• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada saat industri berkembang setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari keuntungan belaka. Mereka memandang bahwa sumbangan kepada masyarakat cukup diberikan dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui produknya, dan pembayaran pajak kepada negara. Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat tidak sekadar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial.

Berbagai peristiwa negatif yang menimpa sejumlah perusahaan, terutama setelah reformasi, seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi para pemilik dan manajemen perusahaan untuk memberikan perhatian dan tanggung jawab yang lebih baik kepada masyarakat, khususnya di sekitar lokasi perusahaan. Hal ini disebabkan kelangsungan suatu usaha tidak hanya ditentukan oleh tingkat keuntungan, tetapi juga tanggung jawab sosial perusahaan. Peristiwa ini dapat kita lihat dari banyaknya perusahaan yang didemo, dihujat, bahkan dirusak oleh masyarakat sekitar lokasi pabrik.

Bila ditelusuri, salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian dan tanggung jawab manajemen dan pemilik perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan di sekitar lokasi perusahaan. Investor hanya mengeduk dan mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, tanpa memperhatikan faktor lingkungan. Selain itu, nyaris sedikit atau bahkan tidak ada keuntungan perusahaan yang dikembalikan kepada

(2)

masyarakat, justru yang banyak terjadi, masyarakat malah termarginalkan di daerah sendiri (http://www.republika.co.id, diakses pada pukul 06.32 WIB, 25 Maret 2012).

Sebagai contoh, kasus terbaru terjadi di Papua yang melibatkan PT. Freeport, hingga menimbulkan efek domino dan menyebabkan chaos di daerah yang terkenal dengan potensi sumber daya alamnya tersebut. Di sekitar areal pertambangan yang mengalirkan jutaan dollar perhari, kehidupan masyarakat masih hidup miskin dan nyaris tak tersentuh perhatian perusahaan. Berbagai tindakan anarkis justru yang ditimpakan kepada mereka saat mengais sisa produksi di areal pembuangan limbah (http://ekonomi.kompasiana.com, diakses pada pukul 19.12 WIB, 25 Maret 2012).

Contoh di atas hanya merupakan salah satu gambaran fenomena kegagalan hubungan perusahaan dengan masyarakat serta lingkungan sekitar perusahaan yang muncul di Indonesia. Ada banyak lagi contoh kasus seperti kasus PT. Newmont Minahasa Raya, kasus Lumpur Panas Sidoarjo yang diakibatkan kelalaian PT. Lapindo Brantas, kasus perusahaan tambang minyak dan gas bumi Unicoal Perusahaan Amerika Serikat, kasus PT. Kelian Equatorial Mining pada komunitas Dayak, kasus suku Dayak dengan perusahaan tambang emas milik Australia yaitu Aurora Gold, dan kasus pencemaran air raksa yang mengancam kehidupan 1,8 juta jiwa penduduk Kalimantan Tengah yang merupakan kasus suku Dayak melawan Minamata (http://www.potretindonesiaku.com, diakses pada pukul 19.24 WIB, 25 Maret 2012 ).

Berdasarkan beberapa masalah di atas, wacana tanggung jawab sosial perusahaan atau yang biasanya disebut dengan Corporate Social Responsibility kini menjadi isu sentral yang semakin populer bahkan ditempatkan pada posisi yang terhormat dan mengalami perhatian yang cukup intens dari berbagai kalangan perusahaan, pemerintah, akademisi, politisi, aktivis. Corporate Social Responsibility telah menjadi isu bisnis

(3)

yang terus menguat. Isu ini sering diperdebatkan dengan pendekatan nilai-nilai etika, dan memberi tekanan yang semakin besar pada kalangan bisnis untuk berperan dalam masalah-masalah sosial yang akan terus tumbuh. Isu Corporate Social Responsibility sendiri juga sering diangkat oleh kalangan bisnis, manakala pemerintahan nasional di berbagai negara telah gagal menawarkan solusi terhadap berbagai masalah kemasyarakatan (http://republika.co.id, diakses pada pukul 21.04 WIB, 25 Maret 2012).

Logika ekonomi neoklasik dijelaskan bahwa dengan meningkatnya keuntungan dan kemakmuran sebuah perusahaan sudah pasti akan meningkatkan kemakmuran rakyat karena lebih efisien dan murah produk yang dihasilkan tetapi penjelasan ini berbanding terbalik dengan hal yang terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia. Perusahaan selama ini dianggap sebagai biang rusaknya lingkungan, pengeksploitasi sumber daya alam, hanya mementingkan keuntungan semata. Kebanyakan perusahaan selama ini melibatkan dan memberdayakan masyarakat hanya untuk mendapat simpati. Dengan konsep seperti ini, kondisi masyarakat tidak akan berubah dari kondisi semula, tetap miskin dan termarginalkan (Djojohadikusumo, 1991:33).

Seiring pesatnya perkembangan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan teknologi sekarang mengakibatkan adanya kesenjangan serta ketidakadilan dalam kesejahteraan masyarakat. Hal ini pula yang mendorong pemerintah untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan antara lain bantuan langsung tunai, program peningkatan kesejahteraan dan sebagainya.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2011 sebesar 12,36 persen. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang berjumlah 12,49 persen, jumlah penduduk miskin berkurang 0,13 juta orang selama enam bulan tersebut. Selama periode Maret 2011–September 2011,

(4)

penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan masing-masing turun 0,14 persen dan 0,13 persen.

Pada periode tersebut, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,09 juta orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,04 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2011 ke September 2011. Pada Maret 2011, sebagian besar 15,72 persen penduduk miskin berada di daerah perdesaan. Begitu juga pada September 2011, yaitu sebesar 15,59 persen (http://www.sumut.bps.go.id, diakses pada pukul 19.45 WIB, 28 Maret 2012).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, dapat diketahui kondisi angka kemiskinan di Indonesia memang mengalami penurunan. Namun penurunan tidak terlalu signifikan, hal ini menunjukkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan belum menunjukkan hasil yang memuaskan dalam pengentasan masalah kemiskinan. Berbicara mengenai masalah kemiskinan, masalah ini sudah sejak lama menjadi masalah bangsa Indonesia, dan hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda menghilang, kemiskinan merupakan akibat dari pembangunan ekonomi yang berlangsung. Kemiskinan akan semakin bertambah seiring tidak terjadinya pemerataan pembangunan.

Berkaitan dengan munculnya berbagai perusahaan yang semakin pesat, di lain pihak seiring dengan perkembangan jaman, juga mendorong masyarakat untuk menjadi semakin kritis dan menyadari hak-hak asasinya, serta berani mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggung jawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya.

(5)

Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadaran baru tentang pentingnya melaksanakan Corporate Social Responsibility. Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa perusahaan-perusahaan besar terutama di negara Indonesia bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat melainkan suatu entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya dan masyarakat Indonesia lebih merasakan hasil dari pemerataan pembangunan Indonesia (http://noanggie.wordpress.com/2008/04/07/penerapan-prinsip-tanggung-jawab-sosial-dan-lingkungan-perusahaan, diakses pada pukul 19.01 WIB, 01 April 2012).

Pada kenyatannya Corporate Social Responsibility tidak serta merta dipraktikkan oleh semua perusahaan, beberapa perusahaan yang menerapkan Corprate Social Responsibility justru dianggap sok sosial. Ada juga yang berhasil memberikan materi riil kepada masyarakat, namun di ruang publik nama perusahaan gagal menarik simpati orang. Hal ini terjadi karena Corporate Social Responsibility dilakukan secara latah dan tidak didukung konsep yang baik, kenyataan membuktikan bahwa masih banyak perusahaan yang belum cukup menyadari pentingnya membangun kemitraan dengan komunitas yang ada disekitar akibatnya, program Corporate Social Responsibility yang digelar lebih banyak bersifat jangka pendek.

Praktik Corporate Social Responsibilty yang terfokus pada kegiatan karitatif sebelumnya dipandang hanya memberikan manfaat bagi komunitas saja sedangkan perusahaan dipandang sebagai beban biaya. Tidak ada pandangan bahwa membantu komunitas merupakan investasi penting bagi perusahaan, akan tetapi pada kenyataannya, karena penerapan tanggung jawab sosial perusahaan ini hanya merupakan sebuah kesukarelaan, maka banyak perusahaan di Indonesia yang kurang menghiraukannya.

(6)

Dengan dasar ini menyebabkan pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan yang memuat tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Pada akhirnya penerapan dan pelaksanaannya bukan lagi sebuah kesukarelaan, tetapi berubah menjadi sebuah kewajiban. Hal ini dibuktikan dengan adanya Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara, 2011: 1).

Dalam Pasal 9 Peraturan Menteri Nomor PER-05/MBU/2007 disebutkan bahwa untuk perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara wajib menyisihkan 2% (dua persen) dari laba bersihnya setelah dikurangi pajak sebagai dana operasional pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba Badan Usaha Milik Negara. Usaha kecil yang dimaksudkan disini adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan yang diatur dalam peraturan pemerintah.

Perusahaan Badan Usaha Milik Negara sebagai pembina membentuk sebuah unit organisasi didalam perusahaannya untuk mengelola dan mengatur Program Kemitraan tersebut. Unit tersebut dibawah pengawasan seorang Direksi Perusahaan, selanjutnya, Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh Badan Usaha Milik Negara melalui pemanfaatan dana dari bagian laba dan dilaksanakan di wilayah usaha Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan.

PT. Perkebunan Nusantara IV merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara terbesar di Indonesia. Perusahaan ini menjalankan program pemerintah

(7)

yang telah dibentuk di atas, sesuai dengan Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara IV Nomor : 04.11/KPB/80/XII/2007 tanggal 27 Desember 2007 tentang Struktur Organisasi, Sasaran Tugas Organisasi dan Proses Bisnis. PT. Perkebunan Nusantara IV telah membentuk satu bagian yang khusus mengelola kegiatan pembinaan tersebut yaitu Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang berada dibawah Direktorat Perencanaan dan Pengembangan Usaha (PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara, 2011: 2).

Program ini merupakan komitmen PT. Perkebunan Nusantara IV untuk mendorong kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasional, bukan sesaat dan jangka pendek namun, kesejahteraan jangka panjang melalui pemberdayaan masyarakat sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara luas. Hal ini bagian dari tanggung jawab perusahaan untuk turut memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mendorong pengembangan usaha mikro dengan memberi pinjaman.

Menurut data yang diperoleh dari pemberitaan media, PT. Perkebunan Nusantara IV Medan tahun ini diperkirakan mengalokasikan dana corporate social responsibily sekitar Rp45 miliar atau tiga sampai lima persen dari laba bersih tahun 2011 sekitar Rp900 miliar bagi mitra binaan yang tersebar diseluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara. Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara IV Medan, Dahlan Harahap menuturkan bahwa dengan adanya Program Kemitraan, perusahaan tidak lagi berperan sebagai sinterklass yang mungkin saja bisa melahirkan ketergantungan pada dana bantuan, melainkan lebih sebagai mitra untuk komunitas dalam mencapai kemajuan untuk kemaslahatan bersama sehingga mitra binaan menjadi mampu dalam

(8)

mengembangkan usaha kemandiriannya (http://www.bisnis.com/articles/dana-csr-ptpn-iv-alokasikan-rp45-miliar, diakses pada pukul 19.17 WIB, 25 Maret 2012).

Dalam pelaksanaan usahanya, berbagai penghargaan telah diraih oleh PT. Perkebunan Nusantara IV. Salah satu diantaranya, PT. Perkebunan Nusantara IV pernah menerima penghargaan Corporate Social Responsibility Award 2010 sebagai Pembina Usaha Kecil Menengah berprestasi, yang diserahkan langsung oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil serta Menengah Republik Indonesia (http://www.potretindonesiaku.com, diakses pada pukul 17.00 WIB, 22 Maret 2012 ).

Untuk tahun pertama PT. Perkebunan Nusantara IV menyisihkan sebesar Rp7,5 milyar untuk program Corporate Social Responsibility, untuk tahun 2009 menganggarkan sebesar Rp8 milyar, dan untuk tahun 2010 menganggarkan dana sebesar Rp8 milyar. PT. Perkebunan Nusantara IV lebih jadi merupakan perusahaan pertama di lingkungan Badan Usaha Milik Negara perkebunan yang memasukkan dana Corporate Social Responsibility ke dalam biaya perusahaan. Meski dana Corporate Social Responsibility dimasukkan ke dalam biaya perusahaan terbilang relatif kecil, PT. Perkebunan Nusantara IV tetap tidak akan merubah kebijakan dalam hal dana bantuan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan tetap disalurkan yang jumlahnya disesuaikan dengan laba perusahaan setiap tahun. Artinya kalau laba perusahaan naik sebagaimana kecenderungan setiap tahunnya alokasi dana untuk Program Kemitraan dan Bina Lingkungan juga akan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari naiknya penyaluran dana dari tahun ke tahun.

(9)

Penyisihan dari laba minimal sebesar satu persen sejak 1990 s/d 2010 telah terakumulasi untuk Program Kemitraan Rp65,13 milyar. Untuk tahun 2008 disisihkan sebesar Rp5,52 milyar atau meningkat dari hanya Rp2,85 milyar pada tahun 2007, untuk tahun 2009 Rp16,05 milyar dan untuk tahun 2010 sebesar Rp8,36 milyar. Untuk Program Bina Lingkungan yang dimulai sejak tahun 2001 s/d 2010 telah disisihkan dari laba PT. Perkebunan Nusantara IV sebesar Rp72,72 milyar, tahun 2008 Rp22,09 milyar, tahun 2009 Rp16,05 milyar dan tahun 2010 Rp8,36 milyar.

Sejalan dengan peningkatan jumlah laba dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang disalurkan, PT. Perkebunan Nusantara IV juga berusaha untuk memperluas segmentasi penerimaan bantuan di bidang kemitraan misalnya usaha yang dibantu melingkupi industri, jasa perdagangan, perikanan, perkebunan, pertanian dan peternakan. Dalam bidang bina lingkungan diutamakan diarahkan kepada korban bencana alam, pendidikan dan pelatihan, kesehatan, pengembangan sarana dan prasarana umum, sarana rumah ibadah sampai pelestarian lingkungan hidup. Program Kemitraan adalah untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri, melalui pemberian dana bergulir dengan bunga rendah, sedangkan Program Bina Lingkungan adalah pemberdayaan kondisi sosial masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan serta peningkatan kualitas sebuah lingkungan tertentu.

Dengan kebijakan yang concern kepada masyarakat sekeliling diharapkan akan tumbuh harmonisasi antara masyarakat dengan perusahaan. Dampak positif berikutnya adalah tumbuhan rasa memiliki di tengah kehidupan masyarakat terhadap perusahaan. Kondisi ini dipastikan akan mengurangi berbagai tindakan sosial masyarakat yang selama ini merugikan perusahaan.

(10)

Dengan kata lain, PT. Perkebunan Nusantara IV ingin pula menerapkan konsep 3P, yakni profit, people dan planet sebagai filosofi dalam menjalankan usaha sekaligus untuk mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Gevernance. Arah menuju visi dan misi perusahaan itu nampaknya sudah mulai bisa dirasakan hasilnya. Perolehan keuntungan yang semakin meningkat tiap tahun membuktikan kebijakan yang ditempuh perusahaan sudah berada pada jalan yang benar dan bertanggung jawab (http://www.ptpn4.co.id/unitusaha.aspx, diakses pada pukul 10.13WIB, 21 Maret 2012).

Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan sama-sama memliki peran penting dalam pengentasan masalah di masyarakat, namun sistem pelaksanaannya berbeda. Berdasarkan penjelasan tersebut, dengan dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti pelaksanaan Program Kemitraan yang merupakan salah satu program dari Corporate Social Responsibility yang dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara IV sebagai judul penelitian saya yang hasilnya akan dituangkan ke dalam skripsi dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan Program Kemitraan di Area Medan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara”.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah merupakan pokok dari suatu penelitian. Untuk itu, penelitian ini perlu ditegaskan dan dirumuskan masalah yang diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di latar belakang masalah, maka Penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

“Bagaimana pelaksanaan Program Kemitraan di Area Medan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara?”

(11)

1.3. Pembatasan Masalah

Untuk lebih mempertajam masalah yang ingin diteliti tentang evaluasi pelaksanaan Program Kemitraan di Area Medan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara, Penulis membatasi materi kajian, maka objek sasaran yang diteliti sebagai berikut:

a. PT. Perkebunan Nusantara IV. b. Mitra binaan, berupa sebagai berikut: 1. Badan hukum.

2. Perorangan.

c. Pelaksanaan Program Kemitraan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV kepada mitra binaan.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Program Kemitraan yang merupakan salah satu program Corporate Social Responsibility yang dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara dalam membantu masyarakat mengembangkan kemandirian dengan usaha kecil.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan serta pengetahuan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan serta mampu menjadi referensi dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial di berbagai perusahaan di Indonesia.

(12)

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan secara garis besarnya dikelompokkan dalam enam bab, dengan urutan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tentang teori-teori yang mendukung dalam penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian serta analisis pembahasannya.

BAB VI : PENUTUP

Berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang bermanfaat.

Referensi

Dokumen terkait

mampu melakukan presentasi dengan baik, materi tidak menarik, atau dosen penguji yang mungkin “killer”. Rasa takut ini normal karena kita belum terbiasa presentasi, dan juga

Strategi copyng yang dilakukan para pedagang untuk dapat mengurangi stres atau tekanan yang dialaminya adalah lebih kepada religious coping yaitu berdoa

Setelah melakukan analisa di bagian DSD dapat disimpulkan bahwa penggunaan Macro Excel dalam pembuatan Laporan Pengiriman Invoice dibutuhkan untuk mempermudah atau

Stratifikasi desa banyuroto sebagai desa non endemis potensial adalah dalam kurun waktu 3 tahun terakhir tidak pernah ditemukan kasus ataupun kematian karena DBD, tetapi

Namun untuk lebih saling menguatkan, salah satu cara untuk menutupi kelemahan teori Watson ini dalam penerapan teori ini di dalam praktik adalah dengan mengkombinasikan

PEMERINTAH KABUP AS PEKERJAAN UMUM DA gadaan Barang / Jasa Program Prog ng-Gorong Dana P.APBD

menunjukkan bahwa nilai tambah EVA tidak semata-mata mempengaruhi dalam mengukur tindakan manajerial untuk memaksimalkan kemakmuran (kekayaan) para pemegang saham, serta

Dengan menebang pohon, kita juga menghilangkan semua kebaikan pohon yang dapat membantu produktifitas kebun kita; seperti meningkatkan kesehatan tanah, memberikan nutrisi dan