• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-jenis Belalang (Orthoptera: Caelifera) Di Dusun II Desa Tambusai Timur Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jenis-jenis Belalang (Orthoptera: Caelifera) Di Dusun II Desa Tambusai Timur Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

JENIS-JENIS BELALANG (Orthoptera: Caelifera) DI DUSUN II

DESA TAMBUSAI TIMUR KECAMATAN TAMBUSAI

KABUPATEN ROKAN HULU

1)

Muhammad Mawardi,2)Rofiza Yolanda dan3)Arief Anthonius Purnama 1) fakultas keguruan dan ilmu pendidikan universitas pasir pengaraian

muhammadnasution27@gmail.com

2) fakultas keguruan dan ilmu pendidikan universitas pasir pengaraian

padangers@gmail.com

3) fakultas keguruan dan ilmu pendidikan universitas pasir pengaraian

ariefpurnama@upp.ac.id ABSTRACT

This study aims to determine the diversity of grasshoppers (Orthoptera: Caelifera) contained in dusun II desa Tambusai Timur Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu. This study was conducted from july to december 2015 with a survey method to the study site directly. Grasshoppers drawn later identified by describing the types of are obtained. Result of the study found a grasshopper with 1 family, 5 subfamilies, 10 genera and 12 species. As for the types of locust were found, namely: Aiolopus thalasinnus, tamulus, Aclaris varicornis, Atractomorpha psittacina psittacina, Gastrimargus marmoratus, gastrimargus musicus, Oxya japonica japonica, Phlaeoba antennata, Phlaeoba Infumata, Pseudoxya diminuta, Xenotantops humilis,Tagasta marginella, and Traulia azureipennis.

Keywords: Dusun II, Caelifera, Orthoptera.

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal dengan negara Mega Biodiversitiy. Negara ini memiliki pulau dengan jumlah sebanyak 17.000 pulau dan 47 ekosistem alami yang berbeda yang kaya akan tumbuhan dan hewan dan sejumlah besar pulau endemik, dengan total spesies sekitar 1,46 juta (FAO, 2010: 7). Salah satu hewan yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah serangga. Sebagian besar serangga Indonesia juga tidak ditemukan di tempat lain, dan sebagian genus berada terbatas pada puncak-puncak pengunungan tertentu. Tiga lokasi utama yang merupakan pusat kekayaan spesies di Indonesia adalah Irian Jaya (tingkat kekayaan spesies dan endemisme tinggi), Kalimantan (tingkat kekayaan spesies tinggi, endemisme sedang), dan Sulawesi (tingkat

Diantara kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia tersebut, serangga termasuk jenis hewan yang paling sukses tingkat kepadatannya karena memiliki lebih dari 25 ordo dan satu juta spesies, serangga termasuk hewan penyerbuk yang berharga bagi tumbuhan, tetapi ada juga yang menghancurkan tanaman pertanian serta bisa terlibat dalam penyebaran penyakit (Fried dan Hademenos, 2006: 350-351). Serangga dapat bertahan hidup dimana-mana mulai dari daerah kering hingga daerah basah, panas hingga kutub dan dari daerah laut hingga puncak gunung (Sumardi dan Widyastuti, 2007: 61).

Salah satu jenis serangga yang mudah ditemukan adalah belalang. Hewan ini dikenal dengan serangga bersayap lurus sehingga dimasukkan kedalam ordo Orthoptera. Serangga ini hidup melimpah pada padang

(2)

memainkan peranan penting dalam laju aliran energi atau rantai makanan. Namun juga berperan sebagai hama dan penyakit pada tumbuhan. Contohnya di Kabupaten Lampung Utara, Tulang Bawang, Lampung Tengah, dan Way Kanan, selama tahun 1997-2001, belalang kembara (Locusta migratoria) merupakan hama yang menyebabkan kehilangan hasil padi sawah, padi gogo, jagung dan palawija lainnya serta tebu sebesar 7.555 ton atau kerusakan 72,80% dengan kerugian 6,5-8,0 milyar rupiah per tahun (Puslitbangsosektan, 2002: 3). Belalang kayu (Valanga nigricornis) merupakan hama yang menyerang daun pada tanaman hutan produksi Acacia dan jati di indonesia (Nair, 2000: 16 dan 37). Beberapa diantaranya juga bisa dikonsumsi oleh manusia karena mengandung sumber protein (Asthami, Estiasih dan Maligan, 2016: 239-240). Selain itu dapat dijadikan sebagai agen pengontrol biologis yang memakan hama kumbang penggerek. Spesies lainnya Conochephalus longipennis seperti memakan telur dari kumbang beras (Phathak dan Khan, 1994: 41 dan 46).

Secara umum belalang dibedakan ke dalam dua Sub Ordo yaitu Caelifera dan Ensifera. Caelifera mencakup semua belalang rumput (berantena pendek), sementara Ensifera mencakup jangkrik, belalang daun, dan belalang berantena panjang (Tan dan Kamaruddin, 2014: 9). Sejauh ini, keanekaragaman dan kelimpahan belalang yang sudah berhasil diidentifikasi melebihi dari 20.000 spesies yang ada di dunia (Rentz, 2010: 7).

Dengan jumlahnya yang sangat banyak maka banyak peneliti yang melakukan penelitian terhadap hewan ini diantaranya Floren, Riede dan Ingrisch (2001: 35) mendapatkan sebanyak 40 individu Caelifera dari pohon-pohon di hutan hujan dataran rendah Kalimantan; Erawati dan Kahono (2010: 104) menemukan sebanyak 25 spesies belalang dan kerabatnya di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak; Tan dan Kamaruddin (2014: 9) melaporkan sebanyak 32 spesies belalang dari

subordo Caelifera di bukit Frasher hill Peninsular Malaysia. Sementara data mengenai data belalang khususnya sub ordo (Caelifera) di dusun II Desa Tambusai Timur itu belum pernah dilaporkan.

Rokan Hulu merupakan Kabupaten di Provinsi Riau, yang terletak di Barat Laut Pulau Sumatra pada 1000 - 101052'Bujur Timur dan 00 15' -10 30' Lintang Utara. Kabupaten ini mempunyai luas wilayah 7.449.85 Km². Di Kabupaten Rokan Hulu terdapat beberapa kecamatan salah satunya Kecamatan Tambusai. Desa Tambusai timur merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Tambusai. Di Desa ini terdapat tiga Dusun yakni Dusun 1, Dusun 2 dan Dusun 3. Desa Tambusai timur memiliki batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Desa Suka Maju, sebelah timur berbatasan dengan Desa Lubuk Soting, sebelah barat berbatasan dengan Desa Tingkok, dan sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kecamatan Rambah Hilir. Di lokasi ini banyak ditumbuhi kelapa sawit, karet, dan rerumputan. Rerumputan secara umum merupakan sumber makanan dan tempat hidup bagi belalang. Petani perkebunan lebih cenderung menginginkan agar kebun mereka bebas dari rerumputan. Padahal belalang berfungsi sebagai agen pengontrol biologis yang memakan hama kumbang penggerek. Dikarenakan belum adanya informasi mengenai belalang di daerah ini, maka dilakukanlah penelitian ini.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan menggunakan metode survei.

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Desember 2015 di Dusun II Desa Tambusai Timur Kecamatan Tambusai dan dilanjutkan di Laboratorium Biologi Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir Pangaraian.

(3)

Gambar 2. Peta lokasi penelitian di dusun II desa Tambusai Timur Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu (Sumber: Google earth, 2015)

Keterangan:

1. Stasiun 1: di sekitar lapangan sepak bola, dengan titik koordinat: N 01˚ 03̍ 55, 1 dan E 100˚ 22̍ 57, 9.

2. Stasiun 2: di sekitar perkebunan kelapa sawit, dengan titik koordinat: N 01˚ 03 ̍ 50, 5 dan E 100˚ 22̍ 44, 3.

3. Stasiun 3: di sekitar perkebunan kelapa sawit, dengan titik koordinat: N 01˚ 03̍ 43, 1 dan E 100˚ 22̍ 17, 8.

4. Stasiun 4: di sekitar perkebunan kelapa sawit, dengan titik koordinat: N 01˚ 03̍ 55, 6 dan E 100˚ 22̍ 02, 1.

5. Stasiun 5: di sekitar perkebunan kelapa sawit, dengan titik koordinat: N 01˚ 03̍ 47, 2 dan E 100˚ 22̍ 28, 9.

6. Stasiun 6: disekitar perkebunan kelapa sawit, dengan titik koordinat: N 01˚ 03̍ 38, 8 dan E 100˚ 22̍ 09, 3.

7. Stasiun 7: di sekitar perkebunan sawit, dekat dengan perumahan penduduk, dengan titik koordinat: N 01˚ 04̍ 51, 4 dan E 100˚ 21̍ 26, 5.

8. Stasiun 8: disekitar perkebunan kelapa sawit dekat dengan perumahan penduduk, dengan titik koordinat: N 01˚ 04̍ 43, 7 dan E 100˚ 21̍ 31, 6.

Populasi pada penelitian ini adalah semua belalang yang terdapat di lingkungan Dusun II Desa Tambusai Timur,

sedangkan sampel dalam penelitian ini yaitu belalang yang tercuplik selama penelitian.

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 Stasiun 8

(4)

dan alat tulis, sedangkan bahan yang digunakan adalah kertas label, kantong plastik dan es batu sebagai pengawet.

Masing- masing stasiun ditentukan lokasi yang berbeda dengan jarak dan perkiraan yang dianggap terdapat koloni belalang. Selanjutnya ambil titik koordinat menggunakan GPS dan kemudian dilakukan pengkoleksian. Pengambilan sampel dilakukan secara langsung dengan menggunakan jaring serangga pada 8 stasiun. Pengambilan sampel dimulai pada pagi hari mulai pukul 08.00-13.00 WIB, baik itu di areal perkebunan sawit, rerumputan dan tempat yang dianggap terdapat koloni belalang dengan 1 kali pengambilan pada setiap stasiun. Setelah semua spesimen terkumpul selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam termos yang berisi es batu. Kemudian sampel yang sudah didapatkan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut (Anwar, 2013: 11).

Setelah semua sampel didapatkan selanjutnya dilakukan identifikasi di Laboratorium Biologi Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir Pangaraian. Sampel diidentifikasi menggunakan referensi Tan (2012) dan Tan dan kamaruddin (2014). Kemudian sampel di foto dengan menggunakan kamera digital. Setelah itu dilakukan proses pengeringan dengan cara menusuk torax menggunakan jarum serangga no 1 dan disimpan didalam oven dengan suhu 40-45˚C

selama 3 hari. Kemudian dikeluarkan dan disimpan kedalam kotak penyimpanan spesimen dan diberi label.

Sampel yang sudah diidentifikasi akan dianalisa dengan cara mendeskripsikan spesies yang didapat berdasarkan sumber acuan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Orthoptera (Caelifera) yang didapatkan pada lokasi penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Dusun II Desa Tambusai Timur Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu didapatkan (Orthoptera: Caelifera) yang terdiri atas 1 famili, 5 subfamili, 10 genus dan 12 spesies. Famili Acrididae yang diperoleh selama penelitian dengan 6 subfamili yaitu Acridinae dengan spesiesnya Aiolopus thalassinus tamulus, Phlaeoba autennata dan

Phlaeoba infumata; Catantopinae dengan spesiesnya Apalacris varicornis, Traulia azureipennis dan Xenocatantops humilis;

Oedipodinae dengan spesiesnya Gastrimargus marmoratus dan Gastrimargus musicus;

Oxyinae dengan spesiesnya Oxya japonica japonica dan Pseudoxya diminuta dan Pyrgomorphinae dengan spesiesnya

Atractomorpha psittacina psittacina dan

Tagasta marginella. Untuk lebih lengkapnya Orthoptera (Caelifera) yang didapat selama penelitian disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Orthoptera (Caelifera) yang didapatkan selama penelitian.

Taxonomi Stasiun Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 Subordo Caelifera Famili Acrididae Subfamili Acridinae 1. Aiolopus thalassinus 2. Phlaeoba antennata 3. Phlaeoba infumata 18 0 21 0 0 18 0 16 18 0 14 17 0 19 17 0 24 16 0 16 21 0 18 20 18 107 148 Subfamili Catantopinae 4. Apalacris varicornis 5. Traulia azureipennis 6. Xenocatantops humilis 18 0 0 0 0 21 0 0 17 0 0 23 0 0 22 0 5 26 0 0 18 0 0 20 18 5 147 Subfamili Oedipodinae 7. Gastrimargus marmoratus 8. Gastrimargus musicus 15 23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 23

(5)

Subfamili Oxyinae 9. Oxyajaponica japonica

10.Pseudoxya diminuta 16 18 18 20 21 14 21 18 18 15 14 23 20 23 23 18 151 149 Subfamili Pyrgomorphinae 11.Atractomorpha psittacina 12.Tagasta marginella 17 0 23 15 18 23 16 23 0 24 0 18 0 20 0 25 74 148 Jumlah 146 115 127 132 115 126 118 124 1003

Kelimpahan Orthoptera Caelifera dilokasi penelitian.

Orthoptera (caelifera) yang ditemukan selama penelitian berjumlah 1003 individu, dimana jumlah yang ditemukan pada stasiun 1 berjumlah 146 individu, stasiun 2 berjumlah 115 individu, stasiun 3 berjumlah 127 individu, stasiun 4 berjumlah 132 individu, stasiun 5 berjumlah 115 individu, stasiun 6 berjumlah 126 individu, stasiun 7 berjumlah 118 individu

dan stasiun 8 berjumlah 124 individu. Dari sekian banyak orthoptera (caelifera) yang ditemukan dilokasi penelitian jumlah yang paling banyak ditemukan terdapat di stasiun 1 dan 3. Hal ini dikarenakan kondisi rerumputannya yang masih bagus, dimana di stasiun itu terdiri dari berbagai jenis rerumputan, selain itu secara umum rerumputan yang tinggi

merupakan habitat yang sangat disukai dari orthoptera (caelifera). Sedangkan jumlah yang sedikit ditemukan terdapat di stasiun 2, 5 dan 7. Hal ini dikarenakan pada stasiun tersebut kondisi rerumputannya tidak terlalu bagus, di

stasiun itu hanya terdiri dari beberapa jenis rerumputan saja, selain itu pada stasiun 2, 5 dan 7 terletak didekat areal perkebunan sawit. Faktor lain yang menyebabkan jumlah yang didapatkan sedikit karena spesies yang muncul pada waktu penangkapan jumlahnya sedikit. 146 115 127 132 115 126 118 124 0 20 40 60 80 100 120 140 160 1 2 3 4 5 6 7 8

ju

m

lah

i

n

d

ivi

d

u

stasiun

(6)

Hal ini sesuai dengan Odum, (1996: 291) habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup. Habitat dapat juga menunjukkan tempat yang diduduki suatu komunitas.pola-pola kelimpahan jenis (species-abundance) di dalam tingkat-tingkat trofik, kelompok-kelompok taksonomi (burung-burung, serangga-serangga, dan sebagainya) memberikan petunjuk mengenai sifat hubungan relung di dalam kelompok-kelompok jenis yang secara ekologi berasosiasi erat sekali dalam makrohabitat yang sama. Dan Resh dan Carde (2003: 262 dan 827) bahwa Orthoptera termasuk serangga terestrial dan bisa hidup

dimana saja di seluruh dunia kecuali di bagian terdingin dari permukaan bumi, lebih dari 20.000 spesies yang sudah diketahui, Orthoptera biasanya hidup pada habitat padang rumput yang diikuti dengan tumbuhan kacang-kacangan dan tanaman lainnya dengan komunitas tumbuhan yang beranekaragam dengan sedikit semak belukar dan pepohonan yang tidak terlalu banyak. Orthoptera termasuk phytophilous (daun-hidup), geophilous (hidup dan di dalam tanah), cavernicolous (tinggal di gua-gua), dan myrmecophilous (hidup dengan semut).

Gambar 16. Jumlah spesies yang ditemukan pada lokasi penelitian. Dari sekian banyak Orthoptera

(Caelifera) yang ditemukan selama penelitian, spesies yang paling banyak adalah Oxya japonica japonica, Pseudoxya diminuta, Phlaeoba infumata, Tagasta marginella dan

Xenocatantops humilis.spesies ini sangat mudah ditemukan karena spesies ini mampu beradaptasi dengan ekosistem padang rumput, kondisi rerumputan di stasiun tersebut juga masih bagus dan keberadaannya sangat melimpah di alam.

Sedangkan spesies yang sedikit ditemukan Traulia azureipennis, Gastrimargus marmoratus, Aiolopus thalassinus, Apalacris

varicornis, Gastrimargus musicus dan

Atractomorpha psittacina. Spesies ini sulit ditemukan karena jumlah keberadaannya sedikit ditemukan di alam. Selain itu kondisi rerumputan di stasiun tersebut juga tidak beraneka ragam.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis belalang yang terdapat di dusun II Desa Tambusai Timur Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu dengan 1 famili, 5 subfamili, 10 genus, dan 12 spesies. Adapun jenis-jenis belalang yang 18 107 148 18 5 147 15 23 151 149 74 148 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Ju m la h s p e si e s

Spesies

(7)

didapat yaitu: Aiolopus thalasinnus tamulus, Aclacris varicornis, Atractomorpha psittacina psittacina, Gastrimargus marmoratus, Gastrimargus musicus, Oxya chinensis, Oxya japonica japonica, Phlaeoba antennata, Phlaeoba fumosa, Pseudoxya diminuta, Xenotantops humilis,danTraulia azureipennis,

yang diperoleh dari 8 lokasi penelitian. 5. REFERENSI

Anwar, K. 2013. Biodiversity of Grasshoppers in Azad Nagar, Walgaon, Road, Amravati. International Journal of Latest Research in Science and Technology 2(3): 10-12.

Asthami, N., Estiasih, T. dan Maligan, J.M.

2016. Mie Instan Belalang Kayu

(

Melanoplus

cinereus

):

Kajian

Pustaka.

Jurnal

Pangan

dan

Agroindustri

4(1): 238-244.

Erawati, N.V. dan Kahono, S. 2010.

Keanekaragaman dan Kelimpahan

Belalang

dan

Kerabatnya

(Orthoptera) pada Dua Ekosistem

Pegunungan di Taman nasional

Gunung

Halimun-Salak.

Jurnal

Entomologi Indonesia

7(2):

100-115.

FAO. 2010. Country Report on the State of Plant Genetic Resources for Food and Agriculture. Indonesia. Rome: Commission on Genetic Resources for Food and Agriculture. Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Floren, A., Riede, K. dan Ingrisch, S. 2001. Diversity of Orthoptera from Bornean Loowland Rain Forest Trees.

Ecotropica7: 33-42.

Fried, G. H. dan Hademenos, G. H. 2005.

Schaum’s Outlines BIOLOGI Edisi

FWI/GFW. 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Bogor: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C. Global Forest Watch. Nair, K.S.S. 2000. Insect Pest and Diseases in

Indonesian Forests. An Assessment of the Major Threats, Research Efforts and Literature. Bogor: Center for International Forestry Research.

Odum, E.P. 1996. DASAR-DASAR EKOLOGI. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Phathak, M.D. dan Khan, Z. R. 1994 Insect Pest of Rice. Manila: International Rice Research Institute.

Puslitbangsosektan. 2002. Kiat Mengendalikan Hama Belalang Kembara di Lampung.

Warta Penelitian dan Pengembangan

24(2): 3.

Rentz, D. 2010. A Guide to the Katydids of Australia. Australia: CSIRO Publishing.

Resh, V.H. dan Carde, R.T. 2003. (eds)

Encyclopedia of Insects. San Diego: Elsevier Science, Academic Press. Sumardi dan Widyastuti, S.M. 2007.

Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tan, M.K. 2012.

Orthoptera in the bukit

timah

and

central

chatchment

nature reserves (part 1): suborder

caelifera

.

Singapore.

Raffles

museum of biodiversity research

national university of singapore.

Tan, M.K. dan Kamaruddin, K.N. 2014.

Orthoptera

of

Fraser’s

Hill,

Peninsular Malaysia

. Singapore:

Lee Kong Chian Natural History

Museum

Faculty

of

Science

Gambar

Gambar  2. Peta  lokasi  penelitian  di  dusun  II  desa  Tambusai  Timur  Kecamatan  Tambusai Kabupaten Rokan Hulu (Sumber: Google earth, 2015)
Tabel 1. Orthoptera (Caelifera) yang didapatkan selama penelitian.
Gambar 16. Jumlah spesies yang ditemukan pada lokasi penelitian. Dari  sekian  banyak  Orthoptera

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mempermudah mahasiswa dalam melakukan pemesanan makanan melalui LINE Bot startup Dikampus, dilakukan perbandingan terhadap desain chatbot yang memiliki skor

a. Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat dan menghargai milik orang lain. Manusia yang kodratnya tidak mampu hidup sendiri, atas tuntunan

Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang mahakuasa, dan akan datang dari sana untuk

Sedangkan pada sampel tanpa kemasan terjadinya penurunan kadar air yang tinggi karena tidak ada perlindungan antara bahan dengan lingkungan, sehingga proses respirasi dapat

Analisa biaya dan waktu perawatan jalan rel dengan mekanisasi (menggunakan MPJR) di antara petak jalan Bojonggede– Bogor wilayah resort jalan rel 1.16 Bogor, adalah

Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah aplikasi yang dapat menjadi media pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi telepon pintar tersebut untuk pembelajaran bahasa

Gambar 15. Perubahan Cara Pemantauan Waktu pemantauan akan dapat diturunkan secara signifikan, ditunjukkan pada Gambar 16. Waktu pengamatan yang semula memerlukan waktu