PENGOLAHAN DATA DAN IDENTIFIKASI SITUS
KUNO TERKUBUR MENGGUNAKAN METODE
GROUND PENETRATING RADAR (GPR) DI DAERAH
SUMBER BEJI, DESA KESAMBEN, KECAMATAN
JOMBANG, JAWA TIMUR
LAPORAN TUGAS AKHIR
Oleh:
Putu Pasek Wirantara
101116005
FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK GEOFISIKA
UNIVERSITAS PERTAMINA
2020
PENGOLAHAN DATA DAN IDENTIFIKASI SITUS
KUNO TERKUBUR MENGGUNAKAN METODE
GROUND PENETRATING RADAR (GPR) DI DAERAH
SUMBER BEJI, DESA KESAMBEN, KECAMATAN
JOMBANG, JAWA TIMUR
LAPORAN TUGAS AKHIR
Oleh:
Putu Pasek Wirantara
101116005
FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK GEOFISIKA
UNIVERSITAS PERTAMINA
2020
Universitas Pertamina - i
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tugas Akhir : Pengolahan Data dan Identifikasi Situs Kuno Terkubur Menggunakan Metode Ground Penetrating Radar (GPR) di Daerah Sumber Beji, Desa Kesamben, Kecamatan Jombang,Jawa Timur. Nama Mahasiswa : Putu Pasek Wirantara
Nomor Induk Mahasiswa : 101116005 Program Studi : Teknik Geofisika
Fakultas : Teknologi Eksplorasi dan Produksi Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir : 27 Juli 2020
Jakarta, 11 Agustus 2020 MENGESAHKAN
Pembimbing I:
R. Arya Singal Bagoes Oka,M.Si. NIP: 116029
Pembimbing II:
Waskito Pranowo.M.T NIP: 116030
MENGETAHUI Ketua Program Studi
Muhammad Husni Mubarak Lubis,M.S NIP: 116028
Universitas Pertamina - ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul Pengolahan Data dan Identifikasi Situs Kuno Terkubur Menggunakan Metode Ground Penetrating Radar (GPR) di Daerah Sumber Beji, Desa Kesamben, Kecamatan Jombang, Jawa Timur
ini adalah benar -benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak menggandung materi yang ditulis oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai refrensi yang sumbernya telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya bersedia menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai peraturan yang berlaku.
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Pertamina hak bebas royalty nonekslusif (non-exclusive royalty-free right) atas Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak bebas royalty nonekslusif ini Universitas Pertamina berhak menyimpan,mengalih media/format-kan,mengelola dalam bentuk pangkatan data (database) ,merawat,dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Jakarta,11 Agustus 2020
Yang membuat pernyataan, Putu Pasek Wirantara
Universitas Pertamina - iii
ABSTRAK
Putu Pasek Wirantara. 10116005. Pengolahan Data dan Identifikasi Situs Kuno Terkubur Menggunakan Metode Ground Penetrating Radar (GPR) di Daerah Sumber Beji, Desa Kesamben, Kecamatan Jombang, Jawa Timur.
Jawa Timur merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki banyak peninggalan sejarah masa lampau yang hingga saat ini masih banyak keberadaannya belum diketahui dengan pasti. Tingkat aktifitas vulkanik yang tinggi terutama pada daerah Jawa Timur diyakini sebagai penyebab utama terkuburnya objek-objek masa lampau. Metode Ground Penetrating Radar (GPR) sangat baik digunakan untuk melakukan pemetaan objek-objek yang terkubur pada kedalaman dangkal. Dengan kemampuan metode ini maka pada penelitian ini akan dilakukan pemetaan situs kuno yang terkubur yang diduga sebagai kemenerusan kolam pertirtaan kuno menggunakan metode Ground Penetrating Radar (GPR) dengan tujuannya adalah melakukan testing parameter untuk menghasilkan data GPR yang baik ditandai dengan meningkatnya signal to noise ratio dari data GPR sehingga nantinya dapat dilakukan analisa persebaran data dan interpretasi yang lebih akurat untuk memetakan kemenerusan. Data yang digunakan terdiri dari 29 lintasan.Data ini diolah dengan mengunakan software Matgpr. Hasil pengolahan data ini akan digunakan untuk interpretasi zona-zona yang diyakini sebagai dasar dari situs kuno yang berupa kolam pentirtaan menggunakan software Opendtech. Hasil pengolahan dan interpretasi data GPR menunjukkan bahwa kemenerusan dari lantai kolam lebih dominan kearah timur-barat dengan rata-rata dasar kolam berada dikedalaman 3-4meter.
Universitas Pertamina - iv
ABSTRACT
Putu Pasek Wirantara. 10116005. Data Processing and Identification of Ancient Buried Sites Using the Ground Penetrating Radar (GPR) Method in Sumber Beji Area, Kesamben Village, Jombang District, East Java.
East Java is one of the regions in Indonesia that has many historical relics from the past, whose existence is still unknown with certainty. The high level of volcanic activity, especially in the East Java area, is believed to be the main cause of buried objects in the past. The Ground Penetrating Radar (GPR) method is very good for mapping buried objects at shallow depths. With the ability of this method, this research will carry out a mapping of ancient buried sites that are suspected to be the continuation of the ancient pond using the Ground Penetrating Radar (GPR) method with the aim of performing parameter testing to produce good GPR data marked by an increase in the signal to noise ratio of GPR data so that later data distribution analysis and more accurate interpretation can be carried out to map continuity. The data used consists of 29 tracks. This data is processed using Matgpr software. The results of this data processing will be used for the interpretation of the zones that are believed to be the basis of the ancient site in the form of swimming pools using Opendtech software. The results of processing and interpretation of GPR data show that the continuity of the pool floor is more dominant towards the east-west with the average bottom of the pool being 3-4 meters deep.
Universitas Pertamina - v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas berkat dan rahmatNya sehingga tugas akhir yang berjudul “Pengolahan
Data dan Identifikasi Situs Kuno Terkubur Menggunakan Metode Ground Penetrating Radar (GPR) di Daerah Sumber Beji, Desa Kesamben, Kecamatan Jombang, Jawa Timur’’ dapat terselesaikan pada waktunya.
Selama pengerjaan Tugas Akhir ini, sangat banyak pihak yang senantiasa mendukung dan membantu penulis untuk selalu termotivasi mengerjakan Tugas Akhir ini. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak R. Arya Singal Bagoes Oka dan Bapak Wakito Pranowo selaku pembimbing satu dan dua tugas akhir penulis yang selalu setia dan sabar untuk membimbing penulis.
2. Bapak Husni Mubarak selaku Kaprodi Teknik Geofisika Universitas Pertamina dan seluruh dosen Teknik Geofisika yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. 3. Seluruh angkatan pertama jurusan Teknik Geofisika Universitas Pertamina yang
sudah berjuang dari awal hingga saat ini, terutama Syauqil, Akbar, Farid, Nandi dan Anggota KBTK yang selalu membantu penulis.
4. Orangtua penulis Bapak I Gede Wirawan yang selalu memberikan motivasi dikala penulis ingin menyerah,
5. Mamak Komang Surasti yang selalu menyemangati dengan kata-kata lembutnya dan juga Adik Kadek Nova Maestrawan beserta Kakek I Ketut Sulitra dan Nenek Made Mili yang selalu memberikan semangat disetiap situasi apapun.
6. Paman Ketut Sugitarja dan Tante Isye Nurunnisa selaku orang tua wali penulis selama berada di rantauan yang selalu mengajarkan displin dalam segala hal.
Dengan ini penulis sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini dikarenakan keterbatasan ilmu yang penulis miliki, sehingga dengan segala kerendahan penulis memohon maaf. Serta penulis juga berharap bahwa tugas akhir ini memiliki manfaat untuk menunjang penelitian yang orang lain lakukan di masa depan.
Jakarta, 11 Agustus 2020
Putu Pasek Wirantara 101116005
Universitas Pertamina - vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i LEMBAR PERNYATAAN ... ii ABSTRAK ... iii ABSTRACT ... iv KATA PENGANTAR ... v DAFTAR ISI ... viDAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 LATAR BELAKANG ... 1 1.2 RUMUSAN MASALAH ... 2 1.3 BATASAN MASALAH ... 2 1.4 TUJUAN PENELITIAN ... 3 1.5 MANFAAT PENELITIAN... 3 1.6 LOKASI PENELITIAN ... 3
1.7 WAKTU PELAKSANAAN PENELITIAN ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 GELOMBANG DALAM GEOFISIKA ... 6
2.2 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ... 6
2.3 GROUND PENETRATING RADAR (GPR) ... 10
2.4 MATGPR ... 13
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 20
3.2 SURVEI DAN PENGUKURAN DATA DI LAPANGAN ... 20
3.3 DATA PENELITIAN ... 22
3.4 PERBANDINGAN DATA FREKUENSI TINGGI DENGAN DATA FREKUENSI RENDAH ... 22
... 22
3.5 ALAT DAN PERANGKAT LUNAK ... 23
3.6 DATA GEOLOGI DAERAH PENELITIAN ... 24
3.7 PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN ... 26
Universitas Pertamina - vii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
4.1 PENGOLAHAN DATA GPR ... 30 4.2 INTERPRETASI DATA GPR ... 48 BAB V KESIMPULAN ... 60 5.1 KESIMPULAN ... 60 5.2 SARAN ... 60 DAFTAR PUSTAKA ... 62
FORM BIMBINGAN TUGAS AKHIR ... 66
Universitas Pertamina - viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Rencana Kegiatan ... 3
Tabel 2. 1 Nilai konstanta relative dielektrik, konduktivitas,kecepatan gelombang,dan koefisien atenuasi beberapa material (Annan&Cosway, 1992) ... 9
Tabel 2. 2 Kedalaman Penetrasi untuk beberapa frekuensi antena ... 12
Table 3. 1 Informasi panjang dan arah pengukuran lintasan GPR ... 21
Universitas Pertamina - ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Ilustrasi Penjalaran Gelombang Elektromagnetik (Griffitths, 1999) ... 8
Gambar 2. 2 Ilustrasi gelombang pada dua medium (Griffitths, 1999) ... 9
Gambar 2. 3 Ilustrasi Perambatan Gelombang GPR di Medium Yang Berbeda (Supriyanto, 2007) ... 10
Gambar 2. 4 Contoh hasil rekaman radargram (Abem Mala, 2018) ... 11
Gambar 2. 5 Mekanisme Kerja GPR (Abem Mala, 2018) ... 11
Gambar 2. 6 Hasil rekam GPR, (atas) konduktifitas rendah (bawah) konduktifitas tinggi (Abem Mala, 2018) ... 13
Gambar 2. 7 Tampilan Sofrware MATGPR R3 (Andreas, 2016) ... 13
Gambar 2. 8 Visualisasi Proses Gain Correction (Andreas, 2016). ... 14
Gambar 2. 9 Model Band Pass Filter (Andreas, 2016) ... 15
Gambar 2. 10 Proses Band-Pass Filter (Andreas, 2016) ... 15
Gambar 2. 11 Ilustrasi Penjalaran Gelombang GPR (Supriyanto, 2007) ... 16
Gambar 2. 12 Contoh Data GPR sebelum dan sesudah proses Background Removal (Andreas, 2016)... 16
Gambar 2. 13 Proses Predictive Deconvolutions (Andreas, 2016) ... 17
Gambar 3. 1 Proses FK Migration (Stolt, 1978) ... 17
Gambar 3. 2 Lokasi Lintasan Pengukuran GPR ... 20
Gambar 3. 3 Perbandingan data frekuensi tinggi 670 MHz (kiri) dan frekuensi rendah 160 MHz (kanan) ... 22
Gambar 3. 4 Alat GPR Mala ... 23
Gambar 3. 5 Rentang frekuensi alat GPR (Abem Mala,2018) ... 23
Gambar 3. 6 Peta Fisiografi Jawa Timur (Van Bemmelen, 1949) ... 25
Gambar 3. 7 Peta Geologi Daerah Sekitar Survei Jombang,Jawa Timur ... 25
Gambar 3. 8 Diagram Alir Pengolahan Data ... 27
Gambar 3. 9 Diagram Alir Penelitian ... 28
Gambar 4. 1 Data frekuensi tinggi (kiri) dan data frekuensi rendah (kanan) ... 30
Gambar 4. 2 Lintasan GPR beserta Test Line Processing ... 31
Gambar 4. 3 Raw Data GPR... 31
Gambar 4. 4 Profile amplitude sebelum dilakukan inverse amplitude decay (kiri), profile amplitude setelah proses inverse amplitude decay(kanan) ... 32
Gambar 4. 5 Karakteristik amplitude pada data test line ... 32
Gambar 4. 6 Tampilan Trace Sebelum dan Sesudah Invers Amplitude Decay ... 33
Gambar 4. 7 Sebelum proses invers amplitude decay ... 33
Gambar 4. 8 Hasil setelah proses invers amplitude decay ... 33
Gambar 4. 9 Pola difraksi semakin jelas setelah proses invers amplitude decay ... 34
Gambar 4. 10 Proses penentuan cut off frekuensi dengan 2 parameter berbeda ... 34
Gambar 4. 11 sebelum proses bandpass filter ... 35
Universitas Pertamina - x
Gambar 4. 13 Hasil setelah proses bandpass filter dengan rentang frekuensi 265-1791
MHz ... 36
Gambar 4. 14 Bandpass Filter dengan frekuensi 265-890 MHz ... 37
Gambar 4. 15 Bandpass filter dengan rentang frekuensi 265-1791 MHz ... 37
Gambar 4. 16 Sebelum proses background removal (kiri0, setelah proses background removal (kanan) ... 38
Gambar 4. 17 Perbandingan hasil sebelum dan setelah proses background removal... 38
Gambar 4. 18 Tiga parameter uji untuk predictive deconvolutions ... 39
Gambar 4. 19 Sebelum proses Predictive Deconvolutions ... 39
Gambar 4. 20 Hasil setelah proses predictive deconvolutions (Op.length 15 ns) ... 40
Gambar 4. 21 Hasil setelah proses predictive deconvolutions (Op.length 20 ns) ... 40
Gambar 4. 22 Hasil setelah proses predictive deconvolutions (Op.length 25 ns) ... 40
Gambar 4. 23 Perbandingan hasil sebelum dan sesudah predictive decon ... 41
Gambar 4. 24 Sebelum proses FX Deconvolutions ... 42
Gambar 4. 25 Hasil setelah proses FX Deconvolutions ... 42
Gambar 4. 26 Sebelum FX Decon ... 43
Gambar 4. 27 Setelah FX Decon ... 43
Gambar 4. 28 Data GPR Sebelum proses fiting hyperbolic ... 44
Gambar 4. 29 Data GPR setelah dilakukan beberapa kali fiting hyperbolic ... 44
Gambar 4. 30 Sebelum proses migrasi ... 45
Gambar 4. 31 Hasil Setelah proses migrasi ... 45
Gambar 4. 32 Hasil setelah konversi time to depth ... 46
Gambar 4. 33 Skala warna yang diubah untuk melihat pola refleksi yang lebih jelas .... 46
Gambar 4. 34 Contoh Hasil koordinat dari interpolasi linear (Test Line-06) ... 47
Gambar 4. 35 Data GPR yang sudah memiliki koordinat di setiap trace ... 48
Gambar 4. 36 Interpretasi Lintasan 02 ... 49
Gambar 4. 37 Interpretasi Lintasan 03 ... 49
Gambar 4. 38 Interpretasi Lintasan 04 ... 50
Gambar 4. 39 Interpretasi lintasan 07... 50
Gambar 4. 40 Interpretasi Lintasan 10 ... 51
Gambar 4. 41 interpretasi Lintasan 11 ... 51
Gambar 4. 42 Interpretasi Lintasan 12 ... 52
Gambar 4. 43 Interpretasi Lintasan 13 ... 52
Gambar 4. 44 Interpretasi Lintasan 14 ... 53
Gambar 4. 45 Interpretasi Lintasan 06 ... 53
Gambar 4. 46 Poligon menunjukkan suatu objek tertentu dibawah permukaan ... 54
Gambar 4. 47 Pola difraksi yang diduga sebagai objek ... 54
Gambar 4. 48 Cross-section untuk lintasan 03 dan 06 ... 55
Gambar 4. 49 Cross-section untuk lintasan 01 dan 10 ... 55
Gambar 4. 50 Hasil interpolasi Horizon secara 2D (kiri) dan Overlay base map dengan horizon 2D (kanan) ... 56
Gambar 4. 51 Tampilan 3D hasil interpolasi horizon ... 57
Universitas Pertamina - xi
Universitas Pertamina - 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Sistem kerajaan di Indonesia telah banyak meninggalkan jejak sejarah baik melalui tulisan maupun bangunan. Akan tetapi sampai saat ini masih banyak peninggalan sejarah yang belum teridentifikasi dengan baik keberadaannya dikarenakan beberapa faktor seperti letak geografis Indonesia yang berada pada zona jalur subduksi yang membuat Indonesia sering mengalami bencana gempa bumi maupun gunung meletus (Ricky Akbar, 2018) sehingga, hampir setiap peninggalan sejarah masa lampau ditemukan dalam keadaan terkubur oleh endapan sedimen, debu vulkanik maupun lahar gunung berapi. Oleh karena itu untuk menentukan keberadaan situs kuno yang masih dalam keadaan terkubur diperlukan suatu metode yang bersifat nondestructive (tidak merusak) untuk menghindari hancurnya bangunan bersejarah tersebut.
Peranan geofisika saat ini sudah banyak dilakukan untuk keperluan penelitian arkeologi.Seperti contohnya di desa Terung Wetan, Sidoarjo dilakukan pemetaan situs kuno Joko Dhahar menggunakan metode GPR (Diah, 2019) serta daerah Fayoum, Mesir dilakukan pemetaan situs arkeologi yang terkubur menggunakan metode GPR (Salem B. Ahmed, 2019). Gejala -gejala arkeologi yang terkubur didalam tanah dapat diamati dengan menganalisa sifat-sifat fisis dari tanah tersebut.Metode geofisika digunakaan karena dalam penerapaannya, metode ini bersifat nondestructive (tidak merusak) sehingga sangat diperlukan untuk menjaga agar situs-situs kuno yang terkubur tidak mengalami kerusakan (Mundarjito, 1983). Identifikasi sifat fisis dari suatu objek yang terkubur dapat dilakukan dengan beberapa metode geofisika diantaranya metode gaya berat, metode seismik, metode magnetik, metode GPR (Ground Penetrating Radar), dan metode resistivitas.
Saat ini metode GPR (Ground Penetrating Radar) merupakan salah satu metode geofisika yang sangat tepat digunakan untuk analisa near surface (Analisa yang berkaitan dengan kedalaman yang dangkal dan membutuhkan resolusi tinggi) biasanya memiliki rentang kedalaman target hingga 100 meter (Sheriff, 1991). Metode ini menggunakan prinsip-prinsip gelombang EM (Elektromagnetik) untuk mengetahui struktur bawah permukaan yang dangkal dengan melihat kontras nilai konduktivitasnya. Alat ini terdiri dari transmitter yang berfungsi sebagai pemancar sinyal elektromagnetik dan receiver sebagai penerima / perekam sinyal yang memiliki rentang frekuensi antara 10-1000 Mhz (L.P Lighthart, 2004). Gelombang pantul yang direkam pada receiver berisi informasi bawah permukaan sehingga kita dapat memetakan struktur yang terdapat di bawah permukaan Bumi.
Universitas Pertamina - 2 Beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan metode ini diantaranya adalah penelitian oleh Bambang Sugiarto (2018) untuk meneliti keadaan bawah permukaan di daerah kompleks Candi Kedaton Murojambi, Indonesia, selain itu, M.Fadlan (2016) menggunakan metode ini untuk penelitian arkeologi. Metode ini sudah banyak diterapkan dalam berbagai kegiatan geofisika karena dalam pengoprasian dilapangan jauh lebih mudah dan juga memiliki resolusi yang sangat tinggi pada kedalaman dangkal.
Dalam penelitian kali ini, penulis akan melakukan pengolahan data GPR (Ground Penetrating Radar) hingga interpretasi data GPR (Ground Penetrating Radar) yang telah dilakukan pengambilan data di daerah Sumber Beji,Desa Kesamben, Kecamatan Jombang , Jawa Timur.Lokasi penelitian diyakini merupakan salah satu dari peninggalan sejarah terkubur yang dulunya merupakan suatu kolam tempat pertirtaan (Pemandian Suci) masa kerajaan.
Untuk mengetahui persebaran daerah yang diyakini sebagai saluran air kolam pertirtaan yang ada di Sumber Beji ini maka dilakukan survei GPR (Ground penetrating radar) dengan proses pengolahan data menggunakan software MATGPR, Vista 7, Serta Opendtech. Hasil dari metode ini berupa rekaman data yang dapat menggambarkan keadaan bawah permukaan sehingga nantinya dapat dilakukan analisa lanjutan untuk menentukan persebaran saluran air yang ada di sekitar kolam pertirtaan di Sumber Beji.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana melakukan pengolahan data Ground Penetrating Radar (GPR) menggunakan software MATGPR sehingga menghasilkan data yang memiliki signal to noise ratio yang tinggi?
2. Bagaimana cara untuk mengetahui persebaran data Ground Penetrating Radar (GPR) yang memiliki anomali dari objek yang terkubur?
3. Bagaimana cara untuk melakukan interpretasi kemenerusan dari suatu objek yang terkubur?
1.3
BATASAN MASALAH
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini difokuskan pada workflow processing Ground Penetrating Radar (GPR) dengan menggunakan software MATGPR hingga dihasilkan data yang memiliki signal to noise ratio yang tinggi.
2. Melihat hasil persebaran data Ground Penetrating Radar (GPR) menggunakan software OpenDtech sebagai Langkah untuk memetakan kemenerusan dari objek pada penelitian ini.
Universitas Pertamina - 3
1.4
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Melakukan pengolahan data Ground Penetrating Radar (GPR) menggunakan software MATGPR dengan parameter yang sesuai sehingga menghasilkan data yang memiliki signal to noise ratio yang tinggi.
2. Untuk mengetahui persebaran data Ground Penetrating Radar (GPR) yang terdapat anomali objek yang terkubur dengan menggunakan software Opendtech.
3. Melakukan interpretasi kemenerusan objek bawah permukaan berupa lantai kolam, dinding kolam dan, saluran air kolam.
1.5
MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian ini adalah:1. Penunjang studi lanjutan untuk daerah arkeologi di Indonesia.
2. Bahan pertimbangan untuk mengembangan penelitian dalam bidang geofisika.
1.6
LOKASI PENELITIAN
Adapun lokasi penelitian kali ini adalah:
Gedung Griya Legita, Universitas Pertamina, Jalan Teuku Nyak Arif,Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dengan menggunakan data yang telah di akuisisi oleh prodi Teknik Geofisika di Sumber Beji, Desa Kesamben, Kecamatan Jombang, Jawa Timur.
1.7
WAKTU PELAKSANAAN PENELITIAN
Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini adalah:Dimulai dari bulan Januari 2020 – Juli 2020. Untuk perencanaan kegiatan yang akan dilaksanakan dapat dilihat sebagai berikut:
Universitas Pertamina - 4
Universitas Pertamina - 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
GELOMBANG DALAM GEOFISIKA
Gelombang adalah adalah getaran yang merambat, baik melalui medium atau tanpa perantara, bisa memiliki arah rambat yang tegak lurus atau sejajar dengan arah getarannya (Hall, 1982). Gelombang juga bisa didefinisikan sebagai energi getaran yang merambat tanpa memindahkan materi perantaranya. Dengan menggunakan prinsip-prinsip gelombang ini dalam metode geofisika seorang geofisikawan dapat mengidentifikasi bagian bawah permukaan bumi, Prinsip ini biasanya diaplikasikan ke beberapa metode geofisika seperti metode seismik dan metode ground penetrating radar (GPR).
2.2
GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
Metode Ground Penetrating Radar (GPR) didasarkan pada persamaan Maxwell yang merupakan perumusan untuk hukum-hukum alam yang berkaitan dengan fenomena elektromagnet.Persamaan Maxwell untuk medium isotropic heterogen dirumuskan sebagai berikut (Griiffiths, 1999):
∇ × 𝐻
̅ =
𝜕𝐸 𝜕𝑡+ 𝐽
(2.2.1)
∇ × 𝐸̅ = −
𝜕𝐵 𝜕𝑡 (2.2.2) ∇ • 𝐵̅ = 0 (2.2.3) ∇ • 𝐷̅ = 0 (2.2.4)Dimana arti dari symbol-simbol tersebut adalah sebagai berikut: 𝐸̅ = Medan listrik (Volt/meter)
𝐵̅ = Medan Magnet (Webber/m 2 (Tesla))
𝐻̅ = Intensitas medan magnetic (Ampere/m) 𝐽 = Rapat arus Listrik (Ampere/m2)
Universitas Pertamina - 7 Hukum Gauss menerangkan bagaimana muatan listrik dapat menciptakan dan mengubah medan listrik (Persamaan 2.2.1). Medan listrik cenderung untuk bergerak dari muatan positif ke muatan negatif. Hukum gauss adalah penjelasan utama mengapa muatan yang berbeda saling tarik -menarik dan yang sama jenisnya saling tolak- menolak. Muatan tersebut menciptakan medan listrik yang akan ditanggapi muatan lain melalui gaya listrik. Hukum induksi Faraday mendeskripsikan bagaimana dengan mengubah arah medan magnet secara periodik dapat tercipta medan listrik (Persamaan 2.2.2). Hukum ampere menyatakan bahwa medan magnet dapat ditimbulkan melalui dua cara yaitu: lewat arus listrik (perumusan awal Hukum Ampere) dan dengan mengubah medan listrik (Supriyanto, 2007).
Setelah itu hubungan dari besaran diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
𝐵̅ = 𝜇𝐻̅ (2.2.5) 𝐷̅ = 𝜀𝐸̅ (2.2.6) 𝐽̅ = 𝜎𝐸̅ =𝐸̅ 𝜌 (2.2.7) Dengan:
𝜇 = permeabilitas magnetic (henry/m) 𝜀 = permitivitas listrik (Farad/m) 𝜎 = konduktivitas (mho/m) 𝜌 = tahanan jenis (Ohm.m)
Setelah itu menerapkan operasi curl pada persamaan Maxwell pertama akan diperoleh: ∇ × ∇ × 𝐸 = −∇ {−𝜕𝐵 𝜕𝑡} = −∇ {− 𝜕(𝜇𝐻) 𝜕𝑡 } (2.2.8) ∇ × ∇ × 𝐵 = −∇ {𝐽 +𝜕𝐷 𝜕𝑡} = −∇ {𝜎𝐸̅ + 𝜕(𝜇𝐻) 𝜕𝑡 } (2.2.9)
Selanjutnya dengan menggunakan perasamaan Maxwell diatas, dapat diturunkan sebuah persamaan gelombang elektromagnetik sebagai berikut:
(∇2−𝜕𝑡𝜕 𝜇 (𝜎 + 𝜀𝜕𝑡𝜕)) [𝐸
𝐵] = 0 (2.2.10)
Universitas Pertamina - 8
Gambar 2. 1 Ilustrasi Penjalaran Gelombang Elektromagnetik (Griffitths, 1999)
Kecepatan gelombang EM pada berbagai medium sangat bergantung pada kecepatan cahaya, kenstanta relative dielektrik (εr) dan permeabilitas magnetic (μr =1
untuk material nonmagnetic). Berikut persamaannya: Kecepatan gelombang pada sebuah medium:
𝑉𝑚 =
𝑐 ([(𝜀𝑟𝜇𝑟2 )(1+𝑃2)−1]) 1 2 (2.2.11) Dimana: c= Kecepatan cahayaεr = konstanta relative dieletrik
μr= permeabilitas relatif magnetic
P = loss factor = σ/ωε σ = konduktivitas Ω = frekuensi sudut F= frekuensi ε = permitivitas
ε0= permitivitas ruang hampa
Untuk materi dengan nilai loss factor rendah P = 0: 𝑉𝑚 = 𝑐
√𝑟𝜀 (2.2.12)
Hubungan antara konstanta relative dielektrik dengan porositas adalah:
𝜀 = (1 − Ф)𝜀𝑟 + Ф𝜀𝑤 (2.2.13)
Dimana:
Ф=porositas
εm=konstanta relatif dielektrik untuk matriks batuan
Universitas Pertamina - 9 Koefisien refleksi (R) didefinisikan sebagai perbandingan gelombang yang dipantulkan dengan gelombang yang datang, dirumuskan sebagai berikut:
𝑅 =(𝑉1−𝑉2)
(𝑉1+𝑉2) (2.2.14)
Atau, 𝑅 =(𝜀1−𝜀2)
(𝜀1+𝜀2) (2.2.15)
Gambar 2. 2 Ilustrasi gelombang pada dua medium (Griffitths, 1999) Dimana ε1 dan ε2 adalah konstanta dielektrik dari medium 1 dan medium 2, ε adalah pengukuran kapasitas dari sebuah material dalam hal melewatkan muatan saat medan elektromagnetik melewatinya. Berikut lampiran nilai beberapa konstanta dielektrik beberapa material:
Tabel 2. 1 Nilai konstanta relative dielektrik, konduktivitas,kecepatan gelombang,dan koefisien atenuasi beberapa material (Annan&Cosway, 1992)
Universitas Pertamina - 10
2.3 GROUND PENETRATING RADAR (GPR)
Selama beberapa dekade ini teknologi elektronika telah melahirkan sebuah metode baru dalam bidang ilmu kebumian/eksplorasi geofisika yaitu Ground Penetrating Radar (GPR), dimana gelombang EM (elektromagnetik) dipancarkan ke bawah permukaan bumi dan direkam oleh antenna receiver pada GPR, biasanya menggunakan frekuensi tinggi dari 25 -2300 Mhz. Hubungan antara gelombang EM dengan media yang dilaluinya dapat diperoleh dari persamaan Maxwell. Karakteristik dari gelombang EM yang dipancarkan akibat suatu struktur/benda di dalam permukaan bumi ditentukan oleh parameter-parameter fisis seperti permeabilitas (μ), permitivitas listrik (ε), dan konduktivitas (σ). Kelebihan dari metode ini adalah memiliki resolusi yang tinggi untuk kegiatan near surface eksploration. Pola refleksi yang diamati dari radargram biasanya bersifat non-unik yang artinya hasil refleksi yang sama dapat dihasilkan dari objek yang berbeda.
Gambar 2. 3 Ilustrasi Perambatan Gelombang GPR di Medium Yang Berbeda (Supriyanto, 2007)
2.3.1Prinsip Dasar GPR
GPR terdiri dari pembangkit sinyal, antenna transmitter dan receiver. Prinsip kerja alat GPR yaitu mentransmisikan gelombang radar ke dalam medium dibawah permukaan bumi dan selanjutnya gelombang tersebut akan dipantulkan kembali dan diterima oleh receiver, dan dari hasil refleksi tersebut nantinya dapat dideteksi berbagai macam objek yang terekam dalam radargram.
Universitas Pertamina - 11
Gambar 2. 4 Contoh hasil rekaman radargram (Abem Mala, 2018) Seperti pada gambar 2.4 menunjukkan bagaimana transmitter mengirimkan gelombang elektromagnetik yang melewati suatu medium dimana, refleksi akan terjadi ketika properti elektrisitasnya mengalami perubahan pada suatu medium.setelah itu receiver akan menerima gelombang elektromagnetik sebagai sinyal dan akan ditampilkan pada radargram. Untuk hasil refeleksi biasanya dihasilkan oleh beberapa sebab seperti: (1) Objek buatan seperti pipa dan kabel, (2) Penyimpanan bawah tanah (UST) , (3) material yang berlapis ,dan tentu saja fitur -fitur alami geologi (Bedrock, voids, groundwater) hal ini dikarenakan beberapa penyebab diatas memiliki perbedaan nilai material elektromagnetiknya (Abem Mala, 2018).
Gambar 2. 5 Mekanisme Kerja GPR (Abem Mala, 2018)
Dalam hal ini untuk mendeteksi suatu objek diperlukan perbedaan nilai paramerer kelistrikan dari medium yang dilewati. Untuk tingkat keberhasilan suatu metode GPR sangat bergantung pada keadaan variasi nilai konstanta dielekrik dari medium yang dilalui oleh gelombang GPR sehingga, gelombang yang di refleksikan akan semakin jelas ketika perbedaan konstanta dielektrik dari mediumnya tinggi. Perbandingan nilai energi yang direfleksikan disebut dengan koefisien refleksi (R) yang ditentukan dengan perbandingan nilai dari konstanta relatif dielektrik dari 2 medium yang berdekatan. Dalam perambatannya,amplitude sinyal akan mengalami atenuasi karena adanya energi yang hilang saat merambat melalui medium bawah permukaan sebagai hasil dari terjadinya refleksi /transmisi di setiap batas medium(Abem Mala, 2018).
2.3.2 Aplikasi GPR
Aplikasi GPR dapat digunakan untuk melakukan survey objek yang terkubur / struktur yang berada di bawah permukaan dangkal. Survei GPR yang dilakuan untuk mencari benda- benda yang terpendam bisa dilakukan oleh satu orang dan antenna GPR
Universitas Pertamina - 12 dapat ditarik atau didorong menggunakan tangan. GPR juga biasanya digunakan untuk mencari pipa-pipa yang sudah terkubur agar menghemat biaya dan waktu penggalian nantinya. Untuk pencarian benda-benda yang memiliki kedalaman yang lebih maka digunakan GPR frekuensi rendah agar penetrasi kedalaman hasil rekaman semakin bagus. Berikut merupakan kedalaman penterasi untuk setiap frekuensi antenna yang berbeda.
Tabel 2. 2 Kedalaman Penetrasi untuk beberapa frekuensi antenna (Abem Mala, 2018)
2.3.3 Keterbatasan GPR
GPR memiliki kelebihan dan kekurangan dalam aplikasinya dimana semakin konduktif suatu daerah maka hasil pengukuran GPR akan mengalami atenuasi yang sangat tinggi (Abem Mala, 2018). Seperti contoh pada gambar dibawah.
Universitas Pertamina - 13
Gambar 2. 6 Hasil rekam GPR, (atas) konduktifitas rendah (bawah) konduktifitas tinggi (Abem Mala, 2018)
Selain itu metode GPR sangat bergantung kepada keadaan tanah sekitar dan kontras material yang tinggi,Serta dalam tahapan interpretasi untuk data GPR terkadang bersifat subjektif dan sangat bergantung kepada pengalaman dari seorang interpreter.( Abem Mala,2018)
2.4 MATGPR
MATGPR merupakan salah satu software opensource yang digunakan untuk mengolah data GPR. MATGPR menggunakan Bahasa pemrograman matlab dan sudah dibekali dengan user interface yang bersahabat sehingga lebih mudah diaplikasikan dan mudah di pahami.
Gambar 2. 7 Tampilan Sofrware MATGPR R3 (Andreas, 2016)
2.4.1 Pengolahan Sinyal GPR
Pengolahan sinyal pada saat mengolah data radargram GPR memiliki pengaruh yang sangat besar saat kita ingin menginterpretasi data GPR. Berikut beberapa pengolahan yang biasanya digunakan saat pengolahan data GPR:
1. Invers Amplitude Decay
Pengolahan ini berfungsi untuk meminimalisirkan efek dari dispersi dan atenuasi dari gelombang EM yang menjalar dibawah permukaan dan meningkatkan resolusi sinyal GPR sehingga nantinya nilai amplitude spectrum menjadi datar. Karena gelombang EM akan mengalami atenuasi saat menjalar ke bawah permukaan bumi dengan kecepatan yang sangat tinggi maka di perlukan sebuah gain yang akan mengembalikan amplitude /energi dari gelombang tersebut. Gain yang dilakukan
Universitas Pertamina - 14 merupakan Invers Amplitude Decay untuk meningkatkan Bandwidth (Hz) dan resolusi sinyal GPR (Andreas, 2016).
Gambar 2. 8 Visualisasi Proses Gain Correction (Andreas, 2016).
Pada proses data GPR yang biasa digunakan merupakan mean trace dimana nilai amplitude setiap trace akan di rata-ratakan menggunakan persamaan berikut: 𝐴(𝑡) = 𝑐1. 𝑒−𝑎1.𝑡+ 𝑐2. 𝑒−𝑎2.𝑡+ ⋯ + 𝑐𝑛.𝑒−𝑎𝑛.𝑡 (2.5.1)
Dimana:
A(t): amplitude sinyal
C = faktor / bobot masing-masing amplitude disetiap interval
Setelah itu di aplikasikan suatu gain model:
G (t) = [A(t) / max{A(t)}] - 1 (2.5.2) Dimana :
G (t) = gain model
2. Band pass Filter
Menghilangkan noise yang memiliki frekuensi tinggi sehingga nantinya signal to noise ratio dari data kita semakin meningkat. Biasanya menentukan dua frekuensi untuk di potong yaitu frekuensi rendah dan frekuensi tinggi (Andreas, 2016).
Universitas Pertamina - 15 FIR Fillter: merupakan jenis filter digital (Finite Impluse Respon) dimana filter ini akan memberikan komputasi yang lebih lama dan menghasilkan output sinyal yang lebih baik dan stabil untuk pengolahan sinyal.
Gambar 2. 9 Model Band Pass Filter (Andreas, 2016)
Setelah melakukan pemodelan untuk bandpass filter dengan beberapa parameter maka akan dilakukan suatu proses pemilihan cut off frekuensi untuk menentukkan rentang frekuensi yang akan diloloskan.
Gambar 2. 10 Proses Band-Pass Filter (Andreas, 2016)
3. Background Removal
Menghilangkan data horizontal banding dimana disebabkan oleh alat GPR itu sendiri dan juga surveyor. Bisa dilihat pada ilustrasi penjalaran gelombang EM pada metode GPR dibawah (Gambar 2.11), terlihat bahwa adanya proses penjalaran gelombang langsung antara transmitter dan receiver yang berulang dapat mengakibatkan direkamnya sinyal horizontal yang berulang yang kita sebut sebagai horizontal banding.
Universitas Pertamina - 16
Gambar 2. 11 Ilustrasi Penjalaran Gelombang GPR (Supriyanto, 2007)
Cara kerja dari proses ini adalah dengan menjumlahkan semua trace di setiap interval dan dibagi dengan jumlah trace. Ini juga disebut sebagai stacking. Hasil dari nilai rata-rata akan dijadikan operator reduksi (cara reduksi sinyal salah satunya dapat menggunakan metode least square) untuk sinyal GPR sehingga menyisakan nilai trace yang memiliki sinyal yang lebih baik (Andreas, 2016).
Gambar 2. 12 Contoh Data GPR sebelum dan sesudah proses Background Removal (Andreas, 2016).
4. Predictive Deconvolutions
Suatu proses yang digunakan untuk menghilangkan multiple dan reverberasi akibat gelombang melalui dua medium atau lebih (Andreas, 2016). Parameter yang digunakan adalah:
A. Prediction length yaitu jarak antara refleksi/ sinyal primer dengan multiple pertama dengan cara melakukan proses autokorelasi untuk mendapatkan nilai jarak prediksi.
B. Prediction operator length yaitu untuk memprediksi berapa banyak jumlah multiple yang akan dihilangkan/di suppress.
C. Persen Prewhitening merupakan operator yang digunakan untuk membuat nilai amplitude tidak nol.
Universitas Pertamina - 17
Gambar 2. 13 Proses Predictive Deconvolutions (Andreas, 2016)
5. F-X Deconvolutions
Tujuan dari proses ini adalah menghilangkan noise non-koheren sehingga signal to noise ratio dari data GPR akan meningkat. Dimana data akan dikonvert kedalam domain frekuensi-spasial dan akan dioperasikan dengan parameter operator length yang sudah ditentukan sebelumnya. Parameter yang digunakan merupakan operator length dalam domain waktu, persen prewhitening serta frekuensi maksimum dan minimum. Panjang dari filter wavelet biasanya dibuat kecil dan tidak lebih dari ½ Panjang dari scan axis (Andreas, 2016).
6. FK- Migration
Proses migrasi dilakukan dalam pengolahan data GPR karena posisi reflector seharusnya belum berada pada posisi yang tepat. Secara sederhana FK migration adalah migrasi yang dilakukan pada domain frekuensi. Untuk prosesnya FK migration memerlukan waktu komputasi yang lebih cepat dari pada Kirchoff Migrations.Proses migrasi ini merupakan implementasi dari (Stolt, 1978) FK migrasi untuk kecepatan struktur yang uniform
Gambar 3. 1 Proses FK Migration (Stolt, 1978)
Gambar diatas menunjukkan ilustrasi proses FK migrasi dari suatu event yang memiliki kemiringan. Dimana, Kz merupakan nilai bilangan gelombang untuk arah
Universitas Pertamina - 18 vertical, Kx merupakan nilai bilangan gelombang untuk arah horizontal, Jarak B-B’ merupakan posisi dipping event sebelum dan sesudah proses migrasi dan Theta merupakan besarnya perubahan dipping event yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan dimana,semakin tinggi kecepatan yang digunakan maka semakin besar perubahan theta yang digunakan untuk proses migrasi ini, begitu juga sebaliknya.
7. Time to Depth Conversion
Mengubah tampilan section GPR dari waktu vs jarak menjadi kedalaman vs jarak. Inputan untuk konversi ini merupakan velocity hasil fitting hyperbolic dan waktu yang sudah di bagi dua dari nilai twoway time yang nantinya di konversi menggunakan persamaan dibawah sehingga menghasilkan data dalam bentuk kedalaman (Andreas, 2016). Berikut persamaan untuk melakukan konversi waktu ke kedalaman:
𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ =
𝑡2
× 𝑉
(3.4.2)Dimana:
Depth : kedalaman hasil konversi (m) V : Velocity (m/s)
Universitas Pertamina - 20
BAB III
METODE PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pengolahan data GPR untuk menghasilkan data yang memiliki signal to noise ratio yang tinggi dengan cara membandingkan hasil dari beberapa parameter yang digunakan serta untuk mengetahui bagaimana keadaan bawah permukaan daerah penelitian yang berupa bekas pentirtaan dan juga jalur saluran air berdasarkan karakteristik gelombang elektromagnetik. Metode penelitian akan diuraikan menjadi 4 bagian yaitu (1) waktu dan tempat penelitian, (2) data penelitian, (3) prosedur pelaksanaan penelitian dan (4) diagram alir penelitian
3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Berikut waktu dan tempat pelaksanaan penelitian Tugas Akhir: Waktu : Januari 2020 – Juli 2020
Tempat : Gedung Griya Legita, Universitas Pertamina
Alamat : Jl. Teuku Nyak Arief, RT.7/RW.8, Simprug, Kec. Kby. Lama, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12220.
3.2 SURVEI DAN PENGUKURAN DATA DI LAPANGAN
Survei lapangan dan pengukuran GPR sudah dilaksakan sebelumnya dengan lintasan sebagai berikut:
Gambar 3. 2 Lokasi Lintasan Pengukuran GPR
Penelitian ini dilakukan dengan mengukur sebanyak dua puluh sembilan lintasan yang dibagi menjadi dua tahap pengukuran yaitu survei hari pertama dan survei hari kedua. Untuk area pengukuran dominan dilakukan di sebelah barat area kolam dengan detail masing-masing lintasan sebagai berikut:
Universitas Pertamina - 21
Table 3. 1 Informasi panjang dan arah pengukuran lintasan GPR Nama Lintasan Panjang Lintasan (Meter) Arah Pengukuran
GPR-01_D1 8.69 Selatan-Utara GPR-02_D1 9.67 Selatan-Utara GPR-03_D1 10.47 Selatan-Utara GPR-04_D1 14.99 Selatan-Utara GPR-05_D1 9.83 Selatan-Utara GPR-06_D1 14.61 Selatan-Utara GPR-07_D1 15.92 Timur-Barat GPR-08_D1 28.98 Selatan-Utara GPR-09_D1 27.90 Barat-Timur GPR-10_D1 39.96 Timur-Barat GPR-11_D1 49.21 Timur - Barat GPR-12_D1 31.64 Utara-Selatan GPR-13_D1 27.32 Selatan-Utara GPR-14_D1 31.20 Selatan-Utara GPR-15_D1 28.39 Timur - Barat GPR-01_D2 29.05 Utara - Selatan GPR-02_D2 31.50 Utara - Selatan GPR-03_D2 31.48 Utara - Selatan GPR-04_D2 31.98 Utara - Selatan GPR-05_D2 33.43 Utara - Selatan GPR-06_D2 39.07 Barat - Timur GPR-07_D2 34.65 Timur - Barat GPR-08_D2 36.31 Barat - Timur GPR-09_D2 28.43 Timur - Barat
Universitas Pertamina - 22 GPR-10_D2 35.35 Timur - Barat GPR-11_D2 25.74 Selatan - Utara GPR-12_D2 14.00 Utara - Selatan GPR-13_D2 14.00 Selatan - Utara GPR-14_D2 25.74 Utara - Selatan
Keterangan: D1: Pengukuran hari pertama D2: Pengukuran hari kedua
3.3 DATA PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 3.3.1 Koordinat lintang dan bujur
3.3.2 Waktu pengambilan data (jam, hari, tanggal) 3.3.3 Elevasi pengukuran
3.3.4 Data GPR (Ground penetrating Radar) frekuensi Tinggi 670 MHz dan frekuensi rendah 160 MHz
3.3.5 Data Geologi Jawa Timur
3.4 PERBANDINGAN DATA FREKUENSI TINGGI DENGAN DATA
FREKUENSI RENDAH
Berdasarkan perbandingan data dengan frekuensi yang berbeda menunjukkan bahwa data dengan frekuensi tinggi menunjukkan hasil yang lebih detail dan dapat memisahkan lebih banyak lapisan akan tetapi penetrasi kedalaman menjadi lebih rendah sedangkan untuk data frekuensi rendah memiliki penetrasi yang tinggi
Gambar 3. 3 Perbandingan data frekuensi tinggi 670 MHz (kiri) dan frekuensi rendah 160 MHz (kanan)
Universitas Pertamina - 23 akan tetapi hasil rekaman tidak cukup detail dan untuk membedakan adanya suatu lapisan menjadi lebih sulit untuk menggunakan data ini. Maka dari itu berdasarkan tujuan awal untuk memetakan adanya suatu objek yang terkubur yang berada di kedalaman dangkal, resolusi yang tinggi di kedalaman dangkal akan sangat membantu dalam proses interpretasi sehingga untuk penelitian ini akan difokuskan kepada data frekuensi tinggi.
3.5 ALAT DAN PERANGKAT LUNAK
3.4.1 Alat GPR ABEM MALA
Table 3. 2 Spesifikasi Alat GPR
Spesifikasi Alat GPR MALA HDR Dual source dengan frekuensi dominan 160 MHz dan 670 MHz
Bandwidth Receiver 80 - 950 MHz Dimensi 720 x 480 x190
Gambar 3. 4 Alat GPR Mala
Alat GPR yang digunakan pada penelitian ini merupakan jenis alat GPR yang memiliki dual source dominan frekuensi yaitu 160 MHz dan 670 MHz yang membuat rentang frekuensi alat menjadi semakin luas. Berikut gambaran rentang frekuensi yang akan diterima oleh receiver
Universitas Pertamina - 24 Pada gambar diatas menunjukkan bahwa dengan menggunakan 2 dominan frekuensi pada alat GPR mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Untuk dominan frekuensi 160 MHz akan menghasilkan data dengan kedalaman yang lebih namun,resolusi menjadi sedikit berkurang. Untuk dominan frekuensi 670 MHz akan menghasilkan rekaman data yang memiliki resolusi tinggi akan tetapi terbatas dengan kedalaman penetrasi.
3.4.2 Perangkat Lunak Penelitian
Untuk perangkat lunak yang digunakan meliputi: MATGPR R3,
Opendtech,Vista 7, Surfer 11, Ms Excel, Global Mapper dan, Google Earth Pro.
3.6 DATA GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Geologi Jawa timur dibagi atas beberapa zona, menurut (van Bemmelen, 1949) jawa timur dibagi atas 4 bagian antara lain:
1.Zona Pegunungan Selatan Jawa (Souththern Mountains): batuan pembentuknya terdiri atas siliklastik, volkaniklastik, volkanik, dan batuan karbonat.
2.Zona Gunung Api Kuarter (Quartenary Volcanoes): merupakan gunung aktif 3.Zona Kendeng (Kendeng Zone): batuan pembentuknya terdiri atas Sekuen dari volkanogenik dan sedimen pelagik
4.Zona Rembang (Rembang Zone): batuan pembentuknya terdiri atas endapan laut dangkal , sedimen klastik , dan batuan karbonat. Pada zona ini juga terdapat patahan yang dinamakan Rembang High dan banyak lipatan yang berarah timur-barat
Universitas Pertamina - 25
Gambar 3. 6 Peta Fisiografi Jawa Timur (Van Bemmelen, 1949)
Gambar 3. 7 Peta Geologi Daerah Sekitar Survei Jombang,Jawa Timur Pada peta geologi sekitar daerah survei Jombang secara umum dibagi Menjadi: A. batuan gunung api anjasmara tua (Qpva) yang berada pada arah timur.
B. Endapan lahar (Qvlh) terletak di antara batuan gunung api anjasmara (Qpva) dengan endapan alluvium (Qa) di sebelah barat.
Secara regional bentuk jenis keadaan geologi termasuk dalam endapan vulkanik dan talus. Letak area survey berada pada endapan yang terbentuk pada waktu geologi Holocene akhir. Tidak terlihat keberadaan struktur geologi pada peta tersebut dan keadaan elevasi cenderung flat jika dibandingkan area sekitarnya, hanya
Universitas Pertamina - 26 terjadi elevasi sekitar 1.5 m – 2 m. Dengan melihat dominasi batuan yang berasal dari aktivitas vulkanik meyakinkan kita bahwa dugaan terkuburnya situs-situs yang berada pada region ini diakibatkan oleh lahar maupun endapan vulkanik yang terjadi di masa lalu salah satunya adanya sejarah letusan Gunung Kelud yang membuat situs-situs seperti Sumber Beji ini menjadi terkubur (Amien, 2020).
3.7 PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN
Prosedur pelaksanaan penelitian tugas akhir ini terdiri dari 3 tahap yaitu pra-processing data,pra-processing data dan interpretasi data.
3.4.1 Tahap Pre-Processing Data
Tahap pra-processing terdiri dari studi pustaka, informasi geologi daerah penelitian dan studi pasca lapangan. studi pustaka adalah mempelajari berbagai literatur yang berhubungan dengan metode Ground Penetrating Radar (GPR), tahap selanjutnya mempelajari informasi geologi yang ada di daerah penelitian serta keadaan lapangan di daerah penelitian.
3.4.2 Tahap Processing Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Software Matgpr yang merupakan software open source untuk mengolah data GPR dengan Bahasa pemrograman Matlab, serta software Vista 7 yang merupakan software untuk mengolah data seismic.Nantinya akan dilakukan testing parameter untuk setiap tahapan processing dimana parameter keberhasilan berdasarkan tujuan dari setiap proses dan perubahan signal to noise rasio dengan data sebelum processing. Berikut diagram alir untuk pengolahan data:
Universitas Pertamina - 27
3.4.3 Tahap Interpretasi Data
Tahapan ini menggunakan software Opendtech yang bertujuan untuk melihat persebaran data GPR yang sudah dilakukan pengolahan pada tahap sebelumnya. Dalam interpretasi data GPR tidak lepas dari pengalaman seseorang untuk melihat bagaimana karakteristik respon gelombang yang dihasilkan pada rekaman data GPR. Secara garis besar untuk cara interpretasi data gpr dapat dibedakan menjadi sebagai berikut : (1) sinyal yang memiliki warna yang tajam akan memiliki nilai amplitude yang besar, (2) sinyal yang memiliki warna yang kurang tajam akan memiliki nilai amplitude yang kecil, (3) semakin tinggi amplitude sinyal GPR maka nilai dari
Gambar 3. 8 Diagram Alir Pengolahan Data Raw Data GPR
Import Data GPR
Filtering - Bandpass Filter -Background Removal
Invers Amplitude Decay
Deconvolutions: Predictive Deconvolution
F-X Deconvolution
FK-Migration
Time to Depth Conversion
Universitas Pertamina - 28 kondultivitas bahan/benda yang ada semakin kecil begitu juga sebaliknya, dan (4) tiap -tiap refleksi yang terlihat biasanya menandakan /menggambarkan kondisi geologis pada bawah permukaannya.
3.8 DIAGRAM ALIR PENELITIAN
Secara garis besa tahapan dalam penelitian dalam dirangkum dalam diagram alir dibawah
Gambar 3. 9 Diagram Alir Penelitian Studi Pustaka Data GPR 2D Selesai Hasil Persebaran pengolahan data GPR Pengolahan Data Interpretasi data Kesimpulan Mulai
Universitas Pertamina - 30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
PENGOLAHAN DATA GPR
Penelitian kali ini dilakukan dengan mengambil sebanyak dua puluh sembilan jumlah lintasan GPR di daerah Sumber Beji, Jombang, Jawa Timur. Dari beberapa hasil radargram di daerah penelitian kali ini banyak terdapat anomali-anomali atau refleksi yang memiliki banyak informasi mengenai keadaan di bawah permukaan daerah penelitian. Untuk alat GPR yang digunakan merupakan GPR dengan jenis dual source dimana memiliki dua frekuensi dominan yaitu sebesar frekuensi rendah 160 MHz dan frekuensi tinggi 670MHz dan spasi antara transmitter dengan receiver sebesar 1 meter.
Dari rekaman data GPR yang diperoleh terdapat 2 jenis data yang memiliki frekuensi berbeda yaitu frekuensi tinggi 670 MHz dan frekuensi rendah 160 Mhz.
Untuk pengolahan data kali ini, yang digunakan merupakan data frekuensi tinggi (Frekuensi Dominan 670 MHz). Bisa dilihat pada gambar diatas bahwa resolusi untuk data frekuensi tinggi lebih baik dan jauh lebih detail untuk membedakan adanya objek-objek dangkal sedangkan untuk data frekuensi rendahh. Langkah-langkah pengolahan data Ground Penetrating Radar adalah sebagai berikut:
4.1.1 Lintasan A (Test Line- 06-hari ke-2)
Sebelum dilakukan pengolahan pada tampilan base map memperlihatkan lintasan GPR yang akan digunakan sebagai lintasan untuk testing parameter merupakan lintasan 06 yang dipilih berdasarkan proses quick processing pada semua lintasan GPR yang telah diakuisisi. Lintasan 06 menunjukkan banyak difraksi dan juga fitur-fitur lain yang paling lengkap dibandingkan dengan semua data GPR yang
Universitas Pertamina - 31 telah diakuisisi sehingga lintasan ini digunakan sebagai testing parameter untuk penelitian kali ini.
A. Input Data
Pada pengolahan menggunakan software MATGPR yang dilakukan pertama kali adalah mengimport data raw GPR langsung dari alat yang memiliki format internal(rd3). berikut tampilan data raw GPR pada gambar 4.3.
Gambar 4. 3 Raw Data GPR
Setelah data mentah di import ke software MATGPR bisa dilihat bahwa fitur-fitur yang terekam masih belum bisa teridentifikasi dengan baik diakibatkan oleh adanya atenuasi gelombang elektromagnetik yang merambat ke medium bawah permukaan.
B. Inverse Amplitude Decay
Universitas Pertamina - 32 Langkah selanjutnya adalah melakukan invers amplitude decay yang nantinya bertujuan untuk membuat amplitude di semua kedalaman trace menjadi sama rata. Cara kerja dari proses ini adalah dengan merata-ratakan nilai ampilutde di setiap kedalaman setelah itu dilakukan pembobotan untuk membuat nilai amplitudnya seimbang. Hal ini dilakukan karena sinyal radar yang dihasilkan oleh transmitter menjalar dengan sangat cepat, oleh karena itu sinyal akan mengalami atenuasi. Fenomena atenuasi ini sangat terlihat di data terutama ketika dilihat semakin dalam yang akan memberikan informasi sinyal yang tidak begitu jelas.
Dalam proses ini pemilihan invers amplitude decay digunakan karena pada data GPR yang telah di akuisisi memiliki atenuasi yang lebih sederhana dari pada atenuasi pada data seismic sehingga proses yang digunakan pada data GPR akan menggunakan metode yang lebih cepat pada waktu pengolahannya. Berikut hasil perbandingan kurva atenuasi sebelum dan sesudah invers amplitude decay pada gambar 4.5.
Bisa dilihat bahwa kurva atenuasi sebelum dilakukan proses gain sinyal memiliki nilai amplitude yang tidak seimbang dan semakin turun dengan membesarnya waktu penjalaran gelombang dan setelah dilakukannya proses invers amplitude decay nilai amplitude menjadi lebih seimbang.
Gambar 4. 5 Karakteristik amplitude pada data test line
Gambar 4. 4 Profile amplitude sebelum dilakukan inverse amplitude decay (kiri), profile amplitude setelah proses inverse amplitude decay(kanan)
Universitas Pertamina - 33 Berdasarkan kurva amplitude pada gambar 4.5 kita bisa melihat bahwa amplitude dari sinyal GPR berkurang secara logaritmik sehingga dengan melihat pada karakteristik amplitude pada gambar 4.7 nilai atenuasi berkurang secara logaritmik sebesar e-0.0316 t dimana t (Waktu rambat gelombang dalam ns). Sehingga untuk
merata-ratakan nilai amplitude pada proses invers amplitude decay didapat persamaan berikut 𝐴(𝑡) = 𝑐1. 𝑒−0.0316 t + 𝑐2. 𝑒−0.0316 t + ⋯ + 𝑐𝑛. 𝑒−0.0316 t ( Persamaan dapat dilihat pada bagian dasar teori ) yang nanti nilai dari proses rata-rata diatas akan digunakan pada gain model g(t) = [ A(t) / max{A(t)} ]-1. Gain model ini secara sederhana merupakan perbandingan antara nilai amplitude tertinggi pada data GPR dengan nilai amplitude disetiap interval waktu. Setelah nilai gain model ditentukan maka langkah selanjutnya adalah mengalikan nilai gain model terhadap nilai amplitude di setiap interval waktu.
Gambar 4. 6 Tampilan Trace Sebelum dan Sesudah Invers Amplitude Decay
Dan pada tampilan trace memberikan nilai amplitude yang seimbang pada setiap kedalaman menandakan bahwa hasil dari invers amplitude decay ini memberikan hasil yang baik. Setelah melakukan proses tersebut maka data raw GPR akan menjadi seperti pada gambar 4.10.
Gambar 4. 7 Sebelum proses invers amplitude decay
Gambar 4. 8 Hasil setelah proses invers amplitude decay
Setelah dilakukan invers amplitude decay terlihat perbedaan dengan data raw awal dimana pola-pola difraksi dan refleksi mulai terlihat seperti di gambar selanjutnya dengan lingkaran merah dan garis horizontal muncul akibat efek samping
Universitas Pertamina - 34 amplitude yang di seimbangkan. Dari hasil ini kita menjadi lebih mudah untuk mengidentifikasi adanya difraksi-difraksi yang dihasilkan oleh benda-benda yang terkubur di bawah permukaan seperti pada gambar 4.9 dibawah ini.
Gambar 4. 9 Pola difraksi semakin jelas setelah proses invers amplitude decay
C. Bandpass Filter
Proses selanjutnya adalah bandpass filter dimana tujuannya adalah untuk menghilangkan/meminimalisir noise yang berada di luar spektrum frekuensi dari sinyal yang diinginkan. Pada proses terlebih dahulu adalah menentukan batas atas dan batas bawah frekuensi yang dianggap sebagai noise. Untuk penentuan batas bawah frekuensi dan batas atas frekuensi kita harus mengacu pada frekuensi alat yang digunakan dimana alat GPR yang digunakan memiliki 2 frekuensi dominan yaitu 160 MHz dan 670 MHz dan untuk data kali ini yang diolah merupakan data frekuensi tinggi dengan frekuensi dominan berada pada 670 MHz maka dari itu untuk rentang frekuensi harus mencakup frekuensi dominan. Berdasarkan data dan karakteristik amplitudonya maka pada data ini diambil nilai dua nilai untuk dibandingkan yaitu yang pertama dari 264.75MHz -889.39MHz dan yang kedua dari 267.5 MHz – 1791 MHz. berikut hasil dari proses ini ditampilkan pada gambar 4.10.
Gambar 4. 10 Proses penentuan cut off frekuensi dengan 2 parameter berbeda
Universitas Pertamina - 35 Bisa dilihat bahwa penentuan untuk batas atas dan juga batas bawah frekuensi sinyal dilakukan berdasarkan keadaan data namun harus tetap mengacu kepada rentang frekuensi alat yang digunakan sehingga sinyal yang akan diloloskan tidak hilang ataupun tidak membawa noise yang terlalu banyak. Berikut hasil proses dari bandpass dapat dilihat pada gambar 4.14 dan 4.15.
Gambar 4. 11 sebelum proses bandpass filter
Gambar 4. 12 Hasil Setelah Proses Bandpass Filter dengan frekuensi 265-890 MHz
Universitas Pertamina - 36 .
Gambar 4. 13 Hasil setelah proses bandpass filter dengan rentang frekuensi 265-1791 MHz
Setelah dilakukan bandpass filter terihat bahwa sinyal semakin kuat di beberapa daerah dan ada yang melemah. hal ini disebabkan karena pada proses bandpass filter beberapa frekuensi sudah di hilangkan sehingga akan muncul sinyal yang diperkuat maupun diperlemah. Untuk hasil perbandingan diatas dapat terlihat dengan jelas bahwa untuk hasil parameter kedua lebih banyak membawa noise non koherent sehingga parameter yang dipilih adalah parameter pertama dikarenakan kita juga harus melihat source utama dari data yaitu sebesar 670 MHz sehingga peak sinyal pastinya akan berada pada rentang nilai tersebut. Dapat terlihat pada gambar 4.14 dan
Universitas Pertamina - 37 4.15perbandingan noise non koherent lebih banyak muncul pada proses bandpass filter dengan rentang frekuensi 265 MHz- 1791 MHz.
Gambar 4. 14 Bandpass Filter dengan frekuensi
265-890 MHz
Gambar 4. 15 Bandpass filter dengan rentang frekuensi 265-1791 MHz
Dari perbandingan adanya noise dari kedua parameter menunjukkan signal to noise ratio dari parameter pertama lebih tinggi dibandingkan parameter kedua. Terdapat juga pola noise yang masih tetap ada setelah dilakukan bandpass filtering, berupa garis-garis horizontal sehingga perlu dilakukan proses filtering lanjutan yaitu proses global removal.
D. Global Background Removal
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan noise yang disebabkan oleh alat itu sendiri dan juga benda-benda yang berada di permukaan saat dilakukan proses pengambilan data, biasanya akan berbentuk pola horizontal yang berulang disetiap kedalaman. Cara kerja proses ini adalah mengambil nilai rata-rata amplitude setiap intervalnya sehingga nantinya akan digunakan sebagai pengurangan nilai amplitude
Universitas Pertamina - 38 yang akan menyisakan sinyal yang lebih sedikit noise. Berikut hasil setelah proses global removal.
Terlihat bahwa pola-pola noise horizontal dapat dihilangkan dengan sempurna dan pola refleksi sebelumnya menjadi lebih jelas.untuk perbandingan hasil sebelum dilakukan global removal dapat dilihat pada gambar dibawah.
Gambar 4. 17 Perbandingan hasil sebelum dan setelah proses background removal
Berdasarkan perbandingan data diatas bisa dilihat bahwa secara umum pola noise horizontal hilang namun ada yang tidak dihilangkan juga dikarenakan proses ini dapat mendeteksi adanya fitur-fitur asli atau sinyal yang memang berbentuk horizontal seperti batas lapisan dan disatu sisi memunculkan pola multiple yang lebih
Gambar 4. 16 Sebelum proses background removal (kiri0, setelah proses background removal (kanan)
Universitas Pertamina - 39 jelas sehingga untuk mengatasi ini harus dilakukan proses selanjutnya yaitu predictive deconvolution.
E. Predictive Deconvolutions
Tahapan ini dilakukan untuk menghilangkan multiple dan reverberasi yang ada pada data GPR dimana dibutuhkan 3 jenis operator yang akan mempengaruhi seberapa sukses hasil dari predictive deconvolution ini. Proses ini akan di tes menggunakan 3 parameter yang berbeda untuk melihat hasil yang optimal. Berikut paramternya
Gambar 4. 18 Tiga parameter uji untuk predictive deconvolutions
Tiga parameter uji diatas dilakukan berdasarkan keadaan data dimana untuk nilai prediction length didapat dari hasil autokorelasi dengan nilai 2 ns yang artinya merupakan jarak antara refleksi primer dengan multiple pertama.Untuk parameter yang diuji disini merupakan operator length yang akan mempredisksi jumlah multiple yang terjadi dalam waktu yang telah diprediksi. Setelah di pilih 3 parameter yang akan di tes,maka akan dipilih hasil predictive deconvolution yang paling optimum. Berikut hasil setelah di aplikasikan proses predictive deconvolution.
Universitas Pertamina - 40
Gambar 4. 20 Hasil setelah proses predictive deconvolutions (Op.length 15 ns)
Gambar 4. 21 Hasil setelah proses predictive deconvolutions (Op.length 20 ns)
Gambar 4. 22 Hasil setelah proses predictive deconvolutions (Op.length 25 ns)
Universitas Pertamina - 41 Setelah dilakukanya predictive decon dapat terlihat bahwa pola-pola multiple pada refleksinya berkurang. Untuk operator length 15 ns didapat data yang cukup bagus akan tetapi pola reverberasi masih tersisa cukup banyak, sedangkan untuk operator length 25 ns mengasilkan data yg cukup bagus dan bisa menghilangkan reverberasi dengan dengan bagus akan tetapi difraksi dari sinyal kita cukup banyak yang dihilangkan sehingga dengan membandingkan kedua hasil ini dengan operator length 20 yang berhasil menghilangkan reverberasi tanpa meredam sinyal difraksi data kita maka operator optimal pada testing parameter kali ini digunakan sebesar 20 ns. Dari analisa ini kita bisa katakan bahwa proses predictive decon sangat baik untuk mengatasi noise yang berupa multiple. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada perbandingan di bawah ini.
Gambar 4. 23 Perbandingan hasil sebelum dan sesudah predictive decon Untuk lebih fokusnya pada lingkaran merah bisa telihat bahwa pola multiple dan reverberasi menjadi berkurang dan pola difraksi sebenarnya menjadi lebih tegas. Namun,noise non-koherent masih terlihat sangat banyak pada data kali ini sehingga harus dilakukan proses selanjutnya yaitu FX Deconvolutions.
F. FX Deconvolutions
Proses F-X deconvolution berfungsi untuk menghilangkan noise yang bersifat non-koherent sehingga signal to noise ratio dari data GPR meningkat. Untuk cara kerja dari proses ini nantinya dilakukan pada domain F-X (frekuensi – spasial). Parameter inputan yang digunakan pada proses ini berupa operator length. Untuk nilai inputan ini sangat bergantung kepada data sehingga untuk data yang berbeda
Universitas Pertamina - 42 parameter yang digunakan juga berbeda. Berikut hasil setelah dilakukan F-X deconvolution.
Gambar 4. 24 Sebelum proses FX Deconvolutions
Gambar 4. 25 Hasil setelah proses FX Deconvolutions
Berdasarkan hasil diatas terlihat bahwa pola difraksi menjadi lebih jelas dikarenakan proses ini bekerja dengan sangat baik untuk meningkatkan signal to noise ratio dari data kita dan juga struktur bawah permukaan menjadi lebih bagus. Dari hasil proses ini kita sudah bisa melihat fitur-fitur lebih jelas yang dihasilkan oleh difraksi pada data GPR ini. Pada perbandingan gambar dibawah (lingkaran merah) terlihat
Universitas Pertamina - 43 bahwa pola difraksi menjadi lebih jelas dan pola-pola noise non-koheren menjadi hilang.
Gambar 4. 26 Sebelum FX Decon
Gambar 4. 27 Setelah FX Decon
Untuk menghilangkan noise yang tersisa masih bisa dilakukan dengan cara yang berulang seperti tahap sebelumnya akan tetapi pada data ini karena sudah dianggap baik maka dari itu akan dilanjutkan dengan melakukan FK migration. Sebelum melakukan migrasi dilakukan fiting hyperbolic untuk menentukan halfspace velocity.
G. Analisa Kecepatan Menggunakan Fiting Hyperbolic
Analisa kecepatan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode salah satunya untuk Analisa kecepatan di data GPR dapat dilakukan dengan melakukan fiting hyperbolic. Tujuan dari fitting hyperbolic ini adalah untuk menentukkan kecepatan yang akan digunakan pada saat melakukan proses migrasi data GPR, namun karena terdapat banyak pola-pola difraksi pada data test GPR ini maka akan dilakukan
Universitas Pertamina - 44 beberapa kali proses fitting hyperbolic untuk menentukkan kecepatan rata-rata untuk data GPR ini.
Gambar 4. 28 Data GPR Sebelum proses fiting hyperbolic
Berdasarkan beberapa data GPR sebelum dilakukan proses fiting hyperbolic terlihat bahwa pola -pola difraksi sangat banyak sehingga harus dilakukan beberapa kali fiting hyperbolic untuk menentukan nilai kecepatan dari daerah penelitian.
Gambar 4. 29 Data GPR setelah dilakukan beberapa kali fiting hyperbolic
Pada proses fiting hyperbolic ini akan dilakukan Analisa nilai kecepatan untuk semua lintasan GPR. Contoh gambar 4.29 merupakan proses penentuan nilai kecepatan yang akan digunakan saat proses migrasi dimana hasil menunjukkan pada kedalaman yang sama nilai kecepatan rata-rata diproleh sebesar 0.251 m/ns. Hal ini didapat dikarenakan pola difraksi berada di kedalaman yang sama sehingga nilai kecepatan yang didapat tidak akan memiliki perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu setelah mendapatkan persebaran nilai kecepatan pada penelitian kali ini, asumsi yang digunakan untuk pengolahan data selanjutnya adalah model kecepatan konstan sebesar 0.251m/ns. Untuk memvalidasi nilai kecepatan ini harus dilakukan proses migrasi untuk semua lintasan dengan asumsi bahwa variasi kecepatan konstan ini akan bekerja untuk semua daerah/semua lintasan GPR. Setelah dilakukan pemilihan kecepatan dominan maka akan dilanjutkan ke tahap migrasi.
H. FK Migrasi
Proses migrasi pada data GPR ini menggunakan salah satu metode migrasi yang ada yaitu FK Migrasi yang bertujuan untuk membawa reflector ke posisi
Universitas Pertamina - 45 sebenarnya dan meningkatkan resoulusi sinyal GPR secara horizontal. Proses ini dilakukan dalam domain frekuensi dan bilangan gelombang. Berikut hasil dari FK migrasi dengan menggunakan model kecepatan sebesar 0.251 m/ns.
Gambar 4. 30 Sebelum proses migrasi
Gambar 4. 31 Hasil Setelah proses migrasi
Setelah dilakukan migrasi terlihat beberapa pola difraksi yang sebelumnya menjadi satu objek/struktur datar yang semakin jelas setelah itu untuk objek yang berbentuk datar memiliki kemenerusan yang jelas sehingga dengan melihat perubahan data setelah migrasi dapat diasumsikan bahwa nilai kecepatan yang digunakan masih cukup baik untuk proses migrasi ini. Untuk daerah dangkal sekitar 0 hingga 50 ms terlihat bahwa hasil migrasi bekerja dengan baik akan tetapi untuk kedalaman lebih dari 50 ms hasil migrasi tidak terlalu baik, hal ini dikarenakan model kecepatan yang digunakan hanya menggunakan model kecepatan konstan sehingga belum memperhitungkan lapisan yang berbeda.Selain itu akibat dari migrasi ini akan
Universitas Pertamina - 46 memunculkan pola-pola smilling dimana pola ini merupakan sesuatu yang wajar terjadi ketika data sudah dilakukan migrasi.
I. Time to Depth Conversion
Untuk langkah selanjutnya adalah proses time to depth conversion dimana pada proses ini skala kedalaman akan diubah menjadi dalam bentuk meter. Untuk cara kerja pada proses ini memerlukan data kecepatan yang sudah ditentukan pada proses sebelumnya, setelah itu dikonversi dengan menggunakan persamaan dix maka didapat tampilan data dengan skala sumbu y menjadi kedalaman. Berikut hasil setelah time to depth conversion.
Gambar 4. 32 Hasil setelah konversi time to depth
Gambar 4. 33 Skala warna yang diubah untuk melihat pola refleksi yang lebih jelas
Setelah dilakukan konversi dari waktu ke dalam meter telihat bahwa zona -zona interest berada pada kedalama 1 sampai 4 meter.
J. Interpolasi Koordinat untuk Setiap Trace
Untuk tahapan selanjutnya merupakan tahapan interpretasi data akan tetapi data inputan yang akan digunakan pada software petrel memiliki beberapa kendala