• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Merek

a. Pengertian Merek

Merek merupakan salah satu komponen utama dalam suatu produk strategi. Suatu merek yang sudah dikenal bisa menyebabkan harga menjadi tinggi. Namun dalam rangka menciptakan suatu produk atau jasa yang bermerek memerlukan proses dan investasi jangka panjang terutama dalam hal iklan (advertising), promosi (promotion), dan pengemasan (packaging).

Menurut UU Merek No.15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Tjiptono, 2005 : 2).

Merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, symbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing (Kotler, 2004 : 418).

Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol/lambang, desain, warna, gerak, atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing (Tjiptono, 2008:104).

(2)

Merek dapat dikatakan sebagai sebuah nama, logo, dan symbol yang membedakan sebuah produk atau layanan dari para pesaingnya berdasarkan kriteria tertentu (Susanto dan Wijanarko, 2004 : 79).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa merek (brand) merupakan sebuah nama, tanda, symbol, dan desain yang dapat memberikan identitas terhadap suatu produk atau jasa, serta membedakan produk atau jasa tersebut dari produk atau jasa pesaingnya.

Menurut (Kotler, 2005:82), merek adalah suatu symbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian, yaitu :

1. Atribut : Merek mengingatkan atribut-atribut.

2. Manfaat : Atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional

3. Nilai : Merek tersebut juga mengatakan sesuatu tentang nilai prosedurnya. 4. Budaya : Merek tersebut juga mungkin melambangkan budaya tertentu. 5. Kepribadian : Merek tersebut dapat mencerminkan kepribadian tertentu. 6. Pemakai : Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau

menggunakan produk tersebut.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand merek yang berbentuk simbol, desain berguna untuk mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli. Dengan demikian, merek harus meliputi beberapa hal sebagai berikut (Rangkuti, 2004 : 37) :

(3)

1) Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut 2) Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal dan diingat

3) Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik 4) Nama merek harus bisa mempeoleh hak untuk didaftarkan b. Makna Merek

Menurut Kotler (2002 : 460) dalam bukunya tersebut menyatakan ada enam makna yang dapat disampaikan melalui suatu merek, yaitu:

1) Atribut (attributes) merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. Misalnya, Ferrari menyatakan sesuatu yang mahal, dibuat dengan baik, terancang dengan baik, tahan lama, bergengsi tinggi, nilai jual kembali yang tinggi, cepat dan lain-lain. Perusahaan dapat menggunakan satu atau lebih atribut-atribut ini untuk mengiklankan produknya. Selama bertahun-tahun Ferrari mengiklankan, diancang tidak seperti mobil manapun juga di dunia, berfungsi sebagai dasar untuk meletakkan posisi untuk memproyeksikan atribut lainnya.

2) Manfaat (benefits) Merek tidak saja serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut manfaat, mereka membeli atribut diperlukan untuk dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional. Atribut “tahan lama” dapat dikembangkan menjadi manfaat fungsional, “Saya tidak ingin membeli mobil baru setiap beberapa tahun”. Atribut “mahal” dapat dikembangkan menjadi manfaat emosional, “mobil ini membuat saya penting dan dihargai”. Atribut dibuat dengan baik, dikembangkan menjadi

(4)

manfaat fungsional dan emosional, “ Saya akan tetap aman seandainya terjadi kecelakaan”.

3) Nilai (values) Merek juga menyatakan nilai podusen. Ferrari menyatakan kineja tinggi, keamanan, prestise, mewah, eksklusif dan lain-lain. Pemasar merek harus dapat mengetahui kelompok pembeli mobil yang mana yang mencari nilai-nilai ini.

4) Budaya (culture) Merek juga mewakili budaya tertentu. Ferrari mewakili budaya Italia : mewah, eksklusif, efisien, dan mutu tinggi.

5) Kepribadian (personality) Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Seringkali produk tertentu menggunakan kepribadian orang terkenal untuk mendongkrak atau menopang merek produknya.

6) Pemakai (user) Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Pemakai Ferrari pada umumnya diasosiasikan dengan konsumen yang sudah matang atau mapan baik dari segi usia maupun pekerjaan dan sebagainya.

Menurut Aaker sebagaimana dikutip oleh Kotler (2002:416) tingkat perilaku konsumen terhadap merek dibedakan atas 5 tingkat, yaitu:

1) Konsumen akan selalu mengganti merek, khususnya karena alasan harga. Tidak memiliki loyalitas harga.

2) Konsumen yang puas akan suatu merek dan tidak memiliki alasan untuk mengganti merek.

3) Konsumen yang puas akan suatu merek akan merasa rugi bila mengganti atau mencoba merek lain.

(5)

4) Konsumen memberikan nilai yang tinggi bagi suatu merek, menghargainya dan menganggap meek menjadi bagian dai dirinya atau seperti teman.

5) Konsumen yang setia terhadap merek c. Manfaat Merek

Kotler (2002:464) menjelaskan bahwa merek dapat memberikan beberapa manfaat bagi penjual yaitu :

1) Merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah. 2) Nama merek dan tanda merek penjualan memberikan perlindungan hokum

atau cirri-ciri produk yang unik.

3) Merek memberikan kesempatan kepada penjual untuk menaik pelanggan yang setia dan menguntungkan. Kesetiaan merek memberikan penjual perlindungan dari persaingan serta pengendalian yang lebih besar dalam peencanaan program pemasarannya.

4) Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar

Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan, memudahkan perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang mudah diterima oleh para distributor dan pelanggan.

Tjiptono (2005:21) mengemukakan manfaat-manfaat merek bagi konsumen yaitu:

1) Kemudahan dalam mengidentifikasi produk yang dibutuhkan atau dicari oleh konsumen dan dapat memberikan makna bagi produk.

(6)

2) Penghematan waktu dan energi melalui pembelian ulang identik dan loyalitas.

3) Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan di tempat berbeda.

4) Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan merek yang telah digunakan atau dikonsumsi.

5) Kepuasan terkait dengan daya tarik merek logo dan komunikasinya. d. Tujuan Digunakannya Merek

Menurut Tjiptono (2008:104), merek digunakan untuk beberapa tujuan, yaitu: 1) Sebagai identitas, yang bermanfaat dalam diferensiasi atau membedakan

produk suatu perusahaan dengan produk pesaingnya. Ini akan memudahkan konsumen untuk mengenalinya saat berbelanja dan saat melakukan pembelian ulang.

2) Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk.

3) Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas, serta prestise tertentu kepada konsumen.

4) Untuk mengendalikan pasar. e. Syarat Merek

Menurut Tjiptono (2008:106), agar suatu merek dapat mencerminkan makna-makna yang ingin disampaikan, maka ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, yaitu:

(7)

2) Merek harus menggambarkan sesuatu mengenai manfaat produk dan pemakaiannya.

3) Merek harus menggambarkan kualitas produk. 4) Merek harus mudah diucapkan, dikenali, dan diingat.

5) Merek tidak boleh mengandung arti yang buruk di Negara dan dalam bahasa lain.

Merek harus dapat menyesuiakan diri (adaptable) dengan produk-poduk baru yang mungkin ditambahkan ke dalam lini produk.

2.1.2 Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Menurut Durianto (2004:124) mendefinisikan kesadaran merek adalah elemen ekuitas yang sangat penting bagi peusahaan karena kesadaran merek dapat berpengaruh secara langsung terhadap ekuitas merek.Kesadaran konsumen terhadap merek dapat digunakan oleh perusahaan sebagai sarana untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai suatu merek kepada konsumen.

Tingkat kesadaran merek menurut Durianto (2004 : 131) mengungkapkan bahwa tingkat kesadaran konsumen terhadap suatu merek dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya berikut:

1) Suatu merek harus dapat menyampaikan pesan yang mudah diingat konsumen.

2) Pesan yang disampaikan harus berbeda dibandingkan merek lainnya. Selain itu, pesan yang disampaikan harus memiliki hubungan dengan merek dan kategori produknya.

(8)

3) Perusahaan disarankan memakai jingle lagu dan slogan yang menarik agar merek lebih mudah diingat oleh konsumen.

4) Symbol yang digunakan perusahaan sebaiknya memiliki hubungan dengan mereknya.

5) Perusahaan dapat menggunakan merek untuk melakukan perluasan poduk, sehingga merek tersebut akan semakin diingat oleh konsumen.

6) Perusahaan dapat memperkuat kesadaran merek melalui suatu isyarat yang sesuai dengan kategori produk, merek, atau keduanya.

7) Membentuk ingatan dalam pikiran konsumen akan lebih sulit dibandingkan dengan memperkenalkan suatu produk baru, sehingga perusahaan harus selalu melakukan pengulangan untuk meningkatkan ingatan konsumen terhadap merek.

Kesadaran konsumen terhadap merek dapat digunakan oleh perusahaan sebagai sarana untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai suatu merek kepada konsumen. Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai Durianto et al. (2004 : 136).

(9)

Berikut nilai-nilai kesadaran merek yang diciptakan oleh perusahaan :

Sumber:Durianto dkk, 2004

Gambar 1

Nilai-nilai Kesadaran Merek

Gambar tersebut menunjukkan nilai-nilai dari kesadaran merek, yaitu: 1) Jangkar yang menjadi acuan asosiasi lain.

Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi di benak konsumen. Sebaliknya, jika kesadaran akan merek tersebut rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut.

Kesadaran Merek

Jangkar yang menjadi cantolan asosiasi lain

Familier/rasa suka

Substansi/komitmen

Mempertimbangkan merek

(10)

2) Familier / Rasa suka.

Jika kesadaran akan suatu merek tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek tersebut, dan lama-kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek yang dipasarkan.

3) Substansi / Komitmen.

Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi, jika kesadaran atas merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen yang tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

a) Diiklankan secara luas.

b) Eksistensi yang sudah teruji dengan waktu c) Jangkauan distribusi yang luas

d) Merek tersebut dikelola dengan baik

Oleh karena itu, jika kualitas kedua merek adalah sama, kesadaran merek akan menjadi faktor yang menentukan dalam keputusan pembelian.

4) Mempertimbangkan merek.

Merek dengan top of mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah yang disukai atau dibenci.

(11)

Pengukuran Kesadaran Merek didasarkan kepada pengertian-pengertian dari kesadaran merek yang mencakup tingkatan Kesadaran Merek (Brand Awareness) menurut David A. Aaker yang dikutip oleh Durianto. et al. (2004:57-59), peran brand awareness dalam keseluruhan ekuitas merek bergantung pada sejauh mana tingkatan Awareness yang dicapai oleh suatu merek. Adapun tingkatan dalam Brand Awareness adalah sebagai berikut:

1) Puncak pikiran (Top of Mind)

Yang dimaksud dengan Top of Mind adalah merek yang pertama kali diingat oleh responden atau pertama kali disebut ketika responden ditanya tentang suatu produk tertentu. Top of mind menggunakan single respond questionyang artinya responden hanya boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan mengenai hal ini.

2) Pengingatan kembali merek (Brand Recall)

Yang dimaksud dengan brand recall adalah pengingat kembali merek yang dicerminkan dengan merek lain yang diingat oleh responden setelah responden menyebutkan merek yang pertama. Brand recall menggunakan multi respond 33 questions yang artinya memberikan jawanan tanpa alat bantu.

3) Pengenalan merek (Brand recognition)

Yang dimaksud dengan Brand recognition adalah pengenalan merek yaitu tingkat kesadaran responden terhadap suatu merek diukur dengan diberikan bantuan seperti ciri-ciri suatu produk.

(12)

4) Tidak menyadari merek (Unware of brand)

Merupakan tingkat yang paling rendah dari piramida Brand Awareness dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.

Sumber : Aaker, (1997:92)

Gambar 2

Piramida Kesadaran Merek

Dalam penelitian ini variabel Kesadaran Merek menggunakan tiga indikator yaitu Puncak Pikiran (Top of Mind), Pengingatan Kembali Merek (Brand Recall), Pengenalan Merek (Brand Recognition) tanpa Tidak Menyadari Merek (Unware of Brand), tidak digunakan sebagai indikator karena tidak sesuai dengan fenomena konsumen produk Aqua, karena apabila konsumen mengkonsumsi Aqua pasti sadar dan mengetahui merek yang dikonsumsi.

Menurut Simamora (2001:84) pengukuran kesadaran merek dimaksudkan untuk mengetahui apakah merek dikenal atau tidak.Kalau dikenal bagaimana tingkat pengenalan konsumen terhadap merek tersebut.Untuk mengelompokkan

Puncak pemikiran Pengingatan kembali

merek

Pengenalan merek

(13)

respoden berdasarkan tingkat pengenalan mereka, perlu diketahui lebih dulu tingkat hubungan antar kategori seperti gambar di bawah ini.

Sumber : Simamora (2001:85)

Gambar 3

Hubungan antar katagori kesadaran merek

Pencapaian kesadaran merek (Brand awareness) dapat ditempuh dengan beberapa cara berikut Durianto, et al. (2001:57) :

1) Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga konsumen dapat lebih mudah mengingatnya.

2) Melakukan pengulangan untuk mengingat pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.

3) Perluas nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat pelanggan.

Merek

Tanpa alat bantu (Brand Recall)

Diingat bukan pertama (Familiar brand) Diingat

(Brand Aware) Tidak diingat

(Brand Unaware)

Dengan alat bantu (Brand Recognition)

Diingat pertama kali (Top of mind)

(14)

4) Memperbanyak promosi baik media cetak maupun elektronik. 5) Menjadi sponsor suatu acara yang mendatangkan banyak penonton. 2.1.3 Asosiasi Merek (Brand Association)

Menurut Aaker (1991), Kotler dan Keller (2009) asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul dibenak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang timbul dibenak konsumen akibat berbagai macam hal seperti komunikasi pemasaran suatu merek, pengalaman orang lain maupun diri sendiri dalam mengkonsumsi merek tersebut. Asosiasi dan kesan yang terkait dengan merek tersebut akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman pelanggan dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya.

Menurut Widjaja (2007 : 121) Asosiasi Merek merupakan hal-hal lain yang penting dalam asosiasi merek adalah asosiasi yang menunjukkan fakta bahwa produk dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya hidup, kelas social, dan peran professional atau yang dapat mengekspresikan asosiasi-asosiasi yang memerlukan aplikasi produk dan tipe-tipe orang yang menggunakan produk tersebut, toko yang menjual produk atau wiraniaganya. Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal-hal berikut:

1) Atribut produk

Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan.Mengembangkan

(15)

asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. 2) Atribut tak berwujud

Suatu faktor tak berwujud merupakan atibut umum, seperti halnya pesepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengiktisarkan serangkaian atribut yang objektif.

3) Manfaat bagi pelanggan

Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antar keduanya.

4) Harga relative

Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.

5) Pengangguran

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.

6) Pengguna atau pelanggan

Mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut.

7) Orang terkenal / khalayak

Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi yang kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.

(16)

8) Gaya hidup / kepribadian

Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama.

9) Kelas produk

Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya. 10) Para pesaing

Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing.

11) Negara / wilayah geografis

Sebuah Negara dapat menjadi symbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan.

Disamping beberapa acuan yang telah disebutkan, beberapa merek yang juga memiliki asosiasi dengan beberapa hal lain yang belum disebutkan dan kenyataannya tidak semua merek memiliki semua asosiasi diatas.

Fungsi asosiasi merek pada umumnya adalah asosiasi merek menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitas pada merek. Berbagai fungsi-fungsi asosiasi adalah (Durianto dkk, 2001: 69) :

1) Help process / retrieve information membantu proses penyusunan infomasi.

2) Reason to buy / Alasan pembelian brand association membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat

(17)

memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut.

3) Differentiate / Membedakan suatu asosiasi membangkitkan bebagai landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek lain.

4) Create positive attitude or fellings / Menciptakan sikap atau perasaan positif, Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi-asosiasi tersebut dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman mereka sebelumnya.

5) Basis for extension / Landasan untuk perluasan, Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu penyesuaian dengan menciptakan asa kesesuaian antara merek dan sebuah produk baru atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.

Asosiasi Merek menurut Aaker (1997:160) adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek.

Menurut Aaker (1997:214) terdapat tiga dimensi untuk mengukur Asosiasi Merek yaitu :

1. Atribut, yaitu Asosiasi yang dikaitkan dengan atribut produk, baik yang berhungan langsung maupun tidak langsung dengan produknya.

2. Manfaat, yaitu Asosiasi Merek yang dikaitkan dengan manfaat secara fungsional, manfaat secara simbolis, dan pengalaman yang dirasakan oleh pelanggan.

(18)

3. Attitude, yaitu evaluasi kesukaan atas penggunaan produk, Asosiasi ini berkaitan dengan motivasi diri sendiri yang merupakan bentuk perilaku yang bersumber dari bentuk-bentuk penghargaan, penerimaan, dan pengetahuan terhadap produk. Asosiasi ini terbentuk dari gabungan asosiasi atribut serta manfaat yang diciptakan.

2.1.4 Citra Merek (Brand Image)

Citra Merek (Brand Image) adalah persepsi dan keyakinan yang di lakukan oleh konsumen seperti tercermin dalam asosiasi yang terjadi dalam memori konsumen (Kotler 2007 :346). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa brand image adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu dan dapat di sampaikan melalui sarana komunikasi yang tersedia.

Durianto et al. (2004) menyatakan brand image adalah asosiasi brand saling berhubungan dan menimbulkan suatu rangkaian dalam ingatan konsumen. Brand image yang terbentuk di benak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan brand tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image.

Brand image berkaitan antara asosiasi dengan brand karena ketika kesan-kesan brand yang muncul dalam ingatan konsumen meningkat disebabkan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi atau membeli brand tersebut. Konsumen lebih sering membeli produk dengan merek yang terkenal karena merasa lebih nyaman dengan hal-hal yang sudah dikenal, adanya asumsi bahwa merek terkenal lebih dapat diandalkan, selalu tersedia dan mudah dicari, dan memiliki kualitas yang tidak diragukan, sehingga merek yang lebih

(19)

dikenal lebih sering dipilih konsumen daripada merek yang tidak terkenal (Aaker, 1991).

Peter & Olson (dalam Lutiary Eka Ratri, 2007: 47) Citra merek didefinisikan sebagai persepsi konsumen dan preferensi terhadap merek, sebagaimana yang direfleksikan oleh berbagai macam asosiasi merek yang ada dalam ingatan konsumen. Meskipun asosiasi merek dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk tapi dapat dibedakan menjadi asosiasi performansi dan asosiasi imajeri yang berhubungan dengan atribut dan kelebihan merek.

a. Faktor yang Mempengaruhi Brand Image

Sutisna (2001: 80) menyatakan bahwa brand image memiliki 3 variabel pendukung, yaitu:

1. Citra Pembuat/ Perusahaan (Corporate Image) merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa.

2. Citra Pemakai (User Image) merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa.

3. Citra Produk (Product Image) merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk.

(20)

Menurut Shimp (dalam Radji, 2009) brand image diukur dari : 1. Atribut

Atribut adalah ciri-ciri atau berbagai aspek dari merek yang diiklankan. Atribut juga dibagi menjadi tiga bagian yaitu hal-hal yang tidak berhubungan dengan produk (contoh : harga, kemasan, pemakai, dan citra penggunaan), dan hal-hal yang berhubungan dengan produk (contoh : warna, ukuran, desain).

2. Manfaat

Manfaat dibagi menjadi tiga bagian yaitu fungsional, simbolis, dan pengalaman.

3. Evaluasi keseluruhan

Evaluasi keseluruhan, yaitu nilai atau kepentingan subjektif dimana pelanggan menambahkannya pada hasil konsumsi.

2.1.5 Keputusan Pembelian

Kotler, (2011:206), mengungkapkan keputusan untuk membeli yang diambil oleh konsumen itu merupakan kumpulan dari sejumlah keputusan. Setiap keputusan membeli mempunyai suatu struktur yang terdiri dari beberapa komponen, antara lain :

1. Keputusan tentang jenis produk, 2. Keputusan tentang bentuk produk,

3. Keputusan tentang merek, merek mana yang akan dipilih konsumen untuk dibeli

(21)

4. Keputusan tentang tempat penjualan, produk tersebut dibeli dimana dan pada toko apa

5. Keputusan tentang jumlah produk, banyaknya produk yang akan dibeli 6. Keputusan tentang waktu pembelian

7. Keputusan tentang cara pembayaran.

Selanjutnya menurut Kotler, (2011:206) mengungkapkan bahwa terdapat dua faktor yang pada akhirnya mempengaruhi keputusan pembelian, pertama, sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang, pengurangan alternatif tersebut akan bergantung kepada dua hal yaitu; 1) Intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen. 2) Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain.

Semaking gencar sikap negatif orang lain akan semakin besar pula konsumen akan mengubah niat pembeliannya. Sebaiknya preferensi seorang pembeli terhadap suatu merek akan meningkat jika seseorang yang ia sukai juga sangat menyukai merek yang sama. Kedua, Situasi yang tidak terantisipasi. Situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian, keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari suatu keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko yang dirasakan. Bersama resiko yang dirasakan berbeda-beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan besarnya ketidak pastian atribut dan besarnya kepercayaan diri konsumen. Untuk mengurangi resiko-resiko itu, maka konsumen mengembangkan rutinitas tertentu seperti penghindaran keputusan, pengumpulan informasi dari teman-teman dan preferensi atas merek dalam negeri dan garansi.

(22)

Sementara itu menurut Tjiptono (2010:135) diungkapkan bahwa seseorang Konsumen membeli suatu Produk itu dipengaruhi oleh dua dimensi, 1) Dimensi rasional. Seperti harga, kualitas, distribusi dan sebagainya yang dapat mendorong seseorang untuk membeli suatu product dengan alasan-alasan yang rasional. 2) Dimensi daya tarik. Seperti aroma produk, warna, bentruk, rasa dan sebagainya. 1. Konsep Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen yang tidak dapat secara langsung dikendalikan oleh perusahaan perlu dicari informasinya semaksimal mungkin. Banyak pengertian perilaku konsumen yang dikemukakan para ahli.Berikut ini beberapa pendapat para ahli. Menurut Prasetjo dan Ihalauw (2005:9) perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana pembuat keputusan (decision units), baik individu, kelompok, ataupun organisasi, membuat keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengkonsumsinya.

Menurut Wijaya dan Hawab (2000:7) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai berikut: “suatu pengakiran / pemutusan dari suatu proses pemikiran tentang suatu masalah untuk menjawab suatu pertanyaan apa yang harus diperbuat untuk menjatuhkan pilihan pada salah satu alternative yang tetentu”.

Menurut Mowen dan Minor (2002:6) perilaku konsumen adalah segala tindakan yang berhubungan dengan proses mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa oleh individu atau kelompok termasuk proses keputusan sebelum dan sesudah tindakan tersebut.

(23)

Menurut Kotler dan Keller (2007:214) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah:

a. Budaya : sub-budaya dan kelas social sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar.

b. Social : selain factor budaya, perilaku konsumen dipengaruhi oleh factor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status social.

c. Pribadi : keputusan pembelian juga dipengaruhi karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, dan keadaan ekonomi.

d. Psikologis : satu peangkat proses psikologis berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan konsumen.

2. Proses Keputusan Pembelian

Menurut Kotler dan Keller (2007:235) proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal.

a. Faktor eksternal merupakan factor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, marketing strategy, dan kelompok referensi. Kelompok referensi merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung pada sikap dan perilaku konsumen.

(24)

Kelompok referensi mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku. b. Factor internal merupakan factor-faktor yang temasuk ke dalam factor

internal adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Seringkali peilaku manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu.

Menurut Simamora (2003:15) suatu proses keputusan pembelian bukan sekedar mengetahui bebagai factor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi bedasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Terdapat 5 peran yang terjadi dalam keputusan untuk membeli:

1. Pemrakarsa (iniator) orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa tertentu.

2. Pemberi pengaruh (influenzer) orang yang pandangannya atau nasehatnya diperhitungkan dalam pengambilan nasehat akhir.

3. Pengambil keputusan (dicider) orang yang pada akhirnya menentukan sebagian besar atau keseluruhan keputusan membeli, apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana membeli, atau dimana membeli. 4. Pembeli (buyer) orang yang melakukan pembelian nyata.

5. Pemakai (user) orang yang mengkonsumsi atau memakai produk atau jasa.

(25)

3. Tingkatan Pengambilan Keputusan

Tidak semua situasi pengambilan keputusan konsumen menerima atau membutuhkan tingkat pencarian informasi yang sama. Schiffman dan Kanuk (2007:487) membedakan tiga tingkat pengambilan keputusan konsumen yang spesifik, yaitu:

a. Pemecahan masalah yang luas; pada tingkat ini, konsumen membutuhkan berbagai informasi untuk menetapkan serangkaian kriteria guna menilai merek-merek tertentu dan banyak informasi yang sesuai mengenai setiap merek-merek yang akan dipertimbangkan. Pemecahan masalah yang luas biasanya dilakukan pada pembelian barang tahan lama dan barang mewah seperti mobil, rumah, peralatan elektronik.

b. Pemecahan masalah yang terbatas; pada tingkat ini, konsumen telah menetapkan kriteria dasar untuk menilai kategori produk dan berbagai merek dalam kategori tersebut. Namun, konsumen belum memiliki preferensi tentang merek tertentu. Mereka membutuhkan informasi tambahan untuk melihat perbedaan di antara berbagai merek.

c. Perilaku sebagai respon yang rutin; pada tingkat ini, konsumen sudah mempunyai beberapa pengalaman mengenai kategori produk dan serangkaian kriteria yang ditetapkan dengan baik untuk menilai berbagai merek yang sedang mereka perimbangkan. Konsumen mungkin mencari informasi

(26)

tambahan, tetapi hanya untuk meninjau kembali apa yang sudah mereka ketahui.

4. Model Pengambilan Keputusan

Model ini tidak dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kerumitan pengambilan keputusan konsumen.Sebaliknya, dirancang untuk menyatukan dan meyelaraskan berbagai konsep yang relevan menjadi satu keseluruhan yang bearti.Model tersebut memiliki tiga komponen utama yaitu : 1. Masukan

Komponen masukan dalam pengambilan keputusan konsumen memiliki berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap, perilaku konsumen yang berkaitan dengan produk. Yang utama dari berbagai masukan ini adalah: a) Masukan pemasaran

Kegiatan pemasaran merupakan usaha langsung untuk mencapai, memberikan informasi, dan membujuk konsumen untuk membeli dan menggunakan produknya.Kegiatan strategi bauran pemasaran khusus yang terdiri dari produk itu sendiri (termasuk kemasan, ukuran, dan jaminannya), iklan di media masa, pemasaran langsung, penjualan personal dan promosi lainnya, kebijakan harga, dan pemilihan saluran disrtibusi untuk memindahkan produk dari pabrikan kepada konsumen.Akhirnya, dampak berbagai usaha pemasaran suatu perusahaan sebagian besar ditentukan oleh persepsi konsumen terhadap semua usaha ini.Jadi para pemasar harus senantiasa mewaspadai persepsi konsumen dengan mensponsori riset

(27)

konsumen daripada bergantung kepada dampak pesan pemasaran mereka yang diharapkan.

b) Masukan sosial budaya

Tipe masukan yang kedua, lingkungan social budaya juga mempunyai pengaruh besar terhadap konsumen. Pengaruh kelas social, budaya dan sub budaya walaupun kurang nyata merupakan factor-faktor masukan penting yang dihayati dan diserap serta mempengaruhi bagaimana para konsumen menilai dan akhirnya menolak produk. Dampak kumulatif usaha pemasaran setiap perusahaan pengaruh keluarga, teman-teman dan para tetangga, dan aturan perilaku masyarakat yang ada semuanya merupakan masukan yang mungkin mempengaruhi apa yang dibeli para konsumen dan bagaimana mereka menggunakan apa yang mereka beli.

2. Proses

Komponen proses dalam model ini berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan. Untuk memahami proses ini, kita harus mempertimbangkan pengaruh berbagai konsep psikologis. Bidang psikologis mewakili pengaruh dalam diri (motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian dan sikap) yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen (apa yang mereka butuhkan, atau inginkan, kesadaran mereka terhadap berbagai pilihan produk, kegiatan mereka dalam pengumpulan informasi dan penilaian mereka mengenai berbagai alternative). Tindakan pengambilan keputusan konsumen terdiri dari dua tahap, yaitu:

(28)

a) Pengenalan kebutuhan menurut Schiffman dan Kanuk (2007:494) pengenalan kebutuhan mungkin terjadi ketika konsumen dihadapkan dengan suatu “masalah”. Di kalangan konsumen ada dua gaya pemahaman masalah pengenalan kebutuhan yang berbeda. Beberapa konsumen merupakan tipe keadaan yang sebenarnya yang merasa bahwa mereka mempunyai masalah ketika sebuah produk tidak dapat berfungsi secara memuaskan. Sebaliknya konsumen lain adalah tipe keadaan yang diinginkan, dimana bagi mereka keinginan terhadap sesuatu yang baru dapat menggerakkan proses keputusan.

b) Penelitian sebelum pembelian; penelitian sebelum pembelian dimulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Ingatan kepada pengalaman yang lalu dapat memberikan informasi yang memadai kepada konsumen untuk melakukan pilihan sekarang ini. Sebaliknya jika konsumen tidak mempunyai pengalaman sebelumnya ia harus melakukan penelitian yang mendalam mengenai keadaan di luar dirinya untuk mempeoleh informasi yang berguna sebagai dasar pemilihan.

Konsumen biasanya mencoba mengingat sebelum mencari bebagai sumber informasi eksternal mengenai kebutuhan yang berhubungan dengan konsumsi tertentu.Pengalaman yang lalu dianggap sebagai sumber informasi internal.Semakin besar kaitannya dengan pengalaman yang lalu, semakin sedikit informasi luar yang mungkin dibutuhkan konsumen untuk mencapai keputusan.Banyak keputusan konsumen yang didasarkan kepada penggabungan

(29)

pengalaman yang lalu dan informasi pemasaran dan non komersial. Tingkat resiko yang demikian juga dapat mempengaruhi tahap proses pengambilan keputusan. Menurut Kotler dan Keller (2007:235) konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Kita dapat membaginya dalam dua tingkat. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan perhatian menguat. Pada tingkat ini seorang hanya menjadi lebih peka terhadap informasi tentang produk. Pada tingkat selanjutnya, orang itu mungkin memasuki pencarian aktif informasi. Melalui pengumpulan informasi, konsumen mengetahui tentang merek-merek yang bersaing dan keistimewaan merek tersebut.

Dalam tahap pencarian informasi dalam proses keputusan pembelian, mencari informasi yang relevan dari lingkungan luar untuk memecahkan masalah, atau dengan cara mengaktifkan pengetahuan dari ingatan yaitu;

1) Informasi eksternal:

a. Sumber atau informasi dari public yaitu variasi tingkat produknya, harganya atau dikenal dengan laporan konsumen.

b. Dominasi pemasaran yaitu, iklan, website perusahaan dan para pelaku konsumen.

2) Informasi internal:

a. Menggunakan ingatannya kembali pengalaman dalam menggunakan merek atau produk tersebut.

(30)

Penilaian alternative rangkaian merek yang diminati. Dalam konteks pengambilan keputusan konsumen, rangkaian merek yang diminati mengacu pada merek-merek khusus yang dipetimbangkan konsumen dalam melakukan pembelian dalam kategori produk tertentu. Rangkaian merek yang diminati seorang konsumen dibedakan dari rangkaian merek tidak layak yang terdiri dari berbagai merek yang dikeluarkan konsumen dari pertimbangan pembelian karena dirasa tidak dapat diterima dan dari rangkaian merek yang tidak aktif, yang terdiri dari berbagai merek yang tidak menarik perhatian konsumen karena dirasakan tidak mempunyai keuntungan khusus apapun. Terlepas dari jumlah merek dalam suatu kategori poduk, rangkaian merek yang diminati seorang konsumen rata-rata cenderung sangat kecil, seing hanya terdiri dari tiga sampai lima merek. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa rangkaian merek dipertimbangkan konsumen meningkat jumlahnya jika pengalaman dengan suatu golongan produk bertambah. Rangkaian merek yang diminati dari sedikit merek yang dikenal baik, diingat dan dirasakan dapat diterima oleh konsumen.

3. Keluaran

Porsi keluaran dalam model pengambilan keputusan konsumen menyangkut dua kegiatan pasca pembelian yang berhubungan erat yakni: a) Perilaku pembelian

Menurut Schiffman dan Kanuk (2007:506) perilaku pembelian konsumen mempunyai tiga tipe yaitu:

(31)

Yaitu ketika konsumen membeli suatu produk atau merek untuk pertama kalinya dengan jumlah yang lebih sedikit dari biasanya, jadi pembelian percobaan ini merupakan tahap perilaku pembelian yang bersifat penjajakan dimana konsumen berusaha menilai suatu produk melalui pemakaian langsung.

2. Pembelian ulang

Yaitu berdasarkan percobaan yang dirasakan lebih memuaskan atau lebih baik dari merek-merek lain. Pembelian ulang biasanya menandakan bahwa produk memenuhi persetujuan konsumen bersedia untuk memakainya lagi dalam jumlah yang lebih besar.

3. Pembelian komitmen jangka panjang

Yaitu pembelian yang dilakukan konsumen yang biasanya beralih secara langsung dari penilaian konsumen yang biasanya beralih secara langsung dari penilaian terhadap komitmen jangka panjang (melalui pembelian) tanpa kesempatan untuk percobaan yang sesungguhnya.Biasanya untuk barang-barang yang paling tahan lama. b) Penilaian Pasca Pembelian

Ketika konsumen menggunakan suatu produk terutama selama pembelian percobaan, mereka menilai kinerja produk tersebut menurut berbagai harapan mereka. Ada tiga hasil penilaian yang mungkin timbul yaitu:

1. Kinerja yang sesungguhnya sesuai dengan harapan yang menimbulkan perasaan netral.

(32)

2. Kinerja melebihi harapan yang menimbulkan apa yang dikenal sebagai pemenuhan harapan secara positif.

3. Kinerja dibawah harapan yang menimbulkan pemenuhan harapan secara negative dan ketidakpuasan konsumen mempunyai hubungan erat, yaitu konsumen cendeung menilai pengalaman mereka terhadap harapan-harapan mereka ketika melakukan penilaian pasca pembelian.

5. Tipe Perilaku Pembelian Konsumen

Tipe-tipe perilaku konsumen membeli berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara berbagai merek adalah sebagai berikut (Kotler dan Amstrong, 2001:219-222):

a) Perilaku membeli yang kompleks (complex buying behavior)

Perilaku membeli yang kompleks merupakan perilaku membeli konsumen dalam berbagai situasi bercirikan keterlibatan mendalam konsumen dalam membeli dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara merek yang satu dengan yang lain. Konsumen menjalankan peilaku membeli mereka ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lain. Konsumen mungkin lebih banyak terlibat ketika produknya mahal, bersiko jarang dibeli, dan sangat menonjolkan ekspresi diri.Konsumen harus banyak belajar mengenai kategori produk tersebut.

b) Perilaku membeli yang mengurangi ketidak cocokan (dissonance reducing buying behavior)

(33)

Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan merupakan perilaku membeli konsumen dalam situasi bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ada. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen sangat terlibat dengan pembelian yang mahal, jarang atau berisiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan yang ada.

c) Perilaku membeli karena kebiasaan

Perilaku membeli karena kebiasaan merupakan perilaku pembeli konsumen dalam situasi yang bercirikan ketelibatan konsumen yang rendah dan kecilnya perbedaan yang dirasakan di antara merek-merek yang ada. Pembeli produk dengan keterlibatan rendah tidak kuat komitmennya terhadap merek-merek apapun.

d) Perilaku membeli yang mencari variasi

Perilaku membeli yang mencari variasi adalah perilaku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen tetapi perbedaan diantara merek dianggap besar. Dalam kasus ini, konsumen sering kali mengganti merek.Contohnya ketika membeli kue, seorang konsumen mungkin memiliki beberapa keyakinan memilih merek kue tanpa banyak evaluasi lalu mengevaluasi merek tersebut ketika di makan atau dikonsumsi. Tetapi pada waktu selanjutnya konsumen mungkin mengambil merek lain agar tidak bosan atau sekedar mencoba sesuatu yang berbeda.

(34)

2.1.6 Hubungan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Pembelian

Kesadaran merek berperan penting bagi seseorang ketika mengambil keputusan pembelian karena konsumen akan cenderung memilih produk yang biasa di konsumsi dalam kehidupan sehari-hari, oleh karena itu kesadaran merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian.

2.1.7 Hubungan Asosiasi Merek Terhadap Keputusan Pembelian

Asosiasi merek mampu mempengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian, asosiasi juga mampu menciptakan informasi bagi pelanggan dan juga mempengaruhi pengingatan kembali atas informasi tersebut, terutama saat membuat keputusan pembelian.

2.1.8 Hubungan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian

Suatu produk dengan brand image yang baik dan diyakini oleh konsumen dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya, maka dengan sendirinya akan menumbuhkan keputusan pembelian konsumen akan produk yang ditawarkan bahkan produk tersebut akan bertahan lama di pasaran.

2.1.9 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian tentang “ Dampak Kesadaran Merek Pada Minat Beli Konsumen : Efek Mediasi dari Persepsi Kualitas dan Loyalitas Merek” yang dilakukan oleh Dr. Hsin Kuang Chi, Dr. Huery Ren Yeh, dan Dr. Ya Ting Yang dari Universitas Taiwan (2009). Penelitian ini menggunakan analisis Regresi Sederhana untuk menguji hubungan antara Kesadaran Merek, Persepsi Kualitas, Loyalitas Merek, dan Minat Beli.

(35)

a. Persepsi Kualitas ( = 0.466, p<0.001) dan Loyalitas Merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kesadran Merek. Hal ini berarti semakin tinggi Persepsi Kualitas dan Loyalitas Merek konsumen terhadap suatu merek, maka semakin tinggi Kesadaran konsumen terhadap suatu Merek. b. Loyalitas Merek ( =0.255, p<0.001) berpengaru positif dan signifikan

terhadap Persepsi Kualitas. Hal ini berarti semakin tinggi Loyalitas konsumen pada suatu merek, maka semakin tinggi persepsi kualitas konsumen pada suatu merek.

c. Kesadaran Merek ( =0.384, p<0.001), Persepsi Kualitas ( = 0.422, p<0.001), dan Loyalitas Merek ( = 0.471, p<0.001) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Minat Beli. Hal ini berarti semakin tinggi Kesadaran, Persepsi Kualitas dan Loyalitas konsumen pada suatu merek maka semakin tinggi Minat Beli konsumen pada suatu merek.

2. Penelitian tentang “Pengaruh Mediasi dari Asosiasi Merek, Loyalitas Merek, Citra Merek dan Persepsi Kualitas terhadap Ekuitas Merek” yang dilakukan oleh Erfan Severi dan Kwek Choon Ling dari Universitas Kuala Lumpur Malaysia (2013). Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda untuk menguji hungungan antara Asosiasi Merek, Loyalitas Merek, Citra Merek, Persepsi Kualitas dan Ekuitas Merek.

Hasil dari penelitian tersebut :

a. Kesadaran Merek sebagai variabel independen berpengaruh signifikan terhadap Ekuitas Merek ( =1.665).

(36)

b. Asosiasi Merek sebagai variabel independen berpengaruh signifikan terhadap Ekuitas Merek ( =1.587)

c. Loyalitas Merek sebagai variabel independen berpengaruh signifikan terhadap Ekuitas Merek ( = 1.903)

d. Brand Image (Citra Merek) sebagai variabel independen berpengaruh signifikan terhadap Ekuitas Merek ( = 2.032)

3. Penelitian tentang “Pengaruh Ekuitas Merek terhadap Sikap Merek dan Loyalitas Merek Dalam Pameran” yang dilakukan oleh Namju Shin, Haelee Kim, Sunah Lim, dan Changsoo Kim dari Universitas Korea (2014). Penelitian ini menggunakan program AMOS (Analiysis Moment of Structural) untuk menguji hubungan antara Ekuitas Merek, Sikap Merek, dan Loyalitas Merek.

Hasil penelitian tersebut :

a. Persepsi Kualitas memiliki pengaruh positif terhadap Sikap Merek (p = 0.000)

b. Brand Image memiliki pengaruh positif terhadap Sikap Merek (p = 0.000) c. Sikap Merek pameran memiliki pengaruh positif terhadap Loyalitas Merek

(p =0.000)

d. Kesadaran Merek memiliki pengaruh positif terhadap Loyalitas Merek (p = 0.000)

4. Penelitian tentang “Hubungan antara Kesadaran Merek, Citra Merek, Persepsi Kualitas, Merek Kepercayaan, Loyalitas Merek, dan Ekuitas Merek dari Pelanggan Industri Perangkat Lunak Antivirus di Cina”. Yang dilakukan oleh Chengxiao Hou dan Phusit Wonglorsaichon, Ph.D dari Universitas Thailand

(37)

(2014). Penelitian ini menggunakan model persamaan struktural untuk menguji hubungan antara kesadaran merek, citra merek, persepsi kualitas, kepercayaan merek, loyalitas merek dan ekuitas merek.

Hasil dari penelitian tersebut :

a. Citra Merek (brand image) memiliki pengaruh langsung terhadap Persepsi Kualitas( = 0.8), yang menunjukkan bahwa Persepi Kualitas adalah mediator antara Citra Merek dan Ekuitas Merek

b. Merek Kepercayaan (brand trust) positif terkait dengan Ekuitas Merek ( = 0.65)

c. Loyalitas Merek positif terkait dengan Ekuitas Merek ( = 0.31)

d. Kesadaran Merek positif terkait dengan Merek Kepercayaan (brand trust) ( = 0.42 )

e. Merek Kepercayaan (brand trust) positif terkait dengan Loyalitas Merek ( = 1.42)

f. Citra Merek (brand image ) terkait positif dengan Persepsi Kualitas ( =0.85)

5. Penelitian tentang “Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian ( Survey pada Warga Temenggungan Sebagai Pelanggan Indomie RT 10 RW 01 Kelurahan Sukoharjo Kecamatan Klojen Kota Malang )”. Yang dilakukan oleh Rubi Ayu Indah Sari, Achmad Fauzi, Dahlan Fanani dari Universitas Brawijaya Malang (2015). Penelitian ini menggunakan analisis Regresi Linier Berganda untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel Kesadaran Merek, Persepsi Kualitas, Asosiasi Merek, Loyalitas Merek, dan Keputusan Pembelian.

(38)

Hasil penelitian tersebut :

a. Berdasarkan interpretasi uji regresi berganda dapat diketahui bahwa besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, antara lain Kesadaran Merek sebesar 0.201, Persepsi Kualitas sebesar 0.179, Asosiasi Merek sebesar 0.237, dan Loyalitas Merek sebesar 0.297, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Kesadaran Merek, Persepsi Kualitas, dan Asosiasi Merek berdampak positif terhadap Struktur Keputusan Pembelian. Dengan kata lain apabila Kesadaran Merek, Persepsi Kualitas, Asosiasi Merek, dan Loyalitas Merek mengalami peningkatan maka akan diikuti oleh naiknya tingkat Struktur Keputusan Pembelian.

Penelitian ini relevan dengan penelitian-penelitian terdahulu, ringkasan penelitian terdahulu disajikan dalam tabel berikut :

(39)

Tabel 2

Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama peneliti Variabel penelitian Teknik analisis data Hasil penelitian Hsin, Huer, dan Ya Ting (2009) Kesadaran Merek, Persepsi Kualitas, Loyalitas Merek, Minat Beli Konsumen Regresi Sederhana

Kesadaran Merek, Persepsi Kualitas, Loyalitas Merek berpengaruh

signifikan dan positif terhadap Minat Beli Konsumen Ervan dan Kwek (2013) Asosiasi Merek, Loyalitas Merek, Citra Merek, Persepsi Kualitas, Ekuitas Merek Regresi Berganda

Menunjukkan hubungan mediasi antara dimensi ekuitas merek berpengaruh positif signifikan terhadap ekuitas merek Namju, Haelee, Sunah, Changsoo (2014) Ekuitas Merek, Sikap Merek, Loyalitas Merek AMOS (Analiysis Moment of Structural)

Persepsi Kualitas dan Citra Merek sebagai komponen Ekuitas Merek memiliki pengaruh positif terhadap Sikap Merek, Sikap Merek

berpengaruh positif signifikan terhadap Loyalitas Merek, dan

Kesadaran Merek berpengaruh positif signifikan terhadap Loyalitas Merek Chengxiao dan Phusit (2014) Kesadaran Merek, Citra Merek, Persepsi Kualitas, Kepercayaan Merek, Loyalitas Merek, Ekuitas Merek Model Persamaan Struktural

Kesadaran Merek berpengaruh positif signifikan terhadap kepercayaan Merek, Kepercayaan Merek berpengaruh positif signifikan terhadap ekuitas Merek, Citra Merek berdampak langsung terhadap Ekuitas Merek melalui Persepsi Kualitas dan Kepercayaan Merek, Persepsi Kualitas berdampak langsung terhadap

Loyalitas Merek melalui Kepercayaan Merek dan Loyalitas Merek terkait positif signifikan terhadap Ekuitas Merek Rubi, Achmad, Dahlan (2015) Kesadaran Merek, Persepsi Kualitas, Asosiasi Merek, Loyalitas Merek, Keputusan Pembelian Regresi Linier Berganda

Kesadaran Merek, Persepsi Kualitas, Asosiasi Merek, dan Loyalitas Merek berpengarug positif dan signifikan secara simultan dan parsial terhadap struktur Keputusan Pembelian Sumber : dari berbagai literatur dan jurnal.

(40)

2.2 Rerangka Pemikiran H1 H2 H3 Gambar 4 Rerangka Pemikiran 2.3 Perumusan hipotesis

Dari perumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teori yang telah dibahas dengan melihat hasil penelitian terdahulu dan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan, maka peneliti sampai kepada suatu dugaan bahwa:

1) Kesadaran merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian air minum dalam kemasan Aqua.

2) Asosiasi merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian air minum dalam kemasan Aqua.

Brand Image berpengaruh terhadap keputusan pembelian air minum dalam kemasanAqua.

Kesadaran merek (X1)

Asosiasi merek (X2)

Brand image (X3)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pembelajaran kooperatif type match mine &#34;Build What I Write” siswa pertama memberikan suatu ide atau gagasan tertulis dalam bentuk tabel grafik, gambar

[r]

Hasil analisis faktor keamanan lereng pada daerah Gonggang (a) Jenis gerakan tanah Debris Slide yang diambil pada daerah.. Gonggang pada LP 60, arah kamera N 070 0

Namun, pada penelitian tersebut node sensor yang berperan sebagai publisher perlu mendefinisikan alamat middleware secara manual atau membutuhkan keterlibatan user pada

Data endapan protein pada Tabel 1 menunjukan bahwa kelompok yang diinduksi etilen glikol dan diberi ekstrak etanol daun alpukat (E100 dan E300) memiliki endapan protein yang

Pertamina telah mempunyai rencana yang tersusun dalam road map atau peta jalan untuk menuju Pertamina sebagai perusahaan kelas dunia selama 15 tahun yakni pada tahun

Kekurangan jurnal yang berjudul Desain Pembelajaran Peluang Dengan Pendekatan Pmri Menggunakan Kupon Undian Untuk Siswa Kelas Vii yaitu pada hasil aktivitas 2 mengenai

Tunjangan Kinerja Tunjangan kinerja adalah suatu proses pemberian imbalan yang diberikan kepada pegawai sesuai dengan hasil kerja yang dicapai pegawai.. Jumlah