• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Sebaran Tingkat Infeksi Bersama Serotipe Virus Dengue di Wilayah Kajian RT-PCR Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit YOGYAKARTA: Analisis Data 2013-2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pola Sebaran Tingkat Infeksi Bersama Serotipe Virus Dengue di Wilayah Kajian RT-PCR Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit YOGYAKARTA: Analisis Data 2013-2015"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

(BKM Journal of Community Medicine and Public Health)  Halaman401-408 

Dikirim: ​22 Juni 2016 

Diterbitkan: ​1 November 2016 

Pola sebaran tingkat infeksi bersama serotipe

virus

dengue

di wilayah kajian RT-PCR Balai Besar

Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian

Penyakit Yogyakarta: analisis data 2013-2015

Pattern of concurrent infection of dengue virus serotype in the

regional study areas of Yogyakarta Center for Environmental

Health and Diseases Control: an analysis of 2013-2015 data

Fitria Wakano , Lutfan Lazuardi , Eggi Arguni , Hari Kusnanto

1 2 3

1

Abstract

Purpose:

This study aimed to determine the pattern in the spread of

infection rates with dengue viral serotypes.

Methods:

The study was a

descriptive research with spatial mapping methods. Data of 132

respondents

were collected based on RT-PCR in 2013-2015. The complete address of the

village-level patient from the dengue arbovirosis surveillance data of the

Center for Environmental Health and Diseases Control Yogyakarta were used

to determine the coordinate points with utilization of RBI and Google Earth

maps in searching addresses for distribution of case coordinate points.

Results:

There were similarities with the most complex quadruple joint

infection rates of DEN in Semarang and Yogyakarta, while Kebumen obtained

double DEN level. Three patterns of infection with DEN-1 and DEN-3 have

p-

value < 0.05 in Semarang in 2014, Sragen in 2015 and Semarang 2013 and 2

patterns in Gunung Kidul 2014 and Kulon Progo 2015. The patterns of

infection with DEN-1, DEN-2 and DEN-3 in 2015 were covering Sragen and

Semarang in 2013.

Conclusion:

The most complex areas of

​​

infection were

Semarang and Yogyakarta. The pattern of most likely cluster infection with

DEN-1 and DEN-3 and DEN-1, DEN-2 and DEN-3 allegedly was a result of two

infected patients, different serotypes of different mosquitoes or infection of

more than one serotype of

Ae. aegypti

or

Ae. albopictus

as the main vector.

Keywords

:

region; level of joint infection; serotype; dengue virus

1

Departemen Biostatistik, Epidemiologi, dan Kesehatan Populasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada  (Email: fit.wakano@gmail.com) 

2Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada 

(2)

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki jumlah infeksi virus dengue        terbesar di antara negara-negara Asia Tenggara        dengan perkiraan 80.065 kasus pada 2010 (1). Kasus        pertama di Indonesia dengan pemeriksaan serologis        dibuktikan pada tahun 1969 di Surabaya. Angka        kematian karena infeksi virus dengue menurun secara        drastis dari 41,3% di tahun 1968, menjadi kurang dari        3% di tahun 1991, namun infeksi dengue masih        merupakan kegawatan yang sulit diatasi (1). 

Berdasarkan sifat anti gen virus dengue memiliki        empat serotipe, meliputi: DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan        DEN-4. Seluruh serotipe virus tersebut terdapat di        Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe yang paling        sering ditemukan diikuti DEN-2, DEN-1 dan DEN-4 (2).        Penelitian terdahulu di Surabaya tahun 2005-2009        menunjukkan virus infeksi dengue didominasi oleh        DEN-2 dan di tahun 2012 didominasi oleh DEN-1 serta        ditemukan infeksi ganda oleh dua serotipe yang        berbeda (1). Fenomena kejadian infeksi bersama lebih        dari satu serotipe virus dengue dengan diagnosis klinis       

grade IV diketahui di Jawa Timur sejak 2004 melalui       

pemeriksaan PCR (2). Perubahan dominasi serotipe        serta  keberadaan  infeksi  ganda  setiap  tahun  memegang peranan penting dari penyebaran infeksi        dengue (3). 

Kajian RT-PCR   ​(​reverse transcriptase polymerase     

chain reaction  ​) surveilans arbovirosis dengue yang         

dilakukan pada semua golongan umur oleh Balai Besar       

Teknik  Kesehatan  dan  Pengendalian  Penyakit 

(BBTKLPP) Yogyakarta tahun 2013 sampai 2015 di 5        Kabupaten/Kota  DIY  dan  4  di  Jawa  Tengah,  menemukan dari total 275       isolate sampel penderita,    sebanyak 143 berhasil diidentifikasi keempat jenis        serotipe dan infeksi bersama oleh serotipe virus        dengue, dengan tingkat infeksi bersama:         single ​DEN- 

34%, double ​DEN- 52%,   ​triple DEN-23% dan   quadruple​  

DEN-2%. 

Ciri epidemiologis penyebaran penyakit virus          dengue sering ditandai dengan hiperendemisitas atau       

kemunculan  beragam  serotipe  dengue  secara 

bersamaan. Suatu penelitian di Jakarta menemukan        infeksi serotipe DEN-4 dengan tipe tunggal, ganda dan       

triple (4). Rafiq     et al.​, di Pakistan menemukan bahwa         

kejadian luar biasa infeksi dengue oleh 2 tipe serotipe        (double DEN) ditemukan di 1994, 2005, 2006, 2007 dan        2011, dengan setiap tahunnya terdapat kematian.        Jumlah kasus dan kematian yang tertinggi terjadi pada        tahun 2011 yaitu ± 20.000 kasus dan       ≥300 diantaranya    meninggal dunia. Infeksi oleh 3 serotipe yang berbeda       

(triple  DEN) terjadi di 1995 dengan 75 kasus dan       

sebanyak 57 meninggal dunia dan pada tahun 2008        didapatkan 1800 positif kasus dengan      ​triple  DEN  (DEN-2, 3 dan 4) yang berdampak pada frekuensi tinggi        demam berdarah dengue (5).  

Analisis spasial sebaran serotipe pada infeksi        dengue secara epidemiologi sangat penting dilakukan.        Dengan analisis spasial, data spasial dan data atribut        diolah menjadi informasi spasial, yang dapat diguna-        kan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan,        pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan kegiat-          an yang berhubungan dengan ruang kebumian. Dalam        epidemiologi, analisis spasial sangat bermanfaat,          terutama untuk mengevaluasi terjadinya perbedaan          kejadian menurut area geografi dan mengidentifikasi       

clustering​ penyakit (6).  

Pemetaan pola sebaran infeksi dengue dan serotipe        tunggal pada infeksi dengue telah banyak dilakukan,        akan tetapi sepengetahuan peneliti penelitian tentang        pola sebaran tingkat infeksi bersama serotipe dengue        belum pernah dilakukan, terutama di wilayah kajian        BBTKLPP Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan          dengan tujuan untuk mengetahui pola sebaran tingkat        infeksi bersama serotipe virus dengue di wilayah        kajian RT-PCR BBTKLPP Yogyakarta tahun 2013-2015. 

METODE

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan        jenis penelitian observasional melalui pendekatan          studi deskriptif dan analitik       ​cross-sectional. Penelitian  ini bertujuan untuk melihat pola sebaran tingkat        infeksi bersama serotipe pada infeksi virus dengue        yang dilakukan dengan menggunakan analisis spasial       

(google Maps/Earth)  ​. Alamat lengkap penderita (sampai         

level desa) pada kajian RT-PCR yang diperoleh dari       

data  surveilans  arbovirosis  dengue  BBTKLPP 

Yogyakarta, digunakan untuk menggambarkan titik          koordinat dengan pemanfatan peta RBI sebagai        penentuan batas geografis dan        google Earth   untuk  mencari alamat/desa serta pembuatan sebaran titik        koordinat dari setiap responden, mengingat wilayah        kajian RT-PCR surveilans arbovirosis dengue oleh       

BBTKLPP  Yogyakarta  cukup luas mencakup DI       

Yogyakarta dan Jawa Tengah. 

HASIL

Gambaran Umum.   ​BBTKLPP Yogyakarta adalah      Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada langsung di        bawah Kementerian Kesehatan dan bertanggung jawab        kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan        Penyehatan Lingkungan, bekerja pada dua provinsi       

(3)

yaitu Jawa Tengah dan DIY dengan tugas pokok dan        fungsi: pelaksanaan surveilans epidemiologi, kajian          dan  penapisan  teknologi,  laboratorium rujukan,    kendali mutu, kalibrasi, pendidikan dan pelatihan,        pengembangan model dan tepat guna, kewaspadaan        dini dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) di        bidang penyakit dan kesehatan lingkungan serta        kesehatan matra. 

Tahun  2013-2015  BBTKLPP  Yogyakarta  telah 

melakukan kajian RT-PCR surveilans arbovirosis          dengue di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah        dan DIY secara keseluruhan, seperti yang terlihat pada        Gambar 1. 

Gambar 1. Wilayah kajian RT-PCR BBTKLPP Yogyakarta  tahun 2013-2015 

Distribusi tingkat infeksi bersama serotipe virus            dengue.  Analisis spasial tingkat infeksi bersama          dilakukan dengan menggunakan Argis        ​triyal  ​10.4.  Gambar 2 menunjukkan distribusi tingkat infeksi        bersama yang paling kompleks       ​quadruple ​DEN terdapat    pada Kota Semarang dan Kota Yogyakarta. Secara        umum terdapat   double DEN pada Kabupaten Kebumen        serta ​single dan ​double DEN di Kulon Progo. Pada          Kabupaten Semarang, Sragen, Gunung Kidul, Sleman        dan Bantul didapatkan infeksi       single​ ​, ​double dan triple​   DEN. 

Pola sebaran tingkat infeksi bersama serotipe virus              dengue. Analisis dengan menggunakan Satscan versi          9.4.2. Metode retrospektif dan pemodelan         ​space time   

permutation  dengan 999 pengulangan dapat me-         

ngidentifikasi ada atau tidaknya klaster yang paling        mungkin dari setiap tingkat infeksi bersama dengan        tipe serotipe yang sejenis.  

Tabel 1 menunjukkan hasil analisis pemodelan        pada double infeksi DEN-1 dan DEN-2, DEN-1 dan        DEN-3 serta DEN-2 dan DEN-3. Terdapat 5 klaster pada        infeksi bersama DEN-1 dan DEN-3 yang bermakna, 3       

most likely   cluster dan 2 klaster sekunder.       Most likely   

cluster  meliputi: klaster 1 di wilayah kabupaten       

Semarang (radius 15258,36, waktu infeksi tanggal 25        Maret sampai 16 April 2014, jumlah kasus 10, nilai       

expected 2,70 dan   ​p value   0,005), klaster 2 di kabupaten         

Sragen (radius 11381.42, waktu infeksi mulai tanggal        14 Juni – 22 Juli 2015, jumlah kasus 6, nilai       ​expected  0,97 dan   p value   0,011) dan klaster 3 di wilayah kota        Semarang (radius 10893,89 m, waktu infeksi mulai        tanggal 21 – 25 Juni 2013, jumlah kasus 5, nilai       expected   0,68 dan   p value   0,024). Dua klaster sekunder pada          kabupaten Gunung Kidul (radius 47723,08 m, mulai 21        April – 18 Juli 2014, jumlah kasus 6, nilai       ​expected 1,14 

dan p value   0,052) dan kabupaten Kulon Progo (radius       

14858,54 m, mulai 6 – 20 Maret 2015, jumlah kasus 4,        nilai expected ​0,65 dan p value​ 0,066).  

Gambar 2. Distribusi tingkat infeksi bersama serotipe  virus dengue di wilayah kajian RT-PCR BBTKLPP  Yogyakarta tahun 2013-2015 

Tabel 2 menunjukkan hasil analisis pemodelan dari        infeksi bersama tiga serotipe DEN-1, 2 dan DEN-3.        Terdapat 1    ​most likely cluster      yang berpusat di      kabupaten Sragen sampai kabupaten Semarang (radius        50332,35 m, dimulai dari 1 - 23 April 2015, jumlah        kasus 9 orang, nilai       expected 2,70 dan   p-value 0,045).  Satu klaster sekunder yang signifikan di kota Semarang        (radius 11511,37 m, dimulai 23 - 29 Juni 2013, jumlah        kasus 6 orang, nilai expected​ 1,78 dan p-value ​0,077). 

(4)

Tabel 1. Klaster infeksi bersama ​double​ DEN serotipe virus dengue di wilayah kajian RT-PCR BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2013-  2015 

Wilayah  Serotipe  Radius (m)  Mulai  Berakhir  Observed  Expected  p value  Most likely cluster 

1. Semarang DEN-1 & 3  15258,36  2014-03-25  2014-04-16  10  2,70  0,005 

2. Sragen DEN-1 & 3  11381,42  2015-06-14  2015-07-22  6  0,97  0,011 

3.Kota Semarang DEN-1 & 3  10893,89  2013-06-21  2013-06-25  5  0,68  0,024 

Secondary cluster 

1.G Kidul dan

Bantul DEN-1 & 2  16777,27  2014-04-12  2014-04-27  2  0,44  0,731 

2.Sleman DEN-1 & 2  731,22  2014-05-30  2014-06-07  2  0,44  0,731 

3. Kebumen DEN-1 & 2  24724,57  2014-07-11  2014-11-03  2  0,67  0,995 

4. Sleman DEN-1 & 2  2825,82  2014-06-09  2014-07-19  2  0,67  0,995 

Secondary cluster 

1.G Kidul, Sleman

dan Yogyakarta DEN-1 & 3  47723,08  2014-04-21  2014-07-18  6  1,14  0,052 

2.Kulon Progo dan Bantul

DEN-1 & 3  14858,54  2015-03-06  2015-03-20  4  0,65  0,066 

Secondary cluster 

1.Kebumen DEN-2 & 3   83838,35  2014-05-31  2014-10-14  2  0,31  0,186 

2.Kota Semarang DEN-2 & 3   2477,69  2013-06-07  2013-06-22  3  0,92  0,814 

Tabel 2 . Klaster infeksi bersama ​triple​ DEN serotipe virus dengue di wilayah kajian RT-PCR BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2013- 2015 

Wilayah  Serotipe  Radius (m)  Mulai  Berakhir  Observed  Expected  p value  Most likely cluster 

1.Seragen dan kab.Semarang

DEN-1, 2 & 3  50332.35  2015/4/1  2015/4/23  9  2.70  0,045 

Secondary cluster 

1.Kota Semarang DEN-1, 2 &3  11511,37  2013/6/23  2013/6/29  6  1,78  0,077 

2.Kota Semarang DEN-1, 2 &3  415.81  2013/6/7  2013/6/29  2  0,15  0,298 

3.Kota Semarang DEN-1, 2 &3  3830.68  2013/6/21  2013/6/22  4  0,89  0,443 

Peta tematik pola infeksi bersama dan visualisasi

       

buffer model ​space time permutation     disajikan pada   

Gambar 7 dan 8. 

Gambar 7. ​Buffer​ klaster infeksi bersama DEN-1 dan DEN-3 

pada wilayah kajian RT-PCR BBTKLPP Yogyakarta  

Gambar 8. ​Buffer klaster infeksi bersama DEN-1, DEN-2 dan 

DEN-3 pada wilayah kajian RT-PCR BBTKLPP Yogyakarta 

BAHASAN

Distribusi tingkat infeksi bersama serotipe          virus dengue.   Hasil penelitian menemukan kemiripan        tingkat infeksi bersama antara wilayah kajian di DI        Yogyakarta dan Jawa Tengah. Identifikasi sampel       

quadruple  ​DEN  melalui kajian RT-PCR di Kota         

Yogyakarta dan kota Semarang dan mayoritas       ​double  DEN pada wilayah Kabupaten Kebumen serta       single 

dan ​double DEN pada Kabupaten Kulon Progo dapat       

memberikan gambaran bahwa infeksi bersama yang        paling  kompleks  terdapat  pada  wilayah  kota  dibandingkan  dengan  wilayah  kabupaten  paling  pinggiran. Hal ini dimungkinkan karena adanya infeksi        virus dengue dengan distribusi dari ke empat tipe DENV        yang sejak awal terjadi dan tinggi pada daerah        perkotaan dengan sifat DENV yang tidak dapat        memberikan proteksi silang terhadap tipe virus yang        berbeda pada infeksi yang berulang.  

Penelitian di Thailand menemukan infeksi virus        dengue terjadi di daerah perkotaan seperti Bangkok        yang kemudian menyebar ke daerah pinggiran seperti        Kamphaeng Phet. Virus dengue        ​dilaporkan telah    menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah       

perkotaan  dan  pemukiman  yang  berpenduduk 

(5)

Sirkulasi empat virus dan tingginya infeksi virus        dapat berfungsi sebagai indikator kunci dari kemajuan        menuju transmisi hiperendemis dengan kemunculan          infeksi serotipe virus dengue yang secara bersamaan,        terutama pada wilayah kota dan berpenduduk padat(8).        Secara  invitro,  antibodi  terhadap  virus dengue   

mempunyai 4 fungsi biologis yaitu netralisasi virus,        sitolisis komplemen,   antibody dependent cell-mediated     

cytotoxity ​(ADCC) dan   ​antibody dependent enhancement     

(ADE). Proses terjadi infeksi melalui ADE merupakan        mekanisme kemunculan kompleks antigen-antibodi.        Dalam teori infeksi sekunder disebutkan antibodi yang        terbentuk setelah terinfeksi virus untuk pertama        kalinya akan menetralisasi virus yang sama (homolog),        tetapi jika mendapat infeksi untuk kedua dengan tipe        lain maka antibodi heterolog akan membentuk kom-        pleks dengan virus dengue yang baru namun tidak        dapat dinetralisasi bahkan membentuk kompleks yang        infeksius (2). 

Penelitian yang sama oleh Rubens         ​et al,  ​., di kota      Fortaleza juga mengemukakan bahwa 2 penderita        teridentifikasi kompleks infeksi bersama        ​quadruple  DEN. Di Singapura identifikasi serotipe virus dengue        dengan metode PRNT berhasil menemukan 57,1% dari        49 subjek terindentifikasi     ​quadruple DEN, 14,3%   ​triple  DEN, 4% double​ DEN dan 24,5% dengan single ​DEN (7). 

Hasil penelitian yang berbeda oleh Aryati       ​et al,.  ​,  mengidentifikasi tingkat infeksi bersama       ​double DEN di    Surabaya, tingkat infeksi yang sama         double DEN juga    ditemukan di Padang (8) dan Jawa Barat (9). Beti       ​et al,.  ​,  mengemukakan adanya infeksi      triple  DEN di kota      Jakarta. Perbedaan tingkat infeksi serotipe virus       

dengue dimungkinkan karena adanya perbedaan         

geografis dan waktu pelaksanaan kajian dengan        ketersediaan tes diagnostik cepat dari tahun ke tahun        sebagai dukungan terhadap surveilans arbovirosis          virus dengue (4). Seperti yang dikemukakan oleh Jane       

et al  ​, adanya laporan infeksi dari tipe DENV yang tinggi       

di Amerika Serikat tahun 1990-an karena ketersedian        tes diagnostik yang cepat (10). 

Pola sebaran infeksi bersama serotipe verus            dengue. ​Tingginya infeksi bersama     ​double DEN (DEN-1    dan DEN-3) serta     triple (DEN-1, DEN-2 dan DEN-3) hasil          kajian surveilans molekular BBTKLPP Yogyakarta,          bertepatan dengan KLB infeksi virus dengue di kota        Semarang tahun 2013. Infeksi bersama dengan tipe        tersebut juga ditemukan pada beberapa wilayah kajian        lain di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah tahun 2014 dan        2015. 

Tiga ​most likely cluster     dari pola infeksi bersama       

double DEN (DEN-1 dan DEN-3) pada wilayah Jawa       

Tengah yaitu kota Semarang, kabupaten Semarang dan        Sragen, menunjukkan adanya suatu rantai penularan        bersama dari serotipe DEN-1 dan DEN-3 yang bermakna        di setiap tahun kajian. Permasalahan ini tentunya        menimbulkan kecurigaan apakah penderita dalam          klaster terinfeksi dua serotipe berbeda dari nyamuk        berbeda atau adanya infeksi lebih dari satu serotipe        (DEN-1 dan DEN-3) pada       Ae. aegypti   ​atau Ae. albopictus    sebagai vektor utama yang kemudian menggigit        manusia.  

Kemungkinan manusia terinfeksi dengue dapat          melalui beberapa gigitan dari nyamuk vektor yang        membawa satu atau beberapa virus berbeda (11).        Prevalensi infeksi bersama juga mengemukakan bahwa        mungkin saja nyamuk yang terinfeksi dua serotipe yang        berbeda dapat mengirimkan kedua tipe di daerah di        mana dua atau lebih serotipe virus berada (12). Tingkat        serangan yang tinggi dari kasus yang terjadi selama        epidemi kemungkinan akan mengakibatkan banyak          infeksi dengan beberapa serotipe virus pada manusia        dan juga memberikan kesempatan bagi nyamuk untuk        menjadi terinfeksi dengan dua atau lebih serotipe (13).        Spesies nyamuk hadir dalam jumlah besar, menun-        jukkan bahwa virus telah berubah dari epidemi strain        yang beredar di alam secara diam-diam, menyebabkan        penyakit yang ringan atau tanpa gejala. Pengamatan        serupa telah ditunjukkan dengan virus DEN-3 dan        DEN-1 (14). 

Gambaran lingkup klaster dengan radius yang

       

cukup jauh pada hasil analisis         ​space time permutation     

menunjukkan adanya hubungan antara kasus yang        dekat  dengan  yang  jauh.  Kemampuan  analisis  permutasi ruang dan waktu adalah membutuhkan        asumsi apakah kasus dekat lebih mungkin terkait        dengan kasus yang jauh. Pola ini jelas terlihat bahwa        adanya aktivitas bepergian manusia sebagai         ​host dalam  membantu A  e. aegypti    ​dan  ​Ae. albopictus    pada  transmisi  DENV.  Analisis  dinamika  spasial dan    temporal transmisi DENV, terkait dengan adanya        penyebaran vektor terinfeksi dan       ​host​. ​Ae. aegypti   yang  terinfeksi tidak menyebar jauh dari lokasi pemukiman,       

sehingga  manusia  bertanggung  jawab  terhadap 

transmisi DENV jarak jauh (15).  

Interval serial antara penyakit infeksi virus dengue        berturut sepanjang rantai penularan setidaknya selama        jumlah dari periode inkubasi instrinsik dan ektrinsik.        Masa inkubasi intrinsik diduga berkisar dari 2 sampai        12 hari dan paling sering antara 4 dan 6 hari. Periode        menular di   host bervariasi dari 1 sampai 7 hari atau        lebih dan viremia yang paling sering terdeteksi untuk        jangka waktu 3 sampai 5 hari. Masa inkubasi ekstrinsik       

(6)

bervariasi dengan suhu kamar dan bisa sesingkat 8        atau 20 hari (14).  

Hasil penelitian ini menemukan adanya rantai        penularan infeksi bersama DEN-1 dan DEN-3 dengan        durasi yang beragam. Interval        ​most likely cluster      terkuat 23 hari, 37 hari dan 3 hari. Studi kasus infeksi        DENV di Puerto Rico, menemukan adanya interval        berantai transmisi DENV 17-18 hari. Diperkirakan        bahwa interval serial infeksi antara infeksi berturut        -turut adalah penting untuk memahami dinamika          transmisi DENV (15). Spasial terkuat transmisi DENV        terjadi pada interval 15-17 hari, yang menunjukkan        interval berantai paling sering antara infeksi DENV        manusia berturut-turut. Selain itu dikemukakan juga          bahwa kelebihan risiko tinggi pada interval 32-34 hari        menunjukkan dua siklus transmisi lengkap dapat          diselesaikan dalam area kecil (14). Dalam siklus        transmisi DENV, harus dicatat bahwa durasi masa        inkubasi ekstrinsik relatif lama untuk taksiran masa        harapan hidup ​Ae. aegypti ​(15).

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat        gigitan nyamuk   ​Ae. aegypti   dan ​Ae. albopictus   selain  adanya penularan transeksual dari nyamuk jantan ke        nyamuk betina melalui perkawinan serta penularan        transovarial dari induk nyamuk ke keturunannya.        Penularan yang paling tinggi melalui gigitan nyamuk       

Ae. aegypti.   ​Adanya distribusi keempat virus, tingginya         

jumlah penderita, kepadatan penduduk dan urbanisasi        serta peningkatan kepadatan vektor dapat memper-        mudah transmisi virus dengue (2).  

Transovarial  nyamuk  yang terinfeksi mampu      menularkan virus melalui gigitan (16). Terdapat        pemeliharaan transovarial virus dengue pada daerah        endemik. Penularan vertikal mungkin salah satu faktor        yang menyediakan mekanisme bagi virus untuk        bertahan di musim kemarau dan musim dingin dengan        populasi nyamuk rendah. Jakrawarn et al, dalam        penelitiannya di empat pusat provinsi di Thailand        menemukan keempat serotipe dengue di larva Ae.        Aegypti dan orang dewasa dengan DENV-3 dan DENV-1        adalah dua serotipe yang paling umum. Serotipe virus       

dengue  dalam  spesimen  darah  pasien  diduga 

menunjukkan hasil yang sama seperti yang diperoleh di        nyamuk yaitu DENV-1 dan DENV-3 yang merupakan        dua tipe paling dominan. Terdapat laporan beberapa        infeksi dengan serotipe DENV yang berbeda mungkin di        daerah hiperendemisitas (16). 

Identifikasi epidemi infeksi bersama pada beberapa        wilayah berbeda diharapkan menjadi gambaran, bukti        transmisi dari infeksi bersama DEN-1 dan DEN-3.        Pada studi   ​outbreak   di Indo-Myanmar selama Oktober      2007 di kota More menemukan 27,5% dari 40       

teridentifikasi infeksi bersama DEN-1 dan DEN-3, ini        merupakan tipe yang paling tinggi dibandingkan DEN-2        dan DEN-3 serta DEN-1 dan DEN-4 yang hanya        ditemukan 1 kasus. Sebelumnya di Delhi India tahun        2006 juga ditemukan 44,9% transmisi bersama DEN-1        dan DEN-3 (17).  

Di  Indonesia tahun 1976-1978 khususnya DI          Yogyakarta dan Jakarta, 27,5% teridentifikasi infeksi        bersama DEN-1 dan DEN-3 dari 11 sampel positif,        demikian di Marida/ Meksiko tahun 1996, juga        ditemukan infeksi yang sama dari DEN-1 dan DEN-3        (13). Studi di Surabaya menemukan infeksi bersama        yang tinggi dari DEN-1 dan DEN-3 pada 7 penderita        (9,86%) (3). Tahun 2014 di Padang ditemukan infeksi        bersama DEN-1 dan DEN-3 pada anak, dengan NS1        positif pada tahap awal (8). 

Dominasi  ​double virus    yang menginfeksi adalah      DEN-1 dan DEN-2 dan DEN-2 dan DEN-3 (18). Deteksi        infeksi campuran DEN-1 dan DEN-3 di Srilanka        bertepatan dengan puncak wabah pada pertengahan        2009 (19)I,dalam penelitian terkait epidemi dengue di        Peru juga menemukan infeksi bersama didominasi        DEN-1 dan DEN-3 (8,2% dari 73). Selama tahun 2004 di        Thailand dari laporan medis ditemukan adanya infeksi        bersama DEN-1 dan DEN-3 pada penderita anak (20) .  

Pola infeksi bersama dari tiga serotipe yang berbeda        yaitu DEN-1, DEN-2 dan DEN-3 dengan pola yang cukup        luas yang melibatkan kawasan berbeda. Satu       ​most 

likely cluster   ​dengan durasi 22 hari mencakup wilayah       

kabupaten Sragen dan kabupaten Semarang dan 1        klaster sekunder yang signifikan durasi 3 hari, di kota        Semarang. Karakteristik waktu antara infeksi berturut        -turut dalam rantai penularan akan membantu untuk        lebih memahami dinamika transmisi kawasann (15).

Infeksi bersama DEN-1, 2 dan DEN-3 selain infeksi        bersama DEN-1 dan DEN-3 (20). Dominasi serotipe        DEN-1, DEN-2 dan DEN-3 bertanggung jawab terhadap        kejadian demam berdarah dengue di Singapura sejak        tahun 1986 (21). Pada       outbreak di India tahun 2010        selain ditemukan infeksi bersama dua tipe yaitu DEN-2        dan DEN-3 serta DEN-1 dan DEN-2, satu-satunya        kombinasi  triple  DEN yaitu DEN-1, 2 dan 3 ikut        berperan dalam kejadian tersebut (22). Penelitian lain        menemukan hasil berbeda. Wabah dengue yang terjadi        di Pakistan terkait dengan peran DEN-2,3 dan DEN-4.  

Data isolasi DENV(serotipe virus dengue)merupakan

               

data sekunder yang diperoleh dari hasil kajian RT-PCR        BBTKLPP tahun 2013-2015. Pemetaan jarak jauh        dilakukan dengan penentuan titik koordinat kasus ber-        dasarkan desa alamat responden yang tersedia pada        data surveilans arbovirosis dengue BBTKLP Yogyakarta        dengan pemanfaatan google Earth, Argis         on line   dan 

(7)

peta RBI. Penelitian ini hanya melihat distribusi DENV        yang teridentifikasi pada penderita, tidak melihat DENV        pada nyamuk   Ae. aegyti   dan albopictus sebagai vektor    utama dalam penyebaran infeksi DENV.  

SIMPULAN

Wilayah dengan tingkat infeksi bersama yang paling        kompleks adalah kota Semarang dan kota Yogyakarta.        Terdapat 3 pola      most likely cluster     infeksi bersama    DEN-1 dan DEN-3 meliputi: kabupaten Semarang tahun        2014, Sragen tahun 2015 dan kota Semarang tahun 2013        serta 2    secondary cluster    signifikan di kabupaten      Gunung Kidul tahun 2014 dan Kulon Progo tahun 2015.        Satu pola   ​most likely cluster     dari infeksi bersama DEN-1,        DEN-2  dan DEN-3 tahun 2015 yang mencakup        kabupaten Sragen dan Semarang serta 1       secondary 

cluster​ di kota Semarang tahun 2013. 

Pasien yang terinfeksi virus dengue dari wilayah        kota Semarang dan kota Yogyakarta sebaiknya saat        ditemukan langsung dirawat. Bagi BBTKLPP Yogyakarta        maupun peneliti lain, untuk dapat melakukan kajian        lebih lanjut terhadap kemungkinan indikasi infeksi        bersama serotipe virus dengue pada         ​Ae. aegypti   ​dan ​Ae. 

albopictus di wilayah klaster utama infeksi bersama       

serotipe virus dengue yang ditemukan. 

Abstrak 

Tujuan: ​Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pola        sebaran tingkat infeksi bersama serotipe virus       

dengue  di  wilayah  kajian  RT-PCR  BBTKLPP 

Yogyakarta tahun 2013-2015     Metode: Penelitian ini      bersifat deskriptif dengan metode spasial. Pengum-        pulan data 132 responden bersumber pada hasil        RT-PCR BBTKLPP Yogyakarta tahun 2013-2015.          Alamat lengkap penderita level desa dari data        surveilans arbovirosis dengue BBTKLPP Yogyakarta          digunakan untuk menggambarkan titik koordinat          dengan pemanfatan peta RBI dan google Earth dalam        mencari alamat/desa serta penentuan sebaran titik        koordinat kasus. Analisis ini dilakukan untuk        melihat tingkat dan pola infeksi berdasarkan wilayah        kajian  BBTKLPP  Yogyakarta.  Hasil:  Terdapat  kemiripan tingkat infeksi bersama yang paling        kompleks quadruple DEN pada kota Semarang dan         

kota  Yogyakarta,  Pada  kabupaten  Kebumen 

didapatkan tingkat   ​double DEN. Tiga pola infeksi        bersama DEN-1 dan DEN-3 dengan         p-value ​< 0,05 di      kabupaten Semarang tahun 2014, Sragen tahun 2015        dan kota Semarang tahun 2013 serta 2 pola       p-value ​< 

0,1 di Gunung Kidul tahun 2014 dan Kulon Progo        tahun 2015. Pola     ​infeksi bersama DEN-1, DEN-2 dan          DEN-3 tahun 2015 dengan       p-value ​<0,05 mencakup    kabu- paten Sragen dan Semarang serta pola       ​p-value 

< 0,1 di kota Semarang tahun 2013.      ​Simpulan:  Wilayah tingkat infeksi bersama paling kompleks        adalah kota Semarang dan kota Yogyakarta. Pola       

most likely cluster     ​infeksi bersama DEN-1 dan DEN-3         

serta DEN-1, DEN-2 dan DEN-3, diduga akibat        penderita terinfeksi dua serotipe berbeda dari        nyamuk berbeda atau adanya infeksi lebih dari satu        serotipe pada   ​Ae. aegypti   atau ​Ae. albopictus   ​sebagai  vektor utama. Perlu penelitian lebih lanjut untuk        dapat membukti- kan adanya infeksi oleh beberapa        serotipe berbeda pada     ​Ae. aegypti   atau ​Ae. albopictus   

sebagai vektor utama. 

Kata kunci:    wilayah; tingkat infeksi bersama;        serotipe; virus dengue 

PUSTAKA

1. WHO. Impact of Dengue. Available from: http://       

www.who.int. Accessed 28 December 2015.

2. Soegijanto. Demam Berdarah Dengue, Edisi dua,          Airlangga University, Surabaya; 2006.

3. Aryati, Wardhani, Yohan, Aksono dan Tedjo          Sasmono. Distribusi Serotipe Dengue di Surabaya          Tahun  2012.  Indonesia  Journal  of  Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol.19. 1,          November 2012: 41-44. Diakses tanggal 4 Januari        2016

4. Beti,  Naiggolan,  Putri,  Rachmayanti,  Albar,

Indriastuti,  Sjamsuridzal  and  Mirawati.

Characterization of Dengue Virus Serotype 4          Infection in Jakarta, Indonesia, 2014;45(1) January          2014.

5. Rafiq, Arif and Shaikh. Dengue In Pakistan:        Journey From a Disease Free to a Hyper Endemic        Nation Editorial. University of Health Sciences          Karachi, 2011;5(3): 81-84.

6. Wardani DW, Lazuardi L, Mahendradhata Y,          Kusnanto H. Pentingnya Analisis Cluster Berbasis          Spasial dalam Penanggulangan Tuberkulosis di        Indonesia. Kesmas: National Public Health Journal.          2013 Nov 1:147-51.

7. Lima JR, Rouquayrol MZ, Callado MR, Guedes MI,        Pessoa C. Interpretation of the presence of IgM and        IgG antibodies in a rapid test for dengue: analysis        of dengue antibody prevalence in Fortaleza City in        the 20th year of the epidemic. Revista da Sociedade       

Brasileira  de  Medicina  Tropical.  2012

Apr;45(2):163-7.

8. Megariani M, Mariko R, Alkamar A, Putra AE. Uji        diagnostik pemeriksaan antigen nonstruktural 1        untuk deteksi dini infeksi virus dengue pada anak.        Sari Pediatri. 2016 Nov 9;16(2):121-7.

9. Prasetyowati P, Nusa R. DHF cases dominated by        Den-3 serotype in the West Java province. Health        Science Journal of Indonesia. 2012;3(1 Jun):23-6.

(8)

10. Messina JP, Brady OJ, Scott TW, Zou C, Pigott DM,        Duda KA, Bhatt S, Katzelnick L, Howes RE, Battle        KE, Simmons CP. Global spread of dengue virus        types: mapping the 70 year history. Trends in        microbiology. 2014 Mar 1;22(3):138-46.

11. Thavara  U,  Siriyasatien  P,  Tawatsin  A,

Asavadachanukorn  P,  Anantapreecha  S, 

Wongwanich R, Mulla MS. Double infection of        heteroserotypes  of  dengue  viruses  in field    populations of Aedes aegypti and Aedes albopictus        (Diptera: Culicidae) and serological features of        dengue viruses found in patients in southern        Thailand. 

12. Araújo FM, Nogueira RM, Araújo JM, Ramalho IL,        Roriz ML, Melo ME, Coelho IC. Concurrent        infection with dengue virus type-2 and DENV-3 in a        patient from Ceará, Brazil. Memórias do Instituto        Oswaldo Cruz. 2006 Dec;101(8):925-8.

13. PLorono-Pino MA, Cropp CB, Farfan JA, Vorndam        AV, Rodriguez-Angulo EM, Rosado-Paredes EP,        Flores-Flores LF, Beaty BJ, Gubler DJ. Common        occurrence of concurrent infections by multiple          dengue virus serotypes. The American journal of        tropical  medicine  and  hygiene.  1999  Nov 1;61(5):725-30.

14. Gubler DJ. Dengue and dengue hemorrhagic fever.       

Clinical  microbiology  reviews.  1998  Jul

1;11(3):480-96.

15. Aldstadt J, Yoon IK, Tannitisupawong D, Jarman        RG, Thomas SJ, Gibbons RV, Uppapong A,        Iamsirithaworn S, Rothman AL, Scott TW, Endy T.        Space-time analysis of hospitalised dengue patients          in rural Thailand reveals important temporal          intervals  in  the  pattern  of  dengue  virus transmission. Tropical medicine & international        health. 2012 Sep 1;17(9):1076-85.

16. Chompoosri  J,  Thavara  U,  Tawatsin  A,

Anantapreecha  S,  Siriyasatien  P.  Seasonal monitoring of dengue infection in Aedes aegypti        and serological feature of patients with suspected        dengue in 4 central provinces of Thailand. The        Thai Journal of Veterinary Medicine. 2012 Jul        1;42(2):185.

17. Bharaj P, Chahar HS, Pandey A, Diddi K, Dar L,        Guleria R, Kabra SK, Broor S. Concurrent infections        by all four dengue virus serotypes during an        outbreak of dengue in 2006 in Delhi, India.        Virology Journal. 2008 Dec;5(1):1.

18. Khan J, Khan A. Incidence of dengue in 2013:        dengue  outbreak  in  District  Swat,  Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan. Inter J of Fauna and Biolo        Stud. 2015;2(1):1-7.

19. Dissanayake VH, Gunawardena ND, Gunasekara        NC, Siriwardhana DR, Senarath N. Shift in the        transmission pattern of dengue serotypes and          concurrent infection with more than one dengue        virus serotype. Ceylon Medical Journal. 2011 Dec        30;56(4).

20. Zhang C, Mammen MP, Chinnawirotpisan P,          Klungthong C, Rodpradit P, Monkongdee P,          Nimmannitya S, Kalayanarooj S, Holmes EC. Clade        replacements in dengue virus serotypes 1 and 3        are associated with changing serotype prevalence.          Journal of virology. 2005 Dec 15;79(24):15123-30.

21. Wilder-Smith  A,  Yoksan  S,  Earnest  A,

Subramaniam R, Paton NI. Serological evidence for        the co-circulation of multiple dengue virus          serotypes in Singapore. Epidemiology & Infection.          2005 Aug;133(4):667-71.

22. Anoop M, Issac A, Mathew T, Philip S, Kareem NA,       

Unnikrishnan  R,  Sreekumar  E.  Genetic

characterization of dengue virus serotypes causing          concurrent infection in an outbreak in Ernakulam,        Kerala, South India.

Gambar

Gambar 2 menunjukkan distribusi tingkat infeksi             bersama yang paling kompleks      ​quadruple   ​DEN terdapat    pada Kota Semarang dan Kota Yogyakarta
Tabel 1. Klaster infeksi bersama ​double​ DEN serotipe virus dengue di wilayah kajian RT-PCR BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2013-  2015 

Referensi

Dokumen terkait

Aktivitas pertama adalah pengambilan variabel input, input yang diambil adalah citra warna dan garis lintasan, aktivitas kedua adalah pemrosesan, pemrosesan pertama dilakukan

matematis juga dialami oleh siswa kelas IX-4 di SMP Negeri 6 Kisaran Hal-hal yang mengindikasikan masih rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa dalam

Selain dari itu, dari sikap siswa itu sendiri yang dengan cara mengajar guru seperti ini sangatlah berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, yang mana semua orang tahu jika

Kieliopin ja kielitiedon opetukseen ja sen merkitykseen liittyviä kysymyksiä ja näkökantoja on kotimaisessa ja kansainvälisessä tutkimuksessa käsitelty runsaas- ti,

Core muscle terdiri dari otot silinder yang menyelimuti lapisan dalam dari perut, yang terdiri dari 4 group otot utama yaitu, (1) otot tranversus abdominis,

Bila nilai tingkat kesukaan terhadap kejernihan kurang baik maka sirup kulit buah nenas tersebut tidak dapat dikatakan berkualitas baik karena tidak disukai konsumen

Perancangan antena pada penelitian ini menggunakan antenna mikrostrip series feed array dengan catuan mikrostrip feed line yang mampu memberikan bandwidth yang cukup lebar

Pengikut pemimpin ini dapat disuruh untuk mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Tugas utama dari