• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA VALUE FOR MONEY PADA RENCANA PROYEK SISTEM IRIGASI PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA VALUE FOR MONEY PADA RENCANA PROYEK SISTEM IRIGASI PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Indonesia sebagai negara agraris berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian dalam menunjang pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh adalah produktivitas pertanian tanaman pangan pada propinsi Jawa Timur dari tahun 2000 hinggga 2012 memiliki tren kecenderungan meningkat. Banyak cara untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian salah satunya adalah pengairan yang baik. Akan tetapi hal tersebut terhambat dengan kurangnya perhatian pada sarana dan prasarana pengairan yaitu sarana sistem irigasi. Hal ini dikarenakan dana yang dimiliki pemerintah untuk membangun sarana sistem irigasi terbatas. Untuk itu, dalam mempercepat pembangunan sarana sistem irigasi tersebut diperlukan suatu terobosan baru yaitu melaksanakan proyek pembangunan sistem irigasi berbasis Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS). Hal tersebut dianggap mampu membantu pemrintah untuk meningkatkan percepatan pembangunan sarana dan prasarana publik. Proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta dalam bidang irigasi di Indonesia sendiri belum pernah dilaksanakan sebelumnya, akan tetapi pada negara berkembang lain seperti Burkina Faso telah diterapkan Proyek KPS pada sistem irigasi. Namun untuk Indonesia hal tersebut merupakan hal baru yang masih perlu dilakukan analisis. Untuk menganalisis hal tersebut digunakan pendekatan dengan menggunakan pendekatan Value for Money. Objek amatan pada penelitian ini dilukakan pada kabupeten Lamongan Jawa Timur.

Kata Kunci Sistem Irigasi, Kerjasama

Pemerintah-Swasta, Value for Money

I. PENDAHULUAN

ebagai negara agraris, Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor pertanian dalam menunjang pertumbuhan ekonomi. Hal ini telah terbukti dalam masa krisis tahun 1998, sektor unggulan pertanian mampu menanggulangi dampak dari krisis tersebut sebagai penyangga pembangunan nasional. Peran tersebut terutama dalam penyediaan kebutuhan pangan pokok, perolehan devisa, penyedia lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan. Selain itu sektor pertanian juga menjadi andalan dalam mengembangakan ekonomi di daerah pedesaan melalui pengembangan usaha pertanian, dengan pertumbuhan yang cukup konsisten (Pertanian, K. 2006).

Berdasarkan data dari dinas pertainian Jawa Timur produktivitas sektor pertanian khususnya tanaman pangan dari tahun 2000 hingga tahun 2012 terus menunjukkan peningkatan,

berikut merupakan grafik produktivitas pertanian tanaman pangan di Jawa Timur :

Gambar 1. 1 Grafik Produktivitas Tanaman Pangan di Jawa Timur (Badan Pusat Statistik, 2012)

Di propinsi Jawa Timur yang menjadi komoditas utama dalam pertanian tanaman pangan adalah tanaman padi, dengan rata-rata produksi per tahun dari tahun 2000 hingga tahun 2012 yaitu sebesar 9.888.808,58 ton. Kontribusi propinsi Jawa Timur terhadap produksi padi nasional pada tahun 2012 sebesar 12.198.707 ton dari total 68.985.819 ton produksi padi nasional. Dengan kata lain Jawa Timur memiliki kontribusi sebesar 17,68% terhadap produksi padi nasional (Pertanian, D, 2013). Dalam usaha peningkatan produktivitas hasil pertanian tanaman pangan ada lima upaya yang perlu dilakukan, lima upaya tersebut biasa disebut dengan panca usaha tani. Adapun upaya panca usaha tani adalah :

1. Pengolahan tanah yang baik 2. Pengairan atau irigasi yang teratur 3. Pemilihan bibit unggul

4. Pemupukan

5. Pemberantasan hama dan penyakit tanaman

Dari lima usaha tersebut yang saat ini kurang mendapat perhatian adalah pengairan atau irigasi. Hal tersebut terlihat dari minimnya perawatan terhadap infrastruktur penunjang irigasi yaitu saluran irigasi. Saluran irigasi merupakan infrastruktur yang mengalirkan air dari bendungan ke lahan pertanian milik masyarakat. Dengan adanya saluran tersebut kebutuhan air dari lahan pertanian akan terpenuhi. Saluran irigasi terklasifikasi menjadi tiga berdasarkan cara pengaturan aliran air dan kelengkapan fasilitas yakni saluran irigasi teknis, semiteknis dan sederhana. Untuk luas petak lahan yang di aliri air dan letak saluran, saluran irigasi dibedakan menjadi tiga yaitu saluran irigasi primer, sekunder dan tersier (Umum, D, P. 2000).

RENCANA PROYEK SISTEM IRIGASI PERTANIAN

DI KABUPATEN LAMONGAN”

Billy Ratham Satria, Dody Hartanto, Nugroho Priyo Negoro

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail

: dody.hartanto@yahoo.com

(2)

Saluran irigasi primer atau saluran induk adalah saluran yang langsung berhubungan dengan bendungan yang berfungsi untuk menyalurkan air dari waduk ke saluran yang lebih kecil. Saluran irigasi sekunder adalah cabang dari saluran primer untuk membagi saluran induk menjadi saluran yang lebih kecil. Saluran tersier adalah cabang dari saluran sekunder yang langsung berhubungan dengan lahan pertanian (Najiyati, 1993). Luas lahan pertanian di propinsi Jawa Timur hingga tahun 2013 terdapat 913.494 ha sawah irigasi tersier yang menjadi kewenangan dinas pertanian. Sampai tahun 2013 dari keselurahan jaringan irigasi yang ada pada petak tersebut, terdapat jaringan irigasi baik seluas 206.030 ha jaringan irigasi terseir yang telah diperbaiki seluas 263.350 ha (Pertanian, D, 2013). Dari data luas lahan irigasi dan perbaikan jaringan irigasi di Jawa Timur, kemampuan jaringan irigasi tersier hanya mampu memenuhi kebutuhan air sebesar 51,4% dari seluruh lahan irigasi tersier yang ada di Jawa Timur.

Perbaikan serta pembangunan sarana infrastruktur penunjang pertanian khususnya pada sektor irigasi sebagai sumber pengairan pertanian akan mampu memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap peningkatan jumlah produksi pertanian dalam negeri khusunya di propinsi Jawa Timur. Dalam perbaikan dan pembangunan infrastruktur jaringan irigasi pada daerah terkesan lamban, halangan utama dalam pembangunan tersebut lebih diakibatkan pada pendanaan. Pendanaan pada perbaikan dan pembangunan jaringan irigasi sendiri dianggarkan pada APBN. Dana yang dianggarkan pada hal tersebut terbatas. Untuk mempercepat perbaikan dan pembangunan tersebut pemerintah dirasa perlu melakukan terobosan yaitu dengan melakukan kerjasama pendanaan dengan pihak swasta. Kerjasama pemerintah dengan swasta biasa disebut dengan proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) atau dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah Public-Private Partnership (PPP). KPS menurut Takkim dkk (2011) dalam Hana (2014) KPS adalah pendekatan inovatif yang digunakan pihak swasta dan pemerintah dengan hubungan jangka panjang dalam upaya pelayanan pada publik. Dengan adanya proyek kerjasama pemerintah-swasta, diharapkan akan meringankan langkah kerja dari pemerintah yang saat ini cenderung lamban dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur. Dalam melakasanakan pembangunan infrastruktur yang bekerjasama dengan pihak swasta, telah memiliki payung hukum yaitu pada peraturan presiden nomor 67 tahun 2005 yang berisi tentang kerjasama pemerintah dengan swasta mengenai pembangunan infrastruktur daerah. Selanjutnya peraturan tersebut mengalami 2 kali perubahan, perubahan pertama pada peraturan presiden nomor 13 tahun 2010 dan perubahan yang kedua pada peraturan presiden nomor 56 tahun 2011. Adapun infrastruktur yang dapat di-KPS-kan salah satunya adalah infrastruktur pengairan. Dengan adanya landasan tersebut diharapakan kerjasama antara pemerintah dengan swasta dapat terlaksana lebih mudah dan cepat. Di Indonesia sendiri KPS dalam sektor irigasi belum pernah dilakukan sebelumnya. Akan tetapi pada negara berkembang lain seperti negara Burkina Faso telah dilakukan KPS di sektor irigasi. Dampak dari adanya proyek kerjasama tersebut menghasilkan dampak yang fluktuatif dari tahun ke tahun berikutnya. Berdasrkan survey yang dilakukan petani di Burkina Faso sebesar 21% mengakatan bahwa dengan adanya

KPS tersebut mampu memberikan dampak yang lebih baik terhadap pertanian meraka (Joost Wellensa, 2013).

Dalam melaksanakan proyek kerjasama pemerintah swasta pada bidang irigasi ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Menurut Stephen E. Draper (2008) aspek yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan privatisasi air yaitu alokasi air dan ekonomi, memperlakukan air sebagai barang ekonomi, model kelambagaan pasar, nilai guna air, ekuitas, analisa sistem sumber air dan potensi oligarki atau monopoli pasar. Dengan berbagai aspek yang perlu dipertimbangkan dalam proyek kerjasama pemeritah swasta pada bidang irigasi. Maka diperlukan analisa dan evaluasi terhadap proyek KPS pada perbaikan dan pembangunan saluran irigasi. Metode evaluasi pada KPS yang digunakan dalam hal ini adalah metode Value for Money (VfM). Value for Money (VfM) adalah metode yang digunakan untuk menilai apakah suatu organiasi telah memperoleh manfaat yang maksimal dari pelaksanaan proyek tersebut (Rasa Apanavičienė , 2010). Dalam metode VfM evaluasi didasarkan pada pertimbangan aspek finansial dan non-finansial. Sehingga metode ini dapat digunakan dalam mengevaluasi KPS sistem irigasi di Indonesia dimana dalam proyek tersebut banyak terdapat aspek non-finansial. VfM sendiri memiliki beberapa metode pengujian yaitu Full cost-benefit, PSC (Public Service Comparison) & PPP (Public Private Project) Comparison, UK style PSC & PPP dan Competitive Bidding (Takkim, dkk, 2011) dalam (Hana, 2014). Berdasarkan hal terebut dalam penelitian ini akan dilakukan analisis dan evaluasi terhadap perbaikan dan pembangunan sistem irigasi pada pertanian padi, hal tersebut didasarkan pada perhitungan kebutuhan air tanaman pangan menurut fase tanamnya padi memiliki kebutuhan rata-rata air tertinggi yaitu sebesar 197 mm/hari (Kasdi Subagyono, 2005). Pada propinsi Jawa Timur daerah yang menjadi lumbung padi adalah Kabupaten Jember dan Kabupaten Lamongan dengan rata-rata produksi pertahun sebesar 789.232,63 ton dan 742,581,32 ton (Pertanian, D, 2013). Dalam penelitian tugas akhir ini yang menjadi objek penelitian adalah Kabupaten Lamongan, ini terkait perijinan yang diberikan oleh Dinas Pertanian Jawa Timur. Untuk metode yang digunakan merupakan terapan dari model pengembangan VfM yag dikembangkan oleh Hana pada tugas akhir yang berjudul “Evauluasi Value for Money (VfM) pada Proyek Publik di Surabaya” tahun 2014.

II. URAIANPENELITIAN

A. Tahap Identifikasi Awal dan Perumusan Masalah Pada tahap ini merupakan tahapan dimana peneliti akan merumuskan permasalahan yang akan dijadikan topik dari penelitian. Pada tahap ini juga dilakukan penentuan tujuan dan ruang lingkup penelitian serta studi literatur dan studi lapangan pada permasalahan.

1) Identifikasi Permasalahan

Pada tahap ini dilakukan dentifikasi permasalahan yang terjadi pada proyek kerjasama pemerintah swasta khususnya pada bidang irigasi. dari permaslahan tersebut yang nantinya akan menjadi masukan dalam perumusan masalah dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan.

(3)

2) Perumusan Masalah, Tujuan dan Ruang Lingkup

Pada tahap ini masalah yang telah teridentifikasi kemudian dilakukan perumusan masalah dan tujuan dari penelitian yang dilakukan. Selain itu ditambahkan ruang lingkup terhadapa permasalahan agar permasalahan yang telah dirumuskan memiliki fokusan. Hal tersebut akan membatu penulis dalam menyelasikan permasalahan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

3) Studi Literatur dan Studi Lapangan

Setelah ditentukan masalah dan tujuan penelitian, tahap selanjutnya adalah melakukan studi literature. Studi literatur digunakan untuk mempelajari metodi atau teori yang digunakan pada penelitian. Adapun metode yang dipelajari adalah sistem irigasi, konsep kerjamasa pemerintah swasta dan metode value for money (VfM). Studi lapangan dilakukan untuk melihat kondisi eksisting terkait dengan sistem irigasi pada objek amatan yaitu kabupaten Lamongan. B. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pada tahap ini berisikan mengenai identifikasi benefit (manfaat & keuntungan) dari penggunaan skema KPS maupun PSC, perhitungan NPV dan perbandingan NPV dengan metode VfM.

1) Identifikasi Benefit pada Skema KPS dan PSC

Pada tahap ini dilakukan identifikasi mengenai aspek-aspek benefit pada setiap skema. Pada setiap skema akan diidentifikasi mengenai aspek finansial benefit dan non-finansial benefit. Identifikasi untuk skema PSC hanya akan dilakukan pada finansial benefit saja yang terdiri atas raw PSC, transferable risk, retained risk dan competitive netruality. Sedangkan pada skema KPS akan diidentifikasi aspek finansial benefit yang terdiri atas service payment, retained risk. Selanjutnya adalah mengidentikasi non-finansial benefit pada kedua skema yang terdiri atas accelerated delivery, enhanced delivery dan wilder social impact.

2) Perhitungan Biaya-biaya dan NPV pada Skema KPS dan PSC

Pada tahap ini dilakukan perhitungan biaya-biaya dari aspek-aspek yang telah diidentifikasi pada masing-masing skema. Berdasarkan perhitungan biaya-biaya tersebut selanjutnya akan dilakukan perhitungan NPV terhadap masing-masing skema baik PSC maupun KPS. Hasil perhitungan NPV pada kedua skema nantinya akan menjadi input dalam perhitungan VfM.

3) Perhitungan VfM

Pada tahap perhitungan NPV yang telah dilakukan pada masing skema akan dibandingkan, dengan mengurangkan NPV pada skema PSC akan dikurangkan dengan NPV skema KPS.

C. Tahap Analisa dan Kesimpulan

Pada tahap ini berisi mengenai analisa dan kesimpulan dari pengolahan data yang telah dilakukan.

1) Analisa dan Interpretasi

Pada tahap ini akan dilakukan analisa mengenai perhitungan biaya-baiya dan NPV serta perhitungan VfM yang telah dilakukan. Dimana dalam hal ini diperhitungkan mengenai

kemungkinan dilakukan KPS pada proyek perbaikan dan pembangunan jaringan irigasi. Dalam tahapan ini juga dilakukan analisa perbandingan kompisisi pendanaan baik dari sisi pemerintah maupun swasta, analisa sensitivitas terhadap perubahan komponen penyusun VfM, selain itu juga dilakukan analisa terkait dengan faktor yang ada dalam perhitungan NPV pada skema PSC maupun KPS.

2) Kesimpulan Saran

Tahap terakhir adalah penarikan kesimpulan dan saran berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan merupakan jawaban terhadap tujuan dari dilakukannya penlitian. Selain itu diberikan saran terhadap penelitian dan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan. Saran tersebut ditujukan pada para peneliti yang akan melakukan penelitian yang serupa.

III. HASILDANDISKUSI A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil identifikasi dan verfikasi dengan dinas pertanian Lamongan yang telah dilakukan, didapatkan komponen penyususn VfM sebagai berikut.

Tabel 1 pengelompokan komponen berdasarkan skema

No Komponen

1 Invesatasi awal

2 Kesediaan petani untuk membayar 3 Pajak

4 Biaya Operasional dan Pemeliharaan 5 Peningkatan Produksi

6 Efisiensi penggunaan air 7 Pola tanam (mixed cropping) 8 Percepatan pembangunan

Setelah didapatkan komponen penyusun VfM, selanjutnya adalah perhitungan nilai VfM. Pada perhitungan VfM ini ada dua skema dalam KPS yaitu KPS Himpunan Petani Pengguna Air (HIPPA) dan KPS (swasta murni). Berikut merupakan perhitungan nilai VfM.

(4)

Tabel 2 perhitungan nilai VfM PSC-KPS (HIPPA)

Tabel 3 perhitungan nilai VfM PSC-KPS (swasta murni)

B. Diskusi Hasil Penelitian

Setelah dilakukan verifikasi didapatkan 8 komponen penyusun VfM yang dirasa mewakili kondisi pertanian di kabupaten Lamongan. Komponen yang pertama adalah investasi awal, pada komponen ini diperhitungkan mengenai besaran biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan jaringan irigasi. Komponen yang kedua adalah kesediaan petani membayar. Pada komponen kesediaan petani membayar merupakan perhitungan pendapatan yang diterima bila proyek tersebut dibangun oleh pihak swasta. Komponen yang ketiga adalah pajak, dalam hal ini merupakan perhitungan pajak penghasilan dari pendapatan yang diperolah bila jaringan tersebut dikelola oleh pihak swasta. Komponen yang keempat adalah biaya operasional dan pemeliharaan, pada perhitungan ini merupakan biaya yang dikeluarkan sebagai biaya pengelolaan jaringan irigasi dalam hal ini termasuk biaya pembersihan (sterilisasi) jaringan dan pemeliharaan jaringan. Kompenen yang kelima adalah peningkatan produksi, komponen ini merupakan manfaat non-finansial yang didapat dengan adanya pembangunan jaringan irigasi tersebut. Pada komponen ini dibandingkan besaran produksi padi dalam satu kali panen antara sawah dengan jaringan irigasi teknis dengan sawah irigasi non-teknis. Komponen yang kelima adalah efisiensi penggunaan air. Pada komponen ini dihitung mengenai perbandingan antara efisiensi jaringan irigasi non-teknis dengan jaringan irigasi non-teknis. Dalam hal ini yang dibandingkan adalah penghematan biaya yang dapat dilakukan terkait dengan penggunaan air. Komponen yang ketujuh adalah

pola tanam, dalam hal ini dihitung manfaat dengan adanya pembangunan jaringan irigasi terhadap pola tanam padi. Komponen yang terakhir adalah percepatan pembangunan, pada komponen ini dihitung mengenai dampak dari proyek pembangunan yang dikerjakan oleh pihak swasta dengan adanya pihak ahli sehingga waktu penyelesaian proyek lebih cepat dari proyeksi waktu yang diperkirakan. Dalam hal ini manfaat yang didapatkan adalah bangunan jaringan irigasi dapat digunakan lebih awal dan penghematan biaya investasi terhadap pembangunan jaringan irigasi tersebut.

Setelah didapatkan komponen tersebut selanjutnya komponen tersebut dikelompokkan kedalam aspek finansial dan aspek non-finansial pada skema PSC maupun skema KPS. Pengelompokan dalam skema PSC didapatkan untuk raw PSC adalah invesatasi awal, pada retained risk, transferable risk dan competitive neutrality tidak memiliki komponen dikarenakan pada sektor irigasi atau pembangunan jaringan irigasi tersier merupakan bantuan social yang diberikan pemerintah kepada petani sehingga tidak diperhitungan faktor resiko pada retained risk dan transferable risk, serta faktor pajak pada competitive neutrality. Pada aspek non-finansial didapatkan komponen efisiensi penggunaan air dan pola tanam pada enhanced delivery. Pada aspek wilder social impact didapatkan peningkatan produksi.

Selanjutnya adalah pengelompokan komponen VfM pada skema KPS. Pada aspek finansial service payment didapatkan komponen investasi awal, biaya operasional dan pemeliharaan, kesediaan petani membayar dan pajak. Pada aspek finasial retained risk tidak memiliki komponen karena pada sektor irigasi resiko kurang diperhitungkan. Pada aspek non-finansial accelerated delivery terdapat komponen percepatan pembangunan. Pada aspek enhanced delivery dan wilder social impact didapatkan komponen yang sama dengan skema PSC yaitu efisiensi penggunaan air, pola tanam dan peningkatan produksi.

Pada perhitungan VfM didapatkan nilai VfM pada skema perbandingan antara pembangunan proyek dengan skema PSC dan KPS (HIPPA) sebesar Rp 3.034.966.462,00. Pada pembangunan proyek dengan skema KPS (swasta murni) didapatkan nilai sebesar Rp 6.089.991.225,00. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa proyek pembangunan jaringan irigasi teknis tersier lebih menguntungkan jika dilakukan dengan skema KPS atau bekerjasama dengan pihak swasta yang dalam konteks ini pihak swasta dapat berupa HIPPA maupun swasta murni. Bila dilakukan perbandingan antara skema KPS (HIPPA) dan skema KPS (swasta murni), maka pembangunan proyek jaringan irigasi teknis tersier lebih menguntungkan bila dilakukan dengan skema KPS (swasta murni).

Pada perhitungan VfM pada skema PSC didapatkan beberapa komponen yang bernilai nol. Komponen tersebut adalah kesediaan petani membayar, biaya operasional, pajak dan percepatan pembangunan. Pada komponen kesediaan petani membayar bernilai nol karena proyek pembangunan jaringan irigasi yang dilakukan oleh pemerintah merupakan pembangunan yang bersifat sosial, sehingga tidak diperlukan pembayaran oleh petani jika menggunakan jaringan tersebut. Pada komponen ini akan berpengaruh pada komponen pajak, karena pajak yang dimaksud adalah pajak penghasilan sehingga

Skema PSC KPS (HIPPA)

Finansial NPV NPV

Invesatasi awal Rp 4.180.000.000 Rp 5.810.677.714 Biaya Operasioanal dan

Pemeliharaan Rp 0 Rp 22.457.922.303 Kesediaan petani untuk membayar Rp 0 Rp 34.192.186.706 Pajak Rp 0 Rp 3.285.594.033

Jumlah Rp 4.180.000.000 Rp (2.637.992.656)

Non Finansial NPV NPV

Peningkatan Produksi Rp 82.676.448.000 Rp 81.200.082.857 Efisiensi penggunaan air Rp 464.942.045 Rp 456.639.509 Pola tanam (mixed cropping) Rp 128.708.076.818 Rp 126.409.718.304 Percepatan pembangunan Rp 0 Rp 0

Jumlah Rp 211.849.466.864 Rp 208.066.440.670 Total NPV Rp (207.669.466.864) Rp (210.704.433.326) VfM Rp 3.034.966.462

Skema PSC KPS (Swasta murni)

Finansial NPV NPV

Invesatasi awal Rp 4.180.000.000 Rp 5.509.060.857 Biaya Operasioanal dan

Pemeliharaan Rp 0 Rp 20.212.130.073 Kesediaan petani untuk membayar Rp 0 Rp 34.192.186.706 Pajak Rp 0 Rp 3.914.415.857

Jumlah Rp 4.180.000.000 Rp (4.556.579.919)

Non Finansial NPV NPV

Peningkatan Produksi Rp 82.676.448.000 Rp 81.200.082.857 Efisiensi penggunaan air Rp 464.942.045 Rp 456.639.509 Pola tanam (mixed cropping) Rp 128.708.076.818 Rp 126.409.718.304 Percepatan pembangunan Rp 0 Rp 1.136.437.500

Jumlah Rp 211.849.466.864 Rp 209.202.878.170 Total Rp (207.669.466.864) Rp (213.759.458.089) VfM Rp 6.089.991.225

(5)

pajak juga bernilai nol. Untuk komponen biaya operasional dan pemeliharaan bernilai nol dikarenakan pada pembangunan proyek jaringan irigasi yang dilakukan oleh pemerintah, setelah jaringan irigasi selesai dibangun perihal operasional dan pemeliharaan diserahkan kepada HIPPA untuk mengelola jaringan tersebut. Pada komponen percepatan pembangunan bernilai nol karena komponen ini merupakan manfaat jika proyek dikerjakan oleh swasta dapat lebih cepat selesai.

IV. KESIMPULAN/RINGKASAN

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan komponen VfM pada sektor irigasi antara lain :

a. Invetasi awal

b. Kesediaan petani membayar c. Pajak

d. Biaya operasional dan pemeliharaan e. Peningkatan produksi

f. Efisiensi penggunaan air g. Pola tanam (mixed cropping) h. Percepatan pembangunan

Berdasarkan perhitungan nilai VfM pada sektor irigasi yaitu pembangunan jaringan irigasi tersier yang telah dilakukan didapatkan nilai VfM pada skema KPS (HIPPA) sebesar Rp 3.034.966.462,00. Sedangkan pada perhitungan nilai VfM dengan skema KPS (swasta murni) sebesar Rp 6.089.991.225,00. Dengan hasil perhitungan tersebut dapat dikatakan bahwa proyek pembangunan jaringan irigasi teriser lebih menguntungkan bila dikerjakan dengan menggunakan skema KPS.

UCAPANTERIMAKASIH

Penulis B.R.S mengucapkan terima kasih kepada Orang tua, Dosen Pembimbing dan Teman-teman tercinta yang telah banyak memberikan dukungan dan doa dalam penyelesaian penelitian ini.

V. REFERENCES

[1] Bappenas. (2012). Buku Panduan Skema KPS di Indonesia. Retrieved 6

Februari 2014. Available at :

http://pkps.bappenas.go.id/index.php/en/publikasi/majalah-kps-terbaru

[2] Draper, S. E. (2008). Limits to Water Privatization. Water Resources

Planning and Management (134), 493-503.

[3] Eng., J. I. D. (2000). Problem of Irrigation Developing Countries. Journal

of Irrigation and Drainage Engineering, 126, 195-202.

[4] Hana (2014). Evaluasi Value for Money (VfM) pada Proyek Publik di

Surabaya. Teknik Industri. Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

[5] Ismail, K., Takim, R., Nawawi, A. H. (2011), “The Evaluation Criteria of

Value for Money (VFM) of Public Private Partnership (KPS)

bids”, International Conference on Intelligent Building and

Management, Vol. 5, hal. 349-355.

[6] Ismail, K., Takim, R., Nawawi, A. H. (2011), “A value for money

assessment method for Public Private Partnership: A lesson from

Malaysian approach”, International Conference on Economics and

Finance Research, Vol. 4, hal. 509-514.

[7] Joost Wellensa, M. N., Farid Traoreb, Bernard Tychonb. (2013). A

public–private partnership experience in the management of an irrigation

scheme using decision-support tools in Burkina Faso. Agricultural Water

Management, 116, 1-11.

[8] Kasdi Subagyono, A. D., Elsa Surmaini Dan Undang Kurnia. (2005).

Pengelolaan Air Pada Lahan Sawah. 193-222.

[9] Macartney, J. (2011). Can Public-Private Partnership Leverage Private

Iinvestment in Agricultural Value Chains in Africa? A Preliminary Review. 40(1), 96-109.

[10] Najiyati, S. (1993). Sistem Penyaluran Air dalam Dampak Petunjuk

Mengairi Tanaman Jakarta: Penebar Swadaya.

[11] Pertanian, D. (2013). Jaringan Irigasi Usaha Tani dan Jaringan Irigasi Desa 2006-2013. Pertanian. Surabaya.

[12] Pertanian, D. (2013). Sumber Daya Pertanian. Pertanian. Surabaya.

[13] Pertanian, K. (2006). Rencana Pembangunan Pertanian 2005-2009.

Jakarta: Kementerian Pertanian.

[14] Rasa Apanavičienė , R. R.-K. (2010). "Analysis Of Evaluation

Methodologies For Public-Private Partnership (Ppp) Projects In Infrastructure Construction." 356-364.

[15] Shahbaz Khan, S. M. (2008). Regional Partnership To Assist

Public-Private Investments In Irrigation Systems. Agriculture Water

Management (96), 839-846.

[16] Sony Trianto, I. D. P., Ms, Ir. Laksono Djoko Nugroho, MM,MT (2013).

"Perencanaan Sipon Dan Bangunan Pelengkap Pada Saluran Selowogo Daerah Irigasi Nangger Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo." 1-15.

[17] Umum, D. P. (2000). Kriteria Perencanaan - Jaringan Irigasi (Kp.01).

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Peranan manajemen sumber daya manusia pada organisasi sangatlah penting, oleh karena itu manajemen sumber daya manusia harus dikelola secara profesional. Pengelolaan pegawai

Dapat diulangi sebanyak yang diperlukan, atau keadaan bayi yang dipandang kritis dapat menjadi petunjuk melakukan transfusi tukar selama hari pertama atau kedua kehidupan,

Morfologi tumbuhan yaitu ilmu yang mempelajari struktur organ tumbuhan baik mengenai akar, batang dan daun.pada umumnya tumbuhan terdiri atas bagian- bagian tertentu

skripsi ini dengan judul “ Analisis Perbedaan Kualitas Laba Sebelum dan Sesudah Adopsi IFRS pada Perusahaan Food and Baverages yang terdaftar di Bursa Efek

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan pada awal untuk menentukan jumlah dari ATG yang nilai ukurnya keluar dari batas toleransi dan  perhitungan biaya maintenance

1) Keanekaragaman jenis burung diurnal di Hutan Sebadal Taman Nasional Gunung Palung ditemukan 40 jenis yang masuk ke dalam 17 family dan 4 ordo dengan total