• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis

2.1.1. Defenisi Kemiskinan

Friedman (1997) mendefenisikan kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basis kekuatan sosial meliputi modal yang produktif atau aset (misalnya tanah, perumahan, peralatan, kesehatan dan lain-lain); sumber-sumber keuangan (income dan kredit yang memadai); organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik, sindikat, koperasi dan lain-lain); jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang dan lain-lain; pengetahuan dan keterampilan yang memadai; dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan seseorang.

Lembaga Pengembangan Sumberdaya Manusia/Lakpesdam (2003:26) mendefenisikan kemiskinan absolut sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan hidup. Sementara itu, kemiskinan relatif didefenisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup sesuai dengan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sinaga dan White (1980) menyatakan bahwa kemiskinan dibedakan dalam dua bentuk, yaitu kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan. Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumberdaya yang langka jumlahnya atau karena perkembangan teknologi yang rendah. Kondisi ini dapat diatasi dengan pembangunan infrastruktur fisik, pemasukan modal serta

(2)

kelembagaan yang ada membuat masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas secara merata. Kondisi ini dapat diatasi dengan mencari strategi perombakan struktural kelembagaan serta hubungan sosial ekonomi dalam masyarakat.

2.1.2. Konsep Ukuran Kemiskinan

Kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan seseorang dengan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Konsep ukuran kemiskinan didasarkan pada metologi umum yang disebut dengan garis kemiskinan (poverty line). Garis kemiskinan pada dasarnya adalah standar minimum yang diperlukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, baik bahan makanan maupun bukan bahan makanan. Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan pangan dan garis kemiskinan non pangan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain). Garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

(3)

Menurut perhitungan BPS pada tahun 1984 batas miskin (poverty line) adalah Rp 13.371 (kota) dan Rp 7.746 (desa), pada tahun 1990 sebesar Rp 20.614 (kota) dan Rp 13.295 (desa), pada tahun 1993 sebesar Rp 27.905 (kota) dan Rp 18.244 (desa), dan pada tahun 1996 sebesar Rp 38.246 (kota) dan Rp 27.413 (desa) perkapita perbulan.

Semakin tinggi tingkat pendapatan perkapita suatu negara, makin tinggi pula batas dari tingkat kemiskinannya (poverty line). Pada tahun 1985, Bank Dunia menentukan suatu garis kemiskinan terletak antara $275 dan $375 perkapita pertahun. Bank dunia menggambarkan “sangat miskin” sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari US $1 perhari dan “miskin” dengan pendapatan kurang dari US $2 perhari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia masih disebut miskin pada tahun 2001.

2.1.3. Penyebab Kemiskinan

Emil Salim (1984) menyoroti beberapa sumber dan penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :

1. Policy induces processes, yaitu proses kemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.

2. Socio economic Dualism, yaitu negara ekskoloni yang mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marginal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.

(4)

3. Population Growth, yaitu perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung.

4. Resources Management and The Environment, yaitu adanya unsur misalnya manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.

5. Natural Cycles and Processes, yaitu kemiskinan yang terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal di lahan kritis dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal terus-menerus.

6. The Marginalization of Woman, yaitu peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja diberikan lebih rendah dari laki-laki.

7. Cultural and Ethnic Factors, yaitu bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta istiadat yang konsumtif saat upacara adat-istiadat keagamaan.

8. Explotative Intermediation, yaitu keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti rentenir (lintah darat).

9. Internal Political Fragmentation and Civil Stratfe, yaitu suatu kebijakan yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya yang kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan.

(5)

10. International Processes, yaitu bekerjanya sistem-sistem internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin.

2.1.4. Kriteria Keluarga Miskin

Keluarga miskin adalah ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum rumah tangga dengan pendapatan dibawah batas minimum. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan 14 kriteria untuk mengasumsikan keluarga miskin, yakni :

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari delapan meter persegi. 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga

lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Hanya sanggup makan satu/ dua kali dalam sehari.

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik. 12. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga hanya tamat SD.

(6)

13. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani, atau buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lain dengan pendapatan dibawah Rp 600.000,- per bulan.

14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000,- seperti sepeda motor baik kredit atau non kredit, emas, ternak dan barang modal lain.

2.1.5. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan

Pemerintah Indonesia telah berusaha untuk mengurangi kemiskinan dan memeratakan pendapatan dengan melalui delapan jalur pemerataan, yaitu:

1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat banyak khususnya pangan, sandang, dan perumahan.

2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. 3. Pemerataan pembagian pendapatan.

4. Pemerataan kesempatan kerja. 5. Pemerataan kesempatan berusaha.

6. Pemerataan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan wanita.

7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air. 8. Pemerataan memperoleh keadilan (Mubyarto, 1979 : 3).

2.1.6 Defenisi Konsumsi

Kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar atau basic human needs dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia, baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu (makan,

(7)

perumahan, pakaian) maupun keperluan pelayanan sosial tertentu (air minum, sanitasi, transportasi, kesehatan, pendidikan dan lain lain).

Menurut Thee Kian Wie (Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan 1981:26) menyebutkan bahwa kebutuhan pokok sebagai suatu paket barang dan jasa oleh masyarakat dianggap perlu tersedia bagi setiap orang. Kebutuhan ini merupakan tingkat minimum yang dinikmati oleh seseorang. Pendekatan model kebutuhan dasar ini memandang bahwa dalam pembangunan yang bertujuan memenuhi kebutuhan dasar, partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat sangat diperlukan. Partisipasi ini tertutama didalam pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan penduduk. Artinya kebutuhan apa yang dibutuhkan masyarakat dan berapa jumlahnya hendaknya berdasarkan atau ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.

Ada yang membedakan antara kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang paling utama untuk dapat mempertahankan hidup seperti makan, minum, pakaian dan perumahan, sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang diperlukan guna melengkapi kebutuhan primer, seperti alat-alat dan perabot. (Manullang, 1971:6).

Menurut Rosydi (1996:148), konsumsi secara umum diartikan sebagai penggunaan barang-barang dan jasa-jasa yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia. Sukirno (2000:337) mendefinisikan konsumsi sebagai pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga atas barang-barang dan jasa-jasa akhir dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pekerjaan tersebut.

(8)

Nurhadi (2000:22) mendefenisikan konsumsi adalah kegiatan manusia menggunakan atau memakai barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan. Kualitas dan kuantitas barang atau jasa dapat mencerminkan kesejahteraan konsumen tersebut. Semakin tinggi kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang dikonsumsi, maka akan semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan konsumen tersebut. Sebaliknya, semakin rendah kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang dikonsumsi, maka semakin rendah pula tingkat kesejahteraan konsumen tersebut. Menurut Nurhadi (2000:23) tujuan konsumsi adalah untuk mencapai kepuasan maksimum dari kombinasi barang atau jasa yang digunakan.

2.1.7. Pola Konsumsi

Pola konsumsi ialah kebutuhan manusia baik dalam bentuk benda maupun jasa yang dialokasikan selain untuk kepentingan pribadi juga keluarga yang didasarkan pada tata hubungan dan tanggung jawab yang dimiliki yang sifatnya terrealisasi sebagai kebutuhan primer dan sekunder.(Singarimbun, 1978: 3).

Pola konsumsi secara sederhana didefenisikan sebagai bagaimana seseorang hidup, termasuk bagaimana seseorang menggunakan uangnya, bagaimana ia mengalokasikan waktunya.

Pola konsumsi suatu rumah tangga diukur berdasarkan banyaknya macam barang yang dikonsumsi dan dikelompokkan tinggi dan rendah. Pola konsumsi dikelompokkan tinggi jika suatu rumah tangga mengkonsumsi sama dengan atau lebih dari 45 macam barang konsumsi. Demikian juga sebaliknya dikelompokkan rendah jika kurang dari 45 macam barang per bulan. Makin banyak macam barang

(9)

yang dikonsumsi makin banyak pengeluaran yang ditanggung, dengan syarat bahwa nilai per satuan dari barang tersebut sama.

Rumah tangga menerima pendapatan dari tenaga kerja dan modal yang mereka miliki, membayar pajak kepada pemerintah dan kemudian memutuskan berapa banyak dari pendapatan setelah pajak digunakan untuk konsumsi dan berapa banyak untuk ditabung (Mankiw, 2003:51).

2.1.8. Jenis-jenis Pengeluaran Konsumsi

Pada umumnya pendapatan rumah tangga dibelanjakan untuk kebutuhan: 1. Pengeluaran pangan, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk makanan dan

minuman termasuk minuman ringan dan minuman beralkohol, serta tembakau dan sirih.

2. Pengeluaran sandang, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk pakaian, sarung dan termasuk keperluan-keperluan untuk kaki.

3. Pengeluaran perumahan, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk peralatan rumah tangga, perbaikan rumah, bahan bakar termasuk arang, kayu api, penerangan, air, serta pajak bumi dan bangunan.

4. Pengeluaran jasa-jasa, adalah pengeluaran-pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan dan hukum.

5. Pengeluaran hiburan dan rekreasi, adalah pengeluaran untuk transportasi perjalanan, alat-alat hiburan.

6. Pengeluaran rupa-rupa, adalah pengeluaran untuk alat-alat kecantikan termasuk odol, sabun dan lain-lain.

(10)

Dari enam pengeluaran di atas, kemudian dibagi lagi atas tiga jenis pengeluaran yaitu:

1. Pengeluaran pangan

Adalah pengeluaran untuk makanan dan minuman. BPS dalam Survey Ekonomi Sosial Nasional (SUSENAS, 2010), mengukur untuk pengeluaran bahan makanan dengan 12 jenis bahan makanan yang dikonsumsi secara umum oleh keluarga. Keduabelas pengeluaran untuk bahan makanan tersebut adalah beras dan padipadian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, makanan jadi, minuman dan bahan makanan lainnya seperti bumbu-bumbu.

2. Pengeluaran non pangan

Kesejahteraan manusia tidak hanya dapat dipenuhi dengan kebutuhan makanan saja, tetapi perlu dilengkapi dengan pemenuhan kebutuhan lainnya seperti kebutuhan akan bahan bakaar, pakaian, kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi, pemeliharaan badan dan lain-lain. Kebutuhan tersebut dikelompokkan dalam suatu kelompok non makanan.

3. Pengeluaran total

Adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk pangan dan non pangan. 2.1.9. Pendapatan Rumah Tangga

Menurut Badan Pusat Statistik pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diterima oleh rumah tangga bersangkutan baik yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota-anggota rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari balas jasa faktor produksi

(11)

tenaga kerja (upah dan gaji, keuntungan, bonus, dan lain lain), balas jasa kapital (bunga, bagi hasil, dan lain lain), dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain (transfer). Pendapatan meliputi upah dan gaji atas jam kerja atau pekerjaan yang telah diselesaikan, upah lembur, semua bonus dan tunjangan, perhitungan waktu-waktu tidak bekerja, bonus yang dibayarkan tidak teratur, penghargaan; dan nilai pembayaran sejenisnya. Terdapat dua komponen, yaitu: untuk jam kerja biasa atau untuk pekrjaan yang telah diselesaikan dan untuk lembur. Semua komponen pendapatan lainnya dikumpulkan secara agregat.

Pengertian pendapatan dan penerimaan menurut Biro Pusat Statistik (BPS) dibedakan dalam pendapatan berupa uang, pendapatan berupa barapng dan lain-lain penerimaan uang dan barang. Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa uang yang sifatnya reguler dan yang diterima biasanya sebagai balas jasa atau kontra prestasi. Sumber-sumber yang utama adalah gaji dan upah serta lain-lain balas jasa serupa dari majikan; pendapatan bersih dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas; pendapatan dari penjualan barang yang dipelihara di halaman rumah; hasil investasi seperti bunga modal, tanah, uang pensiun, jaminan sosial serta keuntungan sosial. Pendapatan berupa barang adalah segala penghasilan yang sifatnya reguler dan biasa akan tetapi tidak selalu berbentuk balas jasa dan diterimakan dalam bentuk barang atau jasa. Barang-barang dan jasa-jasa yang diperoleh dinilai dengan harga pasar sekalipun tidak diimbangi atau disertai transaksi uang oleh yang menikmati barang dan jasa tersebut; demikian pula penerimaan barang secara cuma-cuma, pembelian barang dan jasa dengan harga subsidi atau reduksi dari majikan merupakan pendapatan

(12)

berupa barang. Untuk lain-lain penerimaan uang dan barang yang dipakai sebagai pedoman adalah segala penerimaan yang bersifat transfer redustributif dan biasanya membawa perubahan dalam keuangan rumah tangga, misalnya penjualan barang-barang yang dipakai, pinjaman uang, hasil undian, warisan, penagihan piutang, kiriman uang, menang judi.

2.1.10. Hubungan Pendapatan dengan Pengeluaran Konsumsi

Menurut Engel ada suatu hubungan antara konsumsi rumah tangga untuk suatu barang atau golongan barang dengan penghasilan rumah tangga. Dia menemukan bahwa proporsi dari penghasilan yang dikeluarkan untuk membeli makanan berkurang dengan naiknya penghasilan (Engel, Bunga Rampai Ekonomi, 1976:25).

Teori konsumsi agregatif pada mulanya dikemukakan oleh John Maynard Keynes dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money yang diterbitkan pada tahun 1936 yaitu Absolute Income Hyphotesis. J.M. Keynes mengungkapkan bahwa besar kecilnya konsumsi pada suatu waktu ditentukan oleh nilai absolute dari pendapatan masyarakat yang siap untuk dibelanjakan (disposable income) pada waktu berlangsung. Fugsi konsumsi agregatif secara sederhana dapat ditulis sebagai:

= ( )

Dimana:

C = Nilai konsumsi agregatif Yd = Dispossable income

Ide pengembangan teori konsumsi berikutnya disajikan oleh James Duessenbery dalam bukunya Income, saving, and theory of consumer behavior

(13)

pada tahun 1949 yaitu Relative Income Hyphotesis. Teori konsumsi ini didasarkan kepada anggapan utama atau asumsi sebagai berikut:

1. Tingkat konsumsi adalah bersifat interdependent terhadap tingkat pendapatan tinggi atau kebiasaan yang terjadi sebelumnya. Disamping itu unsure status social seseorang juga turut menentukan tingkat konsumsinya. Dengan demikian tingkat pendapatan yang akan mempengaruhi konsumsi adalah nilai pendapatan relativeterhadap tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dimiliki sebelumnya.

2. Tingkat konsumsi bersifat irreversibleyang bermakna bahwa apa yang terjadi pada waktu pendapatan naik, tidak akan selalu merupakan kebalikan apabila terjadi penurunan pendapatan. Kenyataan menunjukkan bahwa bila tingkat konsumsi sebelumnya pernah tinggi akibat kenaikan pendapatan maka pada waktu pendapatan turun, penurunan konsumsi tidak akan proporsional.

Berdasarkan kedua asumsi ini maka fungsi konsumsi dinyatakan sebagai:

/ = + ( / °)

Dimana:

C = konsumsi agregatif Y = pendapatan

Y°= pendapatan tertinggi sebelumnya

a = tingkat konsumsi pada pendapatan nol (subsitence) b = marginal propensity to consumption (MPC)

Teori konsumsi Permanent Income Hyphotesisdikembangkan oleh Milton Friedman pada tahun 1957. Menurut beliau perlu dibedakan dalam pembahasan konsumsi antara measured income dengan permanent income. Measured income adalah pendapatan yang diterima pada suatu waktu tertentu, sedangkan permanent incomeadalah pendapatan yang diramalkan oleh konsumen akan dapat

(14)

income merupakan pendapatan yang dapat mengurangi atau meningkatkan permanent income. Formulasi disajikan sebagai berikut:

= +

Dimana:

Ym = measured income Yp = permanent income Yt = transitory income

Perkembangan teori konsumsi berikutnya disajikan oleh A. Ando dan Franco Modigliani pada tahun 1963 yang lajim disebut sebagai Life Cycle Hyphotesis. Melalui teori ini sumberdaya yang dimiliki oleh konsumen dalam hidupnya (life time resources) dipandang sebagai faktor yang sangat penting. Oleh sebab itu menurut Ando dan Modigliani bahwa faktor penentu tingkat konsumsi agregatif adalah sumberdaya yang dimiliki oleh konsumen, tingkat pengembalian modal ( rate of return on capital) dan umur konsumen tersebut.

Wealth Hyphotesis pada prinsipnya merupakan modifikasi dan pengembangan hipotesis siklus hidup yang dikemukakan oleh David Ott dan kawan-kawan pada tahun 1975. Hubungan diantara tingkat pendapatan (kekayaan) dengan konsumsi di formulasikan sebagai:

= +

Hipotesis kekayaan ini kemudian dikembangkan oleh Ball dan Drake tahun 1964 dengan menggunakan formulasi sebagai berikut:

=

Dimana:

A = wealth (kekayaan) K = konstanta

(15)

2.1.11. Pendidikan Kepala Rumah Tangga

Pendidikan pada penelitian ini diukur berdasarkan pengelompokan atas pendidikan rendah dan tinggi. Yang dimaksud dengan pendidikan rendah adalah mereka yang tidak pernah sekolah formal dan yang hanya pernah menduduki sekolah dasar. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok pendidikan tinggi adalah kelompok yang pernah menduduki sekolah lanjutan pertama dan juga pernah mencapai pendidikan sekolah lanjutan atas atau perguruan tinggi.

Pada umumnya tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat, makin tinggi pendidikan suatu masyarakat, makin tinggi pula pendapatan serta status sosial masyarakat tersebut. Bagi rumah tangga yang berpenghasilan rendah tentu akan merasa berat untuk membiayai pendidikan anak-anaknya, apabila meneruskan sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi.

Berdasarkan penyelidikan UNESCO antara lain menyimpulkan bahwa putus sekolah lebih banyak terjadi pada sekolah-sekolah di desa daripada di kota. Faktor utama yang menyebabkan anak putus sekolah adalah kemiskinan atau ketidakmampuan orangtua untuk membiayai anak-anaknya (Vembriarto, St, 1978:43). Yang dimaksud anak putus sekolah adalah anak tidak dapatmenamatkan pendidikan formal yang diikutinya di sekolah. Ataupun tidak dapat menikmati pendidikan formal dalam waktu yang lama. Dari gambaran ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang putus sekolah maupun yang tidak dapat berkesempatan belajar di sekolah terjadi di daerah pedesaan karena kemiskinan orang tua.

(16)

2.1.12. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungaan keluarga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu rumah tangga, baik yang berada dirumah tangga responden maupun sementara tidak ada pada waktu pencacahan.

Jumlah anggota rumah tangga kemungkinan dapat meningkatkan pendapatan karena makin besar jumlah anggota keluarga makin besar pula jumlah anggota keluarga yang ikut bekerja untuk mengkasilkan pendapatan, tetapi kemungkinan juga terjadi bahwa jumlah anggota keluarga yang besar tidak menambah pendapatan karena makin besar jumlah anggota keluarga mengakibatkan bertambahnya kesibukan orang tua untuk mengurus anaknya.

Rasio ketergantungan ( Dependency Ratio) dimaksudkan sebagai perbandingan riil antara jumlah anggota keluarga yang tidak bekerja dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja atau perbandingan antara jumlah anggota keluarga bukan umur angkatan kerja dengan jumlah anggota keluarga umur angkatan kerja. Penduduk yang berusia muda dan yang berusia lanjut pada dasarnya merupakan kelompok sebagai beban ketergantungan yang menjadi beban hidup dan tanggungan dari tenaga kerja yang bekerja yang kebanyakan berusia 15 hingga 64 tahun.

(17)

2.2. Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 Yuliana(2013) Analisis Pola

Konsumsi Keluarga Miskin di Kota Medan

1) Rata-rata pendidikan keluarga miskin adalah SD ke bawah (tidak/berhenti sekolah) dan rata-rata jenis pekerjaannya adalah supir.

2) Rata-rata jumlah tanggungan keluarga miskin adalah 2 sampai 4 orang.

3) Rata-rata tingkat pendapatan keluarga miskin adalah berkisar Rp600.000,-per bulan.

4) Rata-rata tingkat pengeluaran keluarga miskin untuk pangan adalah Rp371.000,- per bulan dan pengeluaran untuk non pangan adalah Rp318.000,-per bulan. 5) Rata-rata tingkat pengeluaran

terbesar keluarga miskin untuk pangan adalah beras yaitu sebesar Rp180.000,- kebawah per bulan. 6) Rata-rata tingkat pengeluaran

terbesar keluarga miskin untuk non pangan adalah perumahan/rumah sewa yaitu sebesar Rp200.000,-per bulan. 2 Khairil Anwar (2007) Analisis Determinan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Masyarakat Miskin di Kabupaten Aceh Utara

1) Jumlah masyarakat miskin yang belum mendapat penanganan dan perhatian pemerintah masih terlalu besar. Hal ini terindikasi dari 24 desa yang diobserasi dijumpai 3.701 KK miskin. Dari jumlah tersebut, hanya 1.870 KK (50,53%) yang memiliki kartu miskin. Jumlah KK miskin yang tidak memiliki kartu miskin mayoritas tinggal di kawasan pedalaman dan pesisir Kabupaten

(18)

Aceh Utara. Padahal kartu miskin ini sangat penting sebagai administrasi untuk mendapatkan fasilitas pelayanan publik bagi masyarakat miskin, seperti: pelayanan kesehatan, pendidikan maupun bantuan langsung lainnya.

2) Kondisi sosial masyarakat miskin Aceh Utara sangat memprihatinkan, sebagian dari mereka berstatus janda pada saat umur relatif masih muda salah satu faktor sebagai ekses dari konflik senjata berkepanjangan dan juga akibat dari terjadinya Tsunami. Dari segi pendidikan juga masih sangat rendah, dimana rata-rata kepala keluarga hanya menamatkan SD/MI, akibatnya mereka hanya bekerja pada sektor primer terutama pertanian, perkebunan dan kelautan. Sebagian kepala keluarga ini tidak memiliki pekerjaan sampingan, yang menyebabkan tingkat pendapatan yang diterima menjadi terbatas. Padahal ini sangat kontras dengan waktu yang digunakan untuk bekerja, rata-rata waktu bekerja keluarga miskin masih tergolong tinggi dengan rata-rata diatas 45 jam perminggu.

(19)

2.3.Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis

Hipotesis adalah jawabaan sementara terhadap masalah terhadap yang masih praduga dan akan dibuktikan kebenarannya berdasarkan penelitian yang dilakukan, hipotesinya antara lain :

1. Pendapatan rumah tangga berpengaruh positif terhadap pola konsumsi keluarga miskin di Kota Binjai.

2. Pendidikan kepala rumah tangga berpengaruh positif terhadap pola konsumsi keluarga miskin di Kota Binjai.

3. Jumlah tanggungan keluarga berpengaruh positif terhadap pola konsumsi keluarga miskin di Kota Binjai.

Jumlah Tanggungan (X3) Pola Konsumsi (C) Pendidikan Kepala Rumah Tangga (X2) Pendapatan Rumah Tangga (X1)

Referensi

Dokumen terkait

Kutipan di atas menggambarkan persaan miris yang diarasakan Hanum ketika melihat sebuah masjid yang merupakan situs bersejarah di kota tersebut telah berubah

Namun pertunjukan wisata di Kota Padang belum mempunyai suatu paket yang khusus sebagai sqiiar pa'iwisata- Semua paket yang dipertunjukkan kepada wisatawan sama

Perancangan pabrik mononitrotoluena (MNT) dengan bahan baku toluena dan asam campuran dengan menggunakan asam sulfat sebagai katalisnya ini akan direncanakan beroperasi selama

PBU.06 selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PBA.06A dengan koordinat 02° 24' 01.6" LS dan 115° 18' 45.1” BT yang terletak pada batas Desa Murung Padang Kecamatan

Individu yang pesimis terhadap kesulitan tidak akan banyak belajar dan berprestasi, jika dibandingkan dengan individu yang memiliki pola yang lebih

Dari hasil penelitian, secara keseluruhan tanggapan responden terhadap variabel kedisiplinan, yang sangat mempengaruhi kedisiplinan karyawan adalah hukuman yang diberikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ordo yang termasuk insekta parasitic potensial dan untuk mengetahui ordo insekta parasitic potensial yang mendominasi serta

Penelitian ini bertujuan untuk ; 1) menganalisis potensi serasah tebu pada PG. Takalar; 2) menentukan jumlah kebutuhan alat dan mesin untuk mendukung pengelolaan