• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPUTUSAN KEPALA DINAS PENGAIRAN NOMOR : KU A /KPTS/ 39 /2015 RENCANA KERJA TAHUN 2016 DINAS PENGAIRAN KEPALA DINAS PENGAIRAN,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPUTUSAN KEPALA DINAS PENGAIRAN NOMOR : KU A /KPTS/ 39 /2015 RENCANA KERJA TAHUN 2016 DINAS PENGAIRAN KEPALA DINAS PENGAIRAN,"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DINAS PENGAIRAN

Jln. Mohd. Thaher No. 18 Telp (0651) 21982,21919,24212,22899,33126,211167 Fax. 23686

Fax .(0651) 23686 e_mail sda_aceh@yahoo.com PO.Box-130 LUENG BATA -BANDA ACEH (23247)

KEPUTUSAN

KEPALA DINAS PENGAIRAN NOMOR : KU.954.1-A /KPTS/ 39 /2015

RENCANA KERJA TAHUN 2016 DINAS PENGAIRAN KEPALA DINAS PENGAIRAN,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 137 ayat (1) dan Pasal 152 ayat (4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, perlu disusun dan menetapkan Renja SKPA Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2016;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu ditetapkan dalam suatu keputusan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara;

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan;

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh;

5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

9. Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun Anggaran 2015 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun Anggaran 2015;

10. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019;

(3)

 

11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2014;

14. Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagaimana telah diubah dengan Qanun Aceh Nomor 15 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 5 tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

15. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh Tahun 2012-2017;

16. Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh Tahun 2012-2017;

17. Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2015;

18. Peraturan Gubernur Aceh Nomor 24 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) Tahun 2015;

19. Keputusan Gubernur Aceh Nomor 050/991/2015 Tanggal 17 Juni 2015 tentang Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Aceh Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2016.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

KESATU : Mengesahkan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Aceh Tahun 2016, yang selanjutnya disebut “RENJA SKPA” sebagai Dokumen Perencanaan Satuan Kerja Perangkat Aceh untuk periode 1 (satu) Tahun, yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2016 dan berakhir pada 31 Desember 2016.

KEDUA : Menetapkan Renja SKPA sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Kepala Dinas ini.

KETIGA : Renja SKPA digunakan sebagai :

a. pedoman penyusunan Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Aceh (RKA-SKPA) Tahun Anggaran 2016;

b. pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2016; dan

c. bahan pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara Tahun 2016 dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.

(4)
(5)
(6)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iii

BAB I. PENDAHULUAN ... I - 1

1.1. Latar Belakang ... I - 1 1.2. Landasan Hukum ... I - 3 1.3. Maksud dan Tujuan ... I - 8 1.4. Sistematika Penulisan ... I - 9 BAB II. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPA TAHUN 2014 ... II - 1

2.1 Evaluasi Pelaksanaan Renja SKPA Tahun 2014 dan Capaian

Renstra Dinas Pengairan Aceh (Tabel terlampir) ... II - 1

2.2 Analisis Kinerja Pelayanan Dinas Pengairan Aceh

(Tabel terlampir) ... II - 12

2.3 Isu-Isu Penting Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Dinas

Pengairan ... II - 14

2.4 Review terhadap Rancangan Awal RKPA (Tabel terlampir) .. II - 16

2.5 Penelaahan Usulan Program dan Kegiatan Masyarakat

(Tabel terlampir) ... II - 16

BAB III. TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN ... III - 1

3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional ... III - 1

3.2 Tujuan dan Sasaran Rencana Kerja (Renja)

Dinas Pengairan ... III - 5 3.2.1 Tujuan ... III - 7 3.2.2 Sasaran ... III - 7

3.3 Program dan Kegiatan Dinas Pengairan ... III - 9

3.3.1 Program ... III - 9 3.3.2 Kegiatan ... III - 10 BAB IV. PENUTUP ... IV - 1 LAMPIRAN

(7)

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Pengairan ... II - 7

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Rekapitulasi Evaluasi Hasil Pelaksanaan Renja SKPA dan Pencapaian

Renstra SKPA s.d Tahun 2014 Provinsi Aceh (terlampir)

Tabel 2.2. Pencapaian Kinerja Pelayanan SKPA Dinas Pengairan Provinsi Aceh

(terlampir)

Tabel 2.3. Jumlah Pegawai berdasarkan Struktural s/d Tahun 2014 ... II - 5

Tabel 2.4. Jumlah Pegawai berdasarkan Golongan s/d Tahun 2014 ... II - 5

Tabel 2.6. Luas Daerah Irigasi sesuai Kewenangan ... II - 6

Tabel 2.7. Daerah Irigasi dan Luasannya sesuai Kewenangan ... II - 8

Tabel 2.8. Kondisi Saluran Irigasi berdasarkan kewenangan ... II - 8

Tabel 2.9. Review Terhadap Rancangan Awal RKPA Tahun 2014 (terlampir)

Tabel 2.10. Usulan Program dan Kegiatan Dari Para Pemangku Kepentingan/ Masyarakat Tahun 2015 (terlampir)

Tabel 3.1. Keterkaitan Misi dan Tujuan ... III - 7 Tabel 3.2. Keterkaitan Misi dan Sasaran ... III - 8

Tabel 3.3. Indikator Kinerja Utama Dinas Pengairan ... III - 9

Tabel 3.4 Rumusan Program dan Kegiatan SKPA Dinas Pengairan Tahun 2015

(8)

I - 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Undang-undang nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan menjabarkan bahwa dalam bidang pembinaan atas air dan sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung didalamnya, baik yang alamiah maupun yang telah diusahakan oleh manusia. Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras, diiringi dengan semangat demokratisasi, desentralisasi dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Rencana Kerja (Renja) Dinas Pengairan Tahun 2016 merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan stratejik, yaitu penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam Rencana Stratejik (Renstra), yang memuat seluruh target sasaran yang hendak dicapai dalam satu tahun beserta indikator kinerjanya. Renja Dinas Pengairan mengarahkan program/kegiatan pelaksanaan. Dalam penyusunannya diarahkan untuk mencapai visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan dalam bidang Pengairan. Renja Dinas Pengairan Aceh ini berfungsi sebagai tolok ukur yang digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyeleggaraan pemerintah untuk suatu periode tertentu. Penyusunan Renja dilakukan seiring dengan penyusunan dan kebijakan anggaran, sehingga Rencana Kerja Tahunan juga disesuaikan dengan anggaran yang telah diprogramkan, terutama target-target sasarannya.

Dokumen Rencana Kerja Dinas Pengairan Aceh dalam pelaksanaan penetapan kinerja dilakukan untuk mengukur kinerja dan mengetahui sejauh mana capaian kinerja yang dapat diwujudkan serta dilaporkan dalam suatu laporan kinerja yang disebut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Renja Dinas Pengairan Aceh merupakan dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun yang menjabarkan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang

(9)

I - 2

dilaksanakan langsung maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Adapun tujuannya adalah sebagai pedoman dan merupakan suatu janji kinerja yang akan diwujudkan dalam pengelolaan Pengairan melalui perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam tahun tertentu.

Pembangunan pada bidang Pengairan mempunyai peranan terhadap perencanaan, pemanfaatan, kelembagaan, operasi dan pemeliharaan, serta pengelolaan Pengairan yang berkelanjutan. Perubahan paradigma dalam pembangunan daerah telah mendorong munculnya peluang prakarsa lokal yang lebih mendominasi keberagaman situasi, kondisi dan potensi daerah, dengan ciri-ciri munculnya peran serta dan aspirasi masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan yang berorientasi pada keinginan publik dan berwawasan regional serta melibatkan stakeholder. Pembangunan di bidang Pengairan tidak hanya ditentukan oleh kinerja Dinas Pengairan, tetapi dipengaruhi oleh interaksi yang dinamis dan saling bersinegris.

Berdasarkan Permendagri No. 54 Tahun 2010 tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah, proses penyusunan Renja Dinas Pengairan Aceh ini terdiri dari tiga tahapan utama yaitu tahap persiapan penyusunan, tahap penyusunan rancangan, dan tahap penetapan. Tahapan persiapan meliputi pembentukan tim penyusun RKPA dan Renja Dinas Pengairan Aceh, orientasi mengenai RKPA dan Renja Dinas Pengairan Aceh, penyusunan agenda kerja, serta penyiapan data dan informasi.

Penyusunan rancangan Renja Dinas Pengairan Aceh merupakan tahapan awal yang harus dilakukan sebelum disempurnakan menjadi dokumen Renja yang definitif. Dalam prosesnya, penyusunan rancangan Renja mengacu pada kerangka arahan yang dirumuskan dalam rancangan awal RKPA. Oleh karena itu penyusunan rancangan Renja Dinas Pengairan Aceh dapat dikerjakan secara simultan/paralel dengan penyusunan rancangan awal RKPA, dengan fokus melakukan pengkajian terlebih dahulu terhadap kondisi eksisting Dinas Pengairan Aceh, evaluasi pelaksanaan Renja tahun-tahun sebelumnya dan evaluasi kinerja terhadap pencapaian Renja.

(10)

I - 3

1.2. LANDASAN HUKUM

Penyusunan Rencana Kerja Dinas Pengairan 2016 didasarkan kepada :

1. Landasan Idiil : Pancasila.

2. Landasan Konstitusional : Undang-Undang Dasar 1945.

3. Landasan Operasional :

3.1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara;

3.2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan;

3.3. Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN;

3.4. Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh;

3.5. Undang-Undang No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi

Aceh;

3.6. Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 tahun 2003, tentang Keuangan

Negara;

3.7. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara;

3.8. Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara;

3.9. Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ( SPPN );

3.10. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang;

3.11. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah;

3.12. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006, tentang Pemerintahan Aceh;

3.13. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025;

(11)

I - 4

3.14. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;

3.15. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

3.16. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

3.17. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi;

3.18. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2001, tentang Informasi Keuangan Daerah;

3.19. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

3.20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004, tentang Rencana Kerja Pemerintah;

3.21. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

3.22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006, tentang Irigasi;

3.23. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;

3.24. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintahan, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

3.25. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

3.26. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air;

3.27. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2010 Tentang Bendungan; 3.28. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai;

(12)

I - 5

3.29. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Rencana Kerja Pemerintah;

3.30. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Dewan Sumber Daya Air;

3.31. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014;

3.32. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air;

3.33. Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun Anggaran 2015 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun Anggaran 2015;

3.34. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019;

3.35. Instruksi Presiden No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah;

3.36. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012, tentang Penetapan Wilayah Sungai.

3.37. Surat Edaran Mendagri No. 050/2020/SS, tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah;

3.38. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

3.39. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

3.40. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2014;

(13)

I - 6

3.41. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2015;

3.42. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 37/PRT/M/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri Tahun 2007;

3.43. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 38/PRT/M/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenangan Pemerintah dan Dilaksanakan Melalui Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Tahun 2007;

3.44. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 39/PRT/M/2006 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur Tahun 2007;

3.45. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 04/PRT/2008 tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Wilayah Sungai;

3.46. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis dan Tatacara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air;

3.47. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 9/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pengaman Pantai;

3.48. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang;

3.49. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi;

3.50. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 08/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi;

3.51. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi;

(14)

I - 7

3.52. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 17/PRT/M/2015 tentang Komisi Irigasi

3.53. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 293/KPTS/M/2014 tentang Penetapan Status Daerah Irigasi yang Pengelolaannya menjadi Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota.

3.54. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/2020/SJ tanggal 11 Agustus 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah.

3.55. Qanun Nomor 5 Tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah, dan Lembaga Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagaimana telah diubah dengan Qanun Aceh Nomor 15 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 5 tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

3.56. Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 3.57. Qanun Nomor 4 Tahun 2011 tentang Irigasi.

3.58. Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Keuangan Aceh. 3.59. Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pengalokasian Tambahan

Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus;

3.60. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh Tahun 2012-2017;

3.61. Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh Tahun 2012-2017;

3.62. Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2015;

3.63. Peraturan Gubernur Aceh Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Pemangku Jabatan Struktural di Lingkungan Dinas-Dinas Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

3.64. Peraturan Gubernur Nomor 17 Tahun 2009 Tentang Susunan Organisasi Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Pengairan Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

(15)

I - 8

3.65. Peraturan Gubernur Aceh Nomor 54 Tahun 2013 tentang Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air Aceh;

3.66. Peraturan Gubernur Aceh Nomor 24 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) Tahun 2015;

3.67. Keputusan Gubernur Aceh Nomor 050/991/2015 Tanggal 17 Juni 2015 tentang Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Aceh Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2016.

4. Landasan Materil:

4.1. Masukan saran, pendapat, aspirasi dan inspirasi dari Staf di lingkungan Dinas Pengairan pada saat konsultasi Perumusan Visi dan Misi serta lokakarya.

4.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

1.3. MAKSUD DAN TUJUAN

Dokumen Rencana Kerja SKPA Dinas Pengairan Aceh tahun 2016 bertujuan untuk menjabarkan pelaksanaan program/kegiatan dan mengarahkan program/kegiatan mencapai sasaran yang diinginkan dalam tahun berjalan dan berkelanjutan Program/Kegiatan pembangunan pengairan yang menjadi tolok ukur dan acuan untuk penyusunan usulan program/kegiatan setiap tahunnya.

Rencana Kerja SKPA Dinas Pengairan Aceh merupakan acuan penentuan prioritas program/kegiatan tahunan daerah yang disusun dengan maksud:

1. Sebagai acuan bagi pemerintah dan masyarakat dalam berpartisipasi terhadap pembangunan pengairan di Provinsi Aceh dan menentukan prioritas program dan kegiatan yang akan didanai dari sumber pendanaan baik APBA, maupun sumber-sumber lainnya.

2. Sebagai tolok ukur untuk melakukan evaluasi kinerja triwulan, semester dan tahunan pembangunan pengairan di Provinsi Aceh.

3. Menjabarkan gambaran tentang kondisi pembangunan pengairan secara makro di Provinsi Aceh dan sekaligus memahami arah dan tujuan yang akan dicapai dalam rangka mewujudkan visi dan misi Pemerintah Aceh.

(16)

I - 9

4. Sebagai arahan kegiatan tahun 2016 dan bahan kajian program dalam rangka penetapan anggaran untuk tahun 2016.

5. Sebagai bahan koordinasi baik antar program maupun lintas sektor.

1.4. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2014 adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi gambaran umum dengan latar belakang, landasan hukum penyusunan Renja Dinas Pengairan dan keterkaitan dengan dokumen perencanaan serta berisi maksud dan tujuan dan sistematika penulisan. BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA DINAS PENGAIRAN ACEH

TAHUN 2014

Menerangkan hasil evaluasi pelaksanaan Renja SKPA Tahun 2014 dan capaian Renstra SKPA, menganalisis kinerja pelayanan SKPA, isu-isu penting penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPA. Mereview terhadap rancangan awal RKPA dan menelaah usulan program dan kegiatan masyarakat.

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN.

Menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai melalui suatu strategi dan kebijakan yang dilaksanakan dan mensinerjikan dengan kebijakan nasional.

BAB IV PENUTUP

Merupakan kesimpulan rangkaian kegiatan Dinas Pengairan Aceh dalam masa 1 (satu) tahun kedepan.

(17)

II - 1

BAB II

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA DINAS PENGAIRAN ACEH

TAHUN 2014

2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA DINAS PENGAIRAN TAHUN 2014 DAN

CAPAIAN RENSTRA SKPA

Dari hasil evaluasi Rencana Kerja Dinas Pengairan tahun 2014, dapat diinformasikan bahwa sebagian besar pencapaiannya sudah sesuai dengan yang direncanakan. Namun ada juga sebagian yang masih belum tercapai sesuai dengan target, hal ini dikarenakan kondisi alam yang berubah-ubah akibat kondisi cuaca dan seringnya terjadi bencana seperti banjir yang hampir terjadi diseluruh Kabupaten/Kota diseluruh wilayah Provinsi Aceh. Akibat banjir yang terjadi telah merusak infrastruktur yang ada baik infrastruktur di sektor pengairan maupun infrastruktur publik di sektor lainnya. Kerusakan di sektor pengairan antara lain bangunan-bangunan utama untuk pengambilan air irigasi dan longsor tebing sungai yang lebih besar dari perkiraan sebelumnya. Disamping terjadi bencana alam banjir juga juga sebagian wilayah di Kabupaten/Kota terjadinya kekeringan terutama untuk Daerah Irigasi yang luas areal irigasinya cukup besar dibandingkan dengan besaran debit andalan besaran debit andalan yang tersedia. Berdasarkan hasil evaluasi diatas, maka untuk program tahun 2015 dan 2016, disamping diprioritasnya untuk kegiatan irigasi juga diarahkan untuk kegiatan penanganan banjir dan pekerjaan embung-embung dalam rangka menjadi kontinuitas debit air untuk menunjang ketersediaan untuk berbagai keperluan.

Rencana Kerja (Renja) merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan stratejik yaitu penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra). Renstra digunakan sebagai pedoman dalam mewujudkan pemanfaatan Sumber Daya Air melalui perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi dari kegiatan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air. Disamping itu, Renstra juga digunakan sebagai sarana untuk menilai akuntabilitas pelaksanaan tugas dan wewenang dari Dinas Pengairan. Rekapitulasi Evaluasi Hasil Pelaksanaan Renja SKPA dan Pencapaian Renstra SKPA s.d Tahun 2014 Provinsi Aceh dapat dilihat pada Tabel 2.1. terlampir.

(18)

II - 2

2.2. ANALISIS KINERJA PELAYANAN SKPA

Analisis Kinerja Pelayanan SKPA merupakan pengkajian terhadap capaian kinerja pelayanan SKPA sesuai dengan kinerja yang dibutuhkan, dan dampak yang ditimbulkan akibat kinerja pelayanan tersebut. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi untuk menyusun program dan kegiatan dalam rangka peningkatan pelayanan SKPA sesuai dengan tugas dan fungsi. Analisis Pencapaian Kinerja Pelayanan SKPA Dinas Pengairan dapat dilihat pada tabel 2.2. terlampir.

Sesuai dengan kebijakan yang telah disusun, program-program tersebut diatas dijabarkan lagi dalam kegiatan-kegiatan sebagai tindakan nyata pada tahun-tahun sebelumnya dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.

Dalam pelaksanaan tugas Dinas Pengairan, tentunya tidak terlepas dari wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi dalam pengelolaan sumber daya air yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, serta diselaraskan dalam rangka mewujudkan sinergitas dan keterpaduan secara harmonis antar wilayah, antar sektor dan antar generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Air. Wewenang dan tanggungjawab pemerintah provinsi tersebut adalah sebagai berikut:

a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya,

b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota,

c. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya,

d. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota,

e. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kotadengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya,

f. mengatur dan menetapkan dan memberi izin atas penyediaan peruntukan, penggunaan dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota,

(19)

II - 3

g. mengatur, menetapkan dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota,

h. membentuk Dewan Sumber daya Air atau dengan nama lain di tingkat provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota,

i. memfasilitasi penyelesaian sengketa antar kabupaten/kota dalam pengelolaan sumber daya air,

j. membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat atas air,

k. menjaga efektifitas, efisiensi, kualitas dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota, dan memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada Pemerintah Kabupaten/Kota.

Selanjutnya dalam menjalankan wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Provinsi tersebut, Dinas Pengairan yang merupakan unsur Pemerintah Aceh yang mempunyai Tugas Pokok melaksanakan Tugas Umum Pemerintah dan Pembangunan di bidang Sumber Daya Air.

Tugas Pembangunan dibidang Sumber Daya Air meliputi :

a. Melaksanakan Tugas Penelitian, Pengembangan dan Penyusunan Program Pengairan secara menyeluruh;

b. Melaksanakan tugas dibidang Irigasi, Rawa dan Pantai; c. Melaksanakan tugas dibidang Sungai, Waduk dan Danau;

d. Melaksanakan tugas dibidang Penyusunan Program Pembangunan Sarana dan Prasarana Perdesaan dan Penataan Sumber Daya Air serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Air;

e. Melaksanakan tugas dibidang Operasi dan Pemeliharaan Prasarana bidang Sumber Daya Air;

f. Melaksanakan tugas dibidang Teknik dan Perizinan pemanfaatan Sumber Daya Air.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Dinas Pengairan mempunyai fungsi yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

(20)

II - 4

b. Penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan jangka panjang;

c. Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

d. Penyelenggaraan Tugas dibidang Pengelolaan Pengairan termasuk Perizinan dan Pelayanan Umum Lintas Kabupaten/Kota;

e. Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian terhadap tugas dibidang Pengairan dan;

f. Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Dinas.

Untuk melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsi sebagaimana dimaksud di atas, Dinas Pengairan mempunyai Kewenangan:

a. Menetapkan Standar Pengelolaan Sumber Daya Air yang ada pada wilayah sungai Lintas Kabupaten/Kota.

b. Menyediakan dukungan/bantuan untuk kerja sama antara Kabupaten/Kota dalam Pengembangan dan pengelolaan di bidang Sumber Daya Air.

c. Melaksanakan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi yang luasnya antara 1000 – 3000 Ha dan jaringan Pengairan lainnya yang berada pada wilayah sungai lintas Kabupaten/Kota.

d. Mengurus Perizinan untuk mengadakan perubahan dan atau Pembongkaran Bangunan-Bangunan dan Saluran Jaringan serta Prasarana dan Sarana Pengairan.

e. Menyusun Rencana Penyediaan Air untuk Irigasi dan kebutuhan lainnya.

Dengan berlandaskan Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan tersebut di atas, maka produk yang diharapkan dapat dihasilkan oleh Dinas Pengairan adalah:

a. Kebijakan Pelaksanaan dan Kebijakan Teknis serta Administrasi meliputi Pengaturan, Pedoman, Kriteria, Standar Pelaksanaan untuk bidang Pengairan, sebagai pelaksanaan tugas Pemerintahan;

b. Pelaksanaan Pembangunan, Peningkatan, Operasi dan Pemeliharaan serta Pembuatan Pedoman Standard dan Persyaratan yang berkaitan dengan Kegiatan Pelaksanaan, Perencanaan, Program dan Anggaran dari Pengelolaan Pengairan, sebagai tugas pembangunan;

c. Produk Pelayanan kepada Stakeholder berupa Fasilitas, Konsultasi Teknis, Pelatihan, Bimbingan Teknis serta Informasi dari Pengairan;

(21)

II - 5

d. Produk Pengendalian/Pengawasan berupa Evaluasi Pemanfaatan Sarana

Pengairan berdasarkan Standar Pelayanan Minimum.

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Dinas Pengairan Aceh telah dilengkapi dengan berbagai sumber daya organisasi, yang meliputi Non PNS, serta sumber daya yang bersifat sarana dan prasarana baik untuk kegiatan di dalam kantor, yaitu berupa bangunan gedung kantor dan peralatan perkantoran serta sarana dan prasarana untuk kegiatan lapangan.

Susunan Kepegawaian dan perlengkapan sebagai Sumber Daya yang dimiliki Dinas Pengairan dimana Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 406 0rang dan Tenaga Kontrak berjumlah 93 orang dengan total keseluruhan pegawai Dinas Pengairan sampai dengan tahun 2014 adalah 499 orang. Sebagaimana kepegawaiannya tercantum pada Tabel di bawah ini:

Tabel 2.3.

Jumlah Pegawai berdasarkan Struktural s/d Tahun 2014

No Personalia Jumlah I. Jabatan Struktural - Esselon II 1 - Esselon III 10 - Esselon IV 30 Jumlah 41 Sumber : Subbag Kepegawaian Dinas Pengairan 2014

Selanjutnya jumlah pegawai berdasarkan golongan dapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini :

Tabel 2.4.

Jumlah Pegawai berdasarkan Golongan s/d Tahun 2014

No Personalia Jumlah I. GOLONGAN : - Golongan IV 25 - Golongan III 234 - Golongan II 142 - Golongan I 5 JUMLAH 406

(22)

II - 6

Kemudian bila melihat pada jumlah pegawai berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 2.5 di bawah ini :

Tabel 2.5.

Jumlah Pegawai berdasarkan Tingkat Pendidikan s/d Tahun 2014

No Personalia Jumlah

I. PENDIDIKAN

- S D -

- S M P 6

- S M U / S M A 169

- SARJANA MUDA / D-III 14

- SARJANA / S-1 171

- PASCA SARJANA / S-2 46

JUMLAH 406

(23)

II - 7

WS STRATEGIS & PENGELOLAAN IRIGASI > 3000 Ha KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL S E K R E T A R I A T SUB BAGIAN U M U M SUB BAGIAN KEUANGAN BIDANG PROGRAM DAN PELAPORAN BIDANG IRIGASI, RAWA DAN

PANTAI

BIDANG

SUNGAI, DANAU DAN WADUK BIDANG OPERASI DAN PEMEL. PENGAIRAN SEKSI PENYUSUNAN PROGRAM DAN ANGGARAN SEKSI

SURVEY, INVESTIGASI DAN DESAIN

SEKSI BINA TEKNIK DAN

PELAPORAN SEKSI I R I G A S I SEKSI R A W A SEKSI P A N T A I SEKSI S U N G A I SEKSI DANAU DAN WADUK

SEKSI KONSERVASI PENGAIRAN DAN HIDROLOGI SEKSI OPERASI PENGAIRAN SEKSI PEMELIHARAAN PENGAIRAN SEKSI PEMBERDAYAAN P3A

5 UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) GUBERNUR

ACEH

TUGAS PEMBANTUAN OP > 3000 Ha

MENTERI P.U. DIRJEN SUMBER DAYA

AIR

KEPALA DINAS / SKPA

BAGAN ORGANISASI DAN TATA KERJA

DINAS PENGAIRAN PEMERINTAH ACEH

DAK (1000 – 3000 Ha) & DEKON (WISMP)

SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN DAN

TATA LAKSANA

QANUN ACEH No. 5 Thn. 2007 Tanggal : 5 Oktober 2007 M

23 Ramadhan 1428 H

BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA - I

(24)

II - 8

a. Cakupan Layanan Jaringan Irigasi dalam Kondisi Baik

Penetapan Status Daerah Irigasi yang Pengelolaannya Menjadi Tanggung Jawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota diatur dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor: 293/KPTS/M/2014 tanggal 10 Juni 2014.

Luas Daerah irigasi di Provinsi Aceh adalah 390.518 Ha yang terdiri dari 1.499 Daerah Irigasi (DI) yang terdiri dari Lintas Kabupaten/Kota dan Utuh Kabupaten/Kota berdasarkan kewenangannya sebagaimana tercantum pada tabel.

Tabel 2.6. Luas Daerah Irigasi sesuai Kewenangannya

No Kewenangan Lintas Kabupaten/ Kota (Ha) Utuh Kabupaten/ Kota (Ha) TOTAL I Pemerintah 26.397,00 82.225 108.622 Ha 13 DI II Pemerintah Provinsi 2.144,00 76.324 78.468 Ha 47 DI III Pemerintah Kabupaten/Kota 0,00 203.428 203.428 Ha 1.439 DI Total 28.541 361.977 390.518 Ha 1.499 DI

Sumber : Kepmen PU No. 293/KPTS/M/2014

Penjabaran total Daerah Irigasi dan luasannya sesuai kewenangan yang terdiri dari Irigasi Permukaan adalah 363.292 Ha dengan 1.400 DI; Irigasi Air Tanah adalah 1.858 Ha dengan 66 DI; Irigasi Rawa adalah 5.724 Ha dengan 3 DI; dan Irigasi Tambak adalah 19.644 Ha dengan 30 DI sebagaimana disajikan pada tabel 2.7.

Tabel 2.7. Daerah Irigasi dan Luasannya

No. Daerah Irigasi Kewenangan Pemerintah Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota

D.I Ha D.I Ha D.I Ha

1 Permukaan 12 101.622 38 65.409 1.350 196.261

2 Air Tanah 66 1.858

3 Rawa 3 5.724

4 Tambak 1 7.000 6 7.335 23 5.309 Total 13 108.622 47 78.468 1.439 203.428 Sumber : Kepmen PU No. 293/KPTS/M/2014

(25)

II - 9

Pada kondisi Infrastruktur Irigasi saat ini dimana kondisi saluran irigasi berdasarkan kewenangan memiliki kondisi yang baik, rusak sedang dan rusak berat. Kondisi saluran irigasi ini dapat dilihat pada tabel 2.8 berikut :

Tabel 2.8. Kondisi Saluran Irigasi berdasarkan Kewenangan

No Kewenangan

Luas

Kuantitas

Kondisi Saluran

Baku Fungsional Baik Sedang Rusak Rusak Berat (Ha) (Ha) (km) (%) (km) (%) (km) (%) 1 Kewenangan Pusat 101,622 87.903 1.195 km 785 65,67 322 26,92 89 7,42 3.347 bh 2 Kewenangan Provinsi 65.409 28.975 705 km 418 59,26 178 25,20 110 15,54 1.369 bh 3 Kewenangan Kab/Kota 196.261 104.018 1.760 km 908 51,59 440 25,03 411 23,38 4.968 bh

Sumber: Dinas Pengairan 2014

Tabel 2.9. Kondisi Bangunan Irigasi berdasarkan Kewenangan

No Kewenangan

Luas

Kuantitas

Kondisi Bangunan Baku Fungsional Baik Rusak (Ha) (Ha) (bh) (%) (bh) (%) 1 Kewenangan Pusat 101,622 87.903 1.195 km 2.316 69,20 1.031 30,80 3.347 bh 2 Kewenangan Provinsi 65.409 28.975 705 km 894 65,30 475 34,70 1.369 bh 3 Kewenangan Kab/Kota 196.261 104.018 1.760 km 2.508 50,48 2.460 49,52 4.968 bh

Sumber: Dinas Pengairan 2014

Rasio jaringan irigasi digunakan untuk menilai efektifitas pengelolaan jaringan irigasi yang ditunjukkan oleh rasio antara luas areal terairi terhadap luas baku. Dalam hal ini semakin tinggi rasio tersebut semakin efektif pengelolaan jaringan irigasi. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 disebutkan bahwa rasio jaringan irigasi adalah perbandingan antara panjang saluran irigasi dengan luas lahan budidaya pertanian. Panjang jaringan irigasi meliputi jaringan primer, sekunder dan tersier. Hal ini mengindikasikan ketersediaan saluran irigasi untuk kebutuhan budidaya pertanian. Panjang saluran irigasi mencerminkan luas daerah irigasi yang terairi pada suatu daerah irigasi.

(26)

II - 10

Untuk menghitung rasio jaringan irigasi, Dinas Pengairan hanya memasukkan data daerah irigasi yang menjadi kewenangan provinsi saja. Luas daerah irigasi yang digunakan adalah sesuai dengan Kepmen PU Nomor 293 tahun 2014 dimana daerah irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi telah menjadi 38 Daerah Irigasi

dan luasnya 65.409 ha/65,41 km2. Pada tahun 2014 sesuai penetapan kinerja

ditargetkan meningkat 3,69% sehingga rasio jaringan irigasi diharapkan menjadi 59,14%. Dari hasil kegiatan pembangunan jaringan irigasi, optimalisasi jaringan irigasi yang telah dibangun dan pemberdayaan petani pemakai air telah meningkatkan jaringan irigasi sepanjang 98.472 meter menjadi 469.999 meter, maka rasio jaringan irigasi pada tahun 2014 menjadi 61,32%. Pada tahun 2015 sesuai penetapan kinerja ditargetkan meningkat 4% sehingga rasio jaringan irigasi diharapkan menjadi 65,23%. Sedangkan pada tahun 2016 yang ditargetkan 5,49% sehingga rasio jaringan irigasi diharapkan menjadi 70,45%.

Permasalahan dan kendala dalam pengelolaan dan pengembangan jaringan irigasi adalah:

1) Terbatasnya debit andalan di beberapa daerah irigasi;

Debit andalan pada beberapa Daerah Irigasi (D.I) terjadi penurunan dari debit andalan rencana khususnya untuk Daerah irigasi yang ada di Wilayah Sungai. Akibatnya intensitas tanam untuk Daerah Irigasi hanya berkisar 140%. Kondisi

tersebut perlu didukung oleh bangunan reservoir seperti waduk dan embung untuk

menjamin ketersediaan air irigasi secara kontinyu.

2) Terdapat beberapa daerah irigasi yang tidak berfungsi secara optimal;

Sebagian besar daerah irigasi Teknis fungsinya menurun, yang diakibatkan umur konstruksi yang sudah cukup lama yaitu Daerah Irigasi yang dibangun pada tahun 1990-an sehingga banyak saluran dan bangunan yang rusak. Oleh karena itu perlu dilakukan rehabilitasi jaringan irigasi guna mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula. Disamping masih banyak saluran tanah (belum pasangan) disepanjang jaringan irigasi juga saluran – saluran pasangan yang sudah ada pada umumnya sudah banyak yang rusak begitu juga bangunan–bangunan bagi/sadap dan

(27)

II - 11

bangunan air lainnya, sehingga proses pengaliran dan pembagian air ke areal persawahan tidak efektif dan efesien.

3) Terkendalanya pembangunan jaringan irigasi akibat permasalahan pembebasan lahan;

Untuk meningkatkan luas areal irigasi teknis dalam rangka ketahanan pangan perlu dilakukan pembangaunan jaringan irigasi baru dan pengembangan areal irigasi dari jaringan irigasi yang sudah ada dengan memperhatikan areal potensial dan sumber daya air yang ada, namun salah satu kendala utama adalah masalah pembebasan lahan. Ada beberapa lokasi yang mempunyai potensi lahan pertanian yang dapat dikembangkan menjadi sawah beririgasi, seperti yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi yaitu; D.I. Kuala Bhee seluas 1.500 Ha, D.I. Nalan (Suplesi) seluas 2.000 Ha di Kabupaten Bireuen, D.I. Rajui seuas 1.300 Ha di Kabupaten Pidie, D.I. Peunaron seluas 1.000 Ha dan D.I. Jamuan seluas 1.300 Ha di Kabupaten Aceh Utara, D.I. Weih Tillis (Suplesi) seluas 2.500 Ha di Kabupaten Gayo Lues dan D.I Lhok Naga seluas 1.500 Ha, D.I Blang Kumot di Kabupaten Pidie serta D.I. Geuteut/ Lamsujen seluas 1.300 Ha di Kabupaten Aceh Besar yang Daerah Irigasinya lagi diusulkan untuk kewenangan pemerintah provinsi.

4) Belum optimalnya manajemen operasional dan pemeliharaan

Manajemen operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi masih belum optimal karena penyediaan O&P belum berdasarkan angka kebutuhan nyata pengelolaan irigasi di lapangan yang selama ini dialokasikan berdasarkan harga satuan dan berdasarkan luas areal.

Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi pada jaringan utama yang menjadi tanggung jawab Pemerintah, sedangkan pada jaringan tersier merupakan kewenangan dan tanggungjawab petani pemakai air (Keujreun Blang). Meskipun kedua kegiatan dilakukan institusi yang berbeda, namun subtansi yang diatur saling terkait, saling ketergantungan, maka kedua-duanya diperlukan kelembagaan yang mantap. Sebagaimana dinyatakan dalam Qanun Irigasi, bahwa Kelembagaan Pengelolaan Irigasi meliputi; Lembaga Adat, SKPA yang membidangi irigasi, Keujruen Blang dan Komisi Irigasi. Pengelolaan irigasi di lapangan dilaksanakan oleh

(28)

II - 12

Pengamat Irigasi, Juru Irigasi, Petugas Pintu Air (PPA) dan Petugas Pintu Bendung (PPB). Namun petugas tetap untuk mengelola irigasi tersebut masih belum tersedia. Demikian juga halnya lembaga pengelola irigasi pada jaringan tersier yaitu Keujreun Blang, yang belum tersedia perlu dibentuk. Selanjutnya untuk mewujudkan keterpaduan dalam pengelolaan irigasi yang partisipatif perlu adanya peningkatan kapasitas kelembagaan bagi staf SKPA dan kelompok petani (P3A dan GP3A); dibentuk Komisi Irigasi, yang beranggotakan Lembaga Adat, SKPA terkait, dan Wakil Keujreun Blang; dilaksanakan konstruksi jaringan irigasi yang dilakukan secara partisipatif serta menyusun rencana alokasi air untuk daerah irigasi kewenangan provinsi dan kalibrasi bangunan ukur debit.

b. Jumlah Waduk/Embung yang dibangun/ditingkatkan

Salah satu upaya untuk menanggulangi kekurangan air baku adalah dengan membangun sarana penampungan air di musim hujan yang dapat dimanfaatkan saat musim kemarau, seperti; Waduk, Embung dan Situ. Banyak waduk/Embung yang telah dibangun dan diharapkan dapat menanggulangi kekurangan air terutama pada saat musim kemarau.

Ada beberapa Embung dalam tahap pembangunan yang menjadi kewenangan provinsi seperti Embung Tanoh Abe di Aceh Besar, Embung Blang Panton di Pidie Jaya, Embung Alue Meurasi di Aceh Jaya, Embung Jangka Gajah di Aceh Timur, Embung Neuheun di Aceh Besar, Embung Twi Geulumpang di Aceh Besar, Embung Paya Raoh di Pidie Jaya dan Embung Lhok Gajah di Aceh Utara.

Pada saat ini telah tersedia beberapa DED Embung yang terletak di beberapa Kabupaten yaitu; Embung Silolo di Aceh Selatan, Embung Genang Gedong di Aceh Barat, Embung Alue Ie di Aceh Besar, Embung Paya Aboe Peusangan di Bireuen, Embung Meudang Ara di Aceh Utara. Beberapa DED tersebut akan menjadi capaian pembangunan kedepan dalam pembangunan Embung di Dinas Pengairan.

c. Panjang Pengaman tebing Sungai yang dibangun

Terdapat beberapa sungai yang telah mengalami degradasi dan sedimentasi diperlukan juga penanganan yang menyeluruh mulai dari bagian hulu, tengah, dan hilir sungai. Untuk bagian hulu dilakukan penanganan terhadap rehabilitasi lahan yang sudah kritis melalui reboisasi pada luasan daerah aliran sungai. Sementara itu

(29)

II - 13

wilayah tengah sungai diperlukan pengawasan dan penertiban pemanfaatan sungai, berikut pembangunan tanggul dalam upaya pengamanan fasilitas publik yang didahului dengan perencanaan. Sedangkan wilayah hilir dilakukan pengurukan pada daerah – daerah yang terjadi sedimentasi yang telah mengganggu aktifitas pelayaran dan aktifitas perekonomian lainnya.

Sebagian besar muara sungai terjadi endapan sedimen yang sangat besar sehingga menyebabkan terhambatnya aliran banjir dan mengganggu lalu lintas kapal/perahu nelayan. Sungai-sungai yang muaranya terjadi endapan sedimen antara lain Krueng Baro di Kabupaten Aceh Pidie, Krueng Ulim dan Krueng Pante Raja di Kabupaten Pidie Jaya, Krueng Peudada, Krueng Samalanga, Krueng Jeunib dan Krueng Plimbang di Kabupaten Bireuen, Krueng Idi di Kabupaten Aceh Timur, Krueng Langsa di Kota Langsa, Krueng Tamiang di Kabupaten Aceh Tamiang, Krueng Teunom di Kabupaten Aceh Barat, Krueng Seunagan dan Krueng Tripa di Kabupaten Nagan Raya dan Krueng Singkil di Kabupaten Aceh Singkil, Krueng Labuhan Haji dan Krueng Kluet di Aceh Selatan, Krueng Sarah di Kabupaten Aceh Besar.

Permasalahan pengelolaan sungai antara lain adalah: 1) terjadi degradasi beberapa daerah aliran sungai; 2) tingginya sendimentasi di muara sungai; 3) pengelolaan daerah aliran sungai belum terpadu. Oleh karena itu hal-hal yang perlu dilakukan antara lain: 1) merehabilitasi dan mereboisasi daerah aliran sungai yang telah kritis; 2) pengerukan sendimen pada muara sungai dan 3) mengimplementasikan pengelolaan sungai secara terpadu.

Hasil yang telah dicapai adalah pembangunan pengaman tebing sungai sepanjang 135.5 M. Kebijakan yang akan ditempuh adalah kebijakan pengendalian daya rusak air yaitu ketersediaan infrastruktur pengendali banjir yang akan diprioritaskan pada kondisi kritis untuk mengamankan pemukiman penduduk areal pertanian dan infrastruktur publik dari ancaman banjir.

d. Panjang pengaman pantai yang di bangun

Panjang garis pantai sepanjang 2.442 km dan kondisi pantai Aceh yang telah mengalami abrasi (kritis) sepanjang lebih kurang 231,5 km yang sudah dibangun sepanjang 14,34 km. Kerusakan pantai sampai saat ini terus terjadi dengan potensi

(30)

II - 14

kerusakan harian yaitu terjadinya abrasi yang disebabkan oleh perubahan iklim ekstrim arah angin Barat dan Timur. Disamping itu dari hasil pengamatan yang dilakukan pasca bencana alam gempa dan tsunami, gelombang tsunami telah banyak memberikan pengaruh terhadap perubahan morfologi di daerah pesisir pantai. Pada tahun 2015 panjang jetty yang dibangun 1.875 M’, panjang pengaman pantai yang dibangun 6.600 M’ dan luasan kawasan yang aman dari abrasi dan banjir pasang purnama sekitar 99 Ha.

Pembangunan jetty sedang dilaksanakan adalah Jetty Ie Meulee di Sabang, Jetty Kuala Jeunieb di Bireuen, Jetty Kuala TPI Seunebok Plimbang di Bireuen, Jetty Kr. Kuala Langa Batang di Aceh Utara, Jetty Kuala Kr. Sarah di Aceh Besar, Jetty Kuala Samalanga di Bireuen, Jetty TPI Kuala Lam Teungoh di Pidie, Jetty Kuala Bangka Jaya di Aceh Utara. Pengaman pantai yang sedang dibangun adalah Pengaman Pantai Kp. Jawa-Ulee Lheu di Banda Aceh, Pengaman Pantai Teupin Nyareng Kec. Idi Rayeuk di Aceh Timur dan Pengaman Pantai Padang Seurahet di Aceh Barat.

2.3. ISU-ISU PENTING PENYELENGGARAAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENGAIRAN.

Analisis isu-isu strategis berdasarkan tugas pokok dan fungsi SKPA Dinas Pengairan mengacu pada kekuatan dan kelemahan yang dimiliki baik yang ada pada kondisi internal maupun dari eksternal. Suatu kondisi/kejadian yang menjadi isu strategis adalah keadaan yang apabila tidak diantisipasi akan menimbulkan kerugian yang lebih besar atau sebaliknya dalam hal tidak dimanfaatkan akan menghilangkan peluang untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat dalam jangka panjang.

Analisis berdasarkan kondisi target menurut Renja SKPA, Realisasi Capaian kinerja tahun lalu dan perkiraan tahun berjalan yang baru disahkan, memproyeksikan tahun rencana dan proyeksi tahun selanjutnya sebagai bahan prakiraan maju.

Suatu isu strategis bagi SKPA diperoleh dari permasalahan utama yaitu dalam pelaksanaan Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air (Pengairan) yang menjadi tantangan utama adalah pemenuhan kebutuhan air untuk berbagai keperluan yang semakin lama semakin meningkat dan beragam seiring dengan pertambahan

(31)

II - 15

jumlah penduduk, sementara ketersediaan air semakin terbatas dan kualitas air semakin rendah dikarenakan degradasi lingkungan, pencemaran dan semakin tingginya rasio ketersediaan air antara musim hujan dan kemarau (pada musim kemarau terjadi kekeringan dan musim hujan terjadi banjir).

Sesuai dengan Renstra Dinas Pengairan Aceh Tahun 2012-2017, ada beberapa permasalahan atau tantangan yang perlu ditangani, yaitu:

a. Kondisi Jaringan Irigasi yang belum memadai, bahkan Jaringan Irigasi yang ada banyak yang rusak berat dan menyebabkan jaringan irigasi belum berfungsi maksimal sehingga sangat berpengaruh untuk pemenuhan kebutuhan air pertanian;

b. Kondisi Bangunan Penampung air khususnya embung-embung yang kecil yang ada banyak yang rusak dan sudah cukup lama umurnya serta masih banyak potensi-potensi embung dan waduk belum dimanfaatkan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan air dan juga pengendalian banjir;

c. Kebutuhan Air Baku untuk keperluan sehari-hari, irigasi dan kebutuhan lainnya semakin meningkat, namun prasarana dan sarana di sektor pengairan masih belum memadai;

d. Bencana banjir dan kekeringan masih terus terjadi antara lain akibat menurunnya kapasitas infrastruktur sumber daya air dan daya dukung lingkungan serta tersumbatnya muara sungai karena sedimentasi yang tinggi;

e. Terganggunya fungsi sungai yang disebabkan terjadinya degradasi, sedimentasi, penambangan galian C yang tidak terkontrol dan kritisnya daerah tangkapan air; f. Abrasi/erosi pantai yang semakin bertambah, kondisi ini dikarenakan gelombang

pasang yang tinggi yang terjadi di wilayah pantai Aceh cukup besar, sehingga perlu pemikiran penanganan yang tepat jenis dan bentuk konstruksinya.

g. Hambatan dalam pelaksanaan pembebasan lahan dan relokasi penduduk di lokasi rencana pembangunan baru terutama untuk pembangunan waduk atau embung. Masyarakat sangat sulit menerima untuk direlokasi begitu juga untuk pembebasan lahan, sehingga mengakibatkan terhambatnya rencana pembangunan;

h. Keterbatasan data dan informasi SDA yang benar dan akurat, sehingga berpengaruh terhadap pengelolaan SDA mulai dari tahap perencanaan sampai

(32)

II - 16

tahap pemeliharaannya. Data dan informasi belum sepenuhnya tersedia dan belum dapat diakses, hal ini dikarenakan: (i) Kurangnya Sumber daya manusia yang mengelola data dan informasi, (ii) Prasarana dan sarana pendukung masih sangat minim.

i. Belum optimalnya koordinasi PSDA antar lembaga terkait, begitu juga antara bagian hulu DAS dengan bagian hilir DAS, dimana masing-masing pihak cenderung untuk mempertahankan kepentingannya masing-masing.

Berdasarkan isu-isu penting tersebut maka dalam penanganannya perlu dilakukan secara menyeluruh, terpadu, berkesinambungan dan berwawasan lingkungan sehingga perlu disusun pola dan rencana pengelolaan Sumber Daya Air yang merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi, pendayagunaaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air.

2.4. REVIEW TERHADAP RANCANGAN AWAL RKPA TAHUN 2014

Review terhadap rancangan awal RKPA berkaitan dengan Program Prioritas RKPA pemerintah Aceh yaitu infrastruktur yang terintegrasi dan kualitas lingkungan kebencanaan. Program prioritas pemerintah tersebut terdapat program yang berkaitan dengan Program Dinas Pengairan Aceh yaitu program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya; Program pemgembangan, pengelolaan dan konservasi sungai, danau dan sumber daya air lainnya; dan Program pengendalian banjir. Pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun 2014 dengan mengacu pada kebijakan yang telah ditentukan.

Review terhadap Rancangan Awal RKPA Tahun 2014 pada Dinas Pengairan disesuaikan dengan target capaian yang tercapai pada tahun 2014 dan sesuai dengan realisasi anggaran yang tercapai review tersebut dapat dilihat pada tabel 2.9 (tabel terlampir).

2.5. PENELAAHAN USULAN PROGRAM DAN KEGIATAN MASYARAKAT

Pada prinsipnya berbagai usulan yang masuk baik dari badan, lembaga, dinas dan masyarakat semua dilakukan inventarisir, kemudian dilakukan kesesuaian tugas

(33)

II - 17

dan tanggung jawab atau tugas dan fungsi Dinas Pengairan dan dikelompokkan kedalam kewenangan penanganan lalu disusun berdasarkan skala prioritas dengan melakukan peninjauan kelapangan atau pengecekan untuk melihat tingkat urgensi dan kendala. Setelah diperoleh dokumen yang sudah layak untuk diprogramkan atau sudah memiliki data dukung lalu dimasukan dalam program pelaksanaan melalui Musrenbang atau program lainya. Untuk kegiatan yang sifatnya segera atau mendesak maka akan diproses melalui mekanisme kegiatan kebencanaan/program tanggap darurat. Usulan program kegiatan dari para pemangku kepentingan/masyarakat pada tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 2.10 (tabel terlampir).

(34)

III - 1

BAB III

TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

3.1. TELAAHAN TERHADAP KEBIJAKAN NASIONAL

Dalam merencanakan program dan kegiatan selalu dilakukan koordinasi dengan kebijakan program-program nasional dan melakukan sikronisasi sehinga dalam pelaksanaannya dapat sinerji serta pembangunan infrastruktur tersebut tidak tumpang tindih dan diharapkan saling keterkaitan.

Untuk memperoleh suatu capaian kinerja telah ditetapkan kebijakan, program dan kegiatan. Penetapan Kebijakan, Program dan Kegiatan adalah sebagai pedoman untuk menunjang kelancaran pencapaian tujuan dan sasaran.

Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh pihak-pihak terkait dan ditetapkan oleh yang berwenang untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah ataupun masyarakat agar tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.

Infrastruktur Pengairan belum optimal dalam mendukung pencapaian kinerja pembangunan bidang pengairan secara keseluruhan, seperti kinerja layanan jaringan irigasi yang telah dicapai dalam mendukung pemenuhan produksi pangan. Seluas 7,2 juta Ha jaringan sawah beririgasi yang sudah terbangun seluruhya berfungsi. Namun demikian masih ada kerusakan jaringan irigasi, tercatat kurang lebih 18% yang banyak terjadi di daerah irigasi yang potensial menyumbang pemenuhan kebutuhan pangan nasional. Menurunnya fungsi jaringan irigasi (termasuk rawa) disebabkan oleh tingginya tingkat kerusakan karena unsur konstruksi, bencana alam dan kurang optimalnya kegiatan operasi dan pemeliharaan disamping rendahnya keterlibatan petani dan stakeholder lainnya dalam pengelolaan jaringan irigasi. Selain itu, kondisi debit sungai yang airnya digunakan untuk kebutuhan irigasi sangat fluktuatif antara musim hujan dan musim kemarau. Disamping itu alokasi dana yang ada setiap tahun tidak semuanya dapat dialokasikan untuk penanganan jaringan irigasi, karena untuk

(35)

III - 2

penanganan jaringan irigasi, karena untuk penanganan banjir dan pantai juga harus ditangani.

Berkembangnya daerah Pemukiman telah menurunkan area resapan air dan mengancam kapasitas lingkungan dalam menyediakan air. Keandalan penyediaan air baku juga berkurang akibat menurunnya fungsi dan kapasitas tampungan air. Kondisi ini juga diperparah oleh kualitas operasi dan pemeliharaan yang rendah. Akses terhadap air baku untuk rumah tangga masih rendah memicu eksplorasi air tanah yang berlebihan sehingga menyebabkan land sussidence dan instrusi air laut.

Dalam hal potensi daya rusak air, terjadi perluasan dampak kerusakan akibat banjir dan kekeringan. Selain itu juga terdapat fenomena meluasnya kerusakan pantai akibat abrasi yang mengancam keberadaan pemukiman dan pusat-pusat perekonomian di sekitarnya.

Selanjutnya dalam konteks Pembangunan Nasional maka tantangan dan isu strategis infrastruktur Sumber Daya Air adalah:

1. Tantangan Sumber Daya Air Nasional

a. Mengendalikan ancaman ketidak berkelanjutan dan daya dukung SDA, baik untuk air pemukiman maupun air tanah sebagai dampak dari laju deforestasi dan explorasi air tanah yang berlebihan yang telah menyebabkan Landsusidence dan instrusi air laut.

b. Menyediakan air baku untuk mendukung penyediaan air minum. Penyediaan air baku untuk mendukung penyediaan air minim belum dapat mencukupi sepenuhnya dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi target millennium Development Goals (MDG) yang menetapkan bahwa pada tahun 2015 separuh dari jumlah penduduk Indonesia harus dapat dengan mudah mengakses air untuk kebutuhan air minum.

c. Menyeimbangkan jumlah pasokan air dengan jumlah kebutuhan air diberbagai sektor kehidupan, agar air yang berlimpah di musim hujan selama 5 (lima) bulan dapat digunakan untuk memasok kebutuhan air pada musim kemarau yang berlangsung selama 7 (tujuh) bulan.

d. Mengendalikan alih fungsi lahan pertanian beririgasi yang rata-rata terjadi kurang lebih 100.000 Ha pertahun.

(36)

III - 3

e. Melakukan pengelolaan resiko yang diakibatkan oleh daya rusak air seperti banjir, kekeringan serta abrasi pantai.

f. Melakukan upaya dan langkah mitigasi dan adaptasi bidang SDA dalam menghadapi dampak negatif perubahan iklim.

2. Isu strategis Bidang Sumber Daya Air Nasional

a. Kinerja pelayanan jaringan irigasi yang belum optimal dimana 7,2 juta Ha luas daerah Irigasi yang telah dibangun diperlukan masih sekitar 1,34 juta Ha daerah irigasi yang belum dapat berfungsi secara optimal karena adanya kerusakan jaringan irigasi yang antara lain diakibatkan oleh umur konstruksi, bencana alam, kurangnya operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, dan masih rendahnya keterlibatan petani dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan jaringan irigasi.

b. Kinerja pelayanan jaringan reklamasi rawa optimal dimana 33,4 juta Ha lahan rawa yang merupakan lahan rawa pasang surut dan rawa lebak termasuk lahan rawa yang merupakan lahan rawa bergambut, sampai saat ini hanya sekitar 1,8 juta Ha jaringan reklamasi rawa yang telah dikembangkan Pemerintah.

c. Perubahan garis pantai akan menimbulkan masalah dalam kaitannya dengan perlindungan sarana dan prasarana sepanjang pantai dan batas wilayah Negara.

d. Mengembalikan fungsi seluruh infrastruktur SDA yang mengalami kerusakan karena bencana alam seperti banjir, tanah longsor, tsunami dan gempa bumi. e. Menyelenggarakan pembinaan yang lebih intensif kepada pemerintah daerah

dan stakeholders lainnya dalam mengelola irigasi.

f. Mempertahankan kemampuan penyediaan air dari sumber-sumber air dan dampak berkurangnya areal terbuka hijau dan menurunnya kapasitas wadah-wadah air baik alamiah maupun buatan dengan cepat.

g. Melakukan penataan organisasi pengelola SDA seperti Unit Pelaksana Teknis Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Balai Wilayah Sungai (BWS) maupun unit Pelaksana Teknis Daerah/ Balai Prasarana SDA.

(37)

III - 4

h. Meningkatkan koordinasi dan ketatalaksanaan penanganan SDA untuk

mengurangi konflik antar pengguna Sumber Daya Air.

i. Meningkatkan kinerja Pengelolaan Sistem Informasi SDA (SISDA) pada BBWS/BWS dan Dinas SDA dan melengkapi data dan informasi tentang SDA untuk dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan serta memperluas akses publik terhadap data dan informasi SDA.

j. Mengupayakan pengutamaan gender dalam proses pelaksanaan kegiatan Bidang SDA, baik dari segi Akses, Kontrol, Partisipasi maupun manfaatnya.

k. Mencari peluang-peluang investasi baru dalam upaya pengembangan

infrastruktur SDA.

3. Tujuan Sumber Daya Air Nasional

Meningkatkan pembangunan kawasan strategis, wilayah tertinggal, perbatasan dan penanganan kawasan rawan bencana untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah. Saran

a. Meningkatnya kapasitas tampung sumber daya air melalui pembangunan, rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan waduk, embung, situ dan bangunan penampung air lainnya, serta terlindunginya kawasan sumber air. b. Berkurangnya kawasan terkena dampak banjir melalui pembangunan,

rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan sarana/prasarana pengendalian banjir.

c. Berkurangnya kawasan terkena dampak tanah longsor melalui pembangunan, rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan sarana/prasarana pengendali lahar/sedimen.

d. Terlindunginya garis pantai dari abrasi melalui pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan sarana/prasarana pengaman pantai.

e. Meningkatnya preservasi dan peningkatan kapasitas jalan dan jembatan dikawasan strategis dan wilayah tertinggi serta berfungsinya ruas jalan pasca bencana.

f. Terselenggaranya penanganan kawasan permukiman dikawasan rawan bencana

(38)

III - 5

h. Terwujudnya penataan kawasan di daerah tertinggal, perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar.

i. Tersedianya prasarana dan sarana air minum, air limbah, persampahan dan drainase pada lokasi pasca bencana/konflik sosial.

j. Bertambahnya pilihan teknologi PU dan pemukiman siap pakai untuk percepatan kawasan strategis dan wilayah tertinggal.

k. Meningkatnya dukungan IPTEK siap pakai untuk percepatan pembangunan kawasan strategis dan wilayah tertinggal.

l. Terselenggaranya layanan teknis dalam percepatan pembangunan kawasan strategis dan wilayah tertinggal

4. Indikator Kinerja Utama (IKU) Nasional

Indikator Kinerja Utama (IKU) yang menggambarkan hasil-hasil utama dari unit - unit kerja Program Nasional digambarkan sebagai berikut :

a. Kapasitas tampung sumber daya air yang dibangun dan dijaga/dipelihara.

b. Luas cakupan layanan jaringan irigasi yang dibangun/ditingkatkan dan

dijaga/dipelihara.

c. Luas cakupan layanan jaringan irigasi air tanah yang dibangun/ditingkatkan dan dijaga/dipelihara.

d. Luas cakupan layanan jaringan reklamasi rawa yang dibangun/ditingkatkan dan dijaga/dipelihara.

e. Kapasitas debit layanan air baku untuk air minum yang dibangun/ditingkatkan. f. Luas target kawasan yang terlindungi dari bahaya banjir.

g. Panjang garis pantai yang terlindungi dari abrasi pantai

3.2. Tujuan Dan Sasaran Renja Dinas Pengairan

Tujuan dan sasaran Renja Dinas Pengairan Aceh dikaitkan dengan visi dan misi Dinas agar tercapainya visi dan misi yang diinginkan. Visi adalah suatu keinginan atau angan-angan yang akan di capai oleh Dinas Pengairan Aceh dalam pelaksanaan tugasnya yang akan dipersembahkan kepada masyarakat Aceh sebagai wujud pengabdian yang tulus. Keinginan mana yang diterangkan dalam suatu kalimat yaitu :

(39)

III - 6

” Terwujudnya Kemanfaatan Pengairan yang Handal dan Terkendali serta Berkelanjutan Berpihak pada Kearifan Lokal

Sebesar-besarnya bagi Kemakmuran Rakyat pada 2022 "

Adapun makna yang terkandung dalam Visi tersebut diatas yaitu suatu keadaan yang ingin diwujudkan adalah :

1. Suatu sistem jaringan Pengairan yang mantap kokoh dan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan;

2. Suatu sistem Pengendalian sungai dan pantai yang memadai serta dapat memberi perlindungan dan rasa aman terhadap ancaman banjir bagi masyarakat dan sarana umum lainnya;

3. Kelestarian dan ketersedian Air Baku yang cukup untuk menunjang keberhasilan sistem Pengairan maupun untuk mendukung Industri-industri yang di perkirakan akan muncul di masa mendatang termasuk juga untuk mencukupi kebutuhan multicipal lainnya;

4. Suatu Catchment Area yang terpelihara dengan baik terutama bagi sungai yang jaringan Pengairannya sudah dan akan dibangun untuk menjaga keberlanjutan cadangan air sesuai dengan kebutuhan;

5. Suatu sumber daya manusia yang tangguh berkualitas, beriman, dan bermoral agamis baik pada tingkat Institusi Pembina, pelaksana maupun pada tingkat petani/masyarakat sebagai pengelola serta pemakaian air.

Dinas Pengairan untuk mencapai cita seperti yang telah dirumuskan bersama seperti yang tercantum dalam Visi diatas telah menetapkan beberapa Misi yang saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Misi yang dimaksud adalah: 1. Konservasi Pengairan;

2. Pendayagunaan Pengairan dengan prioritas menyiapkan prasarana jaringan irigasi dan memenuhi kebutuhan air baku;

3. Pengendalian dan Penanggulangan Daya Rusak Air;

4. Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat, Dunia Usaha dan Pemerintah;

(40)

III - 7

3.2.1. Tujuan

Berdasarkan Misi yang telah ditetapkan tujuan dari Renja Dinas Pengairan dapat di lihat pada Tabel 3.1. di bawah ini.

Tabel 3.1. Keterkaitan Misi dan Tujuan

No. Misi Tujuan

1. Konservasi Pengairan Menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber air

2. Pendayagunaan Pengairan dengan Prioritas menyiapkan Prasarana Jaringan Irigasi dan memenuhi Kebutuhan Air Baku

Terwujudnya ketersediaan infrastruktur untuk memenuhi berbagai kebutuhan sumber air.

3. Pengendalian dan Penanggulangan Daya Rusak Air

Terwujudnya kinerja infrastruktur pengendali daya rusak air 4. Pemberdayaan dan Peningkatan Peran

Masyarakat, Dunia Usaha dan Pemerintah

Terwujudnya partisipasi masyarakat dan pihak terkait dalam pengelolaan SDA 5. Peningkatan Ketersediaan dan

Keterbukaan Data dan Informasi Pengairan

Menjaga kelangsungan keberadaan data SDA dan sistem informasi SDA yang dapat diakses oleh para pengguna data Terwujudnya efisiensi dan efektivitas sistem informasi pelayanan

Sumber : Dinas Pengairan Aceh, 2014

3.2.2. Sasaran

Bidang Pengairan secara langsung mendukung pertumbuhan ekonomi melalui sektor pertanian dan perikanan yaitu dengan menyediakan pasokan air untuk memenuhi kebutuhan irigasi sawah, perikanan darat dan tambak Pasokan air juga disediakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan perkotaan. Dinas Pengairan juga bertanggungjawab dalam pengendalian daya rusak air seperti banjir dan abrasi pantai yang mengancam areal-areal produktif seperti pertanian, tambak, industri, perkotaan dan permukiman yang akhirnya akan mengganggu aktifitas perekonomian.

Untuk mendukung salah satu misi utama Pemerintah Aceh yaitu mengembangkan sektor unggulan, dalam hal ini adalah mempertahankan dan

(41)

III - 8

meningkatkan surplus beras. Pada tahun 2016 telah ditetapkan beberapa sasaran beserta indikatornya yang ingin dicapai, dan masih akan melanjutkan sasaran tahun 2015. Dengan memperhatikan sasaran yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Aceh, Dinas Pengairan Aceh memiliki sasaran sebagai berikut:

Tabel 3.2. Keterkaitan Misi dan Sasaran

No. Misi Sasaran

1. Konservasi Pengairan Meningkatnya keberlanjutan dan ketersediaan air untuk memenuhi berbagai kebutuhan

2. Pendayagunaan Pengairan dengan Prioritas menyiapkan Prasarana Jaringan Irigasi dan memenuhi Kebutuhan Air Baku

Meningkatnya layanan jaringan irigasi dan jaringan lainnya untuk kebutuhan.

3. Pengendalian dan Penanggulangan Daya Rusak Air

- Berkurangnya luas kawasan yang terkena dampak banjir.

- Terwujudnya daerah pantai aman dari ancaman abrasi

4. Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat, Dunia Usaha dan Pemerintah

Meningkatnya kemampuan dan

pemahaman masyarakat dan pihak terkait dalam pengelolaan sumber daya air 5. Peningkatan Ketersediaan dan

Keterbukaan Data dan Informasi Pengairan

Terbentuknya sistem pengolahan data dan sistem informasi sumber daya air yang lengkap dan dapat dipertanggung jawabkan.

Sumber : Dinas Pengairan Aceh, 2015

Sasaran yang berkaitan dengan misi telah ditetapkan oleh Dinas Pengairan. Dinas Pengairan juga menetapkan indikator kinerja utama (IKU) Dinas Pengairan yang dapat diukur adalah terdapat pada Tabel 3.3.

Sebagai dasar kebutuhan penggunaan anggaran yang akan dialokasikan telah disusun Rencana Kinerja, yaitu penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana stratejik. Penetapan kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelolanya setelah anggaran ditetapkan.

Gambar

Gambar 2.1.  Bagan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Pengairan  ...................  II - 7
Gambar 2.1.  Bagan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Pengairan
Tabel 2.7. Daerah Irigasi dan Luasannya
Tabel 2.9. Kondisi Bangunan Irigasi berdasarkan Kewenangan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Lifelong Learning mempunyai tujuan untuk merancang sistem basis data yang menerapkan infrastruktur yang baik dalam perancangan aplikasi-aplikasi yang dibutuhkan oleh

Beberapa alasan India dalam membentuk kerjasama dengan negara-negara anggota BRICS karena India ingin menjadikan negaranya sebagai major power ekonomi politik

strategis 2010-2014 capaian kinerjanya belum sesuai dengan target yang direncanakan. Dari target yang ditetapkan sebesar 100%, hanya terealisasi sebesar 86,09%. Hal tersebut.

Status sosial ekonomi menunjukan ketidaksetaraan tertentu, dimana anggota masyarakat memiliki pekerjaan yang bervariasi prestasinya, dan beberapa individu memiliki

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kualitas pelaporan keuangan yang terdaftar di

Tingginya efisiensi penggunaan ransum pada ayam pedaging yang diberikan ransum mengandung daun pisang terfermentasi 10 hari dengan level 10 persen dapat dilihat

keterampilan personal; (11) menjalankan gejala empat serangkai yaitu merumuskan sasaran, memilih fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran, melakukan analisis SWOT,

a) Mahasiswa dapat mengambil mata kuliah KKN model Reguler, apabila sudah diijinkan secara akademik oleh program studinya melalui status akademik pada UNISYS [ syarat