BAB VII. PETROLOGI BATUAN GUNUNG API
VII.2 Dasar Teori
VII.2.1 Pengertian gunung api
Schieferdecker (1959 dalam Hartono, 2000) menyatakan bahwa gunung api yaitu tempat di permukaan bumi di mana magma dari dalam bumi keluar atau sudah keluar pada masa lampau, biasanya membentuk sebuah gunung berupa kerucut yang mempunyai kawah di bagian puncaknya.
MacDonald (1972), menyatakan bahwa gunung api adalah tempat atau bukaan dari mana batuan kental pijar atau gas, umumnya keduanya, keluar dari dalam bumi ke permukaan, dan tumpukan bahan batuan di sekeliling lubang kemudian membentuk bukit atau gunung.
Dari kedua batasan tersebut dinyatakan bahwa setiap tempat keluarnya magma ke permukaan bumi adalah gunung api Bronto (2010). Dalam perkembangannya, gunung api tidak selalu menunjukkan bentuk timbul seperti bukit atau gunung, namun dapat pula berbentuk cekung, seperti gunung api tipe perisai.
Tempat atau bukaan keluarnya batuan bijar atau gas tersebut disebut kawah atau kaldera, sedangkan batuan pijar dan gas adalah magma. Batuan atau endapan gunung api adalah bahan padat berupa batuan atau endapan yang terbentuk akibat kegiatan gunung api, baik secara langsung maupun tidak langsung. Wilson (1989), menyatakan bahwa gunung api dapat terjadi di lingkungan tektonik dalam lempeng (samudra dan benua), dan atau di batas lempeng (konstruktif dan destruktif). Gunung api yang terbentuk di kedua tatanan
tektonik tersebut mempunyai karakteristik tertentu di dalam kisaran kandungan SiO2, afinitas magma, dan bentang alam gunung apinya. Sebagai contohnya, gunung api yang terbentuk pada lingkungan tektonik konvergen menunjukkan bentang alam sebagai busur kepulauan, afinitas magma toleit-alkalin, dan menghasilkan batuan beku berkomposisi basa sampai asam. Secara umum, memiliki bentang alam gunung api tipe komposit (strato), terdiri atas perselingan lava dan batuan piroklastika, retas dan sill, kelerengan terjal, dan umumnya membentuk kerucut simetris.
VII.2.2 Volkanisme dan Batuan Gunung api
Vulkanisme adalah proses alam yang berhubungan dengan kegiatan gunung api, dimulai dari asal – usul pembentukan magma di dalam bumi hingga kemunculannya ke permukaan bumi dalam berbagai bentuk dan kegiatan (Bronto ,2004).
Batuan gunung api merupakan hasil kegiatan gunung api secara langsung (primer) maupun tidak langsung (sekunder). Kegiatan secara langsung merupakan proses keluarnya magma ke permukaan bumi (erupsi) berupa letusan (eksplosi) dan lelehan (efusi) atau proses yang berhubungan. Kegiatan tidak langsung (sekunder) adalah proses yang mengikuti kejadian primer (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
Penggunaan kata batuan di dalam penamaan batuan gunung api ini diartikan secara luas, yaitu bahan hasil dari aktivitas gunung api baik secara langsung maupun tidak langsung, mulai dari bahan lepas (loose material) sampai dengan yang sudah membatu (lithified material). Pengertian langsung
dimaksudkan bahwa bahan erupsi gunung api itu setelah mendingin/mengendap kemudian membatu di tempat itu juga (insitu), sedangkan pengertian tidak langsung menunjukkan bahwa endapan/batuan gunung api tersebut sudah mengalami pengerjaan ulang atau deformasi, baik oleh aktivitas vulkanisme muda, proses – proses sedimentasi kembali, maupun aktivitas tektonik (Bronto, 2004). Umumnya dikenal ada dua jenis erupsi gunung api yaitu: erupsi lelehan (efusie), dan erupsi letusan (eksplosif). Erupsi lelehan berupa lelehan lava yang bila sudah membeku membentuk batuan beku luar. Berhubung mempunyai kesamaan tekstur, batuan beku intrusi dangkal dan batuan beku luar dipandang sebagai hasil kegiatan vulkanisme. Erupsi kedua yaitu erupsi letusan (eksplosif) dimana material hasil erupsi letusan ini selalu bertekstur klastika sehingga dimasukan ke dalam kelompok batuan klastika (piroklastik) gunung api (Bronto, 2004).
Menurut Cas dan Wright (1987) McPhie, dkk. (1993) dan Bronto (2004), batuan hasil erupsi gunung api dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu lava koheren (coherent lavas) dan batuan klastika gunung api (volcaniclastic rocks). Mengenai struktur batuan gunung api, untuk lava koheren mengikuti hukum-hukum yang berlaku di dalam batuan beku, seperti halnya struktur masif, berlubang/berongga (vesicles), segregasi, konsentris, aliran dan rekahan radier yang mencerminkan proses pendinginan. Pembentukan struktur di dalam endapan/ batuan bertekstur klastika (misalnya piroklastika dan epiklastika) lebih mengikuti hukum batuan sedimen (proses pengendapan), misalnya struktur perlapisan/ laminasi, silang-siur, perlapisan, melensa, membaji, antidunes dan lain-lain. Itulah
sebabnya batuan gunung api sebaiknya tidak dipaksakan untuk masuk ke dalam jenis batuan beku atau batuan sedimen tetapi lebih baik dipandang sebagai kelompok batuan tersendiri yang berada di daerah transisi antara kedua jenis batuan utama tersebut (Bronto 2004).
VII.2.2.1 Lava Koheren
Lava koheren pada hakekatnya adalah lava erupsi lelehan (efusif), yaitu magma yang keluar dari dalam bumi melalui lubang kepundan gunung api dan membeku di permukaan bumi, (Bronto, 2004), menyatakan bahwa pembekuan magma di dekat permukaan ini dimungkinkan karena :
1. Magma sudah mengkristal terlebih dahulu sebelum pergerakannya mencapai ke permukaan bumi.
2. Tidak semua magma keluar ke permukaan bumi sewaktu gunung api bererupsi atau meletus, tetapi juga tidak kembali ke dapurnya jauh di dalam bumi setelah erupsi gunung api berhenti. Sebagian magma itu tersisa dan membeku di sepanjang perjalanan dari dapur magma ke permukaan bumi yang dalam hal ini adalah kawah atau kaldera gunung api. Kelompok batuan sub-gunung api ini antara lain membentuk retas, sill, leher gunung api atau kubah bawah permukaan. Magma yang membeku di pipa kepundan sehingga bagian atasnya menyembul ke permukaan sedangkan bagian bawahnya berada di bawah permukaan disebut leher gunung api atau sumbat lava
VII.2.2.2 Batuan klastika gunung api
Batuan klastika gunung api adalah batuan gunung api yang bertekstur klastika (disarikan dari Fisher, 1961, Fisher, 1966 Fisher dan Smith, 1991 Pettijohn, 1975, Walker dan James, 1992, Mathisen & McPherson, 1991 dalam Bronto, 2004). Secara deskripsi, terutama tekstur (bentuk dan ukuran butir), batuan klastika gunung api dapat berupa breksi gunung api (volcanic breccias), konglomerat gunung api (volcanic conglomerate), batupasir gunung api (volcanic
sandstones), batulanau gunung api (volcanic siltstones) dan batulempung gunung
api (volcanic claystones). Perlu ditegaskan disini bahwa penggunaan kata pasir, lanau dan lempung hanyalah untuk menunjukkan ukuran butir, tidak secara langsung mencerminkan sebagai batuan sedimen epiklastika. Nama - nama tersebut dapat ditambah dengan parameter warna, struktur dan atau komposisi tergantung aspek mana yang menonjol dan mudah dikenali.
Berdasarkan asal-usul proses fragmentasi dan genesanya maka batuan klastika gunung api dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu batuan autoklastika, batuan piroklastika, batuan kataklastika dan batuan epiklastika (Bronto 2004).
Batuan autoklastika (breksi autoklastika/ autoclastic breccias) yaitu lava yang karena pendinginan yang sangat cepat dan bersentuhan dengan batuan dasar atau batuan samping yang dingin sehingga terjadi fragmentasi di bagian tepi atau luar dari tubuh magma/ lava tersebut merupakan batuan beku luar. Berhubung yang sering dijumpai adalah fragmentasi berukuran kasar dan berbentuk meruncing maka batuannya disebut breksi autoklastika. Ciri-ciri batuan ini
bertekstur klastika tetapi komposisi fragmen dan matriks homogen, berupa batuan beku berasal dari magma yang sama.
Batuan piroklastika yaitu batuan gunung api bertekstur klastika sebagai hasil letusan gunung api atau guguran lava secara langsung. Sebanding dengan batuan piroklastika adalah batuan hidroklastika, yakni batuan gunung api bertekstur klastika sebagai hasil letusan uap air (letusan freatik, hidrotermal) yang membongkar batuan tua di atasnya. Uap air berasal dari air bawah tanah bercampur dengan uap magma yang terpancarkan, namun dalam hal-hal tertentu uap air itu berasal dari air permukaan (air hujan, sungai, danau, es atau air laut). Dalam hal ini bahan padat atau cairan dari magma tidak ikut terlontarkan. Letusan transisi diantara letusan magmatik dengan letusan freatik adalah letusan freatomagmatik.
Dikarenakan gunung api sangat erat hubungannya dengan batuan piroklastik selain batuan beku ekstrusif seperti lava, penulis lebih tekankan akan pengetahuan tentang batuan piroklastik.
Batuan piroklastik adalah batuan volkanik klastik yang dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan langsung dengan letusan gunung api (Cas & Wright, 1987). Hirokawa (1980) mendefinisikan batuan piroklastik secara umum sebagai batuan yang tersusun oleh material-material fragmental hasil lontaran (keluar) akibat letusan gunung api. Menurut Williams et all.,(1982), batuan piroklastik yaitu batuan bertekstur klastik sebagai hasil pengendapan fragmen bentukan kegiatan gunung api secara langsung, umumnya berupa erupsi eksplosif. Sedangkan Fisher (1961) diikuti Pettijohn (1975), men
yatakan bahwa piroklastik merupakan kata sifat untuk batuan hasil letusan atau lontaran material dari suatu lubang gunung api yang terakumulasi baik di daratan maupun di bawah air laut.
Secara umum batuan piroklastik dapat dibagi menjadi beberapa litologi diantaranya: breksi, aglomerat, lapili dan tuf (Fisher & Schminke 1984).
1. Breksi piroklastik a d a l a h batuan yang tersusun atas aglomerat dan fragmen tuf. Batuan ini terbentuk akibat konsolidasi dari block-block gunung api dan tuf. Berukuran lebih dari 64 mm, dengan bentuk butir yang meruncing, grainsupported (masa dasar yang didukung butiran) dan hubungan antar butir yang terbuka. Breksi Piroklastik adalah penamaan batuan piroklastik berdasarkan tekstur menurut Fisher & Schminke, (1984).
2. Aglomerat adalah batuan yang dibentuk oleh konsolidasi material-material dengan kandungannya didominasi oleh bomb gunungapi dimana kandungan 1apilli dan abu kurang dari 25%. Dengan bentuk butir yang membundar, dan berukuran lebih dari 64mm. Agglomerat adalah penamaan batuan piroklastik berdasarkan tekstur menurut Fisher & Schminke (1984).
3. Lapili berasal dari bahasa latin yaitu lapillus, nama untuk hasil erupsi eksplosif gunung api yang berukuran 2 mm - 64 mm. Selain itu fragmen batuan kadang- kadang terdiri dari mineral-mineral augit, olivin dan plagioklas. Karena ini adalah lapili tuf maka merupakan
fragmen lapili pada masa dasar tuf. Lapili adalah penamaan batuan piroklastik berdasarkan tekstur menurut Fisher & Schminke (1984).
4. Tuf adalah batuan piroklastik yang berukuran 2 mm - 1/256 mm yang dihasilkan oleh pelemparan dari magma akibat erupsi eksplosif. tuf sudah mengalami konsolidasi, dengan kandungan abu mencapai 75%. Tuf adalah penamaan batuan piroklastik berdasarkan tekstur menurut Fisher & Schminke (1984).
Tabel 7.1. Klasifikasi Nama Endapan dan Batuan Piroklastik, modifikasi menurut Fisher & Schmincke (1984)
Gambar 7.2. (a) Model Letusan gunung api, dan (b) fasies endapannya yang menghasilkan breksi koignimbrit beserta batuan piroklastika kaya batuapung (Wright,1981, dalam
Bronto,2009)
Gambar 7.3. Skema penampang kerucut gunung api komposit. A. Kerucut gunung api yang masih utuh, B. Kerucut gunung api yang sudah tererosi pada tingkat dewasa dan C. Kerucut gunung api yang sudah tererosi lanjut ( Williams & MacBirney ,1978 dalam
Gambar 7.4. Karakteristik gunung api komposit (Lockwood and Hazlet,2010)
VII.2.2.3 Jenis Endapan Piroklastik
Sukhyar (1982) merinci hasil kegiatan hasil suatu gunung api, selain gas yang tidak terekam ujudnya, maka dapat di bedakan tiga macam hasil kegiatan, yaitu :
1. Endapan piroklastik jatuhan merupakan hasil endapan ekplosif dari gunung api yang diendapkan melalui udara.Ciri-ciri: Memperlihatkan struktur butiran bersusun dan endapan berlapis naik.
2. Endapan piroklastik aliran merupakan endapan piroklastik yang mana material langsung teronggokan di suatu tempat.Ciri-ciri: Sebarannya sangat dipengaruhi oleh morfologi, Batas bawah dibatasi oleh area dan pada bagian atasnya relative datar dan umumnya mempunyai struktur masif.
3. Endapan piroklatik surge merupakan endapan piroklastik yang berasal dari suatu awan panas dengan kepadatan rendah, campuran dari unsure-unsur
padat, uap air, gas yang bergolak di atas permukaan dengan kecepatan tinggi.Ciri-ciri: Perlapisan yang baik, adanya penjajaran butiran pipih dan adanya perlapisan bergelombang.
Gambar 7.5..Jenis-jenis endapan piroklastik.(Colin and Bruce, 2000)
VII.2.2.4 Identifikasi fasies gunung api berdasarkan stratigrafi gunung api. Identifikasi Fasies gunung api menurut modifikasi yang mengacu ke dalam model fasies gunung api menurut (Bogie & Mackinzie, 1998, dalam Bronto, 2006) (Gambar 7.6) model fasies gunung api ini dapat dipakai ke dalam tipe gunung api strato. Seperti gunung api purba yang terdapat di daerah penelitian peneliti. berdasarkan stratigrafi gunung api dibagi menjadi 4 Fasies gunung api, yaitu:
1. Fasies Sentral merupakan bukaan keluarnya magma dari dalam bumi ke permukaan. Oleh sebab itu daerah ini dicirikan oleh asosiasi batuan beku yang berupa kubah lava dan berbagai macam batuan terobosan semi gunung api (subvolcanic intrusions) seperti halnya leher gunung api (volcanic necks), sill, retas, dan kubah bawah permukaan (cryptodomes). Batuan terobosan dangkal tersebut dapat ditemukan pada dinding kawah atau kaldera gunung api masa kini, atau pada gunung api purba yang sudah tererosi lanjut. Selain itu, karena daerah bukaan mulai dari conduit atau diatrema sampai dengan kawah merupakan lokasi terbentuknya fluida hidrotermal, maka hal itu mengakibatkan terbentuknya mineral ubahan atau bahkan mineralisasi. Apabila erosi di fasies ini sangat lanjut, batuan berumur tua yang mendasari gunung api juga dapat tersingkap.
2. Fasies Proksimal merupakan kawasan gunung api yang paling dekat dengan lokasi sumber atau Fasies pusat. Asosiasi batuan pada kerucut gunung api komposit sangat dipengaruhi oleh perselingan aliran lava dengan breksi piroklastika dan aglomerat. Kelompok batuan ini sangat resistan, sehingga biasanya membentuk timbulan tertinggi pada gunung api purba.
3. Fasies Medial merupakan lokasi yang menjauhi sumber, aliran lava dan aglomerat sudah berkurang, tetapi breksi piroklastika sangat dominan, dan breksi lahar juga sudah mulai berkembang.
4. Fasies Distal merupakan daerah pengendapan terjauh dari sumber, Fasies distal oleh endapan rombakan gunung api seperti halnya breksi lahar,
breksi fluviatil, konglomerat, batupasir, dan batulanau. Endapan primer gunung api di fasies ini umumnya berupa tuf.
Ciri-ciri litologi secara umum tersebut tentunya ada perkecualian, apabila terjadi letusan besar sehingga menghasilkan endapan piroklastika atau endapan longsoran gunung api yang melampar jauh dari sumbernya.
Gambar 7.6. Pembagian fasies gunung api menjadi fasies sentral, fasies proksimal, fasies medial, dan fasies distal beserta komposisi batuan penyusunnya (Bogie & Mackenzie,1998)