• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Melalui Praktek Manajemen Laba : Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Signal

Teori signal menjelaskan perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan kepada pihak eksternal. Teori signal pada dasarnya membahas adanya ketidaksamaan informasi antara pihak internal dan pihak eksternal perusahaan (Wahyuni dkk, 2013). Pihak internal perusahaan pada umumnya memiliki informasi yang lebih baik dan lebih cepat berkaitan dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya dibandingkan dengan pihak eksternal seperti inverstor luar. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat informasi asimetri antara perusahaan dengan pihak eksternal.

Munculnya informasi asimetri menyulitkan pihak investor dalam menilai secara objektif tentang kualitas dari perusahaan. Pernyataan yang dibuat oleh manajemen akan diragukan kebenarannya karena baik perusahaannya bagus atau tidak bagus akan sama – sama mengklaim bahwa perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik.

(2)

pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang dapat menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Manajemen selalu berusaha untuk mengungkapkan informasi yang menurut pertimbangannya sangat diminati investor dan pemegang saham khususnya informasi yang merupakan

good news.

2.1.2 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan merupakan dasar yang dapat digunakan untuk memahami

corporate governance dan manajemen laba. Teori keagenan menjelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika pemegang saham (principal) mempekerjakan manajer (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang untuk pengambilan keputusan kepada agent timbul karena adanya kemungkinan agent tidak melakukan tindakan yang sesuai dengan kepentingan

prinsipal sehingga menimbulkan biaya keagenan.

Teori agensi mengasumsikan bahwa agent memiliki lebih banyak informasi daripada principal karena principal tidak dapat mengamati kegiatan yang dilakukan agent secara terus – menerus dan berkala. Karena principal tidak memiliki informasi yang cukup mengenai kinerja agent, maka principal tidak pernah dapat mengetahui dengan pasti bagaimana usaha agent memberikan kontribusi pada hasil aktual perusahaan. Situasi inilah yang disebut asimetri informasi (Saffudin, 2011).

(3)

perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Dimana antara agent dan principal ingin memaksimalkan utility masing – masing dengan informasi yang dimiliki. Teori agensi memiliki asumsi bahwa masing – masing individu semata – mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik antara principal dan agent. Pemegang saham sebagai pihak principal mengadakan kontrak untuk memaksimalkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunitik dari agent yaitu perilaku manajemen untuk memaksimalkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari

principal.

Jensen dan Meckling (1976) dalam Muliati (2010) menyatakan bahwa

(4)

2.1.3 Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan dapat dilihat dari kinerja perusahaan. Penilaian kinerja perusahaan dapat dilihat dari analisis laporan keuangan berupa rasio keuangan dan perubahan harga saham. Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti dengan tingginya kemakmuran pemegang saham, semakin tinggi harga saham maka nilai perusahaan akan juga tinggi. Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek, salah satunya dengan harga saham perusahaan karena mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan (Pamungkas, 2012).

Beberapa penelitian, nilai perusahaan juga dapat diartikan sebagai nilai pasar. Karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran para pemegang saham secara maksimum dengan harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi tingkat kemakmuran pemegang saham (Ludwina dan Wardhani, 2012).

Penilaian dalam perusahaan mengandung unsur – unsur proyeksi, asuransi, perkiraan dan judgement. Dengan beberapa konsep dasar penilaian yaitu : (1) nilai ditentukan untuk suatu periode tertentu; (2) nilai harus ditentukan pada harga wajar; (3) penilian tidak dipengaruhi sekelompok pembeli tertentu.

(5)

dana yang diinvestasikan. Jika nilai tobin’s Q diatas satu maka investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi sedangkan jika nilai tobin’s Q dibawah satu maka investasi dalam aktiva tidak menarik investor.

2.1.4 Manajeman Laba

2.1.4.1 Pengertian Manajemen Laba

Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal guna mencapai tingkat laba tertentu dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya atau perusahaannya sendiri (Saffudin, 2011). Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa sebagai angka laba tanpa rekayasa.

Healy dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa definisi manajemen laba mengandung beberapa aspek, yaitu (1) intervensi menajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya

(6)

kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini muncul ketika manajemen memiliki akses terhadap informasi yang tidak dapat diakses oleh pihak luar.

Gunny dalam Wardani (2013) mengelompokkan manajemen laba menjadi tiga, yaitu (1) akuntansi yang curang, (2) manajemen laba akrual dan (3) manajemen laba rill. Akuntansi yang curang merupakan pemilihan akuntansi yang melanggar prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum. Manajemen laba akrual merupakan pilihan akuntansi yang diperbolehkan dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum yang mencoba untuk menutupi atau mengaburkan kinerja perusahaan yang sebenarnya. Manajemen laba rill merupakan tindakan yang terjadi ketika manajemen melakukan tindakan yang menyimpang dari praktek operasi normal perusahaan untuk meningkatkan laba yang dilaporkan.

2.1.4.2 Manajemen Laba Rill

Manajemen laba rill merupakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen melalui aktivitas perusahaan sehari – hari selama periode akuntansi. Motivasi dari manajemen laba rill adalah waktu, dimana manajemen laba rill dapat dilakukan kapan saja sepanjang periode akuntansi dengan tujuan spesifik yaitu memenuhi atau meningkatkan target laba, menghindari kerugian dan mencapai target ramalan analis.

(7)

(Ratmono, 2010). Menurut Graham et al dalam Wardani (2013) pergeseran manajemen laba akrual menuju manajemen laba rill disebabkan beberapa faktor diantaranya : (1) manajemen laba akrual lebih sering dijadikan pusat pengamatan oleh auditor dan regulator daripada keputusan tentang penentuan harga dan produksi. Pilihan akuntansi yang dilakukan terkait dengan akrual pada perusahaan mempunyai resiko yang lebih besar terhadap pemeriksaan oleh pihak yang berwenang di pasar modal dan perusahaan akan mendapatkan sangsi apabila terbukti melakukan penyimpangan standar akuntasi yang berlaku umum dengan tujuan untuk manipulasi laba, (2) hanya menitikberatkan perhatian pada manipulasi akrual merupakan tindakan yang beresiko.

Menurut Cohen et al (2007) dan Ratmono (2010) ada tiga metode yang dilakukan dalam manajemen laba rill yaitu :

a. Manipulasi penjualan, merupakan usaha untuk meningkatkan penjualan secara temporer dalam periode tertentu dengan menawarkan diskon harga produk secara berlebihan atau memberikan persyaratan kredit yang lebih lunak. Jika manajemen melakukan aktivitas ini secara lebih ekstensif daripada aktivitas normal berdasarkan situasi ekonominya, dengan tujuan meningkatkan target laba, maka tindakan seperti ini masuk dalam kategori manajemen laba.

b. Penurunan beban – beban diskresionari (discretionary expenditures), perusahaan dapat menurunkan discretionary expenditures seperti beban penelitian dan pengembangan, iklan, penjualan, administrasi dan umum terutama dalam pengeluaran tersebut tidak langsung menyebabkan pendapatan dan laba. Strategi ini dapat meningkatkan laba dan arus kas periode saat ini namum dengan resiko menurunkan arus kas periode mendatang.

(8)

2.1.4.3 Faktor – faktor pendorong manajemen laba

Positive accounting theory menyajikan tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba yaitu bonus plan hypothesis, debt covenant hypothesis, dan political cost hypothesis (Watt dan Zimmerman,1990). Masing – masing dari ketiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba. Bonus plan hypothesis yaitu dimana manajemen akan memilih metode akuntansi untuk memaksimalkan ultilitasnya dengan bonus yang tinggi. Manajemen perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan earning lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.

Debt covenant hypothesis, manajemen yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba. Sedangkan political cost hypothesis dimana jika semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal ini dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan misalnya mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak penghasilan perusahaan dan lain – lain.

Scott (2000) juga mengemukakan beberapa motivasi terjadi manajemen laba diantaranya bonus purposes, political motivations, taxation motivations, pergantian CEO, initital public offering (IPO) dan pentingnya memberikan informasi kepada investor.

(9)

reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa mendatang. Income minimization dilakukan saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan pengambilan laba pada periode sebelumnya.

Income maximization, saat laba menurun tindakan ini bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola

income maximization ini dilakukan perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang. Income smoothing dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

2.1.5 Mekanisme Good Corporate Governance

Mekanisme good corporate governance merupakan salah satu konsep yang dapat dipergunakan dalam meningkatkan efisiensi ekonomi, yang meliputi serangkaian hubungan antara manjemen perusahaan, dewan direksi, para pemegang saham dan pemangku kepentingan perusahaan lainnya. Mekanisme

(10)

Berkaitan dengan masalah keagenan, mekanisme corporate governance

yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Dimana kepemilikan institusional dapat memonitoring manajemen perusahaan karena dengan adanya kepemilikan institusional maka akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Selain itu dengan adanya komisaris independen yang memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip

good corporate governance di dalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dam pemberian nasihat kepada direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

Sehingga dengan adanya dewan komisaris yang secara luas dipercaya memiliki peranan penting dalam memonitor manajemen tingkat atas. Maka dengan kata lain corporate governance diarahkan untuk mengurangi asimetri informasi antara principal dan agen yang pada akhirnya dapat menurunkan tindakan manajemen laba (Wisnumurni, 2010).

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) mengeluarkan asas – asas dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006, yang terdiri dari :

1. Transparansi (Transparency)

(11)

2. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar, untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Akuntabilitas merupakan persyaratan yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

3. Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang – undangan serta melaksanakan tanggungjawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dab mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

4. Independensi (Independency)

Untuk melancarkan pelasanaan asas Corporate Governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing – masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asa kewajaran dan kesetaraan.

Dari beberapa mekanisme good corporate governance, peneliti hanya fokus kepada beberapa indikator diantaranya kepemilikan institusional, komisaris independen dan ukuran dewan komisaris.

Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah porsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi dan blockholders pada akhir tahun (Wahyuni dan Pawestri dalam Pamungkas, 2012). Institusi adalah perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi maupun lembaga lain yang bentuknya seperti perusahaan. Sedangkan

blockholders adalah kepemilikan individu atas nama perorangan di atas 5% yang tidak termasuk dalam kepemilikan manajerial.

(12)

Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitoring manajemen perusahaan karena dengan adanya kepemilikan institusional maka akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring ini tentunya akan menjamin kemakmuran pemegang saham karena pengaruh kepemilikan institusional sebagai pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal.

Dengan tingkat kepemilikan yang tinggi dalam suatu perusahaan akan menimbulkan pengawasan yang lebih besar oleh para investor institusional sehingga akan dapat mengkontrol manajemen untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham sehingga dapat mengurangi agency cost (Saffudin, 2011).

Komisaris Independen

Komisaris independen adalah anggota komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata – mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Good Corporate Governance 2006).

Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan berfungsi sebagai penyeimbang dalam proses pengambilan keputusan guna memberikan perlindungan terhadap pemegang saham miniritas dan pihak – pihak lain yang terkait perusahaan (Mayangsari dalam Guna dan Herawaty, 2010).

(13)

1. Mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perusahaan.

2. Memberikat nasihat kepada direksi dalam anggaran dasar PT dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.

Penting dan strategisnya peranan komisaris menjadikannya bertanggung jawab secara rentang dengan direksi apabila sesuatu terjadi terhadap perusahaannya.

Dikaitkan dengan prinsip dan aturan corporate governance, maka komisaris memegang peranan yang sangat penting di dalam perusahaan. Dalam kerangka

corporate governance komisaris ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Fungsi akuntabilitas komisaris ini ditujukan agar perlindungan terhadap para penanam modal serta stakeholder

lainnya dikelola oleh perusahaan dengan baik.

Ukuran Dewan Komisaris

Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan memiliki hasil yang beragam. Salah satu pendapat menyatakan bahwa makin banyaknya personel yang menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruknya kinerja yang dimiliki perusahaan (Sundgren dan Wells, 1998 dalam Nasution dan Setiawan, 2007). Hal tersebut dapat dijelaskan dengan adanya agency problems

(14)

diantaranya kesulitan dalam berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari masing – masing anggota dewan itu sendiri, kesulitan dalam mengawasi dan mengendalikan tindakan manajemen serta kesulitan dalam mengambil keputusan yang berguna bagi perusahaan (Yermack, 1996 dalam Nasution dan Setiawan, 2007). Dalam UUPT No.40 Tahun 2007 disebutkan bahwa dalam perusahaan harus memiliki minimal 2 orang anggota dewan komisaris.

Terkait manajemen laba, ukuran dewan komisaris dapat memberikan efek yang berkebalikan dengan efek terhadap kinerja. Sesuai dengan pernyataan Scott (2000) bahwa melakukan manajemen laba dapat dilaksanakan dengan berbagai cara salah satunya menurunkan laba (income decreasing earnings management). Untuk itu hubungan yang terjadi antara ukuran dewan komisaris dengan manajemen laba seharusnya positif, makin banyak anggota dewan komisaris maka makin banyak manajemen laba yang terjadi.

2.1.6 Arus Kas Bebas (Free Cash Flow)

Arus kas bebas bagi perusahaan adalah gambaran dari arus kas yang tersedia untuk perusahaan dalam suatu periode akuntansi setelah dikurangi dengan biaya operasional dan pengeluaran lainnya. Arus kas bebas dapat menimbulkan konflik kepentingan antara manajemen dan pemegang saham yang disebut sebagai konflik agency. Pihak manajemen akan memilih dana tersebut dapat diinvestasikan lagi ke proyek yang dapat menghasilkan keuntungan karena dapat meningkatkan insentif yang diterimanya (Jensen dalam Putri, 2013).

(15)

membayar hutang, pembelian kembali saham, pembayaran deviden atau disimpan untuk kesempatan pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang. Jika arus kas bebas dari perusahaan bernilai positif (FCF ≥ 0) maka keuangan perusahaan dalam konsidi yang baik sedangkan jika arus kas bebas dari perusahaan bernilai negatif (FCF ≤ 0) dan perusahaan harus mengeluarkan saham untuk penambahan modal, maka akan mengakibatkan berkurangnya keuntungan per saham dari perusahaan.

Arus kas bebas merupakan salah satu indikator untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk mengembalikan keuntungan bagi para pemegang saham melalui pengurangan hutang, peningkatan deviden atau pembelian saham kembali dengan itu nilai perusahaan akan juga ikut meningkat. Arus kas bebas merupakan determinan dalam penentu nilai perusahaan, sehingga manajemen perusahaan lebih terfokus pada usaha meningkatkan arus kas bebas.

2.1.7 Ukuran Perusahaan

(16)

perusahaan juga akan mempengaruhi struktur pendanaan perusahaan. Hai ini menyebabkan kecenderungan perusahaan memerlukan dana yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Kebutuhan dana yang besar mengindikasikan bahwa perusahaan menginginkan pertumbuhan laba dan juga pertumbuhan tingkat pengendalian saham (Dewi, 2010 dalam Saffudin, 2011).

Semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan semakin banyak dan memperkecil kemungkinan terjadinya asimetri informasi yang bisa menyebabkan terjadinya praktik manajemen laba pada perusahaan. Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara yaitu : (1) log total aktiva (Marihot dan Setiawan, 2007), (2) log total penjualan (Nuryaman, 2008), (3) kapitalisasi pasar (Halim dkk, 2005 dan Saffudin, 2011). Penentuan ukuran perusahaan dalam penelitian ini berdasarkan kepada log total aktiva perusahaan.

2.1.8 Leverage

Salah satu faktor penting dalam sumber pendanaan adalah leverage (hutang). Leverage adalah sumber dana yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai asetnya diluar sumber dana modal. Menurut Sam’ani (2008) dalam Saffudin (2011) Leverage dibagi menjadi dua yaitu :

1. Leverage operasi adalah suatu indikator perubahan laba bersih yang diakibatkan oleh besarnya volume penjualan.

(17)

Hutang merupakan perjanjian antara perusahaan sebagai debitur dengan kreditur. Dalam perjanjian hutang ini, ada kepentingan perusahaan untuk dinilai positif oleh kreditur dalam hal kemampuan membayar hutangnya. Brigham dan Houston (2001) menjelaskan hutang bisa berpengaruh positif atau negatif terhadap nilai perusahaan. Pada titik tertentu peningkatan hutang akan menurunkan nilai perusahaan karena manfaat yang diperoleh dari pengguna hutang lebih kecil daripada biaya yang ditimbulkannya. Para pemilik perusahaan biasanya menciptakan hutang pada tingkat tertentu untuk menaikkan nilai perusahaan.

Bagi perusahaan, hutang mempunyai dua keuntungan. Pertama, pemegang hutang (debtholder) mendapat pengambilan yang tetap. Kedua, bunga yang dibayarkan dapat mengurangi beban pajak sehingga menurunkan efektif dari hutang. Kelemahan hutang yaitu bila semakin tinggi rasio hutang (debt ratio) maka semakin tinggi pula resiko perusahaan sehingga suku bunga tinggi. Apabila perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutupi beban bunga maka pemegang saham harus menutupi kekurangan tersebut, dan jika perusahaan tidak sanggup maka perusahaan akan bangkrut.

2.1.9 Jakarta Islamic Index

(18)

Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek. JII juga diharapkan dapat mendukung proses transparansi dan akuntabilitas saham berbasis syariah di Indonesia.

Dalam melakukan investasi di pasar modal harus memperhatikan kesesuaian suatu produk investasi atau surat berharga dengan prinsip – prinsip syariah ajaran Islam. Dewan Syariah Nasional (DSN) suatu lembaga di bawah MUI melalui Fatwa DSN No: 40/DSN-MUI/X/2003 tanggal 4 Oktober 2003 tentang pasar modal dan pedoman umum penerapan prinsip syariah di bidang pasar modal (Nurhayati dan Wasilah, 2013). Berdasarkan arahan Dewan Syariah Nasional, ada empat syarat yang harus dipenuhi agar saham – saham tersebut dapat masuk ke JII :

1. Emiten tidak menjalankan usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.

2. Bukan lembaga keuangan konvensional yang menerapkan sistem riba, termasuk perbankan dan asuransi konvensional.

3. Usaha yang dilakukan bukan memproduksi, mendistribusikan dan memperdagangkan makanan atau minuman yang haram.

4. Tidak menjalankan usaha memproduksi, mendistribusikan dan menyediakan barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.

(19)

perubahan pada jenis usaha utama emiten akan dimonitor secara terus menerus berdasarkan data publik yang tersedia. Perusahaan yang mengubah lini bisnisnya menjadi tidak konsisten dengan prinsip syariah akan dikeluarkan dari indeks. Sedangkan saham emiten yang dikeluarkan akan diganti oleh saham emiten lain. Semua prosedur tersebut bertujuan untuk mengeliminasi saham spekulatif yang cukup liquid. Sebagian saham – saham spekulatif memiliki tingkat likuiditas rata – rata nilai perdagangan regular yang tinggi dan tingkat kapitalisasi pasar yang rendah.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

(20)

Darwis (2012) berjudul pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan dengan corporate governance sebagai pemoderasi. Variabel dalam penelitian ini manajemen laba (X1), nilai perusahaan (Y) dan variabel pemoderasi corporate governance yang terdiri dari kepemilikan manajerial (X2) dan kepemilikan institusional (X3). Dalam penelitian indikator variabel yang digunakan adalah Manajemen laba dengan akrual modal kerja / penjualan periode, nilai perusahaan menggunakn PBV sedangkan untuk variabel pemoderasi corporate governance

diproksi kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Analisi dalam penelitian ini adalah analisis regresi, dalam penelitian ini dihasilkan bahwa manajemen laba tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan variabel pemoderasi corporate governance yang terdiri dari kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap hubungan antara manajemen laba dan nilai perusahaan dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap hubungan antara manajemen laba dan nilai perusahaan.

Debby, dkk (2014) berjudul good corporate governance, company’s characteristics and firm’s value : empirical study of listed banking on Indonesian

(21)

menggunakan ROE dan firm’s value menggunakan Tobin’s Q. Analisis dalam penelitian ini analisis linier berganda dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa variabel manajerial ownership, audit comittee dan independent commissioner berpengaruh secara negatif terhadap firm’s value sedangkan firm size dan return on equity berpengaruh secara positif terhadap firm’s value.

Fuzuli, dkk (2013) berjudul the influence of good corporate governance and earnings management on firm value. Variabel dalam penelitian ini institutional ownership (X1), board of commissioner (X2), earnings management (X3) dan

firm value (Y). Dalam penelitian ini indikator variabel yang digunaka adalah

Manajerial ownership menggunakan perbandingan jumlah anggota dewan direksi dengan dewan komisaris, Institutional ownership menggunakan perbandingan jumlah saham instusi dengan jumlah saham beredar dipasar, board of commissioner menggunakn jumlah anggota dewan komisaris, earnings management dengan total akrual dan firm value dengan PBV. Analisis dalam penelitian ini analisis linier berganda dan hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa institutional ownership berpengaruh negatif terhadap firm value sedangkan

board of commissioner dan earnings management dinyatakan tidak berpengaruh terhadap firm value.

(22)

committee dengan jumlah anggota audit komite, financial leverage dengan total liabilities/total asset , firm size menggunakan log total asset, insider holdings

dengan % insider share holdings, ROA menggunakn net income/total asset, dan

firm value menggunakan Tobin’s Q. Analisis dalam penelitian ini analisis linier berganda dan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel CEO duality, audit comittee, financial leverage, firm size dan insider holding berpengaruh positif terhadap firm’s value di Amerika. Sedangkan return on asset tidak berpengaruh signifikan terhadap firm’s value.

(23)

Marhamah (2013) yang berjudul pengaruh manajemen laba, ukuran perusahaan terhadap corporate social responsibility (CSR) dan nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur di BEI. Variabel dalam penelitian ini manajemen laba (X1), ukuran perusahaan (X2), nilai perusahaan (Y) dan CSR sebagai variabel intervening. Dalam penelitian ini indikator variabel yang digunakan adalah Manajemen laba menggunakan akrual diskresioner, ukuran perusahaan menggunakan total asset, CSR dengan csr disclousure index (CSRI) dan nilai perusahaan dengan Tobin’s Q. Analisis dalam penelitian ini analisis jalur, dimana dalam penelitian ini mengahasilkan variabel manajemen laba dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan variabel CSR bukan variabel yang memediasi pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan dan CSR merupakan variabel yang memediasi ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan.

Megawati (2009) berjudul pengaruh corporate governance, leverage dan manajemen laba terhadap nilai perusahaan. Variabel dalam penelitian ini

(24)

leverage berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan sedangkan kepemilikan manajerial, komite audit dan manajemen laba tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Martini, dkk (2014) yang berjudul factors affecting firm’s value of Indonesia public manufacturing firms. Variabel dalam penelitian ini good corporate governance (X1), corporate social responsibility (X2), firm size (X3), firm’s value

(Y) dan profitabilitas sebagai variabel intervening. Indikator variabel yang digunak dalam penelitian ini adalah corporate social responsibility dengan

disclousure index, firm size dengan total asset dan firm’s value dengan PBV. Analisis dalam penelirian ini analisis berganda dan analisis jalur dengan hasil penelitian bahwa variabel good corporate governance, corporate social responsibility dan firm size berpengaruh positif terhadap firm’s value. Dan good corporate governance, corporate social responsibility dan firm size melalui profitabilitas berpengaruh positif terhadap firm’s value.

Siallangan dan Machfoedz (2006) berjudul mekanisme corporate governance,

kualitas laba dan nilai perusahaan. Variabel dalam penelitian ini mekanisme

(25)

berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Dan ukuran dewan komisaris dan komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Kualitas laba berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dan kualitas laba bukan variabel pemediasi untuk nilai perusahaan.

Taufik, dkk (2014) berjudul real earnings management and firm’s value : empirical evidence from Malaysia. Variabel dalam penelitian ini real earnings management (X) dan firm’s value (Y). Indikator variabel yang digunakan dakam penelitian ini adalah Real earnings management dengan penjumlahan CFO, COGS dan DISEXP dan firm’s value dengan Tobin’s Q. Analisis dalam penelitian ini adalah analisis linier berganda dengan hasil penelitian ini menyatakan bahwa

real earnings management berpengaruh positif terhadap firm’s value.

(26)

berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan. Dan kebijakan deviden berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.

Wardani (2013) berjudul pengaruh manajemen laba rill pada nilai perusahaan yang dimoderasi corporate governance. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari manajemen laba rill (X1) dan nilai perusahaan (Y) dengan corporate governance

(27)

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Indikator Teknik Analisis

Hasil Penelitian

1 Analisa dan kebijakan deviden terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur di BEI

Independen Ukuran perusahaan =

log of total asset ;

leverage = rasio leverage ; profitabilitas = ROE ;

kebijakan deviden = DPR ; nilai perusahaan = PBV

Analisis linier berganda

Ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan sedangkan leverage

berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan dan kebijakan deviden berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan 2 Darwis

(2012)

Manajemen laba terhadap nilai

Independen Manajemen laba Dependen Nilai perusahaan Pemoderasi

Corporate periode ; nilai perusahaan = PBV ;

corporate governance

diproksi kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional

Analisis berganda

Manajemen laba tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan variabel pemoderasi corporate governance yang terdiri dari kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap hubungan antara manajemen laba dan nilai perusahaan dan kepemilikan institusional

(28)

Lanjutan Tabel 2.1 study of listed banking on Indonesian stock exchange

Independen

Manajerial ownership,audit committee,independe nt commissioner,firm size dan return on equity

Dependen

firm’s value

(29)

Lanjutan Tabel 2.1

4 Fuzuli, dkk (2013)

The influence of good

Independen

Managerial Firm value

Manajerial ownership = perbandingan jumlah anggota dewan direksi dengan dewan komisaris ; Institutional ownership = perbandingan jumlah saham instusi dengan jumlah saham beredar dipasar ; board of commissioner = jumlah anggota dewan komisaris ; earnings management = total akrual ; firm value sedangkan board of commissioner dan earnings management dinyatakan tidak berpengaruh terhadap firm value.

5 Gill dan

Obradovich (2013)

The impact of corporate governance and financial leverage on the value of American firms

Independen

CEO duality, audit committee, financial leverage, firm size, insider holdings dan

return on asset Dependen

Firms value

CEO duality = variabel dummy, yang

berkedudukan CEO bernilai 1 dab sebaliknya ;

audit committee = jumlah anggota audit komite ;

(30)

Lanjutan Tabel 2.1

6 Juliardi (2013)

Pengaruh leverage, konsentrasi kepemilikan dan kualitas audit terhadap nilai perusahaan serta laba pada perusahaan publik manufaktur di BEI

Independen

Leverage, konsentrasi kepemilikan

Dependen kualitas audit, nilai perusahaan laba persisten

Leverage = debt/asset ; konsentrasi kepemilikan = pemegang saham institusional/total saham biasa ; kualitas audit = variabel dummy, 1KAP Big 4 dan 0 KAP Non Big 4 ; nilai

(31)

Lanjutan Tabel 2.1

7 Marhamah (2013)

Pengaruh manajemen laba, ukuran perusahaan

Manajemen laba = akrual diskresioner ; ukuran

perusahaan = total asset ; CSR = csr disclousure index (CSRI) ; nilai perusahaan = Tobin’s Q terhadap nilai perusahaan. Sedangkan variabel CSR bukan variabel yang

memediasi pengaruh manajemen laba terhadap nilai

perusahaan dan CSR merupakan variabel yang memediasi ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan.

8 Megawati (2009) laba terhadap nilai jumlah total komite audit ; kepemilikan institusional = jumlah saham institusional terhadap keseluruhan saham perusahaan ; kepemilikan manajerial = % jumlah saham manajerial/total saham yang beredar ; manajemen laba = akrual diskresioner ; nilai perusahaan = PBV

Analisis linier berganda

Kepemilikan institusional dan leverage berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan sedangkan kepemilikan manajerial, komite audit dan manajemen laba tidak

berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

(32)

Lanjutan Tabel 2.1 firm’s value of Indonesia public

manufacturing firm’s

Independen

Good

Firm’s value

Intervening

Profitabilitas

Good corporate governance, corporate social responsibility dan firm size

berpengaruh positif terhadap firm’s value. Dan good corporate governance, corporate social responsibility dan firm size melalui profitabilitas berpengaruh positif terhadap firm’s value.

10 Siallangan dan kualitas laba dan nilai perusahaan

Independen

Corporate

Kualitas laba

Kualitas laba = akrual diskresioner ; nilai perusahaan = Tobin’s Q manajerial dan komite audit berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Ukuran dewan komisaris

berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Sedangkan kepemilikan manajerial

berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Dan ukuran dewan komisaris dan komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Kualitas laba berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dan kualitas laba bukan variabel pemediasi untuk nilai perusahaan.

 

(33)

Lanjutan Tabel 2.1

Real earnings management

Dependen

firm’s value

Real

Real earnings management berpengaruh positif terhadap firm’s value

12 Wahy uni, dkk (2013)

Faktor – faktor yang mempengaru hi nilai perusahaan di sektor property, real estate dan building contruction yang terdaftar di BEI

Independen

keputusan investasi, keputusan

pendanaan,kebijakan deviden,ukuran perusahaan,profitabilit as, kepemilikan institusional Dependen Nilai perusahaan

(34)

Lanjutan Tabel 2.1 pada nilai perusahaan yang dimoderasi corporate governance

Independen

Manajemen laba rill

Dependen

Nilai perusahaan

Moderating

Corporate governance

Manajeme ; corporate governanc uh negatif terhadap

Gambar

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Plastik yang dimaksud diberi nama plastik tipe A. Sayur diletakkan dalam plastik tipe A ini secara baik kemudian plastik di " sealed " pada ujungnya sedemikian rupa hingga

Jasa Raharja sebagai salah satu BUMN terbaik di Indonesia dengan prestasi-prestasi gemilang, pertumbuhan finansial yang baik dan kondisi kerja yang kondusif merupakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode edukasi yang dilakukan dengan cara ceramah, leaflet, dan ceramah yang dilanjutkan dengan pemberian leaflet

Data primer merupakan jenis dan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber data yang dalam penelitian ini adalah responden penelitian yang telah

Indonesia / STEI) has conducted various education, research, and seminar activities related with.. Economic, Business, and Social sciences in the local and national

2) Mengetahui  waktu  yang  dibutuhkan  untuk  menyelesaikan  suatu  bagian 

Hal ini terjadi karena laju pertumbuhan penduduk di Yogyakarta yang semakin lama semakin meningkat baik yang berasal dari dalam kota sendiri maupun yang berasal dari

Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Project Based Learning dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika pada siswa kelas