• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KEBIJAKAN MENGOPTIMALKAN SUMBERDAYA DALAM NEGERI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN VAKSIN DAN BAHAN BIOLOGIS VETERINER LAIN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KEBIJAKAN MENGOPTIMALKAN SUMBERDAYA DALAM NEGERI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN VAKSIN DAN BAHAN BIOLOGIS VETERINER LAIN DI INDONESIA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II Th. 199912000

STUDI KEBIJAKAN MENGOPTIMALKAN SUMBERDAYA DALAM

NEGERI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN VAKSIN DAN BAHAN

BIOLOGIS VETERINER LAIN DI INDONESIA

SIAMSUL BAHRII, E. MASBULAN2, A. NURHADIl, A. KUSUMANINGSIH I, dan E. MARTINDAH'

'Balai Penelitian Veteriner

Jalan R. E. Martadinata 30, P. O. Box 151, Bogor 16114, Indonesia IPusat Penelitian don Pengembangan Peternakan

Jl. Rayv Pajajaran Kav.E-59 Bogor ABSTRAK

BAHRI, S., E. MASBULAN, A. NURHADI, A. KUSUMANINGSIH, dan E. MARfiNDAH . 1999/2000. Studi kebijakan mengoptimalkan sumberdaya dalam negeri dalant memenuhi kebutuhan vaksin dan bahan biologis veteriner lain di Indonesia . Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II : 441-455.

Untuk mengoptimalkan sumberdaya dalam negeri dalam mengembangkan vaksin dan bahan biologik veteriner lain di Indonesia, maka dilakukan analisis SWOT terhadap potensi dari lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang telah dijadikan objek pada kegiatan sebelumnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk mengoptimalkan potensi dari lembaga pemerintah dan swasta yang terlibat dalam pengembangan bahan-bahan biologik veteriner maka perlu dilakukan : (1) peningkatan promosi hasil-hasil penelitian dari lembaga-lembaga penelitian dan perguruan tinggi, antara lain melalui kebijakan DEPTAN; (2) merubah kebijakan arah penelitian dan pengembangan bahan biologik yang dilakukan lembaga penelitian dan perguruan tinggi agar berorientasi kepada pengembangan pasar dengan output bemilai komersial tinggi dan merupakan substitusi impor, serta bekerja-sama dengan produsen pemerintah dan swasta; (3) produsen bahan biologik pemerintah maupun swasta harus melakukan perluasan pemasaran dengan mengembangkan promosi dan pelayanan, meningkatkan efisiensi usaha dan produksi, meningkatkan produksi bahan biologik unggulan dan mengembangkannya dalam bentuk vaksin cocktail pada vaksin ND, IB, dan IBD, serta meningkatkan mutu produk; (4) mengernbangkan produk biologik veteriner dengan menggunakan mikroorganisme isolat lokal terpilih yang mempunyai keunggulan komparatif (5) mengembangkan pola keijasama yang saling menguntungkan baik antara lembaga penelitian/perguruan tinggi dengan produsen pemerintah / swasta, maupun antar produsen atau pengusaha obat hewan lain, antara lain dengan memanfaatkan pola toll-manufacturing dan under license . Dengan demikian diharapkan sumberdaya dalam negeri yang berpotensi dalam mengembangkan produk-produk bahan biologik di Indonesia dapat menjadi optimal .

Kata kunci: optimalisasi, lembaga pemerintah, perguruan tinggi, .produsen pemerintah, produsen swasta, bahan biologik .

ABSTRACT

BAHRI, S., E. MASBULAN, A. NuRHADi, A. KusumANmsm, and E. MARTINDAH. 1999/2000. A Study On Maximizing Indonesians' Resources To Fulfil The Vaccines and Others Veterinary Biological ProductsIn Indonesia. Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II : 441-455.

To maximize Indonesian's resources for developing vaccines and others biological products, a SWOT analysis of government and non-government institutions carried out. The analysis result shows for maximizing the potency of the institutions those involve in veterinary biological goods development. Therefore it should be (1) increasing the promotion of research results from the research institutions and universities, through the Department of Agriculture policy. (2) To adjust the policy direction on the research and developing of biological products done by research institutions and universities. The attention should be put on the market orientation such as vaccines that most required by market, for import substitution, and the collaboration between government and non-government producers . (3) The biological goods producers, both government and non-government producers should make wider marketing by increasing their service and promotion, and make the production and business more efficient . To increase the number of leading biological products and develop them as a cocktail vaccine (especially ND, IB, and IBD), as a high quality product. (4) To produce veterinary biological products by utilise selected local strain microorganisms, as their comparative benefit. (5) To develop a mutual collaboration between research institutions / universities and government and non-government producers or between producers and others drugs companies. The collaboration .can be done through "toll-manufacturing" or "under-license" system. Through those five alternatives option, we may expected that maximizing the Indonesians resources for developing and producing biological products can be achieved. Key words: maximizing, government institutions, universities, government producer, non- government producers, and

biological products .

(2)

Sejak dimulainya industri obat hewan di Indonesia pada awal tahun delapan puluhan, terlihat bahwa perkembangan jumlah produsen obat hewan terus berkembang dari tahun ke tahun sampai dengan sebelum krisis moneter 1997. Kemudian pada masa krisis ekonomi terutama antara akhir tahun 1997-1999 terlihat bahwa produsen obat hewan banyak yang mengurangi aktivitasnya hingga tinggal sekitar 50% ssja (ANON., 2000). Keadaan ini disebabkan perkembangan industri perunggasan mengalami kebangkrutan, sehingga permintaan obat hewan terutama vaksin juga mengalami penurunan yang drastis. Sebagai gambaran impor beberapa jenis vaksin unggas, hewan besar clan kesayangan yang pada tahun 1997 berjumlah 3,9 milysr dosis, pada tahun 1998 berkurang hingga menjadi 1,2 milysr dosis. Pada tahun 1999 mengalami kenaikan sedikit, yaitu pada semester I tshun 1999 sudah mencapgi 1,1 milysr dosis (AKOSO, 2000). Keadaan ini sejalan dengan membaiknya prospek industri perunggasan.

Dari 68 proclusen obat hewan dalam negeri tersebut, ternyata hanya sebagian kecil saja yang memproduksi bahan biologis (di bawah 10 bush), selebihnya adalah produsen obat farmasetik clan premik. Produsen bahan biologis tersebut sebagian besar milik swasta clan hanya satu yang milik pemerintah, yaitu PUSVETMA.

Walaupun terkesan bahwa perkembangan produsen bahan biologis dalam negeri lambat tetapi bila dilihat secara keseluruhan ada peningkatan, terutama dari jumlah clan macam vaksin (bahan biologis) yang dihasilkannya. Beberapa faktor penyebab lambatnya perkembangan tersebut antara lain:

1 . Ksrena masyarakat peternak masih menganggap bahwa produk dalam negeri kualitasnya kurang baik dibandingkan dengan produk luar/impor.

2. Hsrga produk dalam negeri relatif kalah bersaing walaupun tidak mutlak.

3 . Kemungkinsn kurang efisien dalam proses produksinya sehingga kurang kompetitif, tetapi di masa menclatang hal ini dapat dikurangi.

4. Kursng promosi sehingga masyarakat peternak belum banyak yang tahu.

SJAMSUL BARUet al. : Studi Kebijakan Mengoptimalkan Sumberdaya Dalam Negeri Dalam Mernenuhi Kebutuhan Vaksin

PENDAHULUAN

Jadi pada clasarnya kurang berkembangnya produsen bahan biologis di dalam negeri adalah dalam hal pemasaran yang kalah bersaing dengan produk luar negeri. Akibatnya kapasitas produksi yang tersedia pada masing-masing produsen obat hewan dalam negeri menjadi tidak optimal, yaitu baru sekitar 50% ssja dari kapasitas yang ada(RUMAWAS,1999, 2000; SIREGAR, 2000 danJAHYA,2000).

Bila melihat perkembangan clan kemampuan yang ada dari masing-masing produsen dalam negeri diduga mereka mempunyai kemampuan/potensi yang besar untuk memacu produksinya apabila berbagai faktor penghambatnya dapat diatasi. Sumberdaya yang mereka miliki baik SDM, fasilitas, sarana/prasarana dan lain sebagainya cukup memadai. Selain produsen bahan biologis resmi, di dalam negeri juga terdapat berbagai lembaga/institusi pemerintah yang mempunyai aktivitas penelitian berkaitan dengan pengembangan bahan biologis hewan (vaksin, dsb.), misalnya BALITVET, BATAN clan beberapa Perguruan Tinggi.

Kemampuan institusi-institusi -tersebut .dalam hal SDM ticlak diragukan lagi karena sebagian daripaclanya suclah berpengalaman menghasilkan vaksin dan bahan biologis lain, hanya saja saat ini institusi-institusi tersebut tidak mempunyai manclat untuk memproduksi vaksin dan bahan biologis lainnya. Apabila institusi-institusi tersebut terutama SDM dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan bahan biologis veteriner di dalam negeri, maka kemampuan sumberdaya dalam negeri diharapkan dapat memberikan kontribusi lebih besar lagi, sehingga setahap demi setahap impor produk biologik veteriner clapat dikurangi (PRONOHARTONO, 1995, 1996, 1999 dan

2000).

Permasalahan yang perlu dipecahkan adalah bagaimana meningkatkan atau mengoptimalkan semberdaya dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan vaksin clan bahan biologis lainnya di Indonesia. Untuk menjawab permasalahan ini maka diperlukan suatu kajian atau studi yang ada hubungannya dengan kebijakan dalam mengoptimalkan sumberdaya dalam negeri untuk memproduksi vaksin dan bahan biologis lainnya.

Tujuan dari studi/kajian ini adalah untuk mengetahui bagaimana atau kebijakan apa yang harus ditempuh agar sumberdaya dalam negri yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal.

METODE PENELITIAN

Dalam studi ini dipergunakan data atau informasi yang diperoleh pada kegiatan ke empat yaitu studi potensi lembaga-lembaga penelitian clan swasta-dalam memproduksi-vaksin dan bahan biologis lainnya di Indonesia.

Pemilihan lembaga.institusi pemerintah dan perusahaan swasta dilakukan secara "Purposive sampling" dengan memperhatikan SDM, fasilitas, pengalaman clan penguasaan teknologi dalam menghasilkan vaksin/bahan biologis veteriner clan prospek yang dimilikinya.

(3)

Laporan Bagian ProyekRekayasa Teknologi PeternakanARMP-O Th. 199912000

Lembaga/institusi peinerintah yang terpilih dalam studi ini adalah: (1) lembaga penelitian yang terdiri dari BALITVET dan BATAN; (2) Perguruan Tinggi yang terdiri dari FKH-IPB, FKH-UGM dan FKH-UNAIR; (3) Lembaga Pemerintah yang memproduksi vaksin dan bahan biologis selama ini adalah PUSVETMA; (4) Perusahaan Swasta yang cukup menonjol dalam memproduksi vaksin dan bahan biologis lain adalah PT. VAKSINDO dan MEDION.

Informasi yang diperoleh diolah/dianalisis dengan menggunakan metode SWOT danjuga secara deskriptif

Faktor Internal A. Kekuatan (Strength) 1. Lembaga Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari data potensi lembaga pemerintah maupun swasta yang diklasifikasi kedalam empat kelompok yaitu: (1) lembaga penelitian; (2) produsen pemerintah; (3) perguruan tinggi; dan (4) produsen swasta, maka perlu dilakukan inventarisasi faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan, sedangkan sebagai faktor-faktor ekstemalnya berupa peluang dan ancaman yang ada.

Dari identifikasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa lembaga penelitian veteriner umumnya mempunyai kekuatan dalam hal sumber daya manusia/ peneliti yang berpengalaman dalam mengembangkan teknologi pembuatan vaksin maupun bahan-bahan diagnostika lainnya. Kemampuan semacam ini telah dibuktikan oleh Balitvet dalam menghasilkan lebih dari 10 macam bahan biologik. Demikian juga dengan BATAN yang pemah menghasilkan vaksin untuk penyakit koksidiosis pada ayam. Selain itu jumlah tenaga berpendidikan S2 dan S3 di bidang pengembangan vaksin viral dan bakterial yang dimiliki Balitvet cukup banyak dan masing-masing telah berpengalaman dalam pengembangan teknologi pembuatan vaksin maupun perangkat diagnostik, minimal dari penelitian untuk tesis maupun disertasinya.

Disamping itu terdapat juga tenaga yang berpendidikan SI maupun Sarjana muda yang telah berpengalaman puluhan maupun belasan tahun dalam meneliti teknologi pengembangan bahan biologik. Kekuatan ini merupakan aset nasional yang perlu dimanfaatkan untuk kepentingan nasional.

6 Selain keunggulan SDM dalam hal penelitian dan pengembangan vaksin dan bahan biologik veteriner lain,

lembaga penelitian juga mempunyai kekuatan dalam hal penguasaan teknologi pembuatan dan pengembangan bahan biologik veteriner, baik teknologi konvensional maupun teknologi teknologi modem yang menyangkut aspek biologi molekuler atau aspek bioteknologi. Dalam hal ini telah dikuasai teknologi produksi / pembuatan antibodi monoklonal untuk kepentingan diagnosis penyakit viral (ND dan IBD) maupun penyakit bakterial (Pasteurella /

SE).

Salah satu teknologi pembuatan vaksin aktif IBD yang berasal dari isolat lapang (isolat terpilih dari berbagai isolat lapang yang diperoleh) telah berhasil dikembangkan Balitvet dengan menggunakan teknologi modem dengan mempelajari sifat molekuler dari virus- IBD lokal tersebut, sehingga dapat diketahui bahwa virus IBD lokal yang mewabah tersebut berbeda dalam hal susunan proteinnya. Dari hasil penelitian ini dikembangkanlah vaksin IBD lokal yang dalam uji cobanya cukup memuaskan dalam mengatasi virus tsb. Demikian juga dengan hasil-hasil penelitian terhadap pengembangan berbagai vaksin lainnya, maupun pengembangan teknologi pembuatan perangkat diagnostik seperti ELISA untuk penyakit SHS (Swollen Head Syndrome), dan Immunostick untuk canine distemper pada hewan kesayangan.

Keunggulan lain dari lembaga penelitian seperti Balitvet adalah memiliki koleksi mikroorganisme veteriner baik asal dari luar negeri, mupun lokal sebagai sumber plasma nutfah mikroba hewan. Koleksi mikroorganisme yang dikelola oleh "Balitvet Culture Collection" (BCC) ini merupakan salah satu pusat koleksi mikroorganisme di Indonesia. Dan satu-satunya yang mengelola mikroorganisme veteriner terlengkap di Indonesia. BCC cukup banyak .mengkoleksi mikroba lokal yang sampai saat ini pemanfaatannya belum optimal, terutama -dalanx_proses pengmbangan bahan biologik veteriner. Mikroorganisme yang dikoleksi ini merupakan sumber daya alam sebagai kekayaan negara yang penting seperti berbagai isolat anthrax\yang diperoleh dari berbagai daerah. Oleh karena itu

(4)

kekuatan ini hendaknya dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin sehingga sumber daya alam tersebut

memberikaw-hasil yang nyata bagi pembangunan peternakan di Indonesia. :.

Kekuatan berupa teknologi ini juga dimiliki oleh BATAN, terutama teknologi radiasi (nuklir) yang dapat melemahkan agen penyakit seperti parasit (koksidia), trypanosoma, clan sebagainya, sehingga agen penyakit yang telah dilemahkan tersebut menjadi tidak atau kurang patogen yang pada akhirnya dapat dijadikan sebagai kandidat vaksin (PARTODIHARDJO dkk., 1995; BERIAJAYA dldt., 1995).

Lembaga penelitian juga mempunyai kekuatan lain berupa fasilitas laboratorium baik penelitian dasar maupun penelitian terapan dan pengembangan dalam rangka mempelajari sifat-sifat (karakteristik) agen penyakit, membiakkannya, sampai mengembangkannya menjadi seed vaksin serta uji coba vaksin baru tersebut pada hewan laboratorium dan hewan target pada skala laboratorium. Kekuatan ini juga masih belum termanfaatkan secara optimal, Bahkan untuk bidang-bidang tertentu produsen swasta maupun lembaga pemerintah lainnya tidak mungkin memiliki fasilitas laboratorium dimaksud. Misalnya laboratorium milik BATAN atau BCC Bslitvet, merupakan fasilitas khusus yang suatu waktu sangat dibutuhkan oleh institusi lain termasuk produsen vaksin di dalam negeri. Laboratorium semacam ini akan menjadi sangat mahal apabila tiap-tiap produsen, lembaga harus memilikinya. Oleh karena itu kekuatan ini harus dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin baik oleh institusi tersebut maupun intitusi lainnya.

2. Proclusen pemerintah

PUSVETMA merupakan satu-satunya produsen bahan biologik veteriner di Indonesia. Oleh karena itu kekuatan utama PUSVETMA berupa TUPOKSI atau mandat yang cliberikan pemerintah sebagai satu-satunya UPT di bidang produksi vaksin, antisera, diagnostika dan bahan biologik lain. Dalam hal ini PUSVETMA bertugas untuk melaksanakan pengaclaan bahan-bahan biologik yang telah dikemukakan dalam rangka penanggulangan, pengendalian clan pemberantasan penyakit hewan. Kekuatan ini telah menjadikan PUSVETMA mampu mengembangkan dan memproduksi berbagai vaksin hewan besar seperti vaksin SE (Septivet), vaksin Brucellosis (Brucivet), vaksin Anthrax (Anthravet), vaksin Orf (Orivet), vaksin Rabies (Rabivet supra `92), limsjenis vaksin ND, dua jenis vaksin IBD, vaksin ikan (Hydrovet) clan vaksin udang (Vibriovet).

Sebagai UPT pemerintah, maka produk PUSVETMA mendapat prioritas utama dalam penyediaan vaksin untuk kepentingan pemerintah (SIREGAR, 1999). Hal ini dapat dilihat dari data produksi vaksin untuk hewan besar (SE, brucellosis, clan anthrax) selama beberapa tahun terakhir. Hal ini juga yang menyebabkan mengapa sampai saat ini vaksin hewan besar (sapi dan kerbau) seperti SE, Brucellosis dan Anthrax yang diproduksi oleh produsen swasta sulit untuk dipasarkan, karena produk PUSVETMA telah dapat memenuhi kebutuhan vaksin hewan besar yang masih disubsidi pemerintah (SIREGAR, 2000).

Kekuatan PUSVETMA lainya adalah dalam hal fasilitas laboratorium yang sangat memadai sebagai produsen bahan biologik veteriner. Dalam hal ini kapasitas produksi untuk berbagai vaksin masih melampaui dari jumlah vaksin yang diproduksi . Jumlah vaksin dan bahan diagnostik yang diproduksi pada tahun 1999 hanya sekitar 1/3 dsri kapasitas yang ada (SIREGAR, 2000). PUSVETMA memiliki berbagai laboratorium yang terpisah antara bidang produksi aneka vaksin dan antisera, bidang produksi vaksin PMK, bidang pengujian mutu produksi clan bidang peningkatan mutu dan pengembangan produksi . Selain itu tersedia instalasi kandang hewan percobaan, kandang ternak bebas penyakit khusus dan lain-lain. Fasilitas laboratorium di PUSVETMA masih belum termanfaatkan secara optimal, oleh karena itu fasilitas ini perlu ditingkatkan pemanfatannya baik oleh PUSVETMA sendiri, maupun clikerjasamakan dengan pihak-pihak terkait lainnya. Keunggulan lain dari PUSVETMA adalah tersedianya sumber daya manusia yang cukup dalam memproduksi bahan-bahan biologik veteriner. SDM ini juga cukup berpengalaman karena PUSVETMA telah memproduksi bahan-bahan biologik tersebut sejak UPT ini diberitugas pada tahun 1978.

3. Pergurusn Tinggi

SJAMSUL BARU et al. : Studi Kebiyakan Mengoptimalkan Sumberdaya Dalam NegeriDalam tifemenuhi Kebutuhan Vaksin

Saat ini diperkirakan baru tiga perguruan tinggi yang memiliki Fakultas Kedoktenan Hewan yang mempunyai pengalaman dalam mengembangkan bahan-bahan biologik veteriner, yaitu FKH-IPB, FKH-UGM dan FKH-UNAIR (PARTADIREDJA , 1999 dan BAHRI, 1999). Kekuatan yang dimiliki perguruan tinggi dalam mengembangkan bahan biologik -ini -adalah tersedianya tenaga (SDM) yang memadai, terutama dalam mengembangkan teknologi pembuatan vaksin maupun bahan biologik lainnya. Kemampuan SDM di perguruan tinggi ini terutama didasarkan atas bidang keahliannya yang diperoleh melalui / dari pendidikan S2 maupun S3. Sebagian dari tenaga (SDM) tersebut cukup menguasai IPTEK dalam aspek immunologi, mikrobiologi, maupun

(5)

. h

4. Proclusen Swata

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000

bio-teknologi, baik yang bersifat ilmu dasar maupun terapan. Sebagian besar SDM di perguruan tinggi ini menguasai dasar-dasar yang kuat untuk mengembangkan teknologi pembuatan bahan biologik.

Selain tersedia SDM yang memadai, maka perguruan tinggi juga menguasai teknologi pembuatan vaksin, baik yang sederhana (konvensional) maupun teknologi yang canggih. Perguruan tinggi juga memiliki fasilitas laboratorium maupun peralatan yang memadai, terutama untuk riset dalam pengembangan teknologi pembuatan vaksin atau bahan biologik lainnya. Fasilitas ini lebih difokuskan dalam upaya menghasilkan teknologi produksi pengembangan bahan biologik, baik untuk keperluan diagnostika maupun pembuatan vaksin. Beberapa perguruan tinggi mempunysi pengalaman dalam memproduksi bahan diagnostik maupun vaksin clan dimasa mendatang mereka akan meningkatkan upaya tersebut sebagai salah satu usaha menclapatkan dana dalam rangka otonomi di perguruan tinggi(PARTADIREDJA , 1999).

Dua produsen bahan biologik milik swasta yang dijadikarL objek dalam studi ini adalah Vaksindo dan Medion, yang merupakan produsen swasta potensial dalam menghasilkan bahan biologik di bidang veteriner. Produsen swasta ini mempunysi keunggulan karena selama ini reputasi mereka cukup baik di bidang produksi bahan-bahan biologik veteriner di Indonesia. Keunggulan yang dimiliki produsen swasta adalah memiliki prinsip sebagai pengusaha / pedagang yang selalu berorientasi kepada profit / keuntungan, sehingga mereka selalu memproduksi bahan biologik yang dibutuhkan pasar clan berusaha secara efisien. Oleh karena itu mereka mempunyai SDM yang sangat trampil dalam memproduksi bahan-bahan biologik veteriner terutama vaksin yang lebih memiliki pasar yang luas daripada bahan diagnostika. SDM ini ticlak hanya sekedar trampil tetapi juga profesional .

Selain memiliki SDM yang profesional, produsen swasta juga memiliki fasilitas laboratorium / pabrik yang memadai dengan kapasitas yang lebih dari cukup untuk saat ini dalam memproduksi bahan biologik tersebut. Produk biologik yang diproduksinya hingga saat ini masih dibawah kapasitas yang ada dari alat yang dimiliki, yang berarti fasilitas produksi yang dimiliki produsen swasta tersebut masih belum beroperasi secara optimal.

Produsen swasta juga menguasai teknologi produksi vaksin hewan / temak, terutama teknologi konvensional yang merupakan standar dari pembuatan vaksin yang telah diteliti sebelumnya . Hal yang penting dari produsen swasta ini adalah pengalaman dalam memasarkan produk mereka serta mengetahui produk apa dan yang bagaimana yang dibutuhkan pasar(JAHYA, 2000).

B. Kelemahan (Weakness) 1. Lembaga Penelitian

2. Produsen Pemerintah (PUSVETMA)

Kelemahan lembaga penelitian dalam mengembangkan produk biologik veteriner di Indonesia adalah tidak memiliki mandat sebagai produsen vaksin dan bahan biologik lainnya, sehingga hasil-hasil penelitian pengembangan teknologi pembuatan bahan biologik veteriner tidak secara otomatis diproduksi untuk dikenalkan kepada masyarakat / klien. Begitu juga umpan balik tentang kelemahan / kekurangan dari teknologi yang telah dihasilkan tidak diperoleh karena lembaga penelitian tidak memproduksinya sendiri .

Selain itu kelemahan lain adalah lembaga penelitian belum berorientasi kepada pasar dan profit, sehingga teknologi yang dihasilkan tidak selalu yang mempunyai nilai komersial yang tinggi. Lembaga penelitian juga tidak memiliki fasilitas produksi bahan biologik yang bersifat masal, tetapi hanya memiliki fasilitas dengan kapasitas produksi yang renclah (kecil), hanya terbatas untuk penelitian atau uji coba saja. Oleh karena itu Lembaga penelitian juga ticlak memiliki tenaga trampil (SDM trampil) untuk produksi masal.

Walaupun PUSVETMA banyak memiliki keunggulan / kekuatan dalam memproduksi vaksin dan bahan biologik veteriner lainnya, PUSVETMA juga mempunyai kelemahan dalam hal orientasi produk yang masih belum berorientasi kepada pasar. Hal ini karena PUSVETMA harus melayani kebutuhan / penmintaan produk-produk biologik yang dibutuhkan pemerintah (Ditjen. Petemakan). Sehingga sebagian besar upaya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu sistem penganggaran juga masih mengacu kepada APBN, sehingga . - 445

(6)

macam produk biologik yang akan diproduksi untuk tahun berjalan harus mengacu kepada program Ditjeh= Petemakan yang diajukan tahun sebelumnya. Sebagian besar anggaran dipergunakan untuk memproduksi baharr biologik, sedangkan untuk biaya penelitian dan pengembangan produk-produk baru atau penyempurnaan produk lama sangat terbatas. Demikian juga dengan SDM sebagai pengembang yang harus menguasai IPTEK yang kuat dibidang Immunologi, Mikrobiologi dan Molekuler Biologi masih kurang bila dilihat dari tingkat pendidikannya serta dibandingkan dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi.

Bila dilihat dari jumlah karyawan keseluruhan dibandingkan dengan produktivitas yang dihasilkan selama beberapa tahun terakhir, terlihat bahwa produsen pemerintah di bidang bahan biologik ini masih belum efisien. .i'.

Perguruan Tinggi

Kelemahan perguruan tinggi dalam mengembangkan bahan biologik di Indonesia adalah karena menganggap bukan tugas utamanya (tidak mempunyai mandat untuk itu), sehingga upaya memproduksi vaksin dan bahan biologik lainnya hanya bersifat sampingan sebagai lanjutan dari kegiatan penelitian yang terkait dengan kebutuhan bahan biologik tertentu, baik sebagai akibat dari kebutuhan untuk menetapkan diagnosis terhadap penyakit tertentu, maupun dalam upaya untuk menanggulangi penyakit tertentu .

Fasilitas yang dimiliki perguruan tinggi saat ini bukan untuk memproduksi bahan biologik secara masal, tetapi hanya untuk riset dan produksi terbatas. Disamping itu fasilitas laboratorium maupun peralatan yang tersedia tidak terfokus di satu unit / laboratorium, tetapi tersebar di berbagai unit seperti PAU Bioteknologi dan PAU -Ilmu Hayat. Masalah lain adalah sistem penganggaran untuk pengembangan dan pembuatan vaksin atau bahan biologik lain tidak menentu, sehingga kegiatannya kurang terencna dengan baik.

4. Produsen Swasta

SJAMSULBAFR1et al. : Studi Kebijakan Mengoptimalkan Sumberdaya Dalam Negeri Dalam Memenuhi Kebutuhan Vaksin

Kelemahan yang dimiliki produsen swasta dalam pengembangan bahan biologik veteriner adalah seed vaksin yang dipergunakan sebagian besar berasal dari impor, sehingga selain masih tergantung dari pihak luar negeri, juga belum tentu semua penyakit yang ada di Indonesia sesuai (cocok) dengan seed (bibit) vaksin asal luar negeri tersebut. Kelemahan lainnya adalah terbatasnya tenaga riset dan pengembangan bahan biologik (SDM pengembang) dibanding yang terdapat di lembaga penelitian clan perguruan tinggi. Selain itu untuk riset dan pengembangan bahan biologik juga memerlukan biaya (dana) yang cukup besar dan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, perguruan tinggi dan lembaga penelitian merupakan komplemen (mitra) yang ideal untuk swasta untuk saling mengisi kekurangan masing-masing dalam upaya mengembangkan produk biologik veteriner di dalam negeri.

Kapasitas produksi swasta yang masih belum optimal merupakan kelemahan'tersendiri, terutama dalam memperluas pemasarannya.

FAKTOR EKSTERNAL C. Peluang (Opportunity)

1. Lembaga Penelitfan

Peluang yang dimiliki lembaga penelitian dalam upaya mengembangkan bahan biologik veteriner di dalam negeri adalah permintaan / kebutuhan vaksin hewan yang cukup besar dan belum dapat dipenuhi dari dalam negeri, terutama untuk vaksin unggas. Sampai saat ini produk biologik dalam negeri baru memberikan kontribusi kurang dari 35% saja. Bahkan untuk vaksin unggas (data tahun 1999) produk dalam negeri baru mengisi kurang dari 20% (AKOSO, 2000). Kekosongan ini merupakan peluang bagi lembaga penelitian untuk mengembangkan produk-produk biologik di dalam negeri.

Selain sebagian besar bahan biologik veterner masih diimpor, ternyata masih belum mencukupi kebutuhan yang ada, terutama pada masa sebelum krisis moneter (sebelum Juli 1997) pada masa industri perunggasan sedang jaya (mencapai puncaknya) .

(7)

2. Produsen Pemerintah

Laporan Bag(an Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000

Selain permintaan dalam negeri yang sangat besar, terbuka juga pasar ekspor ke berbagai negara Asia seperti yang telah dilakukan oleh produsen swasta (RUMAWAS, 2000 danJAHYA, 2000). Hal ini juga merupakan suatu peluang yang dapat dimanfaatkan .

Walaupun lembaga penelitian belum memiliki fasilitas produksi skala masal, tetapi terdapat peluang kerjasama kemitaan dengan produsen swasta yang memiliki pabrik bahan biologik dimana sampai saat ini kapasitas produksinya masih belum optimal. Kerjasama ini dapat mengikuti model "toll manufacturing" dan "under lisence" yang dimungkinkan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 324/kpts/TN.120/4/1994.

Seperti halnya lembaga penelitian, produsen pemerintah (PUSVETMA) juga mempunyai peluang untuk meningkatkan produksinya serta mengembangkan bahan biologik veteriner lainnya, karena permintaan vaksin dan bahan biologik vateriner masih belum dapat dipenuhi dari dalam negeri. Pasar domestik ini cukup tinggi, terutama untuk vaksin unggas dan hewan kesayangan. Selain pasar domestik, pasar ekspor juga masih terbuka selama dapat bersaing / kompetitif

Kapasitas produksi yang belum optimal mempunyai peluang untuk dioptimalkan dengan mengubah orientasi bisnisnya dari hanya tergantung kepada permintaan pemerintah (vaksin hewan besar dan rabies) kepada pendekatan pasar dengan mengembangkan produk biologik yang memiliki nilai ekonomis tinggi (komersial) seperti vaksin untuk ayam.

Kerjasama kemitraan dengan pihak ketiga dalam pemasaran dan permodalanjuga merupakan suatu peluang yang harus dapat dimanfaatkan sehingga fasilitas yang ada akan menjadi optimal.

3. Perguruan Tinggi

Seperti halnya dengan lembaga penelitian dan produsen bahan biologik dalam negeri lainnya, maka perguruan tinggi juga mempunyai peluang untuk berkiprah dalam mengembangkan bahan biologik di dalam negeri karena permintaan bahan biologik veteriner sangat tinggi, terutama untuk kebutuhan domestik, selain terdapat juga peluang untuk peran ekspor ke berbagai negara Asia. Kemampuan yang ada di perguruan tinggi dapat dioptimalkan dengan mengadakan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pihak ketiga. Dalam hal ini dapat hanya menjual lisensi dari patent berbagai teknologi pembuatan vaksin atau dengan cara bagi keuntungan.

Peluang lain adalah dengan cara pemanfaatan tenaga SDM yang ada di perguruan tinggi dengan melalui semacam program riset unggulan kemitraan. Apabila perguruan tinggi dalam rangka otonomi bermaksud mengembangkan badan usaha di bidang bahan biologik, maka terbuka peluang yang besar,dalam pengembangan bahan biolgik di dalam negeri dengan mengoptimalkan aset yang tercecer / tersebar di berbagai unit di dalam perguruan tinggi tersebut.

4. Produsen swasta

Produsen swasta memiliki peluang meningkatkan produksinya yang masih belum optimal karena permintaan domestik masih banyak dipenuhi produk impor, dan juga masih kekurangan. Peluang ini tidak saja terhadap vaksin unggas, tetapi juga terhadap vaksin-vaksin atau bahan biologik untuk hewan kesayangan. Bahkan pasar ekspor ke berbagai negara Asia masih dapat ditingkatkan apabila strategi pemasaran dapat dikuasai.

Hasil-hasil penelitian yang saat ini telah banyak dikembangkan oleh lembaga penelitian dan perguruan tinggi juga mempunyai peluang untuk dimanfaatkan oleh pihak swasta dengan menjalin kerjasama yang saling menguntungkan. Peluang kerjasama dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dapat diperluas dalam merencanakan pengembangan bahan-bahan biologik yang bernilai komersial tinggi. Hal ini demi kepentingan efisiensi dalam pemanfaatan aset-aset nasional di kedua belah pihak, mengingat biaya riset yang apabila diselenggarakan sendiri-sendiri menjadi sangat mahal .

(8)

3. Perguruan Tinggi

4. Produsen Swasta

SJAMSUL BAtflmet al. : Studi Kebijakan Mengoptimalkan Sumberdaya Dalam NegeriDalam Memenuhi Kebutuhan Vaksin

D. Ancaman (Threats)

1. Lembaga Penelitian

Ancaman dalam rangka pengembangan produk biologik veteriner di dalam negeri adalah masalah krisis

ekonomi yang berkepanjangan sehingga daya beli masyarakat yang melemah mempengaruhi terhambatnya industri

perunggasan. Selain itu dengan nilai rupiah yang terpuruk, maka harga berbagai bahan kimia dan media untuk

menunjang penelitian pengembangan bahan biologik veteriner menjadi mahal. Akibatnya biaya penelitian dan

pengembangan juga menjadi tinggi.

" 4ncaman lain yaitu banyaknya pesaing lain terutama dari luar negeri, khususnya dari negara-negara maju

seperti Eropa dan Amerika yang telah lebih dahulu mengembangkan berbagai teknologi pembuatan vaksin,

sehingga produksi mereka relatif lebih efisien. Di-era perdagangan bebas kelak akan sangat sulit membendung

masuknya produk-produk dari luar negeri karena terikat dalam perjanjian WTO yang melarang adanya pembebanan

tarif sebagai cara menghambat perdagangan internasional . Ancaman seperti ini hanya dapat diantisipasi dengan

mengembangkan berbagai bahan biologik yang menggunakan isolat-isolat mikroorganisme lokal yang mempunyai

keunggulan komparatif sehingga bahan biologik ini akan lebih efektifdalam penanggulangan penyakit.

2. Produsen Pemerintah

Krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak kepada terpuruknya nilai tukar rupiah serta menyebabkan

mahalnya semua barang impor termasuk bahan kimia dan media untuk bidang veteriner. Dengan demikian upaya

pengembangan produksi vaksin dan bahan biologik veteriner lain di dalam negeri juga terkena dampaknya,

sehingga hal ini menjadi ancaman tersendiri terhadap upaya-upaya tersebut. Demikian juga dengan munculnya

pesaing-pesaing terhadap produk biologik dari luar negeri dapat menghambat pengembangan bahan biologik di

Indonesia. PUSVETMA sebagai produsen pemerintah harus mengantisipasi hal ini dengan cara meningkatkan

efisiensi produksi serta berorientasi kepada pasar terhadap bahan-bahan biologik yang akan diproduksinya. Bila

memungkinkan, PUSVETMA harus beralih status dari sekedar memproduksi bahan-bahan biologik untuk

kepentingan pemerintah berubah menjadi perusahaan atau BUMN yang berorientasi kepada profit. Usulan

demikian juga merupakan salah satu alternatif yang dilaporkan AKOso (1999 dan 2000). Pertimbangan demikian

merupakan beberapa jalan keluar dari ancaman tersebut.

Selain itu ancaman lain terhadap eksistensi PUSVETMA juga datang dari peraturan-peraturan pemerintah

yang baru, antara lain UU No.22 tahun 1999 tentang otonomi daerah serta kemungkinan reorganisasi UPT yang

terjadi di Departemen Pertanian.

Seperti halnya dengan lembaga penelitian maupun produsen bahan biologik di dalam negeri, krisis ekonomi

yang berkepanjangan berdampak juga kepada perguruan tinggi yang berminat mengembangkan produksi

bahan-bahan biologik di Indonesia, karena harga-harga bahan-bahan kimia dan media yang sangat vital untuk penelitian

pengembangan bahan biologik menjadi sulit diperoleh dan mahal.

Adanya pesaing dari luar negeri terutama dari negara maju juga menambah ancaman dalam upaya

pengembangan bahan biologik di dalam negeri, walaupun dari segi penguasaan teknologi, perguruan tinggi masih

dapat mengimbanginya, tetapi yang menyangkut harga bahan-bahan kimia dan media tidak dapat diatasi.

Sama halnya dengan ketiga kelompok sebelumnya, maka krisis ekonomi yang berkepanjangan juga

berpengaruh terhadap produsen swasta dalam memacu pengembangan bahan biologik veteriner di dalam negeri .

Adanya pesaing-pesaing produk biologik dari luar negeri juga menjadi ancaman tersendiri bagi produsen swasta,

walaupun saat ini hal semacam ini telah dijalani. Tampaknya dengan nilai tukar rupiah yang melemah, sangat

mempengaruhi impor bahan biologik yang menjadi sangat mahal, sehingga produk yang sama yang dibuat di dalam

negeri masih dapat bersaing walaupun sebagian bahan kimia dan media masih diimpor.

(9)

Ancaman produk biologik asal impor memang tidak dapat diatasi dengan pembatasan melalui peningkatan biaya masuk, tetapi harus dicari keunggulan-keunggulan dari produk dalam negeri sendiri, seperti keunggulan komperativ yang dimiliki oleh vaksin IBD asal isolat lokal.

UPAYAMENGOPTIMALKAN SUMBER DAYA DALAM NEGERI DALAM PENGEMBANGAN VAKSIN DAN BAHAN BIOLOGIK LAIN DI INDONESIA

Setelah dilakukan analisis SWOT dari lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang potensial mengembangkan dan memproduksi bahan biologik veteriner di Indonesia, maka selanjutnya dilakukan suatu foi-rnulasi strategis sebagai altematif pemecahan masalah yang ditawarkan dalam rangka mengoptimalkan sumber daya dalam negeri, sehingga potensi yang ada dapat menjadi optimal. Dalam hal ini terdapat empat strategi untuk masing-masing lembaga institusi pengembang atau produsen bahan biologik.

A. Strstegi SO 1. Lembaga Penetidan

Lembaga penelitian harus segera memanfaatkan kekuatan/keunggulannya, antara lain dengan meningkatkan atau memacu industri vaksin dan bahan biologik dengan memanfaatkan mikroorganisme lokal yang telah dimiliki / dikoleksi selama bertahun-tahun. Diyakini bahaa sebagian mikroorganisme lokal ini akan mempunyai keunggulan tersendiri dalam keefektifannya menanggulangi penyakit hewan yang terdapat di Indonesia. Pemanfaatan mikroorganisme lokal (plasma nutfah) ini juga harus diikuti dengan penelitian yang berorientasi pasar, dengan mengutamakan/memprioritaskan pengembangan bahan-bahan biologik yang bemilai komersial tinggi, dalam hal ini untuk vaksin unggas prioritas harus ditekankan kepada vaksin ND, IB dan IBD. Saat ini ketiga jenis mikroorganisme tersebut tersedia di Balitvet, bahkan sebagian sudah dikerjakan dalam memproduksi vaksin. Dalam hal ini perlu diteliti lebih serius dan secara profesional kepada ketiga jenis vaksin tersebut. Bahkan juga dalam bentuk vaksin cocktail (kombinasi antara ketiganya ND-IB-IBD) . Hasil penelitian yang sudah ada perlu disempumakan agar mempunyai keunggulan tersendiri . Kesempatan ini harus dapat dimanfaatkan karena permintaan pasar domestik yang tinggi .

Prioritas berikutnya adalah sesuai dengan permintaan pasar yang berkembang, antara lain dengan mencoba menjajagi pengembangan vaksin-vaksin untuk hewan kesayangan maupun vaksin non-unggas lain yang kebutuhannya di dalam negeri cukup banyak atau mempunyai nilai ekonomis apabila vaksin / bahan biologik tersebut dikembangkan di dalam negeri. Hal ini merupakan himbauan sebagian besar dokter hewan praktek di Jakarta(BAGDJA, 1999).

Strategi lain yang perlu dilakukan lembaga penelitian adalah melakukan kerjasama operasional atau kemitraan dengan produsen vaksin pemerintah maupun swasta yang memiliki fasilitas produksi (pabrik), secara masal dengan cam yang saling menguntungkan. Kerjasama ini dapat dilakukan pada awal pengembangan suatu produk biologik dengan dana bersama, atau dapat juga dilakukan setelah suatu produk biologik siap memasuki pasar (siap diproduksi masal) atau dapat juga dengan kerjasama menggunakan cara "toll manufacturing" apabila lembaga penelitian memiliki unit usaha obat hewan tersendiri seperti melalui kantor KIAT yang selanjutnya kantor KIAT yang akan mengadakan negosiasi dengan produsen bahan biologik swasta untuk melakukan kontrak "toll manufacturing" .

2. Produsen Pemerintah

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000

Dengan memanfaatkan mandat untuk memproduksi bahan-bahan biologik veteriner, PUSVETMA harus dapat merebut peluang pasar yang besar pada vaksin unggas selain vaksin hewan besar pesanan pemerintah. Untuk itu harus dapat meningkatkan produksi vaksin unggas yang telah dikuasai teknologinya (seperti vaksin ND dan IBD) dengan menjalin kerjasama operasional dengan pihak swasta dalam hal pemasaan. Kelemahan dalam hal pemasaan harus dicarikan solusinya dengan berorientasi kepada manajemen pemasaan yang profesional. Untuk dapat memacu pengembangan produk-produk biologik barunya seperti yang direncanakan, maka dapat menjalin kerjasama dengan lembaga penelitian maupun perguruan tinggi yang relatif memiliki tenaga pengembang produk biologik cukup kuat.

(10)

3. Perguruan Tinggi

SJAMSUL BAwuet al. : Studi Kebiyakan Mengoptimalkan Sumberdaya Dalam Negeri Dalam Memenuhi Kebutuhan Vaksin

Perguruan Tinggi yang mempunyai kekuatan dalam hal SDM untiik penelitian clan pengembangan produk-produk biologik hendaknya mengarahkan penelitian tersebut kepada produk-produk-produk-produk biologik yang memiliki nilai komersial tinggi yang mempunyai pasar clan pennintaan cukup besar, baik pasar domestik maupun ekspor. Jadi penelitian tidak sekedar untuk mengembangkan IPTEK saja, tetapi sekaligus clapat digunakan oleh masyarakat peternak.

Penguasaan teknologi yang dimiliki oleh SDM di perguruan tinggi hendaknya dapat dikerjasamakan dengan produsen bahan biologik baik pemerintah maupun swasta, terutama dalam pengembangan produk-produk biologik baru. Kerjasama ini dapat berupa penelitian unggulan kemitraan dengan dana sebagian pemerintah sebagian swasastg, -tetapi dapat juga kerjasama semacam kontrak SDM saja dengan dana penuh dari swasta atau kerjasama produksi yang teknologi pembuatan bahan biologik tersebut telah dihasilkan oleh perguruan tinggi.

Strategi SO ini dapat juga dilakukan perguruan tinggi dengan mengembangkan bahan usaha yang mencakup unit produksi bahan biologik, sehingga pada waktunya perguruan tinggi dapat memproduksi bahan-bahan biologik tersebut secara komersial dalam rangka otonomi perguruan tinggi yang memerlukan berbagai sumber pemasukan dana, seperti yang diungkapkan olehPARTADIREDIA (1999).

4. Proclusen Swata

Produsen swasta dapat menerapkan strategi SO dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada, antara lain peluang pasar domestik yang tinggi (untuk vaksin unggas) harus dimanfaatkan dengan meningkatkan produksi vaksin yang telah mereka hasilkan, serta memperluas pangsa pasarnya dengan meningkatkan promosi clan pelayanan-pelayanan lainnya, terutama untuk vaksin ND, IB dan IBD, baik dalam bentuk tunggal maupun dalam bentuk kombinasinya. Selain terhadap ketiga macam vaksin tersebut, dapat juga dikembangkan terhadap vaksin-vaksin lainnya yang masih bernilai ekonomis. Untuk mengembangkan produk-produk biologik baru atau menyempurnakan produk yang telah ada, hendaknya dapat memanfaatkan SDM yang potensial sebagai pengembang vaksin yang terdapat di lembaga penelitian maupun di perguruan tinggi dengan menjalin kerjasama yang saling menguntungkan. Atau dapat juga dengan memanfaatkan hasil-hasil penelitian dari lembaga penelitian dan perguruan tinggi yang telah acla seperti yang diinginkan(BAHRI, 1999).

B. Strategi WO 1. Lembaga Penelidan

Untuk mengoptimalkan sumberdaya penelitian dalam mengembangkan produk biologik dalam negeri, maka perlu bekerjasama dengan produsen pemerintah maupun swasta agar hasil-hasil penelitian teknologi pembuatan bahan biologik yang telah diperoleh dapat dimasyarakatkan / dikomersialkan. Selama ini banyak hasil penelitian pembuatan bahan biologik yang dihasilkan Balitvet belum dapat dimasyarakatkan karena Balitvet tidak diperbolehkan untuk memproduksi dan mengedarkan produk biologik tersebut, sehingga tidak dikenal masyarakat. Upaya mengoptimalkan aset nasional ini juga dapat dilakukan melalui rencana kebijakan Mentan yang membolehkan lembaga penelitian clan perguruan tinggi memproduksi clan mengedarkan produk hasil penelitian tersebut untuk diuji coba lapang secara lebih luas. Kebijakan ini apabila terlaksana diharapkan akan menjembatani pemasyarakatan hasil-hasil penelitian kepada pengguna di lapang, sehingga pada gilirannya akan dapat memacu pengembangan bahan biologik di dalam negeri.

Kerjasama dengan produsen pemerintah dan swasta akan sangat ideal karena selain lembaga penelitian tidak mempunyai manclat produksi, juga tidak mempunyai fasilitas untuk memproduksi bahan-bahan biologik skala besar (komersial) baik sarananya maupun SDM trampil dalam memproduksi.

Kelemahan lembaga penelitian dalam menghasilkan teknologi yang belum berorientasi pasar harus dirubah agar mengembangkan bahan-bahan biologik yang mempunyai nilai komersial tinggi, sekaligus memanfaatkan peluang pasar / permintaan yang besar terhadap bahan-bahan biologik tertentu. Selain itu hasil-hasil penelitian mendatang juga harus berorientasi HAKI selain bernilai komersial, seperti yang dikemukakan DAMARJATI (2000).

(11)

2. Produsen Pemerintah

3. Pergurusn Tinggi

4. Produsen Swasta

C. Strstegi ST

1. Lembaga Peneiidan

ran Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000

Sebagai produsen pemerintah yang cenderung kurang efisien, maka kedepannya PUSVETMA harus meningkatkan efisiensi, baik produksi maupun efisiensi usaha melalui rekapitulasi dana privatisasi. PUSVETMA juga harus meningkatkan produksi vaksin dan bahan biologik lain yang berorientasi komersial, bukan hanya sekedar pesanan atau program dari Ditjen Petemakan saja. Hal ini sekaligus memanfaatkan peluang yang ada yaitu permintaan pasar yang tinggi terhadap vaksin-vaksin tertentu, seperti vaksin unggas, terutama vaksin ND, IB dan IBD, baik dalam bentuk tunggal maupun dalam bentuk kombinasinya. Oleh karena itu, untuk mengembangkan produk-produk tersebut maupun produk-produk baru yang bemilai komersial tinggi, hendaknya PUSVETMA dapat memanfaatkan tenaga pengembang (R and D) yang terdapat di lembaga penelitian maupun perguruan tinggi yang mempunyai SDM penelitian dan pengembangan yang beragam keahliannya, baik dalam jumlah maupun keahliannya. Kerjasama ini sangat dibutuhkan agar dapat saling mengisi kekurangan masing-masing.

Altematif lain adalah dengan melakukan integrasi horizontal dengan lembaga-lembaga lain yang terkait

seperti Balitvet, agar terjadi efisiensi.

-Dengan fasilitas produksi yang kurang memadai, maka perguruan tinggi dapat menjalin kerjasama dengan produsen pemerintah (PUSVETMA) maupun swasta, agar teknologi pembuatan vaksin yang telah dihasilkan dapat dimanfaatkan secara luas. Pola kerjasama ini dapat mengacu kepada kontrak sistem "Toll manufacturing" apabila perguruan tinggi memiliki badan usaha atau menjual teknologi tersebut kepada pihak produsen. Apabila keputusan Mentan yang baru tentang pembuatan, penyediaan dan peredaran obat hewan oleh lembaga penelitian dsn perguruan tinggi telah terbit, maka teknologi hasil-hasil penelitian perguruan tinggi ini dapat diuji-cobakan lebih luas sehingga dapat dikenal oleh masyarakat / petemak.

Ada baiknya apabila perguruan tinggi membenahi organisasi semacam unit produksi bahan biologik yang khusus mengelola produk-produk biologik sehingga aktivitasnya menjadi lebih terarah, terencana dsn lebih efisien, tidak lagi hanya sekedar kegiatan sambilan / sampingan yang dapat berhenti di tengah jalan sebelum output akhir tercapai.

Kelemahan berupa biaya riset yang besar dalam upaya pengembangan produk-produk biologik baru dapat ditekan / dicarikan solusinya dengan menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian Aon perguruan tinggi, sehingga dapat menekan biaya penelitian. Hal ini perlu dilakukan mengingat biaya penelitian dan pengembangan bahan biologik cukup mahal dan memerlukan waktu, selain ketersediaan SDM penelitian di lembaga penelitian dan perguruan tinggi cukup tersedia.

Penggunaan seed vaksin asal luar negeri yang sangat menonjol perlu secara bertahap diimbangi dengan mengembangkan bahan-bahan biologik yang berasal dari isolat lokal, terutama untuk penyakit-penyakit yang sifat agen penyebabnya sudah tidak sesuai (tidak sama) dengan mikroorganisme yang dijadikan vaksin tsb. Untuk merebut peluang pasar domestik maupun ekspor, maka peningkatan produksi dari produsen dalam negeri yang kapasitas produksinya masih belum optimal, perlu diupayakan, antara lain dengan meningkatkan pemasaran dan promosi, meningkatkan efisiensi usaha agar lebih kompetitif, harga bersaing dengan produk impor. Menawarkan kerjasama sistem "Toll manufacturing" agar lebih efisien dan aset yang ada menjadi optimal.

Lembaga penelitian dapat mengurangi ancaman yang ada dalam upaya mengembangkan produk biologik di dalam negeri dengan cara meningkatkan daya saing produkvaksin yang .akan,diproduksi_di dalam negeri.melalui pengembangan, penguasaan teknologi pembuatan vaksin unggulan, terutama dengan memanfaatkan isolat-isolat lokal yang tersedia dan diketahui memiliki keunggulan komparatif, misalnya pada pengembangan vaksin IBD isolat lokal merupakan langkah strategis yang harus mendapat prioritas.

(12)

Strategi lain adalah dengan memilah-milah produk biologik mana yang akan diproduksi, yaitu selain yang dibutuhkan juga dapat bersaing dalam hal teknis maupun non-teknis . SDM pengembang harus diarahkan untuk mengerjakan hal-hal yang diprioritaskan .

2. Proclusen Pemerintah (PUS

VETMA)

Seperti halnya lembaga penelitian, maka PUSVETMA juga harus dapat meningkatkan daya saing produk vaksin dalam negeri melalui penguasaan teknologi pembuatan vaksin unggulan yang memanfaatkan sumberclaya plasma -autfah lokal. Produk-produk yang dihasilkan juga harus memperhatikan mutu yang memenuhi standar sesuai dengan Kepmentan No. 466/kpts/TN.260N/99 tentang cara pembuatan obat hewan yang baik (CPOHB), sehingga tidak diragukan oleh pengguna /klien.

3. Perguruan Tinggi

SJAMSUL BnHR] et al. : Studi Kebiyakan Mengoptimalkan Sumberdaya Dalam Negeri Dalam Memenuhi Kebutuhan Vaksin

Seperti halnya lembaga penelitian, maka strategi yang perlu dilakukan oleh perguruan tinggi adalah dengan meningkatkan daya saing produk vaksin dalam negeri melalui penelitian clan pengembangan serta penguasaan teknologi pembuatan vaksin unggulan, yaitu vaksin-vaksin yang mempunyai keunggulan dibanding vaksin impor, misalnya keunggulan komparatif yang dimiliki vaksin dalam negeri yang menggunakan isolat lokal terpilih.

Kinerja perguruan tinggi sendiri sebagai pengembang dan penghasil teknologi pembuatan

vaksinharus dapat ditingkatkan, tidak lagi bersifat sambilan.

4. Proclusen Swasta

Produsen swasta dalam strategi ini harus dapat meningkatkan daya saing produk vaksin dalam negeri dengan menerapkan CPOHB sesuai SK Mentan No.466/kpts/TN .260N/99 serta pelayanan clan promosi yang dapat meyakinkan masyarakat pengguna di dalam negeri maupun di luar negeri termasuk daya saing harga.

D. Strategi WT 1. Lembaga Penelitian

Lembaga penelitian perlu melakukan penelitian pengembangan clan pembuatan vaksin yang efisien sehingga produknya akan kompetitif dan mempunyai daya saing tinggi . Teknologi pembuatan bahan biologik yang didapatkan dari hasil penelitian perlu diproses hak patentnya (Hak Atas Kekayaan Intelektual MAKI). Selain itu kualitas vaksin clan bahan biologik veteriner lain asal bahan baku (isolat) lokal terjamin karena memenuhi kriteria standar.

2. Proclusen Pemerintah

(PUSVETMA)

Untuk mengatasi kelemahan clan ancaman yang ada maka PUSVETMA harus meningkatkan strategi bisnis vaksin yang efisien, komersial clan profesional serta lebih memperhatikan kualitas produk clan pelayanan yang baik serta promosi yang gencar.

3. Perguruan Tinggi

Seperti halnya dengan lembaga penelitian perlu melakukan penelitian dan pengembangan serta pembuatan vaksin yang efisien clan berorientasi pasar sehingga produk biologik tsb akan mempunyai daya saing tinggi, juga segera mempatentkan hasil penelitian tersebut sesuai peraturan yang berlaku. Selain meningkatkan efisiensi juga perlu meningkatkan kualitas vaksin dalam negeri yang menggunakan isolat lokal terpilih.

(13)

4. Produsen Swasta

ran Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000

Produsen swasta juga harus meningkatkan strategi bisnis vaksm dalam mengembangkan produk biologik baru, memanfaatkan sumberdaya dalam negeri yang ada serta mengoptimalkan produksi sesuai kapasitas terpasang. Untuk mengatasi ancaman ancaman tersebut, perlu meningkatkan mutu produk maupun mutu pelayanan serta promosi.

KESIMPULAN

Dari berbagai uraian pembahasan yang telah dikemukakan dalam laporan ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut

1 . Sumber daya dalam negeri yang potensial untuk mendukung pengembangan bahan biologis veteriner di Indonesia tersebar pada lembaga penelitian, perguruan tinggi dan produsen bahan biologis milik pemerintah maupun swasta.

2. Sumber daya yang tersedia di lembaga penelitian, perguruan tinggi dan produsen pemerintah maupun swasta masing-masing mempunyai keunggulan dalam aspek yang berbeda yang kesemuanya apabila dipadukan, maka keunggulan tersebut akan dapat bersifat komplementer.

3 . Sumber daya yang tersebar ini apabila terintegrasi secara vertikal atau horizontal melalui peranan pemerintah dan atau ASOHI akan menjadi aset Nasional yang solid yang dapat memacu produk biologik dalam negeri. 4. Perlu diciptakan pola/konsep kerjasama yang saling menguntungkan antara lembaga penelitian atau perguruan

tinggi dengan produsen pemerintah maupun swasta agar dapat saling mengisi (melengkapi) kelebihan atau saling menutup kekurangan masing-masing, sehingga potensi yang ada menjadi optimal.

SARAN

Untuk mengoptimalkan sumber daya lokal yang tersedia dalam memacu produksi vaksin dan bahan biologis veteriner lainnya di dalam negeri, maka perlu dipertimbangkan saran-saran sebagai berikut

1 . Meningkatkan promosi hasil-hasil penelitian dari lembaga penelitian dan perguruan tinggi tentang vaksin dan produk biologik lain kepada pengguna (peternak dan produsen obat hewan), antara lain melalui kebijakan DEPTAN. Dalam hal ini SKMENTAN tentang pembuatan, pengemasan dan peredaran obat hewan oleh lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Draft Final SK ini masih dalam proses finalisasi yang dikoordinasi oleh Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan.

2. Merubah kebijakan arah penelitian dan pengembangan bahan-bahan biologik veteriner yang dilakukan oleh lembaga penelitian dan perguruan tinggi dari penelitian dasar untuk kepentingan pemerintah menjadi berorientasi kepada pasar (demand) dan output yang bernilai komersial tinggi serta merupakan substitusi

impor.

3 . Lembaga penelitian dan perguruan tinggi yang mempunyai SDM potensial sebagai pengembang bahan biologik di dalam negeri hanya akan melakukan aktivitas penelitian dan pengembangan bahan biologik atas dasar

a. permintaan produsen bahan biologis dalam negeri melalui kerjasama yang saling menguntungkan. b. Prioritas yang mendesak untuk mengatasi permasalahan kesehatan hewan di lapang.

c. Permintaan pasar yang tinggi terhadap produk biologis yang dikembangkan tersebut. d. Produk yang akan dihasilkan bernilai komersial tinggi dan bersifat strategis

e. Memanfaatkan isolat-isolat lokal terpilih yang prospektif

4. Perlu dilakukan penelitian tentang kesesuaian vaksin atau bahan biologik impor dengan agen penyakit yang terdapat di Indonesia

5 . Pengembangan vaksin hewan kesayangan yang selama ini belum mendapat tempat untuk ditangani/diteliti, perlu dimulai dengan prioritas kepada vaksin dan bahan diagnostik yang permintaannya cukup banyak.

6. Produsen pemerintah maupun swasta yang mempunyai keunggulan dalam hal SDM trampil dan fasilitas produksi perlu melakukan hal-hal sebagai berikut

a. Memperluas pemasaran dan meningkatkan promosi serta pelayanan kepada klien

b. Meningkatkan produksi yang selama ini masih dibawah kapasitas terpasang dengan cara bekerjasama dengan produsen lain yang belum memiliki pabrik dengan sistim "Toll manufacturing" yang diatur oleh kebijakan menteri pertanian.

(14)

SJAMSUL BAHRIet al. : Studi Kebijakan Mengoptimalkan Sumberdaya Dalam NegeriDalamMemenuhi Kebutuhan vaksin c. Meningkatkan produksi bahan-bahan biologis unggulan (mempunyai pasar yang besar) yang saat ini

masih di impor dalam jumlah besar seperti vaksin ND, IB dan IBD.

d. Mengembangkan vaksin-vaksin unggulan dalam bentuk kombinasi (cocktail) 2-4 macam jenis penyakit .

e. Mengembangkan produk biologik dengan menggunakan/memanfaatkan isolat lokal terpilih

f. Melakukan efisiensi usaha antar lain dengan menjalin ketjasama dalam memanfaatkan sumber daya yang ada di lembaga penelitian dan perguruan tinggi

g. Meningkatkan mutu produk

7. Untuk mengatasi persaingan dengan produk-produk asal impor, maka selain meningkatkan mutu produk melalui penerapan CPOHB dan penggunaan isolat lokal (seed) bahan bioplogis, juga harus diterapkan azas efisiensi serta promosi. Selain itu perlu ditinjau kembali tarif bea masuk obat hewan yang hanya lima persen (5%), terutama terhadap produk-produk yang dapat diproduksi di dalam negeri atau yang keefektifannya dalam mengatasi penyakit diragukan.

DAFTAR PUSTAKA

AKOSO, B.T . 1999 . Kebijakan Direktorat Jenderal Petemakan dalam memenuhi kebutuhan obat hewan (vaksin dan bahan biologis veteriner lainnya). Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Petemakan. Jakarta. Makalah disampaikan pada " Workshop veteriner", 27 Juli di Puslitbang Petemakan. Bogor.

AKOSO, B.T. 2000, Kebutuhan bahan biologik untuk menunjang pengamanan temak terhadap penyakit. Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Petemakan. Jakarta. Makalah disampaikan pada "Seminar dan Pameran Teknologi veteriner", 14-15 maret 2000 di Balitbangtan. Jakarta.

ANONIM . 2000 . Industri obat hewan mulai bangkit dari kondisi mati suri- Poultry Indonesia, Pebruari 2000 BAGDJA, W. 1999 . Direktur Rumah Sakit Hewan, Jakarta (Komunikasi Pribadi).

BAHRI, S. 1999. Potensi lembaga penelitian dalam mendukung pengadaan vaskin dan bahan biologik veteriner lainnya di Indonesia. Workshop terbatas upaya pengembangan vaskin dan bahan biologik veteriner lainnya di Indonesia, 27 Juli 1999. Puslitbang Petemakan.

BERIAJAYA, G. ADIWINATA, dan S. PARTODIHARDJO. 1995 . Studi tentang Larva Cacing Haemonchus contortus yang telah diiradiasi pada Domba. Prosiding Nasional Teknologi Veteriner untuk meningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan Pangan Asal Temak. Bogor, 22-24 Maret 1994, p: 262-268.

DAMARDJATI, D.S. 2000. Kantor Pengelola KIAT sebagai Penggerak,Komersialisasi Hasil Penelitian Pertanian di presentasikan pada Seminar dan Pameran Teknologi Veteriner, Puslitbang Petemakan, Badan Litbang Pertanian. Jakarta, 14-15 Maret 2000 .

INFOVET, 1998 . Majalah INFOVET, Jakarta. JAHJA, J. 2000 . Komunikasi pribadi.

PARTADIREJA, M. 1999 . Potensi, peluang dan prospek perguruan tinggi dalam memenuhi kebutuhan vaksin dan bahan biologis veteriner lain di Indonesia. Makalah disampaikan pada "Workshop Veteriner", 27 Juli di Puslitbang Petemakan. Bogor. PARTODIHARDJO, S., E. PURWATI, YASRIAL, BERIAJAYA dan G. ADIw1NATA. 1995. Pengaruh vaksin Larva Tiga (L3) H contortus

yang diiradiasi dengan sinar gamma kobalt-60 pada kelinci. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk meningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan Bahan Pangan Asal Temak. Bogor, 22-24 Maret 1994. P: 256-261 . PRONOHARTONO, T. 1995 . Peluang kerjasama antara Swasta Nasional dan Lembaga Pemerintah dalatn upaya meningkatkan

Pembinaan kesehatan hewan dan pengamanan bahan pangan asal temak. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk meningkatkan kesehatan hwewan dan pengamanan Bahan Pangan Asal Temak. Balitvet, Cisarua, Bogor, 22-24 Maret 1994 .

PRONOHARTONO, T., 1996 Peranan, Permasalahan dan Upaya ASOHI dalam menyongsong pembangunan petemakan pada 15 tahun yang akan datang. Prosiding Temu Ilmiah Nasional Bidang Veteriner.Bogor,12 - 13 Maret 1996. P : 53 -58. PRONOHARTONO, T., 1999 . Peran, fungsi dan kebijakan ASOI-11 dalam menunjang pemenuhan kebutuhan vaskin dan bahan

biologis lain di Indonesia. Makalah disampaikan pada "Workshop Veteriner", 27 Juli 1999. Bogor.

PRONOHARTONO, T., 2000. Kebutuhan dan ketersediaan obat hewan di Indonesia. Makalah disajikan pada "Seminar Nasional IPTEK veteriner" Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan. DEPTAN. Jakarta, 14-15 Maret 2000.

(15)

Laporan Bagian ProyekRekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II Th. 199912000

RUMAWAS, W. 1999 . P.T .Vaksinclo clan keberhasilannya . Masalah disampaikan pada "Wokshop Veteriner" 27JUlidi Puslitbang Petemakan .

RUMAWAS,W. 2000. Komunikasi pribadi.

SIREGAR, S.B . 1999 .Strategi, kontribusi clan prospek Pusvetma dalam memenuhi kebutuhan vaksin clan bahan biologik veteriner lain di Indonesia . Workshop terbatas upaya pengembangan vaksin clan bahan biologikveteriner lainnya di Indonesia, 27 Juli 1999 .Puslitbang Petemakan .

Referensi

Dokumen terkait

Tanggungjawab Pemerintah sebagamana dimaksud pada ayat (1) dikhususkan pada pelayanan publik. Berdasarkan ketentuan di atas, peran pemerintah dalam mengatur, menyelenggarakan,

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta di bagian perawatan Lantai VA, Lantai VC, Lantai IVA, Lantai IVC dan Emergency dilakukan pada bulan

Bahan yang telah dipanaskan kemudian dibentuk menjadi pellet dengan menggunakan mesin press yang terdiri dari ring die press yang mempunyai lubang-lubang dengan ukuran tertentu

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa peran aparatur Kecamatan Ilir Barat I dalam pembinaan dapat dikatakan telah dilakukan dengan baik untuk

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Motor ability dan power tungkai terhadap hasil lay up Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1

Ia tidak berpikir panjang lagi lalu dikampaknya ikan itu kemudian dibawanya pulang ke rumah. Tiba di rumah, ikan itu dimasaklah oleh istrinya. Setelah masak, ikan

Komite audit = jumlah total komite audit ; kepemilikan institusional = jumlah saham institusional terhadap keseluruhan saham perusahaan ; kepemilikan manajerial = %