• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sedimen Klastik Laut Dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sedimen Klastik Laut Dalam"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

164

Copyright @2010 by Djauhari Noor

11

S

ISTEM

S

EDIMEN

L

AUT

D

ALAM

11.1 Sistem Sedimen Klastik Laut Dalam dan Klasifikasinya

Pada awalnya karakteristik umum dari sistem klasifikasi laut dalam didasarkan pada kejadian dari lapisan-lapisan batupasir dimana ukuran butir sedimennya akan menghalus kearah atas. Lapisan dengan tekstur demikian menjadi terkenal sebagai turbidit laut dalam (Kuenen,1957). Hal ini didasarkan dari hasil pengamatan pada sistem pengendapan arus pekat (turbit) dimana ukuran butirnya semakin keatas semakin menghalus. Adanya perubahan secara vertikal dalam fabrik (kemas) batuan ini kemudian dikenal sebagai “Bouma Sequence” (Shanmugam, 2000). Saat ini telah diakui bahwa meskipun tidak semua siklus pengendapan laut dalam memiliki fabrik seperti turbidit dari Bouma Sequence (Shanmugam, 2000), proses yang mendukung adanya keterkaitan atau hubungan antara facies sedimen laut dalam dengan geometrinya. Banyak contoh dari proses yang mendukung adanya keterkaitan ini. Salah satu contoh yang menjadi perhatian para ahli stratigrafi adalah Singkapan Batupasir Ross yang terdapat di Irlandia yang berumur Karbon dimana pada singkapan batuannya terlihat adanya siklus (sekuen) yang meningkat dari perselingan mudstone

(batulumpur) dan slump (longsoran nendatan) yang terhubungkan dengan lapisan mudstone dan debris dan aliran densitas yang tidak kohesif dari lidah turbidit yang bersifat pasiran.

Gambar 11-1 memperlihatkan adanya hubungan atau keterkaitan antara berbagai aliran densitas yang berada di dalam air dan bagaimana sedimen diangkut (ditransport). Pada gambar diperlihatkan bagaimana aliran yang kohesif berubah menjadi aliran yang bersifat non-kohesif saat melewati daerah transisi dari aliran yang bersifat hybrid. Sedimen yang berasal dari aliran yang berbeda genesanya akan sama dan akumulasi aliran sebagai percampuran kedua material kohesif dan non kohesif. Untuk menyimpulkan pengangkutan transportasi sedimen yang terlibat dalam aliran yang kohesif ke aliran non-kohesif hingga ke aliran arus densitas yang bersifat turbit (pekat).

Aliran kohesif (Cohesive flows) mempunyai kekuatan matrik dan dibagi dalam ukuran butir menjadi:

 Aliran debris

 Aliran Lumpur yang kaya akan lempung dan lumpur lanauan.

Aliran gesek (Strenght flows) tersusun dari kombinasi butiran dan air dimana ruang antar butir diisi oleh air. Aliran gesek dibagi menjadi:

(2)

165

Copyright @2010 by Djauhari Noor

 Aliran densitas hipokonsentrasi (hypoconcentrated density flows), aliran debris pasiran, beberapa lapisan bersusun terbalik, tidak ada lapisan bersusun normal, bentuk lapisan tidak terawetkan.

 Aliran densitas terkonsentrasi (concentrated density flows), seperti erosi dasar, scour & flute, lapisan bersusun normal, lapisan masif bagian bawah dengan perlapisan bersusun terbalik.

 Aliran turbidit (dibagi berdasarkan lamanya): 1. Surges

2. Aliran seperti surge (Bouma Sequence) 3. Arus Quasisteady

Gambar 11-1 Hubungan antara berbagai aliran densitas yang ada di dalam air dan bagaimana sedimen diangkut (ditransport).

Skema dari sedimen aliran densitas mengangap bahwa setiap aliran memungkinkan berubah dalam kedua tipe, aliran yang memotong dan aliran bawah dengan waktu pada setiap saat disuatu titik. Kekuatan dan kelemahan dari klasifikasi ini adalah bahwa spektrum sedimen yang mewakili terlibat menjadikan multi-interpretasi dan kualitatif.

11.2. Aliran densitas konsentrasi tinggi

Pergerakan turbulensi fluida pada aliran berkonsentrasi tinggi ditafsirkan berdasarkan volume konsentrasi sedimen yang selalu berada diatas 25%, seringkali berbentuk partikel partikel berukuran

(3)

166

Copyright @2010 by Djauhari Noor

pasir dan kerikil. Fluida tidak memiliki gaya kohesi akan tetapi karena adanya dukungan interaksi antar butir serta beban sedimen (material sedimen) yang ditransport. Sebagai aliran, sedimen tidak selamanya mendukung dan terakumulasi sebagai aliran debris bersifat pasiran yang seringkali terpilah. Endapan ini menunjukan beberapa lapisan dasar bergradasi terbalik (tidak bergradasi normal). Struktur silang-siur dan lapisan lapisan lainnya cenderung tidak terawetkan ketika komposisinya bervariasi antara lanau, pasir, dan kerikil yang masif.

Gayaberat mendorong aliran ini, dimana sifat dan kecepatan akan tergantung dari kecuraman lereng dimana aliran melintas. Lereng akan menjadi curam apabila aliran transportnya dekat dan ketika lereng menjadi landai maka sedimen cenderung menjadi bebas yang memungkinkan terjadinya interaksi antar butir.

Gambar 11-2 Gambar yang memperlihatkan berbagai kenampakan dari tipe-tipe sedimentasi yang berbeda mekanisme pengangkutan butirannya. Kesesuaian pengendapan arus turbidit (Lowe, 1982) dengan endapan konsentrasi aliran densitas menurut Mulder & Alexander's (2001).

11.3 Aliran densitas terkonsentrasi

Aliran ini ditentukan berdasarkan pergerakan turbulensi fluida dari aliran yang didukung 10 – 25% partikel berukuran pasir. Pada aliran ini, aliran debris yang bersifat pasiran digambarkan diatas

(4)

167

Copyright @2010 by Djauhari Noor

akumulasi. Dasar permukaan terhadap endapan ini adalah erosional dan seringkali diekpresikan sebagai scour dan flute. Bidang permukaan ini merupakan bukti adanya arus yang cepat yang

memindahkan kearah bagian bawah lereng yang curam dengan gerakan interaksi antar butir dengan mengerosi dan menggesek. Dengan berkurangnya kemiringan lereng, sedimen sedimen berbutir kasar akan diendapkan menghasilkan kombinasi struktur graded bedding normal dan atau

lapisan massif dengan struktur gradded bedding terbalik.

11.4. Turbidit

Istilah turbidit diperkenalkan pertama kalinya oleh Kuenen (1957) untuk mewakili suatu endapan yang berasal dari arus turbit. Adalah Arnold Bouma, sebagai mahasiswa yang membantu pekerjaaan Kuenen dan mempublikasikan hasil penelitiannya untuk singkapan singkapan batupasir yang berada di daerah Annot sebelah tenggara Perancis yang kemudian untuk pertama kalinya memperkenalkan model facies turbidit vertikal (Bouma, 1962) yang kemudian dikenal sebagai “Bouma Sekuen”.

11.4.1 Sedimen Turbidit

Meskipun semua sedimen aliran densitas dipahami sebagai sedimen yang bersifat tidak tetap Mulder & Alexander (2001) membagi sedimen ini berdasarkan atas lamanya arus turbulen bekerja, yaitu:

1. Durasi aliran densitas yang cepat

2. Perilaku aliran densitas dimana bagian kepala dari aliran densitas mengendalikan pengendapan. (Bouma sequences atau turbidites)

3. Arus dimana kepala dari aliran densitas tidak berpengaruh bila dilihat sebagai bagian dari badan aliran.

11.4.2 Endapan Turbidit 1. Definisi Endapan Turbidit

Secara umum turbidit didefinisikan sebagai sedimen yang diendapkan oleh suatu mekanisme arus turbit. Middelton dan Hampton (1973) menyebut sebagai sedimen aliran gravitasi yang menyebabkan terjadinya arus kenyang (turbidity current) karena adanya longsoran pada lereng benua yang disebabkan oleh getaran, baik itu gempa bumi maupun tsunami. Mekanisme pengendapannya berasal dari onggokan-onggokan sedimen yang berada pada lereng suatu cekungan, karena suatu getaran kemudian sedimen tersebut meluncur kebawah. Luncuran-luncuran ini menghasilkan lengseran yang kemudian berkembang menjadi suatu arus turbid dimana sedimennya lepas-lepas dan butir-butirnya bergerak sendiri-sendiri yang pada awalnya masih terikat

(5)

168

Copyright @2010 by Djauhari Noor

dan menyatu karena kohesi antar butirnya. Butiran-butiran ini kemudian pada akhirnya mengendap pada dasar cekungan. Sedangkan menurut Friedman dan Sanders (1978), arus turbidit adalah aliran arus pekat yang dihasilkan oleh masa dari butiran (padatan) sedimen yang berada didalam media aliran tersebut.

Berdasarkan gerak relatif antara butir dan jarak dari sumber, Middelton dan Hampton (1973) membagi 4 jenis arus densitas:

1. Aliran Arus Kenyang (Turbidity current): butir-butir telah lepas sama sekali dan masing-masing butir didukung oleh fluida/media (telah terinduksi menjadi turbulen)

2. Aliran Sedimen Yang Difluidakan (Fluidizes sediment flow) : butiran yang lepas didukung oleh cairan yang diperas keatas antar butir. Butir-butir masih bersentuhan.

3. Aliran Butiran (Grain flow): dimana butir-butir belum lepas dan dalam mengalir saling berentuhan.

4. Aliran Rombakan (Debris flow) : dimana butir-butir kasar masih didukung oleh matrik (masa dasar) campuran sedimen yang lebih halus dan media (air) dan masih mempunyai kekuatan

Bouma (1962) mempelajari dengan seksama endapan turbidit purba dan menemukan urut-urutan yang khas yang dikenal dengan Sekuen Boma. Sekuen ini merupakan model fasies dari turbidit yang disusun oleh lima interval dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Gambar 11-3):

Gambar 11-3 Model Fasies Vertikal Turbidit Bouma

1. Interval Perlapisan Bersusun (Ta): Interval lapisan bersusun (graded beding) merupakan bagian terbawah dari model fasies ini, bertekstur pasiran kadang-kadang krakalan atau krikilan. Struktur perlapisan bersusun ini akan menjadi tidak jelas atau hilang sama sekali apabila batupasir yang menyusun interval ini trpilah dengan baik. Tanda struktur lainnya tidak tampak.

(6)

169

Copyright @2010 by Djauhari Noor

2. Interval Laminasi Sejajar Bagian Bawah (Tb): Interval laminasi sejajar bagian bawah (lower of paralel laminate). Interval laminasi sejajar bagian bawah (lower of paralel

lamination) tersusun dari perselingan antara batupasir dengan serpih atau batulempung.

Bidang sentuh (kontak) dengan interval di bawahnya mungkin berlangsung.

3. Interval Riak Arus (Tc): Interval riak arus (interval of current lamination) dicirikan dengan adanya struktur riak arus yang tingginya maksimal 5 cm dan panjang maksimal 20 cm, kadang nampak foreset lamination dan struktur riak arus yang berbentuk konvolut.

4. Interval Laminasi Sejajar Bagian Atas (Td): Interval laminasi sejajar bagian atas

(upper interval of parallel lamination) tersusun dari perselingan antara batupasir halus

dengan batulempung, struktur laminasi sejajarnya tidak begitu jelas, apabila terkena proses pelapukan atau gangguan tektonik, kadang-kadang lempung pasirannya berkurang kearah vertikal, bidang sentuhnya dengan interval di bawahnnya sangat jelas.

5. Interval Pelitik (Te): Interval pelitik tersusun dari batuan yang bersifat lempungan dan tidak menunjukan adanya struktur yang jelas, kearah tegak pada interval ini material pasirannya berkurang dan ukuran besar butirnya makin menghalus. Cangkang foraminifera mungkin ditemukan. Bidang sentuh dengan interval dibawahnya berangsur, diatas interval ini sering ditemukan lapisan yang bersifat napalan.

Bouma (1962) menyatakan turbidit dengan fasies yang lengkap (dari interval Ta hingga interval Te) hanya dijumpai pada lapisan yang tebal saja, umumnya fasies yang dijumpai telah hilang pada bagian atas, bawah atau keduanya. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa baik kecepatan maupun ukuran besar butir berkurang kearah hilir. Hal ini menyebabkan urut-urutan turbidit menjadi T1 (Ta-e), T2 (Tb-e), T3 (Tc-e), T4 (Tc-e), T5(Te) yang terbentuk.

Urutan - urutan yang umum ditemukan:

1. Base cut out sequence. Merupakan urutan turbidit yang tidak utuh, yaitu interval bagian bawahnya hilang. Bagian interval yang hilang bisa berupa Ta, Ta-b, Ta-c dan Ta-d.

2. Trancated sequence. Interval yang hilang pada sekuen ini adalah interval bagian atas, yakni Tb-e, Tc-e,Td-e dan Te.

3. Truncated, base cut out sequence. Pada sekuen ini baik interval bagian atas maupun bawahnya hilang. Interval yang muncul berkisar antara Tb – Td. Keadaan ini disebut truncated, base cut out sequence.

(7)

170

Copyright @2010 by Djauhari Noor

Dari berbagai klasifikasi yang ada, klasifikasi yang dibuat oleh Walker (1978) merupakan klasifikasi yang paling sederhana dalam penggunaannya untuk menafsirkan endapan turbidit. Walker (1978) membagi fasies turbidit menjadi lima fasies, yaitu:

A. Turbidit Klasik (Classic Turbidite). Turbidit klastik terdiri atas urutan batupasir –

batulempung yang dapat digolongkan dalam urutan Bouma (1962) yang lengkap untuk suatu endapan turbidit. Namun demikian urutan – urutan yang lengkap jarang dijumpai, dengan demkian juga dalam urutan terbalik, tetapi yang sering dijumpai adalah urutan yang tidak lengkap.

B. Batupasir Masif (Masive Sandstones). Batupasir masif merupakan gardasi dari turbidit

klastik, yaitu berkurangnya perselingan batulempung dan bertambahnya paritan serta ketidak aturan perlapisan. Ukuran butir semakin bertambah kasar, demikian juga dengan ketebalan batupasir bertambah. Baupasir masif terdiri dari perlapisan batupasir tanpa perselingan batulempung, yang kalau digolongkan ke dalam urutan Bouma (1962) merupakan urutan Ta (graded bedding) karena interval lain tidak terdapat. Lapisan batu pasirmasif tanpa struktur sedimen, kecuali struktur mangkok yang terkadang mungkin dapat ditemukan, ketebalan lapisan berkisar 0.5 – 5 meter.

C. Batupasir Kerikilan (Pebbly Sandstones). Fasies batupasir kerikilan ini dicirikan oleh

ketebalan lapisan berkisar 0.5 – 5 meter, batas bawah tegas dan tidak terdapat interkalasi batulepung atau serpih untuk fasies ini.urutan Bouma atau struktur sedimen turbidit klasitik tidak berlaku atau tidak digunakan. Merupakan struktur sedimen perlapisan bersusun dapat ditemukan dengan besar butir mulai kerikilan dibagian dasar sampai ukuran sedang. Perlapisan yang biasanya terjadi dari perselingan lapisan yang kaya akan kerikilan dan lapisan yang miskin dengan kerikil dengan tebal rata-rata lapisan 5 – 20 cm, dengan struktur sedimen mangkok atau planar tabular.

D. Konglomerat yang didukung oleh fragmen (Conglomerate supported by fragment): Fasies konglomerat ini disebut “clay supported conglomerat“ yang dicirikan oleh:

1. Umumnya terdapat struktur perlapisan bersusun dari jenis normal atau terbalik dengan ketebalan lapisan 20 – 30 cm.

2. Stratifikasi bisa ada ataupun tidak 3. Setiap lapisan bisa tebal hingga 1- 5 cm

4. Dasar perlapisan biasanya tegas dan paritan biasanya ada 5. Interkalasi serpih atau baulempung jarang terdapat.

Perlapisan yang didukung oleh matrik (Matrix supported beds). Fasies ini disebut sebagai “matrixs suported beds” oleh Walker (1978) yang meliputi batupasir, kerikil, kerakal dan bongkah yang didukung matrik. Endapan Debris Flow (DF) dan Slump (SL) termasuk dalam fasies ini. Dasar perlapisan tidak teratur dan tidak terdapat kemas tertutup, tetapi biasanya fragmen atau bongkah

(8)

171

Copyright @2010 by Djauhari Noor

yang ada terletak mengambang dalam matrik. Distribusi lateral endapan turbidit sepanjang cekungan menurut Walker (1978) adalah bahwa semakin kearah laut yang lebih dalam sedimen kasar semakin menghilang. Akibatnya makin kearah laut dalam akan didapatkan struktur sedimen bagian-bagian atas dari seri Bouma (1962). Walker (1978) mengajukan formulasi yang lebih lengkap, yang mencerminkan produk sedimentasi baik oleh arus pekat maupun oleh longsoran bawah laut, yang memunculkan fasies-fasies endapan turbidit secara umum mulai dari lereng kontinen yaitu endapan kipas atas, endapan kipas tengah dan endapan kipas bawah.

Progradasi endapan kipas bawah laut menimbulkan urutan-urutan stratigrafi hipotesis seperti diperlihatkan pada gambar 8-4. Dapat dilihat adanya dua sekuen menjadi ciri utama dari stratigrafi hipotesis Walker tersebut. Pertama sekuen menebal keatas merupakan ciri fasies endapan kipas bawah sampai kipas tengah. Kedua, sekuen menipis keatas merupakan ciri fasies endapan kipas tengah (bagian tengah) dan kipas atas.

Struktur turbidit Bouma (1962) lebih berkembang pada fasies kipas bawah sampai kipas tengah. Beberapa ciri litologi dan asosiasi struktur sedimen juga membeda bedakan ketiga fasies tersebut diatas. Endapan kipas bawah dicirikan oleh dominasi batulempung dan perselingan batupasir dengan struktur turbidit klastik dari Bouma (1962). Munculnya batupasir masif (Walker,1978) dan sekuen A dari Bouma mencirikan mulainya endapan kipas tengah bagian

bawah. Batupasir yang muncul semakin intensif dengan disertai munculnya konglomerat

menandakan endapan kipas tengah bagian tengah. Dominasi batulempung kearah kipas tengah bagian atas semakin berkurang dan menurut stratigrafi hipotesis diatas, batulempung menghilang pada kipas atas dimana litologinya adalah konglomerat, batupasir endapan debris flow dan sedimen berstruktur slump.

(9)

172

Copyright @2010 by Djauhari Noor

Gambar 8-5 Urut urutan vertikal Kipas Bawah Laut (Walker, 1978)

TURBIDIT KLASIK (TK)

(10)

173

Copyright @2010 by Djauhari Noor

Gambar 8-6 Singkapan Sedimen yang sangat tebal dari Endapan Turbidit Klasik

Struktur Bouma lengkap: Ta – Tb, Tc, Td, dan Te

Parelel laminasi dan Ripple Lapisan Bersusun (Graded Bedding) Gambar 8-7 Struktur Sedimen Bouma

(11)

174

Copyright @2010 by Djauhari Noor

Gambar 8-8 Profil singkapan penipisan kearah atas (Thinning upward sequences)

Gambar 8-9 Profil singkapan penebalan kearah atas (Thickening upward sequences)

(12)

175

Copyright @2010 by Djauhari Noor

Gambar 8-10 Profil singkapan penebalan kearah atas (Thickening upward sequences)

Gambar 8-11 Profil singkapan Perlapisan yang didominasi batupasir yang mencirikan proximal turbidites (Bagian Berlembah dari Supra fan lobe on Mid Fan)

(13)

176

Copyright @2010 by Djauhari Noor

Gambar 8-12 Profil singkapan Perlapisan yang didominasi oleh perlapisan batupasir (masive sandstone) daan sekuen menipis keatas (thinning upward sequence). Merupakan ciri dari “Bagian Berlembah dari Supra fan lobe on Mid Fan”

(14)

177

Copyright @2010 by Djauhari Noor

Gambar 8-14 Pengisian saluran (Channel-fill) yang menutupi endapan “chaotic” serta and mulainya sikuen endapan batupasir.

Gambar 8-15. Perselingan “distal” and “proximal” turbidit. Setiap bidang perlapisan memisahkan masing-masing endapan.

(15)

178

Copyright @2010 by Djauhari Noor

Gambar 8-16 Memperlihatkan “slump structures” yang berada didalam lapisan batupasir

Gambar 8-17 Memperlihatkan “slump structures” yang berada didalam lapisan batupasir

(16)

179

Copyright @2010 by Djauhari Noor

Gambar 8-19 Kontak antara lapisan dasar (debrite) yang ditutupi oleh “channel sandstone” yang tebal.

Gambar 8-20 Bentuk “scour marks” pada dasar lapisan saluran (channel bed).

(17)

180

Copyright @2010 by Djauhari Noor

Beberapa Contoh Analisa Profil Model Kipas Bawah Laut

Gambar 8-21 Profil singkapan yang menunjukkan lingkungan kipas bawah laut bagian “Suprafan Lobe on Mid Fan” dan “ Upper Fan”

(18)

181

Copyright @2010 by Djauhari Noor

Gambar 8-22 Profil singkapan yang menunjukkan lingkungan kipas bawah laut bagian “Suprafan Lobe on Mid Fan”

(19)

182

Copyright @2010 by Djauhari Noor

Gambar 8-23 Profil singkapan yang menunjukkan lingkungan kipas bawah laut bagian “Lower Fan” (bawah) dan “Suprafan Lobes on Mid

Referensi

Dokumen terkait

berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai hasil interaksi aktif antara subyek belajar dengan obyek belajar selama berlangsung proses kegiatan

terhadap laju aliran massa, konsumsi spesifik bahan bakar, heat rate (tara kalor), dan efisiensi termal pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).. Membandingkan prakiraan

Hasil : Hasil penelitian terdapat pengaruh yang signifikan dimana nilai p = 0,000 < 0,05 sehingga ada pengaruh latihan range of motion (rom) aktif-asistif (spherical grip)

10 Desi Indri Astuti Assistant for Data Management and Analysis of CB MM 15.5 11 Iroh Rohayati, S.Ip Mass Communication Specialist MM 19 12 Adwina, SSi Sub Proff Mass Communication

Plasma yang berwarna merah merupakan indikasi adanya hemolisis dari eritrosit, seperti penggunaan spuid yang belum kering pada pengambilan darah atau hemolisis

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Metode Association Rule Algoritma Apriori tidak hanya dapat digunakan pada keranjang belanja, pada bisnis dan kesehatan saja,

1) Pelaksanaan gerakan berjalan yang mula-mula tertatih-tatih dan kurang terkontrol menjadi semakin lancar dan terkontrol dengan baik. 2) Irama gerakan yang cepat

Sewaktu saya ke Jakarta saat bang ceng (sembahyang leluhur), saya diberitahu program ini, semula saya sangat ragu sekali apalagi pendidikan kurang, sehingga