internasional (Purnomo, Khurun’in & Ardianti, 2017:26). Masyarakat sipil muncul sebagai aktor penting melalui gerakan sosial dan organisasi internasional. Pada era ini terjadi internasionalisasi negara-negara. Selanjutnya, domain dunia kontemporer semakin berkembang. Media masa, periklanan, gaya hidup, identitas, teknologi, korporasi internasional, perbankan, menjadi domain penting dalam dunia global (Union of International Associations, 1991; Purnomo, Khurun’in & Ardianti, 2017:26). Di balik gelombang globalisasi dengan penyebaran konsep-konsep yang dilakukan secara sistematis tersebut, sesungguhnya ada kepentingan kelas tertentu, yaitu kelas kapitalis internasional baru, yang telah berusaha menyebarkan pengaruh dan terutama melahirkan dominasi ekonomi dan politik keseluruh penjuru dunia (Hartono, 2009:47). Jika cengkeraman itu telah masuk ke dalam suatu negara, hal itu akan merongrong kedaulatan bangsa, tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi juga politik, bahkan pertahanan keamanan negara. Kemampuan negara untuk melayani dan melindungi rakyat dan kepentingan strategis nasional telah diperlemah secara struktural dengan perubahan yang terjadi melalui amandemen dengan memasukkan nilai

(2)

yang bertentangan dengan falsafah dan nilai dasar negara (Chaturvedi, 2012:1; Hartono, 2009:47).

Menghadapi gelombang dan dampak globalisasi ini, sesuatu yang sangat diperlukan adalah adanya pemikiran yang strategis, yang tertuang dalam konsepsi nasional dari negara yang bersangkutan. Konsepsi nasional tersebut berisi pembelaan dan perlindungan terhadap kepentingan nasional, khususnya kepentingan rakyat. Di sinilah na-sionalisme dan jiwa patriotik di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya sangat diperlukan (Hartono, 2009:47). Perubahan budaya yang nyata diperlukan untuk mempertahankan inisiatif peningkatan berkelanjutan (Truscott, 2012:36). Menciptakan konteks untuk peningkatan berkelanjutan merupakan langkah penting dan pertama dalam proses peningkatan yang berkelanjutan. Menyediakan alat yang diperlukan juga penting. Namun, apa yang memberikan dorongan akhir adalah pengaturan struktur organisasi yang tepat (Mahadevan, 2015:561). Perubahan ini mungkin lebih mudah terjadi dalam situasi 'hidup atau mati' meskipun opsi-opsi itu agak terbatas (Truscott, 2012:36). Persaingan global adalah realitas dunia bisnis yang ganas. Ketika ditanya tentang mengapa mereka memilih untuk memulai perampingan “untuk tetap kompetitif.” Prinsip-prinsip perampingan benar-benar dapat membantu bisnis terus bermain kompetitif dengan mengoperasikan dalam kerangka perbaikan terus-menerus (Ortiz, 2016), dengan harapan organisasi mengetahui posisinya dalam lingkungan industri, serta mengetahui apakah ia sudah mencapai kinerja terbaik, apakah rencana perbaikan akan membawa organisasi tersebut ke kelas dunia dan dapat bersaing lebih kompetitif dengan yang lainnya, apakah sasaran strategisnya sudah tepat dan apakah proses kerjanya sudah berlangsung dengan baik (Heizer & Render, 2009:59).

Perbaikan terus-menerus dalam hal manajemen, sistem, model penjualan, dan juga harus tetap berdoa (Indrajaya, 2008:115), memungkinkan usaha tumbuh dengan baik dan mampu bersaing. Dalam kasus ini perusahaan yang lebih kecil mungkin mampu bersaing dengan lebih efektif (Griffin, 2004:295), Kontribusi mereka akan lebih nyata bila mampu menjalin kemitraan dengan usaha besar, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Dari sini akan tumbuh industri nasional yang tangguh (Widodo, Sulistiyowati & Desembriarto, 2005:13). Peningkatan berkelanjutan didefinisikan sebagai proses perluasan organisasi dari inovasi inkremental yang terfokus dan berkelanjutan '(Bessant and Caffyn, 1997; Coughlan, 2012:22). Definisi ini menyiratkan pendekatan sistematis untuk perbaikan. Staf, di seluruh perusahaan (di semua tingkatan dan di semua bidang), terlibat dalam upaya berkelanjutan untuk menerapkan perubahan yang, meskipun sering skala kecil, berdampak secara kumulatif pada tujuan dan sasaran bisnis (Coughlan, 2012:22).

Perbaikan berkelanjutan berevolusi seiring waktu untuk beralih dari tindakan sadar, seringkali superfisial ke serangkaian norma perilaku yang menantang; ia mengakui bahwa perubahan pada pendekatan perusahaan untuk perbaikan berkelanjutan mungkin penting untuk pengembangan lebih lanjut dan mempertahankan perbaikan terus-menerus (Coughlan, 2012:22). Dari penelitian di Swedia (Lindberg dan Berger, 1997), Amerika Serikat (Heller, 1993) dan Inggris (Smith, Tranficld, Foster dan Whittle, 1994) menjadi jelas bahwa menerapkan perbaikan berkelanjutan adalah masalah kompleks yang penuh dengan kesulitan yang sering berakhir di kegagalan. Tampaknya ada hubungan antara konsep kemampuan strategis, pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan: perbaikan berkelanjutan berkaitan dengan pembelajaran individu dan organisasi, dan dengan mengembangkan pendekatan berkelanjutan yang akan membawa keuntungan strategis bagi perusahaan dalam jangka panjang. Mendasari konsep-konsep ini adalah perilaku individu dalam organisasi dan bagaimana perilaku ini dapat

(3)

mereka dapat menjadi bagian integral dari budaya perusahaan mengambil siklus berulang atau tahap perkembangan, untuk bergerak menuju kemampuan untuk perbaikan berkelanjutan (Caffyn, 1998; Coughlan, 2012:22). Seperti halnya usaha apa pun, memulai sering sulit. Namun, nilai dalam upaya yang berhasil adalah layak waktu, energi, dan komitmen yang diperlukan. Alasan di balik ini adalah bahwa kita tidak hanya mengubah cara suatu proses dijalankan, atau prosedur diikuti. Dengan mengubah budaya organisasi, pada dasarnya mengubah sifat perusahaan (Thomas, 2005:12). Menyingkirkan hal-hal yang tidak sesuai dengan budaya mungkin diperlukan, akan tetapi hal tersebut hanya dapat dilakukan setelah menimbang biaya dan manfaat dari kehilangan pekerja berbakat yang menyimpang dari budaya perusahaan tersebut (Ivancevich, Konopaske & Matteson, 2006:50) Mengubah budaya menjadi fokus pada reliabilitas juga memiliki manfaat-manfaat di banyak bidang lainnya. Reliabilitas atau konsep hal-hal yang tidak pecah dapat dengan mudah diterapkan pada proses lain yang tidak terkait dengan efisiensi dan efektivitas peralatan (Thomas, 2005:12).

Budaya perusahaan mempengaruhi filosofi, gaya, dan perilaku manajemen. Dengan demikian, para manajer harus sangat cermat dalam mempertimbangkan jenis budaya yang ingin mereka terapkan di organisasi mereka. Selanjutnya mereka harus berusaha memupuknya dengan cara mengkomunikasikannya kepada setiap orang yang bekeija di sana (Griffin & Ebert, 2006:176). Geert Hofstede (1980) menekankan pentingnya Nilai Dasar (Core Values) sebagai pintu masuk perubahan budaya sebuah perusahaan. Deal & Kennedy (1982) lebih menekankan relasi antara fungsi budaya dan daya tanggap perusahaan atas perubahan sebagai landasan utama BO sebuah perusahaan. Secara garis besar, sukses atau gagalnya BO dapat diukur dari bagaimana perusahaan mengelola perubahan untuk mencari solusi atas semua permasalahannya (Griffin & Ebert, 2006:176). Namun, jenis perubahan ini sangat sulit. Setelah semua Anda mencoba mengubah keyakinan dasar dan nilai-nilai dari suatu organisasi. Ini adalah perilaku yang telah dihargai dan dipuji di masa lalu dan bahkan mungkin menjadi alasan bahwa banyak di organisasi dipromosikan ke posisi kurir mereka. Perubahan juga dapat sangat memengaruhi pekerjaan orang-orang karena hal-hal yang mereka lakukan di masa lalu mungkin tidak lagi relevan di masa mendatang (Thomas, 2005:12).

Mengkomunikasikan Budaya Dalam menggunakan budaya untuk kepentingan suatu perusahaan, para manajer harus menjalankan beberapa tugas, seluruhnya bergantung pada komunikasi yang efektif. Pertama, manajer harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai budaya perusahaannya. Kedua, manajer harus menyebarkan budaya tersebut kepada scinua bawahannya dalam organisasi itu. Jadi, komunikasi merupakan salah satu tujuan pelatihan dan pengarahan para pendatang baru. Pernyataan yang jelas dan berarti mengenai misi organisasi juga merupakan alat komunikasi yang berharga. Terakhir, manajer dapat melestarikan budaya perusahaan dengan cara memberi penghargaan dan promosi bagi mereka yang memahami budaya tersebut dan yang berusaha mempertahankannya (Griffin & Ebert, 2006:176) akan tetapi tuntutan penggunaan teknologi baru, aspirasi sosial-budaya, dan sejumlah faktor ekonomi lainnya (Soegoto, 2017:404) menjadi tekanan intenal dan ekseternal. Dalam rangka menghadapi tekanan internal dan eksternal, suatu organisasi perlu melakukan perubahan, dan hal ini merupakan tuntutan zaman. Suatu organisasi yang tidak mengadopsi perubahan sekecil apa pun, memiliki kemungkinan untuk tidak dapat bertahan lama di pasar. Dengan kata lain, suatu perubahan organisasi akan memberi manfaat yang signifikan, misalnya untuk meningkatkan daya saing dan kinerja keuangan, meningkatkan kepuasan kerja dan kepuasan para pelanggan, serta yang penting lagi adalah senantiasa mengarahkan organisasi ke arah perbaikan secara terus-menerus dan berkelanjutan (Soegoto, 2017:404).

(4)

Perubahan organisasi berbasis tim yang memiliki keterlibatan luas dalam peningkatan berkelanjutan dibangun di atas kesukarelaan. Tugas manajemen adalah melayani mereka yang benar-benar melakukan pekerjaan. Tim dan anggotanya adalah pelanggan internal dari manajemen dan kelompok pendukung staf. Tetapi pandangan masuk akal ini jarang dilakukan. Dalam Menyampaikan Layanan Kualitas, Zeithaml, Pasasuraman, dan Berry menulis, '' Sering diabaikan dalam riset layanan adalah pentingnya riset karyawan. Ini adalah pengawasan yang serius karena penelitian karyawan sama pentingnya dengan riset pelanggan karena karyawan adalah pelanggan juga (Clemmer & Sheehy, 1992:121-122).

Usaha perdagangan seperti pedagang kaki lima, ikan, grosir, dan supermarket. Perusahaan wajib memiliki struktur organisasi bila usaha mikro atau usaha kecil itu telah lebih dari satu fungsi. Suatu usaha mikro umumnya dikerjakan dan dilaksanakan oleh satu bos sebagai pemilik dan satu atau lebih anak buah sebagai operator. Hal ini lumrah pada saat suatu usaha dimulai. Perkembangan berikutnya, suatu usaha memiliki beberapa fungsi seperti keuangan, akuntansi, produksi, pemasaran, dan penjualan. Pada saat usaha berkembang seperti ini, maka struktur organisasi diperlukan. Pembagian tugas di antara pemangku kepentingan sesuai keahlian masing-masing diatur dengan uraian tugas tertentu (Silitonga, 2017:122). Ekspansi biasanya memerlukan perubahan besar dalam struktur organisasi, praktik praktik bisnis seperti prosedur pengendalian persediaan dan pengendalian keuangan, penugasan karyawan, dan bidang-bidang kegiatan lain. Akan tetapi, perubahan terpenting terjadi dalam kemampuan manajerial. Dengan berkembangnya ukuran dan kompleksitas perusahaan, masalah-masalah cenderung meningkat proporsinya, dan wirausahawan harus belajar menangani hal ini. Kadang-kadang wirausahawan mendorong pertumbuhan cepat, melewati kemampuan dalam mengelola bisnisnya (Zimmerer, Scarborough, & Wilson, 2008:41). Berdasarkan latar belakang penelitian, penulis tertarik meneliti tentang Pengaruh continuous improvement terhadap change of culture dan

upside-down-organization Himpunan Pedagang Alun-alun Mojokerto (HIPAM) pada area PKL

benteng Pancasila Kota Mojokerto

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan pengaruh continuous improvement terhadap Change of culture pada area PKL

benteng Pancasila Kota Mojokerto.

2. Mendeskripsikan pengaruh continuous improvement terhadap upside-down-organization pada area

PKL benteng Pancasila Kota Mojokerto.

C. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, Pendekatan yang peneliti gunakan adalah pendekatan analisis deskripsi kuantitatif dengan penelitian explanatory research (Mudrajat, 2007). Menurut (Singarimbun dan Effendi, 2005:5) penelitian explanatory adalah penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Sedangkan menurut (Sani & Maharani, 2013;180) penelitian explanatory

(explanatory research) adalah untuk menguji hipotesis antar variabel yang dihipotesiskan. Variabel

yang akan diuji dalam penelitian ini adalah variabel continuous improvement (X), change of culture (Y1) dan upside-down-organization (Y2). Cara pengambilan sampel menggunakan pendapat Sugiyono (2014: 61) sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Pada penelitian ini obyeknya adalah Anggota Himpunan Pedagang Alun-alun Mojokerto (HIPAM) Benteng Pancasila Kota Mojokerto sebanyak 191 orang responden. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.

(5)

primer adalah secara langsung diambil dari objek / obyek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi. (Zulfikar, 2014:100). Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh organisasi yang menerbitkan. (Christianus, 2010:50). Adapun sumber data primer menurut Sugiyono (2014:137) adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non komersial. Contohnya adalah pada peneliti yang menggunakan data statistik basil riset dari surat kabar atau majalah. (Zulfikar, 2014:101). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Angket (Kuesioner) (Sugiyono, 2014:137) dan Observasi. Teknik analisis korelasi dan regresi sederhana yang digunakan dengan program SPSS for Windows Version 20.

D. Pembahasan

Hasil analisis pertama diketahui bahwa continuous improvement berpengaruh terhadap change

of culture pada area PKL benteng Pancasila Kota Mojokerto didapatkan nilai Fhitung sebesar

15.641 (signifikansi F= 0,000). Jadi Fhitung>Ftabel (15.641> 1,60) atau Sig F < 5% (0,000<0,05). Artinya bahwa continuous improvement berpengaruh terhadap change of culture pada area PKL benteng Pancasila Kota Mojokerto. maka Hipotesis Nol (H0) ditolak dan Hipotesis Kerja (H1) diterima. Hal ini senada dengan pendapat Goetsch & Davis, (2014) yang menyatakan bahwa Tren yang mempengaruhi masa depan manajemen mutu meliputi: 1. meningkatkan persaingan global 2. meningkatkan harapan pelanggan 3. menentang tekanan ekonomi 4. pendekatan baru untuk manajemen. Pada saat yang sama perbaikan berkelanjutan mencakup perubahan berkelanjutan secara bertahap, yang juga sebagai transformasi utama. Justru kualitas kepemimpinan yang sangat menentukan keberhasilan perbaikan secara bertahap dan berkelanjutan (Syafaruddin, 2012:40). Hasil penelitian ini juga di dukung oleh Tushman & O'Reilly III, (1996) yang menyatakan “To understand how this dynamic affects organizations, we need to consider two fundamental

ideas; how organizations grow and evolve, and how discontinuities affect this process. Armed with this understanding, we can then show how managers can cope with evolutionary and revolutionary change.”

(Untuk memahami bagaimana dinamika ini memengaruhi organisasi, kita perlu mempertimbangkan dua ide dasar; bagaimana organisasi tumbuh dan berkembang, dan bagaimana diskontinuitas mempengaruhi proses ini. Berbekal pemahaman ini, kita kemudian dapat menunjukkan bagaimana manajer dapat mengatasi perubahan evolusioner dan revolusioner)

Hasil analisis kedua diketahui bahwa continuous improvement berpengaruh terhadap

upside-down-organization pada area PKL benteng Pancasila Kota Mojokerto didapatkan nilai Fhitung

sebesar 2.924 (signifikansi F= 0,009). Jadi Fhitung>Ftabel (2.924>1,60) atau Sig F < 5% (0,009<0,05). Artinya bahwa continuous improvement berpengaruh terhadap upside-down-organization pada area PKL benteng Pancasila Kota Mojokerto. Suatu proses perubahan sangatlah menantang bagi organisasi dan dapat mengarahkan organisasi menuju jalan kesuksesan. Suatu proses perubahan akan membantu memenuhi kebutuhan masa depan dan mampu bersaing dengan pemain pasar lainnya dengan cara yang efektif. Para pakar juga menyoroti bahwa perubahan organisasi dapat melibatkan para pemimpin dengan keragaman dan situasi pasar yang kompleks (Ulrich, 1998; Soegoto, 2017:404). Terdapat berbagai jenis kekuatan yang berbeda yang dapat memengaruhi organisasi untuk melakukan perubahan, dan kekuatan-kekuatan tersebut dapat menciptakan peningkatan efisiensi dan pelayanan yang lebih baik, sekaligus kekuatan yang mengarah pada

(6)

suatu inovasi. Suatu perubahan organisasi yang direncanakan dengan baik dan dilakukan dengan cara yang terstruktur dapat mengarah pada perbaikan terus-menerus dan inovatif (Soegoto, 2017:404). Dengan demikian, suatu proses perubahan organisasi harus dikelola untuk menjaga agar organisasi konsisten bergerak menuju tujuan, sasaran, dan bahkan visi baru organisasi yang telah ditetapkan. Pada saat ini, sejumlah organisasi tengah menghadapi tekanan- baik tekanan internal maupun eksternal-yang membuat perubahan tak terelakkan. Akan selalu terjadi tekanan pada suatu organisasi untuk menyeimbangkan kekuatan-kekuatan ini (Senior & Fleming, 2006; Soegoto, 2017:404). Hasil penelitian ini didukung oleh Iswanto, Y. (2014) yang menyatakan “perbaikan secara terus-menerus dalam proses, merupakan tugas dari organisasi agar tetap dapat berkompetisi …”

E. Kesimpulan

1. Continuous improvement berpengaruh terhadap change of culture pada area PKL benteng Pancasila

Kota Mojokerto.

2. Continuous improvement berpengaruh terhadap upside-down-organization pada area PKL benteng

Pancasila Kota Mojokerto

F. Daftar Pustaka

Bessant, J., & Caffyn, S. (1997). High-involvement innovation through continuous improvement.

International Journal of Technology Management, 14(1), 7-28.

Chaturvedi, I. (2012). Globalization and Its Impact on State Sovereignty. pdfs.semanticscholar.org Christianus, S. (2010). Belajar Kilat SPSS17. Yogyakarta: Penerbit Andi

Clemmer, J., & Sheehy, B. (1992). Firing on all cylinders. Jim Clemmer.

Coughlan, P. (2012). Collaborative Strategic Improvement through Network Action Learning. Human

Resource Management International Digest, 20(2).

Deal, T. E., & Kennedy, A. A. (1982). Corporate cultures: The rites and rituals of organizational life. Reading/Т. Deal, A. Kennedy.–Mass: Addison-Wesley, 2, 98-103.

Goetsch, D. L., & Davis, S. B. (2014). Quality management for organizational excellence. Upper Saddle River, NJ: pearson.

Griffin, R. W. (2004). Manajemen Edisi 7 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Griffin, R. W., & Ebert, R. J. (2006). Bisnis Edisi Kedelapan. New Jar: Pearson Education.

Hartono, M. D. (2009). Problematik dan Solusi Amandemen Undang-Undang Dasar 1945. PT Gramedia Pustaka Utama.

Heizer, J., & Render, B. (2009). Manajemen operasi. Jakarta: Salemba Empat. Indrajaya, R. (2008). Jangan Takut Mulai Bisnis. Niaga Swadaya.

(7)

Pendekatan Semiotika John Fiske Mengenai Representasi Postmodernisme Terhadap Teknologi Dalam Film Village Of The Watermills Karya Akira Kurosawa. repository.unisba.ac.id

Iswanto, Y. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia. repository.ut.ac.id

Ivancevich John, M., Konopaske, R., & Matteson, M. T. (2006). Perilaku dan Manajemen Organisasi edisi

ke 7 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Mahadevan, B. (2015). Operations management: Theory and practice. Pearson Education India. Mudrajad, K. (2002), Metode Kuantitatif, Edisi Pertama, Yogyakarta: Penerbit AMP YKPN.

Ortiz, C. A. (2016). The psychology of lean improvements: Why organizations must overcome resistance and

change the culture. Productivity Press.

Pasaribu, H. (2010). Pengaruh Komitmen, Persepsi dan Penerapan Pilar Dasar Total Quality Management terhadap Kinerja Manajerial (Survei pada BUMN Manufaktur di Indonesia). Jurnal

Akuntansi dan Keuangan, 11(2), pp-65.

Purnomo, J., Khurun’in, I., & Ardianti, R. (2017). Globalisasi dan Politik Pembangunan Internasional. Universitas Brawijaya Press.

Sani, A. S., & Maharani, V. (2013). Metodologi Penelitian Manajemen Sumber Daya Manusia. Malang: UIN MALIKI Press

Silitonga, P, (2017) Manajemen UMKM Dan Sumber Daya Manusia. Penerbit Andi. Singarimbun, M., & Effendi, S. (2005). Model Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES Smylie, M. A. (2009). Continuous school improvement. Corwin Press.

Soegoto, I. H. E. S. (2017). Tren Kepemimpinan Kewirausahaan dan Manajemen Inovatif di Era Bisnis

Modern. Penerbit Andi.

Sugiyono, (2014), Metode Penelitian Administrasi dengan Metode R & D, Penerbit CV. Alfabeta, Bandung.

Syafaruddin, M. P. (2012). Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Perdana Publishing.

Thomas, S. J. (2005). Improving maintenance and reliability through cultural change (Vol. 1). Industrial Press Inc..

Truscott, W. (2012). Six sigma. Routledge.

Tushman, M. L., & O'Reilly III, C. A. (1996). Ambidextrous organizations: Managing evolutionary and revolutionary change. California management review, 38(4), 8-29.

Union of International Associations. (1991). Encyclopedia of World Problems and Human Potential: World

(8)

Waluyo, E., & Syahruddin, Y. S. (2002). Reformasi kepemimpinan: wacana sosial politik dan demokrasi. Chisva Global Lestari.

Widodo, H. S. T., Sulistiyowati, F., & Desembriarto, D. (2005). Reposisi usaha mikro, kecil, dan menengah

dalam perekonomian nasional. Penerbit Universitas Sanata Dharma.

Zimmerer, W. T., & Scarborough, M. N. Dan Wilson, Doug. (2008). Kewirausahaan dan Manajemen

Usaha Kecil. Ed-5 Buku, 1. Jakarta: Salemba Empat.

Zulfikar, B, I. N, (2014). Manajemen Riset dengan Pendekatan Komputasi Statistika Ed.l, Cet. 1— Yogyakarta: Deepublish

Referensi

Dokumen terkait

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia

1. Memberikan terapi trauma healing Trauma healing adalah salah satu metoda dalam pemberian terapi yang dapat menghilangan trauma masa lalu seseorang. Pada pengabdian

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya serta memberikan petunjuk, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan..

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah

Berdasarkan keunggulan-keunggulan di atas, maka akan diperoleh beberapa hal mengenai pengaruh hasil belajar siswa dengan penggunaan pendekatan open -ended, yaitu:

Analisis spasial wilayah potensial PKL menghasilkan peta tingkat wilayah potensial yang tersebar sepanjang Jalan Dr.Radjiman berdasarkan aksesibilitas lokasi dan

F : Frekuensi aktivitas yang dilakukan anak N : jumlah anak dalam suatu kelas.. Pada siklus I pertemuan kedua pada aspek pertama anak mampu menyebutkan urutan bilangan 1 –