BAB 2
LANDASAN TEORI
2. 1 Analytical Hierarchy Process (AHP)
2. 1. 1. Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty
pada tahun 70 –an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan dengan
memperhatikan factor – faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. AHP menggabungkan penilaian – penilaian dan nilai – nilai pribadi ke dalam satu cara yang logis.
AHP digunakan untuk menurunkan skala rasio dari beberapa perbandingan
berpasangan yang bersifat diskrit maupun kontinu. Perbandingan berpasangan
tersebut dapat diperoleh melalui pengukuran aktual maupun pengukuran relatif
dari derajat kesukaan, atau kepentingan atau perasaan. Dengan demikian metode
ini sangat berguna untuk membantu mendapatkan skala rasio dari hal-hal yang
semula sulit diukur seperti pendapat, perasaan, prilaku dan kepercayaan.
(Saaty,2001)
2.1.2. Landasan Aksiomatik Analytic Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri
dari :
1. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan
berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Si pengambil
keputusan harus bisa membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya.
Preferensinya itu sendiri harus memenuhi syarat resiprokal yaitu kalau A lebih
2. Homogenity, yang mengandung arti preferensi seseorang harus dapat
dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya
dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak dapat dipenuhi
maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogenous dan harus dibentuk suatu’cluster’ (kelompok elemen-elemen) yang baru.
3. Independence berarti setiap level mempunyai kaitan walaupun mungkin saja
terjadi hubungan yang tidak sempurna. Ini menunjukkan bahwa pola
ketergantungan atau pengaruh dalam model AHP adalah searah keatas,
Artinya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu level dipengaruhi atau
tergantung oleh elemen-elemen dalam level di atasnya.
4. Expectations, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki
diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka si pengambil
keputusan tidak memakai seluruh kriteria dan atau objektif yang tersedia atau
diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap
2.1.3. Prinsip-Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process (AHP)
Dalam menyelesaikan permasalahan dengan metode AHP ada beberapa prinsip
dasar yang harus dipahami, yaitu :
a. Decompositionadalah memecahkan atau membagi problema yang utuh
menjadi unsur-unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan,
dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan
hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur- unsur sampai
tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan
beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur
hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan
incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen
pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada
pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan
dari hirarki complete. Bentuk struktur dekomposisi yakni:
- Tingkat pertama : Tujuan keputusan (Goal)
- Tingkat ketiga : Alternatif – alternatif
Gambar 2.1. Struktur Hierarki
b. Comparative judgementdilakukan dengan penilaian tentang kepentingan
relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan
tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan
berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen-elemennya. Hasil dari
penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise
comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat
preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang
digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah
(equal importance) sampai dengan skala 9 yang menujukkan tingkatan
paling tinggi (extreme importance). Agar diperoleh skala yang tepat
dalam membandingkan dua elemen, maka hal yang perlu dilakukan adalah
memberikan pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang
dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria. Dalam melakukan
penilaian kepentingan relatif terhadap dua elemen berlaku aksioma
recripocal.
c. Synthesis of Prioritydilakukan dengan menggunakan eigen vector method
untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan.
karena “pairwise comparison” terdapat pada setiap tingkat, maka untuk
mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di antara local
priority tersebut. Pengurutan elemen-elemen tersebut menurut kepentingan
relatif melalui prosedur sintesa yang dinamakan priority setting.
d. Logical Consistency. Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah
bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan
keseragaman dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara
obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu, misalnya sama
penting, sedikit lebih penting, jelas lebih penting, mutlak lebih penting.
2.1.4. Tahapan AHP
Dalam metode Analytical Hierarchy Process dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut (Suyatno dkk, 2011):
1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria-kriteria dan alternatif - alternatif pilihan yang ingin di
rangking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan
kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing
tujuanatau kriteria yang setingkat diatas. Perbandingan dilakukan
berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan
menilai tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen
lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di
dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak
konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen
vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh
dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.
7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan.
Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk
mensintetis pilihan dalam penentuan prioritas elemen pada tingkat hirarki
terendah sampai pencapaian tujuan.
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100
maka penilaian harus diulangi kembali.
2.1.5. Penentuan Prioritas
Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot relatifnya satu
sama lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak - pihak
yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki
atau sistem secara keseluruhan. Langkah awal dalam menentukan prioritas kriteria
adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan
dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki.
Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks
perbandingan berpasangan untuk analisis numerik. Misalkan terdapat sub sistem
hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, Ai sampai An.
Perbandingan antar alternatif untuk sub sistem hirarki itu dapat dibuat dalam
bentuk matriks n x n,seperti pada tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1. Matriks Perbandingan Berpasangan
a. Seberapa jauh tingkat kepentingan (baris) terhadap kriteria C
dibandingkan dengan (kolom) atau
b. Seberapa jauh dominasi (baris) terhadap (kolom) atau
c. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada (baris) dibandingkan
dengan (kolom).
Matriks merupakan matriks reciprocal yang diasumsikan terdapat n elemen yaitu yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai perbandingan secara berpasangan antara dan yang dipresentasikan dalam sebuah matriks = , dengan i, j = 1, 2,…, n, sedangkan merupakan nilai matriks hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan terhadap
bersangkutan sehingga diperoleh matriks yang dinormalisasi. Untuk i = j, maka = 1 (diagonal matriks), atau apabila antara elemen operasi dengan
memiliki tingkat kepentingan yang sama maka = = 1. Data dari matriks perbandingan berpasangan ini merupakan dasar untuk menyusun vektor prioritas
dalam AHP. Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi dinyatakan dengan
W, dengan W = ( ), maka intensitas kepentingan elemen operasi
terhadap adalah = , sehingga matriks perbandingan berpasangan
dapat dinyatakan pada Tabel 2.2.
Model AHP didasarkan pada matriks perbandingan berpasangan, di mana
elemen- elemen pada matriks tersebut merupakan penilaian (judgement) dari
responden (decisionmaker). Seorang decisionmaker akan memberikan penilaian,
mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa
yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap tingkat hirarki
(levelofhierarchy )dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu
persoalan.
Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari
skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel
2.3.berikut ini.
Tabel 2.3: Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan
Intensitas
7 Demonstrated importance
pasangannya, pada tingkat
keyakinan tertinggi
2, 4, 6, 8 Intermediate values (nilai yang
berdekatan)
Nilai diantara dua pilihan
yang berdekatan
Resiprokal Kebalikan Jika elemen i memiliki salah
satu angka diatas ketika
dibandingkan elemen j, maka
j memiliki kebalikannya
ketika dibanding elemen i
Sumber : Saaty, T. Lorie. 1993
Seorang pengambil keputusan akan memberikan penilaian,
mempersepsikan ataupun memperkirakan kemungkinan sesuatu hal/peristiwa
yang dihadapi. Penilaian tersebut akan dibentuk ke dalam 20matriks berpasangan
pada setiap level hirarki. Contoh Pair-Wise Comparison Matrixpada suatu level of
hierarchy,yaitu:
Tabel 2.4.Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan
Baris 1kolom 2: Jika A dibandingkan dengan B, maka A sedikit lebih
tiga kali lebih besar dari B, tetapi A moderat importancedibandingkan dengan B,
sedangkan nilai pada bariske 2kolom1diisi dengankebalikan dari 3 yaitu1/3.
Baris 1 kolom 3 : Jika A dibandingkan dengan C, maka A sangat penting
daripada C yaitu sebesar 7. Angka 7 bukan berarti bahwa A tujuh kali lebih besar
dari C, tetapi A very strong importance daripada C dengan nilai
judgementsebesar7. Sedangkan nilai pada baris3kolom 1 diisi dengankebalikan
dari 7 yaitu 1/7
Baris 1 kolom 4: Jika A dibandingkan dengan D, maka A mutlak lebih
penting daripada D dengan nilai 9. Angka 9 bukan berarti A sembilan kali lebih
besar dari D, tetapi A extreme importance daripada D dengan nilai judgement
sebesar 9.Sedangkan nilai pada baris4kolom1diisi dengankebalikan dari 9 yaitu
1/9.
2.1.6. Eigen Value dan Eigen Vector
Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan
diberikan definisi – definisi mengenai matriks dan vektor. 1. Matriks
Matriks adalah sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks,
variabel–variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks
memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) m x n.
Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika m = n. Dan skalar–skalarnya berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.
Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen – elemen yang teratur berupa angka–angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan (disebut vektor baris atau Row Vector dengan ordo 1 x n )
maupun menurut kolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom atau Colomn
Vector dengan ordo n x 1). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan
entri riil dinotasikan dengan .Untuk vector → dirumuskan sebagai berikut:
U R
→
→ = [ ]
3. Eigen Value dan Eigen Vector
Defenisi: Apabila A adalah matriks bujur sangkar n x n, maka vektor tak nol x di
dalam dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni:
Apabila A adalah matriks bujur sangkar n x n, maka vektor tak nol x di dalam
dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni
Ax x (1)
Skalar λ dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vector yang bersesuaian dengan λ. Untuk mencapai eigen value dari matriks A yang berukuran n xn, maka dapat ditulis pada persamaan berikut:
Ax x (2)
Atau secara ekivalen
Agar λ menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini. Akan tetapi, persamaan (3) akan mempunyai pemecahan nol jika dan hanya
jika:
det ( – A)x = 0 (4)
Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini
adalah eigen value dari A. Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai
terhadap elemen Aj adalah aij, maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif
berkebalikan, yakni
.Bobot yang dicari dinyatakan dalam vector w =
( ). Nilai menyatakan bobot kriteria terhadap keseluruhan set kriteria pada subsistem tersebut.
Jika mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan
menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap k, maka agar keputusan
menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan
atau jika = untuk semua i, j, k maka matriks tersebut
konsisten.
Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor w, maka elemen dapat ditulis:
;
Jadi matriks konsistennya adalah:
(5)
Maka untuk matriks perbandingan berpasangan diuraikanmenjadi:
⁄ (6)
Dari persamaaan dapat dilihat bahwa
Dengan demikian untuk pair-ise comparison matriks yang konsisten menjadi:
∑
(7)
Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini:
(8)
Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa w adalah eigen vector dari
matriks A dengan nilai eigen n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi
matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:
(
)
( ) ( )
Tetapi pada kenyataannya tidak dapat dijamin bahwa:
Salah satu penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu
dapat konsisten mutlak dalam mengekspresikan preferensi terhadap
elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa penilaian yang diberikan
untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hirarki dapat saja tidak konsisten
(inconsistent).
Jika adalah bilangan-bilangan yang memenuhi persamaan: A.X
Dengan eigen value dari matriks A dan = 1 ; , = 1,2,...n ; maka dapat ditulis
Misalkan jika suatu matriks perbandingan berpasangan bersifat ataupun
memenuhi kaidah konsistensi seperti pada persamaan (6), maka perkalian elemen
matriks sama dengan 1.
A = [
] =
Eigen value dari matriks A,
AX – = 0
Dari persamaan diatas jika diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum (λ-max). Untuk elemen matriks =1 bila i = j, maka = =...= = 1
Sehingga diketahui bahwa = = 1. Selanjutnya diperoleh:
= 1 ; 1, = 1
Dengan demikian matriks pada persamaan diatas merupakan matriks yang konsisten, dimana nilai λ-max sama dengan harga dimensi matriksnya. Jadi untuk n > 2, maka semua harga eigen value-nya sama dengan nol dan hanya ada satu
eigen value yang sama dengan n (konstanta dalam kondisi matriks konsisten).
2.1.7.Uji Konsistensi Indeks dan Rasio
Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model – model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi
mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi decision maker sebagai
keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau
harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka decision
maker dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigen value
maksimum . Thomas L. Saaty telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari
matriks berordo n dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
CI =
CI = Consintency Indeks
= nilai eigen terbesar dari matriks ordo n
n = ordo matriks
Apabila Consintency Indeks (CI) bernilai nol, maka pairwise comparison
matrix (matriks perbandingan berpasangan) tersebut konsisten. Batas
ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas Lorie
Saaty ditentukan dengan menggunakan Consintency Ratio (CR), yaitu
perbandingan indeks konsistensi dengan nilai Ratio Indeks (RI) yang didapatkan
dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian
dikembangkan oleh Wharton School dan diperlihatkan seperti Table 2.4 . Nilai ini
bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Consintency Ratio (CR) dapat
dirumuskan sebagai berikut :
CR =
CR = Consintency Ratio
RI = Ratio Indeks
Nilai Consintency Ratio (CI) tidak akan berarti bila tidak terdapat acuan
untuk menyatakan apakah Consintency Ratio (CI) menunjukkan suatu matriks
yang konsisten atau tidak konsisten. Saaty mendapatkan nilai rata-rata Ratio Index
Tabel 2.5.Tabel Nilai Ratio Indeks (RI)
Ordo
Matriks
(n)
1 2 3 4 5 6 7 8
RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41
Ordo
Matriks
(n)
9 10 11 12 13 14 15
RI 1,45 1,49 1,51 1,54 1,56 1,57 1,59
Bila matriks perbandingan berpasangan dengan nilai Consintency Ratio
(CR) lebih kecil dari 0,100 maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker
masih dapat diterima jika tidak maka penilaian perlu diulang.
2.2 Pariwisata
2.2.1 Pengertian Pariwisata
Pengertian Pariwisata secara umum, pariwisata terdiri dari dua kata yaitu pari dan
wisata. Pari berarti banyak, lengkap, berkali-kali, sedangkan wisata berarti
perjalanan atau bepergian. Maka pariwisata artinya adalah suatu perjalanan yang
dilakukan secara berkali-kali. Definisi pariwisata telah banyak dikemukakan oleh
para ahli di bidang pariwisata, namun dalam definisi tersebut masih terdapat
beberapa perbedaan dalam pendefinisian.
Menurut Hunzieker dan Kraf (1942), pariwisata adalah keseluruhan
fenomena dan hubunganhubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan
persinggahan manusia di luar tempat tinggalnya, dengan maksud bukan untuk
menetap di tempat yang disinggahinya dan tidak berkaitan dengan pekerjaan yang
menghasilkan upah. Perjalanan yang dilakukan biasanya didorong oleh rasa ingin
tahu untuk keperluan yang bersifat rekreatif dan edukatif. (dalam Kohdyat,
Menurut McIntosh dan Gupta (1980:8), pariwisata didefinisikan sebagai
gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis,
pemerintah tuan rumah, serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan
melayani wisatawan-wisatawan ini serta para pengunjung lainnya.
Menurut Wahab (1996), pariwisata merupakan suatu aktivitas manusia
yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara
orang-orang di dalam negara itu dan daerah lain (daerah tertentu) untuk sementara
waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa
yang dialaminya di tempat ia memperoleh pekerjaan tetap (dalam Andy
Aryawan,2002:10).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas,pariwisata merupakan kegiatan
manusia yang dilakukan dalam rangka rekreasi atau untuk mencari suasana yang
berbeda membutuhkan suatu obyek atau tempat untuk singgah. Pemandangan
alam berperan sebagai suatu obyek atau atraksi untuk memenuhi kebutuhan
manusia dalam melakukan kegiatan wisata.
2.2.2 Obyek Wisata
Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan
daya tarik wisata. Seorang wisatawan berkunjung ke suatu tempat/daerah/Negara
karena tertarik oleh sesuatu yang menarik dan menyebabkan wisatawan berkunjng
ke suatu tempat/daerah/Negara disebut daya tarik dan atraksi wisata (Mappi ,
2001 : 30). Dalam Undang-Undang No.9 tahun 190, obyek dan daya tarik wisata
adalh segala yang menjadi sarana perjalanan wisata.
Menurut Mappi (2001 : 30-33) Objek wisata dikelompokan ke dalam tiga
jenis, yaitu :
a. Objek wisata alam, misalnya : laut, pantai, gunung (berapi), danau, sungai,
fauna (langka), kawasan lindung, cagar alam, pemandangan alam dan
lain-lain.
b. Objek wisata budaya, misalnya : upacara kelahiran, tari-tari (tradisional),
sawah, upacara panen, cagar budaya, bangunan bersejarah, peninggalan
tradisional, festival budaya, kain tenun (tradisional), tekstil lokal,
pertunjukan (tradisional), adat istiadat lokal, museum dan lain-lain.
c. Objek wisata buatan, misalnya : sarana dan fasilitas olahraga, permainan
(layangan), hiburan (lawak atau akrobatik, sulap), ketangkasan (naik
kuda), taman rekreasi, taman nasional, pusat-pusat perbelanjaan dan
lainlain Dalam membangun obyek wisata tersebut harus memperhatikan
keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat, sosial budaya daerah
setempat, nilai-nilai agama, adat istiadat, lingkungan hidup, dan obyek
wisataitu sendiri. Pembangunan obyek dan daya tarik wisata dapat
dilakukan oleh Pemerintah, Badan Usaha maupun Perseorangan dengan
melibatkan dan bekerjasama pihak-pihak yang terkait.
Menurut UU No.9 Tahun 1990 disebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata
terdiri dari :
a. Obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang
berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna.
b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum,
peninggalan sejarah, wisata agro, wisata tirta, wisata petualangan alam,
taman rekreasi dan tempat hiburan. Berdasarkan hal tersebut diatas, obyek
wisata dapat diklasifikasikan menjadi dua macam wisata yaitu wisata
buatan manusia dan wisata alam.
2.2.3 Faktor Pendorong Pengembangan Obyek Wisata
Faktor pendorong adalah hal atau kondisi yang dapat mendorong atau
menumbuhkan suatu kegiatan, usaha atau produksi (Kamus Besar Bahasa
Indonesia Online). Modal kepariwisataan (torism assets) sering disebut sumber
kepariwisataan (tourism resources). Suatu daerah atau tempat hanya dapat
menjadi tujuan wisata kalau kondisinya sedemikian rupa, sehingga ada yang
dikembangkan menjadi atraksi wisata. Apa yang dapat dikembangkan menjadi
atraksi wisata itulah yang disebut modal atau sumber kepariwisataaan
dikembangkan menjadi atraksi wisata, sedang atraksi wisata itu sudah tentu harus
komplementer dengan motif perjalanan wisata. Maka untuk menemukan potensi
kepariwisataan suatu daerah harus berpedoman kepada apa yang dicari oleh
wisatawan.
Menurut Soekadijo dalam Setianingsih (2006:39) modal atraksi yang
menarik kedatangan wisatawan ada tiga diantaranya :
a. Modal dan potensi alam, alam merupakan salah satu faktor pendorong
seorang melakukan perjalanan wisata karena ada orang berwisata hanya
sekedar menikmati keindahan alam, ketenangan alam, serta ingin
menikmati keaslian fisik, flora dan faunanya.
b. Modal dan potensi kebudayaannnya. Yang dimaksud potensi kebudayaan
disini merupakan kebudayaan dalam arti luas bukan hanya meliputi seperti
kesenian atau kehidupan keratin dll. Akan tetapi meliputi adat istiadat dan
segala kebiasaan yang hidup di tengah-tengah kehidupanmasyarakat.
Sehingga diharapkan wisatawan atau pengunjung bisa tertahan dan dapat
menghabiskan waktu di tengah-tengah masyarakat dengan kebudayaannya
yang dianggap menarik.
c. Modal dan potensi manusia. Manusia dapat dijadikan atraksi wisata yang
berupa keunikan-keunikan adat istiadat maupun kehidupannya namun
jangan sampai martabat dari manusia tersebut direndahkan sehingga
kehilangan martabatnya sebagai manusia.
2.2.4 Pengembangan Obyek Wisata
Pengembangan pariwisata bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan
maupun warga setempat. Basis pengembangan pariwisata adalah potensi sumber
daya keragaman budaya, seni, dan alam (pesona alam). Pengembangan sumber
daya tersebut dikelola melalui pendekatan peningkatan nilai tambah sumber daya
secara terpadu antara pengembangan produk pariwisata dan pengembangan
pemasaran pariwisata melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal dalam
Dalam GBHN 1999 disebutkan bahwa mengembangkan pariwisata
melalui pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat interdisipliner dan
partisipatoris dengan menggunakan kriteria ekonomis, teknis, agronomis, sosial
budaya, hemat energi, melestarikan alam dan tidak merusak lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka pembangunan kepariwisataan memiliki 3
(tiga) fungsi atau tri-fungsi, yaitu :
a. Menggalakkan kegiatan ekonomi.
b. Memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian fungsi lingkungan hidup,
dan
c. Memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa serta menanamkan jiwa,
semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam memperkokoh persatuan dan
kesatuan nasional.
Berdasarkan itu untuk tercapainya tri-fungsi tersebut maka harus ditempuh 3
(tiga) macam upaya, yaitu :
a. Pengembangan obyek dan daya tarik wisata.
b. Meningkatkan dan mengembangkan promosi dan pemasaran
c. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan kepariwisataan (Setianingsih,
2006: 44).
Menurut Wahab (2003 : 110) ada dua hal yang dapat ditawarkan kepada
wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah ujuan wisata, dimana kedua hal
tersebut dapat berupa alamiah atau buatan manusia, yaitu :
1. Sumber-sumber alam
a. Iklim : udara lembut, bersinar matahari, kering dan bersih.
b. Tata letak tanah dan pemandangan alam : dataran, pegunungan
yang berpanorama indah, danau, sungai, pantai, bentuk-bentuk
yang unik, pemandangan yang indah, air terjun, daerah (gunung
berapi, gua dll)
c. Unsur rimba : hutan-hutan lebat, pohon-pohon langka, dan
d. Flora dan fauna : tumbuhan aneh, barang-barang beragam jenis dan
warna, kemungkinan memancing, berburu dan bersafari foto
binatang buas, taman nasional dan taman suaka binatang buas dan
sebagainya.
e. Pusat-pusat kesehatan : sumber air mineral alami, kolam lumpur
berkhasiat untuk mandi, sumber air panas untuk penyembuhan
penyakit dan sebagainya.
2. Hasil karya buatan manusia yang ditawarkan :
a. Yang berdiri sejarah, budaya dan agama :
1) Monumen-monumen dan peninggalan-peninggalan
bersejarah dari masa lalu.
2) Tempat-tempat budaya seperti museum, gedung kesenian,
tugu peringatan, perpustakaan, pentas-pentas budaya
rakyat, industri seni kerajinan tangan dan lain-lain. 3)
Perayaan-perayaan tradisional, pameran-pameran, eksebisi,
karnaval, upacara-upacara adat, ziarah-ziarah dan
sebagainya.
4) Bangunan-bangunan raksasa dan biara-biara keagamaan.
b. Prasarana-prasarana
1) Sistem penyediaan air bersih, kelistrikan, jalur-jalur lalu
lintas, sistem pembuangan limbah, sistem telekomunikasi
dan lain-lain.
2) Kebutuhan pokok pola hidup modern misalnya.
3) Rumah sakit, apotek, bank, pusat-pusat perbelanjaan,
rumah-rumah penata rambut, toko-toko bahan makanan,
kantor-kantor pemerintah (polisi, penguasa setempat,
pengadilan dan sebagainya), kedai obat, toko-toko
kacamata,warung-warung surat kabar, toko-toko buku,
bengkel-bengkel kendaraan bermotor, pompa-pompa bensin
dan lain-lain.
c. Prasarana wisata yang meliputi
2) Tempat menemui wisatawan
3) Tempat-tempat rekreasi dan sport : fasilitas sport untuk musim dingin dan
panas, fasilitas perlengkapan sport darat dan air dan lain-lain.
4) Sarana pencapaian dan alat transportasi penunjang : meliputi pelabuhan
udara, laut bagi negara-negara yang berbatasan dengan laut, sungai atau
danau multinasional, keret api dan alat transportasi darat lainnya,
kapal-kapal, sistem angkutan udara, angkutan di pegunungan dan lain-lain.
5) Sarana pelengkap : seperti halnya prasarana, maka sarana pelengkap ini
berbeda menurt keadaan perkembangan suatu negara. Pada umumnya
sarana ini meliputi gedung-gedung yang menjadi sumber produksi
jasa-jasa yang cukup penting tetapi tidak mutlak diperlukan oleh wisatawan.
Umumnya sarana pelengkap ini bersifat rekreasi dan hiburan seperti
misalnya : gedung-gedung, sandiwara, bioskop, kasino, night club,
kedai-kedai minum, warung-warung kopi, klubklub dan lain-lain.
6) Pola hidup masyarakat yang sudah menjadi salah satu khasanah wisata
yang sangat penting. Cara hidup bangsa, sikap, makanan dan sikap
pandangan hidup, kebiasaan, tradisi, adat istiadat semua itu menjadi
kekayaan budaya yang menarik wisatawan ke negara mereka. Hal ini
berlaku khususnya negara-negara sedangberkembang yang masyarakat
tradisionalnya berbeda dari masyarakat tempat wisatawan itu berasal.
Modal dasar yang penting yakni sikap bangsa dari negara tersebut
terhadap wisatawan misalnya keramah tamahan, keakraban, rasa suka
menolong dan tidak bertindak mengeksploitasi dan lain-lain.
Pengembangan kepariwisataan tentu tidak luput dengan pembangunan yang
berkelanjutan untuk mendorong pengembangan objek wisata dalam hal ini
menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, pasal (5),
menyatakan bahwa Pembangunan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW)
dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola, dan membuat obyek-obyek
baru sebagai obyk dan daya tarik wisata, kemudian pasal (6) dinyatakan bahwa,
pembangunan obyek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan :
1. Kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan
2. Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat.
3. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup.
4. Kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri.
Dalam penilitian ini pengembangan wisata dilakukan di Kabupaten Toba
Samosir. Dengan kekayaan alam yang dimiliki dan keindahannya. Hal tersebut
merupakan menjadi pendorong untuk pengembangan Obyek Wisata di Kabupaten
Toba Samosir supaya menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan sehingga akan