• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Petrologi Batuan Gunung API

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI Petrologi Batuan Gunung API"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

i

No Lembar Peta 8/45 1408-314 (Cawas), 4/15 1408-312 (Karangmojo) SKRIPSI TIPE I

Diajukan untuk memenuhi kurikulum tingkat Sarjana pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,

Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Oleh :

Sofyan Samsudin

08. 10.0520

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND

YOGYAKARTA

2015

(2)

ii

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

No Lembar Peta 8/45 1408-314 (Cawas), 4/15 1408-312 (Karangmojo) SKRIPSI TIPE I

Diajukan untuk memenuhi kurikulum tingkat Sarjana pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,

(3)

iii

DAERAH MELIKAN DAN SEKITARNYA

KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

No Lembar Peta 8/45 1408-314 (Cawas), 4/15 1408-312 (Karangmojo) SKRIPSI TIPE I

Diajukan untuk memenuhi kurikulum tingkat Sarjana pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral,

(4)

iv

perna diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetathuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang perna ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka ini.

Yogyakarta, 2015

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk kedua Orang Tua dan Kaka saya;

terimakasih atas dukungan moril maupun do’a

selama ini.

Untuk teman-teman saya; semoga perjuangan yang

kita lakukan sekarang tidak sia-sia dan semoga

kita semua menjadi generasi penerus bangsa yang

takwa terhadap Tuhan YME, mencintai Negeri

ini, serta selalu bersatu dalam setiap kesusahan

maupun kesenangan. Amin

(6)

vi

dapat menyelesaikan Skripsi Tipe I dengan judul Geologi dan Petrologi Batuan

Gunung api Daerah Melikan Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta ini tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan dan penyelesaian laporan Skripsi Tipe I ini tidak akan dapat penulis selesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Samsudin Hi Rauf (ayah), Munira Gandahur (Ibu), Nurjana Buamona (kaka), Amirudin Buamona (kaka) dan Jubaida Buamona (kaka) Tidak ada kata-kata selain ucapan terima kasih untuk cinta, perhatian, doa, pengorbanan, nasehat, dukungan dan semua yang telah diberikan buat saya selama ini. Terima kasih karena telah hadir bersama saya baik disaat susah maupun senang, Semangat dan dorongan yang kalian berikan sungguh menjadi cambuk buat saya.

2. Ibu Dr. Sri Mulyaningsih, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing I dan selaku Ketua Jurusan Teknik Geologi. serta sebagai orang tua saya selama di kampus IST Akprind yang telah memberikan motifasi, bimbingan dan ilmu kegunungapian, selama kuliah sampai sekarang menempuh skripsi.

3. Bapak Arie Noor Rakhman, S .T., M. T. Selaku dosen pembimbing II yang telah membimbin, dan memberikan semangat selama di perkuliahan, seminar dan sampai sekarang menempuh skripsi

4. Sahabat pemetaan Zona Pegunungan Selatan Stiwinder, Inonk, Erwin, Karam, adik Yoli, Nur Aisah, Jose, Roby, dan teman teman Zona Kendeng Bill, Yorim, Carla, Kristo, Fali, Didik dan teman-teman seperjuangan 08 Teknik Geologi IST AKPRIND, dan semua pihak

(7)

vii

akhir ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan segala kritik , saran dan masukan yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan tugas akhir ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 2015

Sofyan Samsudin

(8)

viii

07°55’300” LS dan 110°40’00” BT - 110°45’00” BT. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keadaan geologi daerah penelitian, yang meliputi geomorfologi, stratigrafi, geologi struktur, sejarah geologi, dan geologi lingkungannya, serta petrologi batuan gunung api yang berada pada daerah tersebut.

Metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir adalah dengan pemetaan geologi permukaan yang meliputi beberapa tahapan, antara lain tahap persiapan, tahap pemetaan geologi permukaan, tahap analisis laboratorium, dan tahap penyusunan laporan.

Geomorfologi di daerah penelitian dibagi menjadi enam subsatuan geomorfologi, yaitu: subsatuan geomorfologi dataran aluvial, tubuh sungai, perbukitan bergelombang sedang-kuat (D2), perbukitan bergelombang sedang- kuat (D3) dan perbukitan bergelombang lemah-sedang (D4). Pola pengaliran berupa subdendritik, denritik, multibasinal, serta kontorted, dengan stadia daerah dewasa. Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari enam satuan batuan dari yang tua sampai muda adalah satuan breksi pumis, satuan tuff, satuan breksi polimik,breksi andesit, satuan batugamping, dan satuan endapan aluvial. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian berupa sesar dan kekar. Di daerah penelitian terdapat terdapat sesar mendatar kiri bending, dengan arah timur barat. Sesumber geologi daerah penelitian berupa air, lahan, bahan galian (breksi pumis dan tuf dan batugamping). Bahaya geologi berupa banjir, dan tanah longsor. Hasil identifikasi morfologi, stratigrafi, serta struktur geologi membuktikan bahwa daerah penelitian merupakan daerah busur kepulauan gunung api pada masa lampau. Kegiatan vulkanisme dimulai dari fase pembentukan tubuh komposit (konstruktif) yang penyusunnya berupa lava andesit-basaltis - lava andesit-dasitis serta material piroklastik dan koloni gamping yang hidup di sekitar lereng gunung api pada saat itu. setelah itu mengalami fase penghancuran tubuh (destruktif) menghasilkan breksi polimik (campuran fragmen batuan sebelumnya), tuf, serta breksi pumis. Selanjutnya kontrol eksogen seperti pelapukan dan erosi berperan dan menghasilkan bentang alam seperti yang terlihat saat ini.

(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

PRAKATA ... vi

INTISARI ... .vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar belakang... 1

I.2. Maksud dan tujuan ... 1

I.3. Letak, luas dan kesampaian daerah ... 2

I.4. Permasalahan ... 4

I.4.1 Pemetaan geologi ... 4

I.4.2 Analisis batuan gunung api ... 5

I.5. Metode penelitian ... 5

I.5.1 Tahap persiapan ... 5

I.5.2 Penilitian lapangan ... 6

I.5.3 Analisis laboratorium dan studio ... 9

I.5.4 Pembuatan peta dan laporan ... 9

I.6. Alat dan bahan ... 10

(10)

x

II.2.1 Sub satuan geomorfologi dataran aluvial ... 17

II.2.2 Sub satuan geomorfologi tubuh sungai ... 18

II.2.3 . Satuan geomorfik asal denudasional (D2) ... 19

II.2.4 Satuan geomorfik asal denudasional (D3)………..20

II.2.5 Satuan geomorfik asal denudasional (D4) ... 21

II.3. Pola pengaliran sungai ... 22

II.3.1 Pola pengaliran daerah penelitian ... 25

II.4. Stadia daerah penelitian ... 28

BAB III. STRATIGRAFI ... 31

III.1. Stratigrafi Regional ... 31

III.1.1. Batuan metamorf ... 31

III.1.2. Formasi Wungkal-Gamping ... 32

III.1.3. Formasi Kebo-Butak ... 32

III.1.4. Formasi Semilir ... 32

III.1.5. Formasi Nglanggran ... 33

III.1.6. Formasi Mambipitu ... 33

III.1.7. Formasi Oyo ... 34

III.1.8. Formasi Wonosari ... 35

III.1.9. Formasi Kpek ... 35

III.1.10. Endapan Aluvium ... 35

III.2 Stratigrafi daerah penelitian ... 37

III.2.1. Satuan breksi pumis ... 40

(11)

xi

III.2.2. Satuan tuf ... 42

III.2.2.1 Dasar penamaan ... 42

III.2.2.2 Penyebaran dan ketebalan ... 43

III.2.2.3 Ciri litologi ... 43

III.2.2.4 Umur dan hubungan stratigrafi ... 44

III.2.3 Satuan breksi polimik ... 45

III.2.3.1 Dasar penamaan ... 45

III.2.3.2 Penyebaran dan ketebalan ... 45

III.2.3.3 Ciri Litologi ... 45

III.2.3.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi ... 46

III.2.4 Satuan Breksi Andesit ... 46

III.2.4.1 Dasar penamaan ... 46

III.2.4.2 Penyebaran dan Ketebalan ... 47

III.2.4.3 Ciri Litologi ... 47

III.2.4.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi ... 48

III.2.5 Satuan Batugampig klastik ... 48

III.2.5.1 Dasar Penamaan ... 48

III.2.5.2 Penyebaran dan Ketebalan ... 49

III.2.5.3 Ciri Litologi ... 49

III.2.5.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi ... 50

III.2.6 Endapan Aluvial ... 51

III.2.6.1 Penyebaran dan Ketebalan ... 51

(12)

xii

IV.2. Struktur Geologi Daerah Penelitian ... 56

IV.2.1. Struktur kekar... 56

IV.2.2. Struktur sesar ... 57

IV.2.2.1 Sesar mendatar kiri Bendung ... 58

IV. 2.3. Struktur antiklin Ngampon ... 59

IV.3 Genesa Pembentukan Struktur Geologi Daerah Penelitian ... 59

BAB V. SEJARAH GEOLOGI ... 61

V.I Sejarah Geologi Daerah Penelitian ... 61

V.I.1. Kala Miosen Awal – Miosen Akhir ... 61

V.I.2 Kala Miosen Tengah-Miosen Akhir ... 63

V.I.3. Kala Pliosen Akhir ... 63

BAB VI. GEOLOGI LINGKUNGAN ... 65

VI.1. Potensi Sumber Daya Alam ... 65

VI.1.1. Air ... 65

VI.1.2. Bahan galian... 66

VI.1.2.1. Breksi pumis dan tuf ... 67

VI.1.2.1. Batugamping ... 68

VI.1.3. Sumber daya lahan ... 68

VI.2 Bencana Alam ... 70

BAB VII. PETROLOGI BATUAN GUNUNG API………..71

VII.1 Latar Belakang ... 71

VII.2 Dasar Teori ... 73

(13)

xiii

VII.2.2.3 Jenis endapan piroklastik... ………....82

VII.2.2.4 Identifikasi fasies gunung api berdasarkan stratigrafi gunung api...………...83

VII.3 Metode Pendekatan ... .85

VII.4 Petrologi Batuan Gunung Api ... .86

VII.4.1 Analisis profil dan litofasies pada LP 44 ... 87

VII.4.1.1 Analisis profil satuan breksi polimik ... 87

VII.4.1.2 Breksi pumis ... 88

VII.4.1.3 Tuf kasar ... 90

VII.4.1.4 Tuf halus ... 93

VII.4.1.5 Breksi polimik ... 94

VII.4.1.6 Mekanisme pengendapan ... 97

VII.4.2 Analisis profil dan litofasies pada LP 62 ... 99

VII.4.2.1 Analisis profil ... 99

VII.4.2.2 Breksi pumis………101

VII.4.2.3 Tuf lapilli……….103

VII.4.2.4 Tuf halus………..105

VII.4.2.4 Mekanisme pengendapan………..………..107

VII.4.3 Analisis profil dan litofasies pada LP 35……….108

VII.4.3.1 Analisis profil………..108

VII.4.3.2 Tuf halus………..110

VII.4.3.3 Tuf kasar………..111

(14)

xiv DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ANALISIS PETROGRAFI ANALISIS PALEONTOLOGI LAMPIRAN LEPAS PETA LINTASAN PETA GEOLOGI PETA GEOMORFOLOGI

(15)

xv

Gambar 1.2. Peta topografi daerah penelitian (Modifikasi dari peta RBI,2014) ... 6

Gambar 1.3. Bagian alir penelitian (Penulis 2013) ... 11 Gambar 2.1. Peta Fisiografi daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur

(Bemmelen, 1949) ... 15 Gamba2.2. Subsatuan gemorfik dataran aluvial, foto di ambil pada desa

Watusigar 173 meter dari permukaan laut, cuaca cerah dengan ensah kamera menghadap ke Tenggara (foto penulis 2013) .... 18

Gambar 2.3. Morfologi tubuh sungai dengan pola tapal kuda (meander) garis hijau menunjukan arah aliran berkelok-kelok sebagai pencirisungai tapal kuda Foto berada pada kali Oyo dusun Radusari dengan kondisi cuaca cerah dan lensa kamera menghadap ke timur laut (foto penulis 2013) ... 19 Gambar 2.4. Perbukitan bergelombang sedang-kuat (D2) foto di ambil pada

desa Bulurejo dengan arah kamera menghadap ke ketenggara .. 20 Gambar 2.5. Perbukitan bergelombang sedang-kuat, terdiri dari litologi

batugambing klastik dan tuf (D3) foto di ambil pada desa Tapansari cuaca cerah, dan arah lensa kamera menghadap ke selatan (foto penulis 2013) ... 21 Gambar 2.6. Perbukitan bergelombang lemah-sedang (D4) tersusun dari

litologi tuf dan napal,foto di ambil pada dusun Bendungan, dengan cuaca cerah dan arah lensa kamera menghadap ke Timurlaut (foto penulis 2013) ... 22 Gambar 2.7. Klasifikasi pola aliran (Howard, 1967). ... 23

Gambar 2.8. Kenampakan pola aliran pada daerah penelitian (penulis, 2013) ... 27

(16)

xvi

gambar 2.10. Penampang sungai stadia dewasa. Pola lembah huruf “U” pada kali Oyo lensah kamera menghadap ke barat laut. (foto penulis, 2013) ... 29

Gambar 3.1. Stratigrafi Pegunungan selatan menurut Surono, dkk., (1992).. 36 Gambar 3.2. Letak formasi di daerah penelitian dan posisi litostratigrafi

berdasarkan peta regional Surakarta-Giritontro oleh Surono, dkk (1992) ... 37 Gambar 3.3. Stratigrafi daerah penelitian. (penulis 2013) ... 39

Gambar 3.4. Gambar 3.4. Kenampakan singkapan pada satuan breksi pumis di LP 35 berada di Dusun Sorodadi, Kecamatan Ponjong, singkapan ini tersusun oleh beberapa lapisan litologi yang berbeda. Lapisan paling atas tersusun oleh breksi pumis, kemudian lapisan tuf kasar dan paling bawah berupa tuf halus. Singkapan ini sebagian besar tertutup oleh rumput. Kedudukan batuan (N95 E/18) dan arah lensah kamera menghadap ke barat-dayat. (foto penulis, 2013). ... 41 Gambar 3.5. Ciri fisik Breksi Pumis di lapangan pada LP 42 di dusun

jeruken (foto penulis, 2013) ... 42 Gambar 3.6. Tuf dengan struktur berlapis, Foto diambil pada LP 33 dengan

arah lensah kamera mnghadap ke barat. (foto penulis, 2013) .. 44 Gambar 3.7. Satuan breksi polimik dan hubungannya di lapangan dengan

anggota litologi yang lainnya. Foto diambil pada LP 44 dengan arah kamera menghadap ke barat (foto penulis, 2013) 46 Gambar 3.8. Foto Inset litologi breksi Andesit yang masih kelihatan fresh

singkapan Breksi Andesit ini berada pada LP 136. Cuaca cerah, (foto penulis 2013. (foto penulis, 2013)... 48

(17)

xvii

Gambar 3.10. Ciri fisik batugamping klastik di lapangan, dengan (kondisi

Fres) foto diatas menunjukan batugamping berada di bagian

bawah sedangkan soil berada di atas dengan kedudukan N 95’ E/10’ pada LP 24 Desa Watusigar (foto penulis,2013) ... 50 Gambar 3.11. Klasifikasi lingkungan batimetri, gabungan dari Tipsword, dkk

(1966) dan Ingle (1980) ... 51 Gambar 3.12. Endapan Aluvial. Foto diambil pada LP 132. dengan arah

kamera menghadap ke tenggara, foto penulis, 2013) ... 52 Gambar 3.13. Satuan endapan Aluvial pada LP 131 timurlaut, besar terdiri

dari atas pasir, kerikil. Bongkah dan lempung (foto penulis, 2013) ... 52 Gambar 4.1. Arah pola struktur utama Pulau Jawa dan sekitarnya

(modifikasi dari Pulunggono dan Martodjojo, 1994 dalam Prasetyadi, 2007) ... 53 Gambar 4.2. Pola struktur geologi regional daerah penelitian (Surono, dkk.,

1992) ... 55 Gambar 4.3. Kenampakan struktur kekar gerus pada satuan breksi pumis.

Foto diambil Pada LP 103, di Desa Bendung, lensa kamera menghadap ke barat (foto penulis, 2013) ... 56 Gambar 4.4. Sesar mendatar kiri Bendung pada singkapan breksi dan tuf,

pada satuan tuf di temukan bidang sesar yang menjadi bukti bahwa pada daerah Bendung berkembang sesar mendatar kiri, arah lensah kamera menghadap ke barat laut (penulis,2013) ... 58 Gambar 4.5. Antiklin Ngampon pada singkapan tuf, di satuan tuf, di

dapatkan antiklin dengan arah umum barat-timur di interprestasikan bahwa ini merupakan struktur lipatan yang terjadi di daerah penelitian dikarenakan adanya proses kompresi, lensa kamera menghadap barat (foto penulis 2013) 59

(18)

xviii

Miosen Tengah Terjadi ledakan sangat eksplosif ditandai dengan kemunculan breksi pumis yang melimpah, setelah itu aktivitas vulkanisme berhenti & digantikan dengan pengendapan sedimen laut. 3) Kala Pliosen Akhir fase tektonik berupa pengangkatan. ... 64 Gambar 6.1. Kali Oyo sebagai salah satu sumber daya air daerah penelitian.

Kamera menghadap ke barat (foto penulis, 2013) ... 66 Gambar 6.2. Tempat penambangan breksi pumis pada desa Surodadi. Pada

LP 45 (foto penulis 2013) ... 67 Gambar 6.3. Tempat penambangan breksi pumis pada desa Surodadi. Pada

LP 35 (foto penulis 2013) ... 67 Gambar 6.4. Penambangan batugamping yang dilakukan oleh warga

setempat. Lensa kamera menghadap ke Barat-daya (foto penulis, 2013) ... 68 Gambar 6.5. Perkebunan kayu putih pada geomorfik bergelombang sedang

di desa Kedongdowo kecamatan Karangmojo, di bagian barat daya daerah penelitian (foto penulis 2013) ... 69 Gambar 6.6. Daerah persawaan yang berada di dataran renda (alluvial), di

desa Randusari, kecamatan Ngawen berada di bagian tengah daerah penelitian (foto penulis 2013) ... 69 Gambar 6.7. Tanah longsor yang terjadi pada Dusun Melikan. Arah foto

menghadap ke tenggara (foto penulis 2013) ... 70 Gambar 7.1. Peta Geologi Regional daerah penelitian. ( modifikasi dari

Surono,dkk., 1992) ... 72 Gambar 7.2. (a) Model Letusan gunung api, dan (b) fasies endapannya

yang menghasilkan breksi koignimbrit beserta batuan piroklastika kaya batuapung (Wright,1981, dalam Bronto,2009) ... 81

(19)

xix

Gambar 7.4. Karakteristik gunung api komposit (Lockwood and Hazlet,2010) ... 82 Gambar 7.5. Jenis-jenis endapan piroklastik (Colin and Bruce, 2000) ... 83 Gambar 7.6. Pembagian fasies gunung api menjadi fasies sentral, fasies

poksimal, fasies medial dan fasies distal beserta komposisi batuan penyusun nya Bogie & Mackenzie, 1998) ... 85

Gambar 7.7. Foto singkapan Breksi Polimik pada LP 44 cuaca cerah dan arah kamera menghadap ke barat (foto penulis 2013) ... 88 Gambar 7.8. Kenampakan breksi pumis di Dusun Jirak, fragmen batuan

didominasi oleh pumis sedang bahan litik hanya berbutir halus terdapat di dalam matrik foto (foto penulis 2013) ... 89 Gambar 7.9. Singkapan tuf kasar dengan struktur berlapis di LP 44 (foto

penulis 2013) ... 91 Gambar 7.10. Kenampakan tuf halus dengan struktur berlapis pada LP 44

(foto penulis 2013)... 93 Gambar 7.11. Foto di atas merupakan singkapan breksi polimik di LP 44.

Fragmen batuan di dominasi oleh batuan beku berupa andesit dan basalt, sedangkan fragmen pumis dan asesoris hanya 10% tertanam dalam masa dasar tuf-lapili pumis, lensa kamera menghadap ke barat-laut (foto penulis 2013). ... 95 Gambar 7.12. Jenis dan ciri endapan piroklastik, kotak merah adalah jenis

perlapisan pada LP 44, (modifikasi dari Fisher dan Schminke, 1984) ... 99

(20)

xx

aliran sungai (N 85). Kedudukan batuan (N93 E/19) dan arah

lensah kamera menghadap ke barat. (foto penulis, 2013) ... 100 Gambar 7.14. Foto singkapan breksi pumis pada LP 62, di mana fragmen

batuan didominasi oleh pumis, (foto penulis 2013) ... 101

Gambar 7.15. Singkapan tuf lapilli dengan struktur berlapis-gradasi berada

di LP 62, Desa Kepek, kecamatan Semin (foto penulis 2013). . 103 Gambar 7.16. Singkapan tuf halus pada LP 62 (foto penulis, 2013) ... 106 Gambar 7.17. Jenis dan ciri endapan piroklastik, kotak merah adadlah jenis

perlapisan pada LP 62, (modifikasi dari Fisher dan Schminke,

1984) ... 108 Gambar 7.18. Kenampakan singkapan pada LP 35 berada di Dusun

Sorodadi, Kecamatan Ponjong, singkapan ini tersusun oleh beberapa lapisan litologi yang berbeda. Lapisan paling atas tersusun oleh breksi pumis, kemudian lapisan tuf kasar dan paling bawah berupa tuf halus. Singkapan ini berada di gunung Panggung, foto di atas menunjukan tekstur pada singkapan ini berupa penghalusan ke bawah dengan kedudukan batuan (N105 E/8) dan arah lensah kamera menghadap ke barat-daya. (foto penulis, 2013). ... 109 Gambar 7.19. Kenampakan megaskopis tuf halus. Foto diambil pada LP 35

(foto penulis, 2013)... 110 Gambar 7.20. Kenampakan megaskopis tuf kasar dengan struktur berlapis

pada LP 35, Desa Sorodadi, Kecamatan Ponjong. Foto di atas ini menunjukan tekstur pada bagian luar nampak

berlubang-lubang, foto penulis (2013) ... 112 Gambar 7.21. Foto di atas menunjukan kenampakan fragmen pumis yang

(21)
(22)

xxii

menurut Fisher & Schmincke (1984) ... 80 Tabel 7.2. Kolom profil LP 44 Dusun Jirak (tanpa skala) ... 87 Tabel 7.3. Kolom Profil LP 62 Desa Semin (tanpa skala) ... 100 Tabel 7.4. Kolom profil LP 35 (tanpa skala) ... 109

(23)

xxiii Lampiran I : Analisis Petrografi

Lampiran II : Analisis Paleontologi

B. Lampiran Lepas Peta Lintasan Peta Geomorfologi Peta Geologi

(24)

1 I.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang kaya akan gunungapi, namun ternyata ilmu tentang gunungapi di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara-negara lain yang bahkan tidak memiliki gunung api sekalipun.

Kutipan di atas merupakan pemikiran awal yang melatar belakangi penulis untuk mengambil judul “Geologi dan Petrologi Batuan Gunung api ” dimana yang penulis akan pelajari batuan gunung api tapi bukanlah gunung api yang muda seperti kutipan di atas, melainkan gunungapi yang berumur Tersier (purba) dan telah tererosi lanjut dan kemungkinan besar bentang alamnya tidak kelihatan lagi seperti gunung api masa sekarang, bahkan litologi maupun strukturnya mungkin tidak “insitu” dan beraturan lagi seperti keadaan semula.

Namun dengan adanya literatur yang cukup mendukung penulis, dan keinginan tahuan yang tinggi dari yang belum penulis ketahui, walaupun dengan bekal “ the present is the key to the past” penulis memberanikan diri untuk mengambil judul ini.

I.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari pemetaan geologi di daerah Melikan dan sekitarnya,Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewah Yogyakarta, adalah untuk memenuhi persyaratan kurikulum tingkat Sarjana pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

(25)

Tujuan pemetaan geologi ini adalah untuk mengetahui dan memetakan daerah penelitian, sehingga diperoleh data geologi yang meliputi geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, geologi lingkungan, dan memberikan informasi tentang keadaan geologi khususnya petrologi batuan gunung api di daerah tersebut.

I.3 Letak, Luas dan Kesampaian Daerah

Lokasi daerah penelitian kurang lebih 65 kilometer dari Kota Yogyakarta (Gambar 1.1), secara administrasi daerah penelitian berlokasi di beberapa desa, antara lain Desa Bendung, Desa Kalitekuk, Desa Watusigar Desa Jatiayu dan Desa Melikan. Selain itu, daerah penelitian termasuk dalam empat kecamatan, yakni Kecamatan Ngawen, Kecamatan Semin. Kecamatan Krangmojo dan Kecamatan Ponjong Yang terletak di Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografi daerah penelitian terletak pada koordinat 07 50 00 - 07 55 00 LS dan 110 40 00 - 110 45 00 BT Luas daerah penelitian adalah 9 x 9 km atau jika di bentangkan memanjang sama dengan 81 km2. Skala yang digunakan yaitu skala semi detail dengan besaran 1:25.000 yang artinya 1 cm di peta topografi sama dengan 250 meter di lapangan.

Daerah penelitian termasuk dalam Peta Rupa Bumi Indonesia Digital skala 1: 25.000 Lembar 1408-314 Cawas dan Lembar 1408-312 Karangmojo. Batas administratif daerah penelitian, daerah utara berbatasan dengan Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten, daerah selatan berbatasan dengan Desa Umbulrejo Kecamatan Ponjong, barat berbatasan dengan Kecamatan Nglipar, dan bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Manyaran.

(26)

Akses jalan menuju lokasi penelitian dari Kota Yogyakarta relatif mudah diakses, karena untuk menuju ke daerah penelitian dapat ditempuh dengan mengunakan sepeda motor, mobil serta bus. Perjalanan dari Yogyakarta ke daerah penelitian kurang lebih 1,5 jam, melalui jalan Jogja - Wonosari, kemudian sampai di persimpangan arah ke Nglipar, kearah timur hingga sampai di Kecamatan Semin, atau dapat juga melalui jalan lain yaitu dari Yogyakarta, ke arah jalan Solo - Klaten, Setelah sampai di daerah Srowot kemudian menuju Kecamatan Wedi – Kecamatan Bayat dan dilanjutkan kearah selatan menuju Kecamatan Ngawen dan dilanjutkan ke timur menuju Kecamatan Semin. Namun, beberapa akses jalan di lokasi penelitian tidak dapat dilalui dengan kendaraan, karena tidak semua jalan beraspal, sehingga untuk melakukan pengamatan lapangan dilakukan dengan berjalan kaki dan mengendarai sepeda motor apabila jalan memungkinkan untuk dilalui. Jalan di daerah penelitian didominasi oleh jalan aspal, semen dan jalan setapak.

Akses jalan yang menghubungkan antara kecamatan satu dengan lainnya adalah jalan beraspal. Jalan yang menghubungkan antar kecamatan yang satu dengan yang lain relative mudah diakses, dapat dilalui oleh mobil, truk dan bus namun ada beberapa lokasi yang hanya dapat dilalui oleh sepeda motor. Selama penelitian di lapangan, basecamp (pangkalan kerja) berada di Desa Gendangan Tiga, Kecamatan Karangmojo terletak 1 kmdari kota Kecamatan Karangmojo, mengingat akses yang mudah dijangkau sehingga lokasi basecamp yang dipilih adalah di Desa Gendangan Tiga.

(27)

Gambar 1.1. Peta indeks lokasi daerah penelitian dan letaknya dari Kota Yogyakarta, kotak warna merah menunjukan letak daerah penelitian (Modifikasi dari peta RBI,2013).

I.4. Permasalahan

Permasalahan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu permasalahan dalam pemetaan geologi dan permasalahan petrologi batuan gunung api di daerah penelitian.

I.4.1. Pemetaan geologi

Permasalahan yang harus diselesaikan dalam pemetaan geologi diantaranya adalah :

a. Geomorfologi

(28)

c. Struktur geologi d. Sejarah geologi

1. Geologi lingkungan, meliputi potensi sumber daya alam dan potensi bencana.

I.4.2. Analisis batuan gunung api

Permasalahan yang harus diselesaikan dalam petrologi batuan gunung api diantaranya adalah :

a. anlisis profil b. analisis litofasies

c. Mekanisme pengendapan

I.5 Metode Penelitian

Tahap penelitian dibagi atas 4 bagian besar, yaitu tahap persiapan, penelitian lapangan, penelitian laboratorium, dan pembuatan peta dan laporan akhir. Tahap-tahap tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya dan susunannya saling melengkapi.

I.5.1 Tahap Persiapan

Persiapan awal dilakukan untuk mempersiapkan semua kebutuhan yang akan menjadi bekal sebelum melakukan penelitian, diantaranya studi geologi regional daerah penelitian, interpretasi peta topografi, interprestasi kondisi geomorfologi daerah telitian, interprestasi jalan dan perencanaan lintasan, persiapan alat yang nantinya di gunakan di lapangan, persiapan biaya yang di butuhkan dan rencana waktu lamanya penelitian. Dengan persiapan awal

(29)

diharapkan penelitian ini dapat lebih mudah didalam melaksanakan pemetaan geologi secara cepat dan tepat.

I.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dibagi menjadi enam urutan pelaksanaan, yaitu perencanaan lintasan, jalur jalan atau sungai, kemudian di lanjutkan dengan

(30)

pemetaan detail, pembuatan lintasan stratigrafi terukur, interpolasi batas satuan batuan dan pembuatan sayatan geologi.

1. Perencanaan lintasan

Perencanaan ini dilakukan dengan mengadakan pengenalan medan (recognize) sambil mencari segala singkapan yang dapat digunakan dalam penelitian lebih lanjut. Tujuan lain dari recognize yaitu untuk memilih jalur penampang stratigrafi terukur (measuring section) dengan singkapan yang baik dan dengan jalur yang tidak terlalu berbahaya. Persyaratan dalam merencanakan stratigrafi terukur yaitu:

a. Struktur sedimen harus dapat terlihat dan terekam dengan jelas b. Batas-batas litologi terlihat dengan sangat baik

c. Satuan batuan secara umum dapat diketahui 2. Jalur jalan atau jalur sungai

Lintasan tersebut dapat melalui jalur jalan yang telah tersedia dan apabila memungkinkan untuk melalui jalur sungai, maka hal itu akan lebih baik dilakukan karena singkapan yang terdapat di sungai merupakan singkapan hasil dari pengelupasan soil oleh air. Tahap ini disertai dengan pengeplotan jalur yang akan digunakan untuk stratigrafi terukur.

3. Penampang stratigrafi terukur (measuring section)

Pembuatan stratigrafi terukur bertujuan untuk mengetahui susunan setiap batuan, ketebalan masing-masing satuan batuan, urutan batuan, lokasi kontak antar satuan batuan, penentuan proses

(31)

sedimentasi, interpretasi sejarah geologi, penentuan lingkungan pengendapan, dan membantu dalam memecahkan masalah-masalah geologi.

4. Pemetaan detail

Pelaksanaan pemetaan detil dilakukan dengan pencarian data litologi, struktur geologi, mataair dan pengeplotan lokasi pada peta topografi. Pencarian data tersebut disertai dengan pengeplotan data litologi, dan pengambilan sampel batuan yang akan dianalisis di laboratorium sesuai kebutuhan, pengambilan foto penampakan struktur geologi, struktur sedimen, litologi, bentang alam, bahan-bahan galian, sesumber, bencana alam, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian.

5. Interpolasi batas satuan batuan

Dari hasil pemetaan detil, dengan pengeplotan data pada setiap stasiun pengamatan dan lokasi pengamatan, selanjutnya dibuat interpolasi batas satuan batuan dengan menghubungkan setiap titik yang mempunyai ciri-ciri satuan batuan yang sama dengan berpedoman pada stratigrafi terukur yang telah dibuat dan atau dengan menggunakan metode three point problem. Selain pembuatan peta geologi, dibuat juga peta geomorfologi berdasarkan data bentangalam yang digabungkan dengan data yang terdapat pada peta geologi. 6. Pembuatan sayatan geologi

(32)

Pembuatan sayatan geologi bertujuan untuk membuat interpretasi lapisan batuan serta struktur geologi yang terdapat pada permukaan dan bawah permukaan. Selain itu, sayatan juga bertujuan untuk mengetahui urutan batuan dari tua ke muda dan ketebalan lapisan batuan, sehingga dapat dibuat legenda pada peta geologi dan secara geologi yang tercermin pada sayatan geologi dapat mendukung penjelasan lebih baik.

I.5.3. Analisis Laboratorium dan Studio

Penelitian laboratorium dilakukan selama dan setelah penelitian lapangan selesai. Penelitian ini berupa analisis paleontologi, analisis petrografi. Analisis paleontologi dilakukan untuk mengetahui kandungan fosil, menentukan jenis fosil dan nama fosil sehingga dapat dipakai untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapan masing-masing satuan batuan. Analisis petrografi dilakukan untuk mengetahui tekstur batuan, struktur batuan, dan mineral-mineral penyusunnya. Hasil analisis petrografi dapat dipakai sebagai data pendukung untuk selanjutnya dilakukan penginterpretasian terhadap batuan vulkanik yang ada di daerah penelitian.

I.5.4. Pembuatan Peta dan Laporan Akhir

Penyusunan laporan ini berdasarkan atas data lapangan dan data laboratorium. Draft laporan tersebut disajikan dalam bentuk peta lintasan dan lokasi pengamatan, peta geomorfologi, dan peta geologi, serta dalam bentuk uraian disertai dengan hasil pembahasan studi khusus yang diambil.

(33)

I.6 Alat dan Bahan

Peralatan yang akan digunakan selama mengadakan penelitian di lapangan adalah:

1. Peta topografi skala 1 : 25.000

2. Kompas geologi tipe Brunton sistem azimut 0°-360° 3. Palu geologi batuan sedimen merk Estwing

4. Loupe dengan pembesaran 10x dan 20x 5. Larutan HCI 0,1 N

6. Kamera digital 7. Pita ukur 50 m 8. Alat tulis

9. Kantong sampel batuan

Peralatan yang digunakan dalam analisis laboratorium terdiri dari:

1. Mikroskop binokuler fosil dengan pembesaran 10x dan 20x untuk determinasi

2. Mikroskop polarisasi batuan merk Olympus dengan pembesaran 40x untuk determinasi

3. Mesh ukuran 40, 60, 80, 100, 150, dan 200 serta kuas cat, untuk mengayak fosil

Proses penelitian geologi ini secara garis besar dari pra-penelitian hingga pembuatan laporan dapat dilihat pada bagan berikut:

(34)

Gambar 1.3. Bagan alir penelitian (Penulis, 2013)

I.7 Peneliti Terdahulu

Daerah penelitian termasuk dalam fisiografi zona pegunungan selatan (Bemmelen, 1949), dimana daerah tersebut telah menjadi bagian dari penelitian oleh banyak ahli diantaranya:

1. Bemmelen (1949), mengelompokan wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur kedalam lima zona dari selatan ke utara: Zona Pegunungan

(35)

Selatan, Zona Solo, Zona Kendeng, Zona Randublatung, dan Zona Rembang.

2. Surono, dkk., (1992), menyusun Peta Geologi Lembar Surakarta dan Giritontro, Jawa, sekal 1:100.000. Daerah penelitian stratigrafi masuk dalam formasi Semilir, formasi Ngalanggrang, formasi Oyo dan formasih Wonosari

3. Bronto, dkk., (1998), membahas sebagian wilayah Pegunungan Selatan di Kali Ngalang, Kali Putat dan Jentir sebagai batuan longsoran tubuh gunungapi Tersier.

4. Lokier, (1999), membahas perkembangan sedimentasi volkaniklastik primer dan sekunder di wilayah Pegunungan Selatan

5. Bronto, dkk., (2009), menentukan Waduk Parangjoho dan Songputri sebagai alternatif sumber erupsi Formasi Semilir di daerah Eromoko, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.

6. Hartono, (2009), Melakukan penelitian tentang analisis stratigrafi awal kegiatan gunung api Gajahdangak di daerah Bulu, Sukoharjo; implikasinya terhadap stratigrafi batuan gunung api di Pegunungan Selatan, Jawa Tengah.

7. Hartono, (2008), melakukan penelitian gumuk gunung api purba bawah laut di Tawangsari-Jomboran, Sukoharjo-Wonogiri, Jawa Tengah.

(36)

13

Geomorfologi adalah salah satu cabang ilmu kebumian yang mempelajari tentang klasifikasi relief bumi, pemerian, dan cara terjadinya untuk mengetahui genesa pembentukannya. Relief bumi itu sendiri adalah ketidakteraturan permukaan bumi, baik dalam ukuran besar maupun kecil. Studi geomorfologi suatu daerah umumnya mempunyai dua tujuan utama, antara lain yang pertama adalah mengelompokkan secara sistematik pemerian bentang alam dalam suatu skema pengelompokan terhadap suatu nama yang diberikan berdasarkan konsep tertentu. Kedua, mengetahui penyimpangan yang terjadi dari pengelompokan guna membuktikan adanya suatu perubahan dalam lingkungan bentang alam yang normal, untuk suatu tujuan dan sasaran yang ingin dicapai studi geomorfologi tersebut.

II.1. Geomorfologi Regional

Daerah penelitian termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan di bagian selatan Daerah Istimewa Yogyakarta yang disebut sebagai Pegunungan Selatan Jawa Timur Bagian Barat, secara regional daerah ini dibagian barat dibatasi oleh Pantai Parangtriris di Daerah Istimewa Yogyakarta, dan di bagian timur dibatasi oleh Teluk Pacitan di Jawa Timur. Menurut Bemmelen (1949), Pegunungan Selatan termasuk ke dalam satuan fisiografi regional di bagian selatan Pulau Jawa, cakupan wilayah Pegunungan Selatan ini mulai dari Pantai Selatan di Propinsi Jawa Barat hingga bagian selatan pulau-pulau utama di Nusa Tenggara

(37)

(Lesser Sunda). Zona Pegunungan Selatan secara umum merupakan suatu blok yang relatif miring ke arah selatan-tenggara dengan topografi yang relatif terjal dan dengan pola aliran meranting, serta disusun oleh dua kelompok batuan, yaitu batuan vulkanik dan batuan karbonat yang tercermin dari litologinya.

Menurut Husein dan Srijono (2007), secara fisiografi Pegunungan Selatan diduga mulai terangkat pada Plistosen Tengah, menghasilkan lajur-lajur pegunungan dengan penyusun utama batuan vulkanik berumur Oligosen-Miosen, yang membatasi bagian utara dan barat kawasan tersebut terhadap Zona Depresi Solo dan Cekungan Yogyakarta. Di bagian selatan Pegunungan Selatan, proses pengangkatan tersebut menghasilkan topografi karst Gunung Sewu. Menurut Bemmelen (1949), secara fisiografi dan berdasarkan kesamaan morfologi serta tektoniknya, daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah dibagi menjadi tujuh zona. Berturut-turut dari utara ke selatan adalah sebagai berikut (Gambar 2.1) :

1. Zona Komplek Muria

2. Zona Dataran Aluvium Jawa Utara 3. Zona Rembang Madura

4. Zona Depresi Randublatung 5. Zona Kendeng

6. Zona Solo

(38)

Gambar 2.1. Peta Fisiografi daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur (Bemmelen, 1949)

II.2 Geomorfologi Daerah Penelitian

Pembagian satuan geomorfologi pada daerah penelitian didasarkan pada topografi, litologi, dan fasies gunung api serta proses-proses lain yang berpengaruh membentuk geomorfologi pada daerah penelitian. Klasifikasi geomorfologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi dari klasifikasi Zuidam (1983) dengan modifikasi seperlunya sesuai dengan kondisi morfologi pada daerah penelitian. Berdasarkan klasifikasi Zuidam (1983), aspek-aspek geomorfologi yang berpengaruh dalam faktor pemerian morfologi adalah:

1. Morfologi, yaitu faktor relief secara umum yang meliputi aspek:

a. Morfografi, yaitu aspek yang bersifat pemerian pada suatu daerah, seperti bukit, punggungan, lembah dan dataran.

(39)

b. Morfometri, yaitu aspek penggolongan kenampakan geomorfik yang didasarkan pada segi kuantitatif, dengan melihat ketinggian dan kemiringan lereng.

Tabel 2.1. Klasifikasi lereng (Zuidam, 1983)

No. Relief Kemiringan

Lereng (%)

Kemiringan Lereng ( °)

1 Datar atau hampi datar 0 - 2 0 – 2

2 Miring landai 2 - 7 2 – 4

3 Miring 7 -15 4 - 8

4 Curam menengah 15 - 30 8 – 16

5 Curam 30 - 70 16 – 35

6 Sangat curam 70 - 140 35 – 55

7 Amat sangat curam > 140 > 55

2. Morfogenesa, yaitu proses geomorfologi yang menyebabkan terjadinya perubahan bentuk lahan, meliputi aspek :

a. Morfostruktur aktif, mencakup gaya-gaya endogen atau tektonik dan vulkanisme. Bentang alam yang dapat terbentuk oleh proses-proses endogenik antara lain : pegunungan lipatan, pegunungan blok atau patahan dan gunungapi.

b. Morfostruktur pasif, yaitu aspek material penyusun (litologi) dan struktur geologinya.

c. Morfostruktur dinamik, yaitu aspek yang mencakup gaya-gaya eksogen; seperti proses denudasional, fluvial, pelarutan/karstifikasi, pantai, angin/eolian, dan glasial, yang disebabkan oleh faktor topografi, batuan, iklim, vegetasi, organism, dan waktu, serta kaitannya dengan umur bentuk lahan secara relatif dan absolut (morfokronologi).

(40)

Atas dasar-dasar klasifikasi yang telah disebutkan diatas, maka daerah penelitian dikelompokan berdasarkan aspek topografi dan litologi, dan menjadi dua bentuk asal yang terbagi ke dalam enam sub satuan geomorfologi yaitu :

1. Subsatuan geomorfologi endapan aluvial 2. Subsatuan geomorfologi dataran tubu sungai

3. Subsatuan geomorfologi perbukitan breksi andesit dan pumis bergelombang sedang-kuat

4. Subsatuan geomorfologi perbukitan batugamping dan tuf bergelombang sedang-kuat

5. Subsatuan geomorfologi perbukitan tuf bergelombang lemah-sedang

II.2.1 Sub satuan geomorfologi dataran aluvial ((F2)

Subsatuan geomorfik dataran aluvial yang menempati luasan (2%) dari seluruh daerah penelitian, relief berupa dataran, dengan kelerengan datar/hampir datar (0-2%) , mempunyai kisaran elevasi antara 162,5 - 163,5 meter dari permukaan laut. Satuan geomorfik ini tersusun dari material lepas hasil erosi dan pelapukan dari batuan yang berukuran lempung, pasir, kerikil, hingga bongkah. Subsatuan geomorfik ini terletak di bagian Selatan daerah penelitian, dataran yang berada dekat sepanjang Sungai Oyo, dan pada bagian dataran aluvial ini umumnya digunakan warga sebagai lahan pertanian, sawah, dan pemukiman.

(41)

Gambar 2.2. Subsatuan geomorfik dataran aluvial Foto diambil pada Desa Watusigar, 173 meter dari permukaan laut, cuaca cerah dengan lensa kamera menghadap ke tenggara.

(foto penulis, 2013)

II.2.2 Sub satuan geomorfologi tubuh sungai (F1)

Subsatuan geomorfologi tubuh sungai adalah satuan jenis morfologi yang erat hubungannya dengan aliran sungai. Sedangkan pengertian sungai di sini tidak termasuk di dalamnya alur-alur yang mengalir di lereng bukit dan gunung (ephemeral stream). Morfologi fluvial hanya mungkin dijumpai pada suatu daerah berstadia erosi dewasa-tua atau telah mengalami peremajaan.

Subsatuan geomorfologi tubuh sungai menempati ± 1% luas daerah penelitian, meliputi sepanjang aliran Kali Oyo yang melalui subsatuan geomorfologi dataran di daerah penelitian (Gambar 5), dalam subsatuan ini termasuk juga chanel bar, point bar, dan dataran limpah banjir. Tubuh sungai ini berair sepanjang tahun dan sangat berperan dalam proses sedimentasi di daerah tersebut. Bentuk topografi hampir rata (nearly flat) dan mempunyai bentuk

(42)

lembah dominan “U”. mengalir dari arah timur ke barat. Bentuk tubuh sungai relatif berkelok-kelok, mempunyai ketinggian ± 159 meter dari permukaan air laut.

Gambar 2.3

Subsatuan geomorfologi tubuh sungai.dengan pola tapal kuda (meander), arah garis hijau menunjukan aliran sungai berkelok-kelok Foto diambil dari Kali Oyo, Dusun Randusari

Bawuran, lensa kamera menghadap ke Timur (foto penulis 2013)

II.2.3 Subsatuan perbukitan breksi andesit dan pumis bergelombang sedang-kuat (D2)

Subsatuan geomorfik perbukitan breksi andesit dan pumis bergelombang sedang-kuat (D2).Subsatuan geomorfik ini dicirikan oleh topografi perbukitan bergelombang sedang-kuat dengan kemiringan lereng 15°-35°, tersusun dari breksi andesit, breksi pumis, tuf dan breksi polimik. Subsatuan geomorfik ini menempati ± 23% dari total luas daerah penelitian, sebaran subsatuan ini di bagian selatan daerah penelitian mulai dari Desa Ngadiloko sampeai dengan

(43)

daerah Melikan, seangkan pada bagian utara-barat laut, subsatuan ini hanya menempati 2% dari lokasi daerah penelitian yang berada pada Desa Duren.

Gambar 2.4. Subsatuan perbukitan bergelombang sedang-kuat (atas) dan dataran aluvial (bawah). Foto diambil pada Desa Bulurejo, 173 meter dari permukaan laut, cuaca cerah

dengan lensa kamera menghadap ke Tenggara. (foto penulis, 2013).

II.2.4 Subsatuan perbukitan batugamping dan tuf bergelombang sedang-kuat (D3)

Subsatuan geomorfik ini dicirikan oleh topografi perbukitan bergelombang sedang-kuat (D3) dengan kemiringan lereng 8°-16°, terdiri dari batuan Tuf, Peckstone, dan breksi polimik. Subsatuan ini menempati ± 43% dari total luas daerah penelitian,sebaran supsatuan ini pada daearh penelitian bagian selatan-barat daya yang meliputi daerah, Jatiayu, Prebutan dan Kedonglowo, sedangkan pada bagian utara-barat laut yang meliputi daerah Desa Bendung, Beji dan Sumberejo.

(44)

Gambar 2.5. Subsatuan geomorfik perbukitan bergelombang sedang-kuat Foto diambil pada Desa Tapansari, 173 meter dari permukaan laut, cuaca cerah dengan lensa kamera

menghadap ke selatan. (foto penulis 2013).

II.2.5 Subsatuan perbukitan batugamping dan tuf bergelombang lemah-sedang (D4)

Subsatuan geomorfik ini menempati ± 8 % dari total luas daerah penelitian, dengan penyebaran yang terletak pada bagian timur-laut daerah penelitian, dicirikan oleh topografi perbukitan bergelombang lemah-sedang (D4) dengan kemiringan lereng (4°-8°).

Pada peta topografi subsatuan ini dicirikan oleh kenampakan pola kontur yang renggang dan tersusun dari batugamping, tuf dan material lepas berupa krikil-lempung, seabaran subsatuan ini pada bagian utara daerah penelitian yang meliputi daerah Desa Kemejing, Bulurejo dan sampai dengan Dusun Banaran bagian timur laut daerah penelitian.

(45)

Gambar 2.6. Subsatuan perbukitan bergelombang lemah-sedang Foto diambil pada Desa Bendung 183 meter dari permukaan laut, cuaca cerah dengan lensa kamera

menghadap ke timur laut. (foto penulis 2013).

II.3. Pola Pengaliran Sungai

Menurut Howard (1967), pola pengaliran didefinisikan sebagai suatu kumpulan dari alur-alur sungai pada suatu daerah tanpa mempedulikan apakah alur-alur tersebut merupakan alur yang permanen (permanent stream). Menurut Zuidam (1983), perkembangan pola pengaliran pada suatu daerah dipengaruhi oleh kelerengan, jenis batuan dasar, kerapatan vegetasi, serta iklim di daerah yang bersangkutan.

Dalam proses geologi maupun pembentukan morfologi, air memegang peranan yang sangat penting karena mempunyai kemampuan sebagai agen atau media dalam proses pelapukan, erosi, transportasi dan proses sedimentasi. Dalam hal ini proses erosi oleh air tersebut yang pada umumnya dominan melalui tubuh sungai, akan menyebabkan sungai bertambah lebar, dalam, dan panjang, sehingga

(46)

membentuk pola sungai (stream pattern) dan selanjutnya membentuk pola pengaliran (drainage pattern). Howard (1967), membuat klasifikasi pola pengaliran menjadi 2 macam, yaitu:

1. Pola dasar (basic pattern): merupakan sebuah pola aliran yang mempunyai karakteristik yang khas yang dapat secara jelas dapat dibedakan dengan pola aliran lainnya. Pola dasar ini umumnya berasal dari perkembangan pola dasar yang lain dan kebanyakan dikontrol oleh struktur regional (Gambar 2.8). 2. Pola ubahan (modified basic pattern): merupakan sebuah pola pengaliran yang

berbeda dari bentuk pola dasar dalam beberapa aspek regional. Pola ubahan biasanya merupakan ubahan dari salah satu pola dasar (Gambar 2.9).

Gambar 2.7. Klasifikasi pola aliran sungai yang telah mengalami perubahan (modified basic pattern) (Howard, 1967).

(47)

Beberapa pola aliran dasar yang mengacu pada pola pengaliran dasar dan ubahan dari Howard (1967), sebagai berikut:

1. Dendritik, berbentuk serupa cabang-cabang pohon dan cabang-cabang

sungai (anak sungai) berhubungan dengan sungai induk membentuk sudut-sudut yang runcing. Biasanya terbentuk pada batuan yang homogen dengan sedikit atau tanpa pengendalian struktur,maupun dikontrol oleh struktur baik lipatan maupun sesar. Contoh: pada batuan beku atau lapisan horisontal.

2. Paralel, pola aliran yang mempunyai arah relatif sejajar, mengalir pada

daerah dengan kemiringan lereng sedang sampai curam, dapat pula pada daerah dengan morfologi yang paralel dan memanjang. Pola ini mempunyai kecenderungan berkembang ke arah dendritik atau trellis. Contoh: Pada lereng-lereng gunungapi atau sayap antiklin.

3. Trellis, menyerupai bentuk tangga dan sungai-sungai sekunder (cabang

sungai) membentuk sudut siku-siku dengan sungai utama, mencirikan daerah pegunungan lipatan (antiklin, sinklin) dan kekar.

4. Rectangular, pola aliran yang dibentuk oleh pencabangan sungai-sungai

yang membentuk sudut siku-siku, lebih banyak dikontrol oleh faktor kekar-kekar yang saling berpotongan dan juga sesar.

5. Radial, pola ini dicirikan oleh suatu jaringan yang memancar keluar dari

(48)

6. Annular, bentuknya melingkar mengikuti batuan lunak suatu kubah yang

tererosi puncaknya atau struktur basin dan mungkin intrusi stock, bertipe subsekuen, cabangnya dapat obsekuen atau resekuen.

7. Multibasinal, pola yang terbentuk oleh banyaknya cekungan-cekungan

atau danau-danau kecil, biasanya terbentuk pada daerah rawa atau karst topografi.

8. Contorted, merupakan pola yang berbentuk tidak beraturan, kadang

terlihat ada pola trellis. Biasanya berkembang di daerah metamorf yang bertekstur kasar, batuan beku atau pada batuan berlapis yang memiliki resistensi yang sama.

II.3.1 Pola pengaliran daerah penelitian

Dalam pembahasan mengenai pola pengaliran di daerah penelitian, pendekatan yang digunakan adalah analisis peta topografi dan pengamatan lapangan. Berdasarkan sifat alirannya, aliran sungai induk bersifat permanen, yaitu mengalirannya sepanjang tahun. Sedang dan sifat mengalir pada anak-anak sungai ada yang yang bersifat permanen dan periodik, yaitu ada aliran air pada musim hujan saja.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta interpretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pendekatan model pengaliran menurut klasifikasi dari Howard (1967), maka daerah penelitian (Gambar 2.8) termasuk dalam pola sebagai berikut

(49)

a) Subdendritik, berbentuk serupa cabang-cabang pohon dan cabang-cabang sungai berhubungan dengan sungai induk membentuk sudut-s

b) udut yang agak tumpul, merupakan pola ubahan dari pola aliran denritik, pola ini terbentuk pada satuan batuan relatif lunak, atau dengan batuan dasar yang keras. Diantaranya breksi polimik, dan tuf, pola aliran ini hanya di temukan di daerah dataran tinggi yang di identifikasi berdasarkan pengamatan peta topografi.

c) Subparalel, pola aliran yang mempunyai arah relatif sejajar, mengalir pada daerah dengan kemiringan lereng sedang sampai curam, dapat pula pada daerah dengan morfologi yang paralel dan memanjang. Pola ini mempunyai kecenderungan berkembang ke arah dendritik atau trellis. Contoh: Pada lereng-lereng gunungapi atau sayap antiklin.

(50)
(51)

II.4. Stadia Daerah Penelitian

Sungai di daerah penelitian digolongkan dalam sungai berstadia muda dewasa, hingga tua. Sungai stadia muda (Gambar 2.10) dicirikan dengan kemampuan mengikis alur secara vertikal dengan penampang sungai berbentuk “V”, erosi vertikal yang dominan ditunjukan oleh banyaknya singkapan batuan dasar, sungai sempit dalam, aliran cepat, serta tidak dijumpai adanya dataran banjir. Sungai dengan stadia muda ini di daerah penelitian dijumpai pada sungai-sungai kecil di daerah penelitian.

Gambar 2.9. Sungai dengan stadia muda dimana menunjukan aliran yang deras dan penampang “V” dan tidak ada proses sedimentasi, cuaca cerah dan arah lensa kamera

menghadap ke selatan

Sungai stadia dewasa dapat terlihat pada Sungai Oyo (gambar 12) dengan penampang sungai berbentuk “U” dijumpai adanya dataran banjir yang lebar, tedapat endapan tengah sungai (point bar) dan tepi sungai (chanel bar).

(52)

.

Gambar 2.12. Penampang sungai stadia dewasa dengan pola lembah huruf ”U” pada Kali Oyo, kamera menghadap ke barat laut

II.5. Morfogenesa

Morfogenesa pada daerah penelitian dipengaruhi oleh jenis litologi, struktur geologi yang dibentuk oleh proses endogenik-vulkanisme, dan proses eksogenik. Interaksi antara ketiga faktor ini terus berlangsung dalam tahapan ruang dan waktu geologi, yang pada akhirnya menghasilkan bentang alam seperti sekarang ini.

Proses pembentukan morfologi daerah penelitian diawali dengan adanya dominasi proses endogenik yang sifatnya membangun, menghasilkan lingkungan geologi gunungapi. Kegiatan vulkanisme di daerah penelitian ini ditunjukkan oleh adanya satuan breksi pumis, satuan tuf dan satuan breksi polimik. Proses ini kemudian berkembang dan terus berlanjut dengan adanya tenaga endogen berupa

(53)

gaya kompresif sehingga menghasilkan struktur-struktur geologi, seperti kekar dan sesar yang banyak dijumpai di daerah penelitian.

Perbedaan jenis litologi memberikan suatu kenampakan morfologi yang berbeda. Morfologi daerah penelitian dengan topografi tinggi tersusun oleh batuan yang memiliki tingkat resistensi tinggi pula, berupa satuan breksi andesit dan breksi pumis, sedangkan morfologi yang bertopografi rendah tersusun atas batuan-batuan yang relatif lebih kurang resisten maupun yang berasal dari hasil pelapukan batuan di sekitarnya, yaitu satuan tuf dan endapan aluvial. Namun morfologi-morfologi tersebut masih tetap dipengaruhi pula oleh bentuk bentang alam asal yang dihasilkan oleh aktivitas vulkanisme dan tektonik sebelum dan setelahnya.

(54)

31

Stratigrafi secara umum membahas tentang semua jenis batuan dalam hubungan mula jadi dan sejarah pembentukanya dalam ruang dan waktu geologi. Urutan pembahasannya meliputi unsur-unsur stratigrafi, yaitu pemerian litologi, penamaan batuan, unsur perlapisan, struktur sedimen, hubungan antara batuan yang satu dengan yang lain, penyebarannya secara vertikal dan lateral, serta dinamika pengendapan dan lingkungan pengendapannya.

III.1. Stratigrafi Regional

Secara regional, daerah penelitian termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan Yogyakarta - Jawa Tengah yang merupakan bagian dari jalur Pegunungan Selatan Jawa. Satuan batuan yang tertua di daerah ini berupa batuan metamorf yang tersingkap di Pegunungan Jiwo, Bayat, dan Klaten, sedangkan batuan yang termuda adalah Endapan Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan Endapan Aluvium. Untuk Pegunungan Selatan bagian barat, menurut Surono dkk (1992), pembagian satuan batuan berumur Tersier dari tua ke muda adalah Formasi Kebo-Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari dan Formasi Kepek (Tabel 2). Urut-urutan formasi batuan di Pegunungan Selatan bagian barat adalah sebagai berikut (Surono dkk, 1992).

III.1.1. Batuan Metamorf

Merupakan batuan tertua yang berumur Kapur-Paleosen Awal terdiri dari, pilit, sekis, marmer dan kuarsit.

(55)

III.1.2. Formasi Wungkal-Gamping

Formasi ini berumur Eosen Tengah-Eosen Akhir, terdiri atas batupasir, napal pasiran, batulempung dan batugamping. Bagian bawahnya berupa perselingan antara batupasir dan batulanau, serta batugamping. Bagian atasnya berupa napal pasiran dan batugamping.

III.1.3. Formasi Kebo-Butak

Formasi Kebo-Butak ini berumur Miosen Awal yang disusun oleh batupasir, batulempung, dan serpih. Litologi tersebut terletak di bagian bawah, sedangkan bagian atas tersusun oleh batulanau, batupasir kerikilan, dan batupasir tufan. Sebagian tempat di bagian tengahnya dijumpai retas andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit. Batuan penyusun utama formasi ini adalah endapan piroklastik yang berasal dari hasil erupsi gunungapi bawah laut. Pada formasi ini disisipi oleh sill dan lava andesitik basaltik dengan ketebalan diperkirakan 500-1000 m (Surono dkk, 1992).

III.1.4. Formasi Semilir

Formasi ini berumur Miosen Awal dengan ketebalan kurang lebih 1000 m yang terletak selaras di atas Formasi Kebo-Butak. Formasi Semilir tersusun atas batuan gunungapi yang terdiri dari tuf, breksi batuapung dasitan, batupasir tufan dan serpih. Bagian bawah dari satuan ini berlapis baik, berstruktur sedimen perairan, silang siur berskala menengah dan berpermukaan erosi. Di bagian tengahnya dijumpai lignit yang berasosiasi dengan batupasir tufan gampingan dan kepingan koral pada breksi gunungapi. Di bagian atasnya ditemukan batulempung dan serpih dengan tebal lapisan sampai 15 cm dan berstruktur longsoran bawah

(56)

laut. Lingkungan pengendapannya berkisar dari laut dangkal yang berarus kuat hingga laut dalam yang dipengaruhi arus turbid (Surono dkk, 1992).

III.1.5. Formasi Nglanggran

Formasi Nglanggran berumur Miosen Bawah bagian atas hingga Miosen Tengah bagian bawah yang terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, lava andesit-basal dan tuf. Breksi gunungapi dan aglomerat yang mendominasi Formasi Nglanggran umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran butir 2-50 cm. Di bagian tengah formasi pada breksi gunungapi ditemukan batugamping koral yang membentuk lensa atau kepingan. Setempat satuan ini disisipi batupasir gunungapi epiklastika dan tuf yang berlapis baik. Struktur sedimen yang dijumpai berupa perlapisan sejajar, perlapisan bersusun, dan cetakan beban (load cast) menunjukkan adanya aliran longsor (debris flow). Pada bagian atasnya ditemukan permukaan erosi yang menunjukkan adanya pengaruh arus kuat pada waktu pengendapan. Adanya batugamping koral menunjukkan lingkungan laut. Sehingga secara umum lingkungan pengendapannya adalah laut yang disertai longsoran bawah laut. Formasi ini terletak selaras diatas Formasi Semilir, dan ketebalannya kurang lebih 300 meter (Surono dkk, 1992).

III.1.6. Formasi Sambipitu

Formasi ini berumur Miosen Tengah, tersusun atas tuf, batulanau, batupasir, dan serpih berfosil Lepidocyclina, Myogipsina, dan Cicloclypeus. Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Nglanggran dan diendapkan pada cekungan laut yang tidak stabil pada kedalaman antara outer sublitoral sampai

(57)

bathyal dan terdapat pengaruh yang cukup kuat dari pengendapan arus turbidit,

ketebalannya kurang lebih 1000 m.

Di bagian bawah Formasi Sambipitu terdiri dari batupasir kasar, terutama batupasir sela yang tidak berlapis dan batupasir halus yang setempat diselingi serpih dan batulanau gampingan. Setempat dijumpai lensa breksi andesit klastika, lempung, dan kepingan arang kayu. Struktur sedimen yang ditemukan berupa perlapisan bersusun, perlapisan sejajar dan gelembur gelombang (current ripple), yang menunjukkan adanya arus turbid. Bagian atasnya terbentuk oleh batupasir feldspar yang berlapis baik dan bersisipan serpih, batulempung dan batulanau dengan struktur perlapisan bersusun, perlapisan sejajar, silangsiur, gelembur gelombang, longsoran, dan jejak binatang yang menunjukkan adanya longsaran bawah laut yang berkembang menjadi arus turbid.

III.1.7. Formasi Oyo

Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Sambipitu. Formasi ini tersusun atas batugamping, konglomerat, tuf andesitan, dan napal tufan. Formasi Oyo umumnya berlapis, kandungan fosil Foraminifera cukup banyak, yaitu Cycloclypeus (Katacyccloclypeus) annulatus MARTIN, dan

Lepidoclyna (Nephrolepidina) rutteni v.d. VLERK. Formasi ini dibedakan

menjadi dua fasies, yaitu fasies napal yang merupakan sedimen klastik dan fasies tuf yang merupakan fasies piroklastik. Hubungan kedua fasies ini saling menjari, umur formasi ini diperkirakan Miosen Tengah dan mempunyai ketebalan kurang lebih 350 m, dengan lingkungan pengendapan laut dangkal (neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi (Surono dkk, 1992).

(58)

III.1.8. Formasi Wonosari

Formasi ini tersusun atas batugamping, batugamping tufan, napal, batugamping konglomeratan, batupasir tufan, dan batulanau. Batugamping yang mendominasi satuan ini berupa batugamping berlapis baik dan batugamping terumbu. Formasi ini mengandung foram kecil dan besar yang melimpah, diantaranya Lepidocyclina sp, L. sumantrensis (BRADY), Miogypsina,

Operculina, Spiroclypeus dan Orbulina universa. Lingkungan pengendapan

formasi ini adalah laut dangkal yang mendangkal ke arah selatan. Ketebalan formasi ini lebih dari 800 m (Surono dkk, 1992).

III.1.9. Formasi Kepek

Formasi ini berumur Miosen Bawah-Pliosen bawah yang litologinya terdiri dari napal dan batugamping. Formasi ini terletak selaras diatas Formasi Wonosari dan mempunyai ketebalan diperkirakan mencapai 200 m (Surono dkk, 1992).

III.1.10. Endapan Aluvium

Material penyusunnya berupa sedimen lepas yang berukuran pasir-kerakalan yang terbawa oleh aliran sungai. Hal ini dibuktikan oleh adanya endapan pada tepi-tepi sungai maupun pada tubuh sungai. Membentuk morfologi aluvial, gosong sungai dan dataran limpah banjir (Surono dkk, 1992).

(59)

Gambar 3.1. Stratigrafi Pegunungan Selatan menurut Surono, dkk., (1992)

Stratigrafi daerah penelitian sendiri yaitu daerah Melikan dan sekitarnya terdapat enam formasi yang mengacu pada Surono, dkk (1992) termasuk ke dalam Formasi Semilir dan Nglanggrang yang merupakan formasi paling tua di daerah penelitian, Formasi Oyo dan Formasi Wonosari (gambar 3.2).

(60)

III.2 Stratigrafi daerah penelitian

Penyusunan stratigrafi daerah penelitian didasarkan atas konsep litostratigrafi yang dikembangkan dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (SSI) tahun

(61)

1973 dan tahun 1996 (Martodjojo dan Djuheini, 1996). Penamaan dan pengelompokan satuan batuan mengikuti kaidah penamaan satuan litostratigrafi tidak resmi yang bersendikan ciri litologi, meliputi kombinasi jenis batuan, sifat fisik batuan, kandungan fosil, keseragaman gejala atau genesa, dan kenampakan khas pada tubuh batuan di lapangan yang dipetakan pada skala 1 : 25.000.

Satuan litostratigrafi daerah penelitian didasarkan pada pengamatan fisik litologi di lapangan, analisis petrografi untuk penentuan nama batuan, analisis paleontologi untuk menentukan umur dan lingkungan pengendapannya, analisis petrografi untuk mengetahui tipe magma pada batuan vulkanik, serta studi pustaka regional daerah penelitian. Urutan stratigrafi daerah penelitian disusun secara sistematis berdasarkan data pengukuran di lapangan dan analisis dalam peta geologi, meliputi jenis dan urutan perlapisan, ketebalan, hubungan stratigrafi, umur dan lingkungan pengendapannya.

Dalam menentukan umur, penulis menggunakan kesebandingan dengan stratigrafi regional daerah penelitian dari sifat-sifat fisik litologinya dan berdasarkan kandungan fosil Foraminifera planktonik, setelah diketahui nama fosilnya kemudian dicari kisaran umurnya dengan menggunakan Zonasi Blow (1969). Sedangkan untuk penentuan lingkungan pengendapan, berdasarkan hasil analisis fosil Foraminifera bentonik, dan menggunakan kisaran kedalaman menurut Bandy (1967).

(62)

Berdasarkan uraian diatas serta pengamatan langsung di lapangan serta analisis studio maka penulis membagi litostratigrafi daerah penelitian kedalam enam (6) satuan batuan (gambar 3.3) dari yang tua ke yang muda sebagai berikut:

1. Satuan Breksi Pumis 2. Satuan Tuf

3. Satuan Breksi Polimik 4. Satuan Breksi Andesit 5. Satuan Batugamping 6. Satuan Aluvial

(63)

III.2.1. Satuan breksi pumis III.2.1.1. Dasar penamaan

Penamaan satuan breksi pumis dikarenakan batuan penyusun yang dominan berupa breksi pumis dan mempunyai ciri kenampakan litologi berwarna abu-abu - putih, bersifat masif dan sebagian perlapisan, berbutir sedang-halus,

subangular-Angular, sortasi baik, kemas terbuka, fragmen pumis, matrik tuf gelas

dan pumis, semen silika. Sayatan petrografi menunjukkan penyusun batuan berupa gelas (15%), lithic (30%), kuarsa (5%), opak (3%), feldspar (6%) dan tuf sebagai masa dasar (41%).Nama Petrografi: Litik Tuf (Klasifikasi Schmid, 1981) Lampiran I análisis petrografi.

III.2.1.2 Penyebaran dan ketebalan

Satuan ini menempati ± 10,5 % dari total luas daerah penelitian dan tersebar pada dataran tinggi Desa Melikan, Sorodadi, dan Bukit Grudo pada bagian timur. Satuan ini mempunyai batas dengan satuan tuf, di lapangan ada kontak langsung yang di temukan antara kedua satuan ini maupun dengan satuan lainnya. Satuan ini tersusun oleh breksi pumis, tuf, breksi polimik. Berdasarkan pengukuran pada penampang geologi (G-H), di dapatkan ketebalan satuan ini ± 730 meter.

(64)

Gambar 3.4. Kenampakan singkapan pada satuan breksi pumis di LP 35 berada di Dusun Sorodadi, Kecamatan Ponjong, singkapan ini tersusun oleh beberapa lapisan litologi yang berbeda.

Lapisan paling atas tersusun oleh breksi pumis, kemudian lapisan tuf kasar dan paling bawah berupa tuf halus. Singkapan ini sebagian besar tertutup oleh rumput. Kedudukan batuan (N95

E/18) dan arah lensah kamera menghadap ke bara-dayat. (foto penulis, 2013).

III.2.1.3 Ciri litologi

Kenampakan satuan ini merupakan material piroklastik yang di hasilkan oleh gunung api secara eksplosif dengan ciri-ciri di lapangan berwarna abu-abu terang sampai putih keabuan, struktur masif-perlapisan dengan pemilahan baik, bentuk fragmen menyudut tanggung-menyudut, kemas terbuka, ukuran butir tuf – lapili (1/16 – 64 mm), matrik; tuf-lapili sebagian mengandung kristal kuarsa dan feldspar yang banyak, fragmen pumis. semen silika.

(65)

Gambar 3.5. Ciri fisik breksi pumis di lapangan pada LP 42 di dusun Jeruken (foto penulis, 2013)

III.2.1.4 Umur dan hubungan stratigrafi

Karena tidak ditemukan fosil pada batuan ini, maka penentuan umur satuan ini berdasarkan kesebandingan pada peta geologi lembar Surakarta-Giritontro oleh Surono, dkk.,(1992), sehingga satuan ini mempunyai kisaran umur yaitu Miosen Bawah. Satuan ini mempunyai hubungan selaras menjari dengan satuan tuf.

III.2.2 Satuan tuf

III.2.2.1. Dasar penamaan

Penamaan satuan tuf dikarenakan litologi penyusun utama berupa tuf yang memiliki ciri di lapangan berwarna putih – putih kekuningan, tuf ini terdiri dari tuf gelas dan tuf kristal. Tuf gelas memiliki penyebaran lebih luas dibanding dengan tuf kristal dan umumnya tuf ini memiliki asosiasi dengan breksi pumis, dan breksi polimik. Sayatan petrografi menunjukkan penyusun batuan berupa

(66)

gelas (45 %), kuarsa (5%), tuf (50%). Nama petrografis: Vitrik Tuf (klasifikasi Schmid, 1981), Terlampir I anlisis petrografi.

III.2.2.2. Penyebaran dan ketebalan

Satuan ini mempunyai penyebaran ± 42 % dari total luas daerah penelitian dan menempati hampir semua bagian dari daerah penelitian, kecuali pada bagian barat daerah penelitian. Satuan ini tersusun oleh; tuf, tuf kasar, breksi pumis dan breksi polimik,. Berdasarkan pengukuran pada penampang geologi (G-H), di dapatkan ketebalan satuan ini ± 325 meter.

III.2.2.3. Ciri litologi

Satuan ini merupakan material piroklastik yang dihasilkan oleh gunung api secara eksplosif yang terdiri dari material halus dengan genesa berupa endapan jatuhan piroklastik (fall deposit). Satuan ini memiliki ciri-ciri di lapangan berwarna putih kekuningan, struktur perlapisan dengan pemilahan sangat baik, kemas tertutup, ukuran butir tuf halus-kasar (1/16 – 2 mm), matrik; tuf, semen silika.

(67)

Gambar 3.6. Tuf dengan struktur perlapisan, foto diambil pada LP 33. dengan arah kamera menghadap ke barat,( foto penulis 2013)

III.2.2.4. Umur dan hubungan stratigrafi

Karena tidak ditemukan fosil pada batuan ini, maka penentuan umur satuan ini berdasarkan kesebandingan pada peta geologi lembar Surakarta-Giritontro oleh Surono, dkk. (1992) serta kontak antara satuan ini dengan batugamping yang ditemukan di lapangan, sehingga satuan ini mempunyai kisaran umur yaitu Miosen Awal. Di lapangan, terutama pada Dusun Beji, satuan ini sering di jumpai bersamaan dengan breksi polimik dengan batas berupa perselingan, perlapisan bersusun, ada pula yang memiliki batas tidak jelas. Dari data yang di dapatkan di lapangan bahwa hampir sebagian matrik dari breksi polimik terdiri dari tuf ini maka di pastikan satuan tuf ini terjadi hampir bersamaan dengan satuan breksi polimik, sedangkan hubungannya dilapangan dengan breksi polimik dan breksi pumis adalah menjari, hal ini karena sering ditemukan perselingan antara ketiga litologi tersebut.

(68)

III.2.3 Satuan breksi polimik III.2.3.1 Dasar penamaan

Satuan ini dinamakan satuan breksi polimik karena tersusun oleh litologi breksi dengan fragmen yang beragam pada batuan tersebut diantaranya andesit, tuf, basalt dan setempat ditemukan fragmen dasit maupun fragmen asesoris, namun secara keseluruhan fragmen penyusun yang paling dominan adalah andesit.

III.2.3.2 Penyebaran dan ketebalan

Satuan ini memiliki penyebaran sangat luas pada bagian timur, dan sebelah timur bagian tengah pada daerah penelitian dan menempati ± 11 % dari total luas daerah penelitian. Tersusun oleh breksi aneka bahan (breksi polimik), pumis dan tuff. Berdasarkan pengukuran ketebalan pada penampang (A-B), di dapat ketebalan satuan ini ± 570 meter

III.2.3.3 Ciri litologi

Satuan ini merupakan endapan vulkanoklastik secara eksplosif dengan ciri-ciri di lapangan berwarna abu-abu gelap - coklat, struktur masif-bergradasi dengan pemilahan buruk-sedang, bentuk fragmen menyudut tanggung-menyudut, kemas terbuka, ukuran butir dari kerikil 24 mm – > 256 mm, matrik, tuf pumis-dan lapili pumis, fragmen terdiri dari andesit, basal, tuf pumis pumis-dan fragmen asesoris. semen silika-oksida besi.

(69)

Gambar 3.7.Singkapan breksi polimik dengan beberapa fragmen yang berbeda berupa tuf, andesit, pumis dan fragmen asesoris lain nya, singkapan ini berada pada LP 79, cuaca cera

dan arah lensah kamerah menghadap ke utara. (foto penulis, 2013)

III.2.3.4 Umur dan hubungan stratigrafi

Karena tidak di temukan fosil pada batuan ini, maka penentuan umur satuan ini berdasarkan kesebandingan pada peta geologi lembar Surakarta-Giritontro oleh Surono, dkk.,(1992), sehingga satuan ini mempunyai kisaran umur yaitu Miosen Bawah – Miosen Tengah.

III.2.4. Satuan breksi andesit III.2.4.1 Dasar penamaan

Satuan ini merupakan hasil dari kegiatan gunung api dengan tipe erupsi efusif dimana sifat nya lebih cenderung ke konstruksi di karenakan sifat magma nya berkomposisi intermediet-basal, di namakan breksi andesit (Lihat Foto 3.9) terdiri dari breksi andesit dengan warna coklat terang - hitam, krikil – bongkah, terpilah buruk, membundar tanggung – menyudut, terbuka, komposisi fragmen:

(70)

batuan vulkanik (andesit), dengan matrik tuf kasar silika dengan struktur massif. Secara petrografi, berwarna abu-abu keputih-putihanan, tekstur porfiritik, ukuran pada fenokris 0,5 mm – 2 mm, bentuk subhedral, komposisinya terdiri dari mineral plagioklas (50%) terutama andesin, hornblenda (15%), piroksin (5%), opak (10%), dan gelas (20%). (Nama petrografi Andesit Hornblende) Lampiran I analisis perografi.

III.2.4.2 Penyebaran dan ketebalan

Satuan Breksi Nglanggran tersebar kurang lebih meliputi ± 2% dari daerah penelitian, meliputi dusun Duren, sebelah barat laut lokasi penelitian . Berdasarkan penampang sayatan geologi (G-H), ketebalan total dari Satuan Breksi Andesit yaitu kurang lebih dari 200m.

III.2.4.3 Ciri-ciri litologi

terdiri dari breksi andesit dengan warna coklat terang - hitam, krikil – bongkah, terpilah buruk, membundar tanggung – menyudut, terbuka, komposisi fragmen: batuan vulkanik (andesit), dengan matrik tuf kasar silika dengan struktur massif

Gambar

Gambar  1.1. Peta indeks lokasi daerah penelitian dan letaknya dari Kota Yogyakarta, kotak warna  merah menunjukan letak daerah penelitian (Modifikasi dari peta RBI,2013) .
Gambar 2.2. Subsatuan geomorfik dataran aluvial Foto diambil pada Desa Watusigar, 173 meter  dari permukaan laut,  cuaca cerah dengan lensa kamera menghadap ke tenggara
Gambar 2.5. Subsatuan  geomorfik perbukitan bergelombang  sedang-kuat Foto diambil pada Desa  Tapansari, 173 meter dari permukaan laut,  cuaca cerah dengan lensa kamera
Gambar 2.6. Subsatuan perbukitan bergelombang  lemah-sedang  Foto diambil pada Desa  Bendung 183 meter dari permukaan laut,  cuaca cerah dengan lensa kamera
+7

Referensi

Dokumen terkait