• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lastri Khasanah; Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy ari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lastri Khasanah; Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut KH. Hasyim Asy ari"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

247

QALAM: Jurnal Pendidikan Islam

JURUSAN TARBIYAH - STAI SUFYAN TSAURI MAJENANG https://ejournal.stais.ac.id/index.php/qlm

SK E.ISSN No. : 0005.27458245/K.4/SK.ISSN/2020.09 || P.ISSN No. 0005.2745844X/K.4/SK.ISSN/2020.09

KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT KH. HASYIM ASY’ARI

Lastri Khasanah,

Prodi PIAUD STAI Sufyan Tsauri Majenang, lastrikhasanah@yahoo.com

Diterima tanggal: 28 April 2020 Dipublis tanggal: 27 November 2020

Abstract: KH. Hasyim Asy'ari is a Scholar, founder of the Tebuireng pesantren, and founder of NU (Nahdlatul Ulama), the largest religious organization in Indonesia. He pays attention to education very much. KH. Hasyim Asy'ari suggests education is very important for human for becoming dignified and noble, and creating a cultured and ethical society. The concept of thinking in education includes the virtues of science and scientists, the importance of teaching and learning, ethics that must be considered in teaching and learning namely the ethics of a student towards a teacher, the ethics of a student towards a lesson and the things that must be followed with the teacher, and the ethics of the teacher in teaching. His educational thinking has changed the face of pesantren which seems to be traditionally only focused on religious knowledge, into a form of pesantren that open and accepting a change. The renewal carried out is by introducing the madrasah learning system and incorporating general education in addition to religious education.

Keywords: Thought, Education, Islam

Abstrak: KH. Hasyim Asy’ari adalah tokoh ulama, pendiri pesantren Tebuireng, dan pendiri NU (Nahdlatul Ulama), sebuah organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Perhatiannya terhadap pendidikan sangat besar, menurut KH. Hasyim Asy’ari pendidikan sangat penting karena dengan pendidikan manusia menjadi bermartabat dan mulia, serta dapat menciptakan masyarakat yang berbudaya dan beretika. Konsep pemikirannya dalam pendidikan meliputi keutamaan ilmu dan ilmuwan, keutamaan belajar mengajar, etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar yaitu etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama guru, etika seorang guru, dan etika guru ketika akan mengajar. Pemikiran pendidikannya telah mengubah wajah pesantren yang terkesan tradisional hanya berkutat pada ilmu agama, menjadi bentuk pesantren yang bisa terbuka dan bisa menerima perubahan. Pembaharuan yang dilakukan adalah dengan memperkenalkan sistem belajar madrasah dan memasukkan pendidikan umum disamping pendidikan keagamaan.

Kata Kunci: Pemikiran, Pendidikan, Islam

A. Pendahuluan

Orang terpelajar adalah orang baik. Baik di sini yang dimaksud adalah adab dalam pengertian yang menyeluruh yang meliputi kehidupan spiritual dan material seseorang yang

(2)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

248

berusaha menanamkan kualitas kebaikan yang diterimanya. Sebagaimana yang didefinikan al-Attas berikut ini:

Manusia baik adalah orang yang menyadari sepenuhnya tanggung jawab dirinya kepada Tuhan Yang Hak; yang memahami dan menunaikan keadilan terhadap dirinya sendiri dan orang lain dalam masyarakatnya, yang terus berupaya meningkatkan setiap aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan sebagai manusia yang beradab (Wan Daud, 2003:174).

Untuk menjadi orang terpelajar, menjadi orang baik butuh proses, dan proses itu diperoleh dengan pendidikan. Pendidikan mampu membentuk kepribadian, mampu membentuk manusia itu memiliki disiplin, pantang menyerah, tidak sombong, menghargai orang lain, bertaqwa, kreatif, dan mandiri. Itu semua tidak terlepas dari sosok guru, sebagai mana yang disebut oleh ahmad Mukhlasin:

Guru atau sosok pendidik dalam segala bidang harus memiliki kemampuan yang utuh sebagai leader ataupun trand center dalam menghadapi era baru yang serba cepat. maka dari itu akhlah sebagai tauladan harus dilaksanakan dan ditampilkan lebih cepat dan mengena ke semua publik.(Ahmad Mukhlasin, 2019: 931)

Pendidikan adalah segala daya upaya dan usaha untuk membuat masyarakat dapat mengembangkan potensi manusia agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara.

Pendidikan merupakan salah satu investasi sumber daya manusia yang diharapkan dapat mengubah kehidupan suatu bangsa ke arah yang lebih baik. Pendidikan yang berlangsung tentunya tidak hanya semata-mata diharapkan berhasil dalam memindahkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kepada generasi berikutnya, tetapi juga dapat memperbaiki nasib dan kualitas peradaban orang-orangnya (Kurniawan, 2011:5).

Pendidikan sebagai usaha untuk membentuk manusia yang utuh lahir dan batin, cerdas, sehat, dan berbudi pekerti luhur. Pendidikan juga untuk menciptakan manusia yang matang dan wibawa secara lahir dan batin, menyangkut keimanan, ketakwaan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab. Pendidikan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia, baik bagi pendewasaan manusia secara lahiriah dan batiniah maupun pendewasaan bagi sikap dan perilaku yang menuju pada cita-cita manusia “ideal” atau manusia “utama”.

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, yang terdiri dari tiga pilar pendidikan, meliputi: pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan pendidikan masyarakat atau

(3)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

249

lingkungan. Dengan demikian orang tua, masyarakat, dan sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama besarnya. Meskipun berbeda tapi saling melengkapi dalam perannya mendidik anak-anak bangsa. Untuk itu, semua pihak harus bisa bekerja sama agar produk pendidikan yang dihasilkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Salah satu lembaga yang memiliki peran penting dalam mendidik anak adalah lembaga pesantren yang dipimpin oleh seorang kyai atau ulama (Hanipudin, 2013:250).

KH. Hasyim Asy’ari merupakan sosok ulama yang peduli akan pendidikan. Beliau memiliki keilmuan yang mumpuni dan dedikasi tinggi di dunia pendidikan. Beliau juga tidak hanya berfokus dalam pendidikan agama, bisa dikatakan sebagai sosok ulama yang toleran atau moderat dalam pendidikan, karena beliau menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan zaman. Konsep pendidikan KH. Hasyim Asy’ari berawal dari faham, bahwa manusia sebagai hamba Allah swt dan khalifah di bumi. Untuk mewujudkan dan mensukseskan pelaksanaan kedua tugas tersebut, maka manusia harus mampu mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya secara seimbang, seperti rasio, tenaga, emosi dan sebagainya. Konsep beliau tentang pendidikan sangatlah dipengaruhi lingkungan dan pendidikan beliau, serta kondisi sosial budaya dan politik di masa beliau hidup. Di mana beliau hidup ditengah perjuangan melawan penjajah dan mulai bangkitnya Islam di Timur Tengah (Mukani, 2014:152).

KH. Hasyim Asy’ari adalah salah seorang pendiri lembaga pesantren di samping sebagai tokoh yang memiliki pemikiran di berbagai disiplin ilmu, diantaranya teologi, tasawuf, fiqih, dan kependidikan. Bahkan, masyarakat Indonesia agaknya lebih mendukung beliau sebagai tokoh awal yang membuat mata rantai tradisionalisme di Indonesia yang kemudian beliau dikenal sebagai pendiri Nahdatul Ulama, sebuah organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, terdapat dua rumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu bagaimana risalah hidup KH. Hasyim Asy’ari, dan bagaimana konsep pembaharuan pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’ari? Adapun tujuan dari penulisan ini yaitu, pertama; untuk mengetahui sejarah perjalanan hidup KH. Hasyim Asy’ari, dan yang kedua; untuk memahami lebih jauh konsep pembaharuan pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’ari.

B. Pembahasan

1. Sejarah KH. Hasyim Asy’ari a. Riwayat Hidup

(4)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

250

KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada selasa kliwon tanggal 24 Dzulqa’dah 1287 H bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M di desa Gedang, sekitar 2 km sebelah timur Jombang Jawa Timur. Beliau diberi nama Muhammad Hasyim oleh ayahnya yaitu Asy’ari pendiri pesantren Keras 8 km dari Jombang. Kakeknya Hasyim Asy’ari yaitu Kyai Usman adalah pendiri pesantren Gedang di Jombang yang berdiri sekitar tahuan 1950-an. Sedangkan buyutnya yaitu kyai Sihah adalah pendiri pesantren Tambak Beras di Jombang. Dari silsilahnya, dapat diketahui bahwa KH. Hasyim Asy’ari berasal dari keluarga dan keturunan pesantren terkenal (Dhofier, 1994:92).

KH. Hasyim Asy’ari dikenal sangat pandai, penuh ketekunan, dan rajin belajar. Pada usia enam tahun ia mulai belajar agama dibawah bimbingan ayahnya kyai Asy’ari. Bidang yang dipelajari antara lain tauhid, hukum Islam, bahasa Arab, tafsir, dan hadits. Karena kecerdasannya, saat usia masih 13 tahun sudah dapat membantu ayahnya mengajar para santri yang lebih tua usianya dari dirinya. Tak puas dengan ilmu yang diterimanya, pada usia 15 tahun, Hasyim Asy’ari pergi menuntut ilmu ke berbagai pesantren terutama di Jawa, yang meliputi pesantren Wonokoyo Probolinggo, pesantren Langitan Tuban, pesantren Demangan Madura, dan pesantren Siwalan Surabaya (Suharto, 2006:308).

Di pesantren Siwalan ia menimba ilmu selama lima tahun, dan karena kecerdasannya ia diambil menantu dinikahkan dengan khadijah putri kyai Ya’qub pengasuh pesantren tersebut. Kemudian ia dikirim ke Mekkah untuk menimba ilmu dan menunaikan haji. Dalam perjalanan pencarian ilmu pengetahuan di Mekkah, KH. Hasyim Asy’ari bertemu dengan beberapa tokoh yang kemudian dijadikannya sebagai guru-gurunya dalam berbagai disiplin. Di antara guru-gurunya di Mekkah yang terkenal yaitu Syekh Amin Al-Athor, Sayyid Sultan Ibnu Hasyim, Sayyid Ahmad Zawawi, Syekh Mahfudh al-Tarmisi, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau (Dhofier, 2011: 95).

Setelah kembali ke Indonesia ia aktif mengajar di pesantren ayahnya, baru kemudian mendirikan pesantren sendiri di daerah sekitar Cukir, yaitu Pesantren Tebuireng. Pesantren ini memiliki kontibusi yang besar bagi golongan tradisionalis Islam di Indonesia, terutama karena ia menjadi cikal bakal berdirinya organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Pada saat Hasyim Asy’ari di Makkah, Muhammad Abduh sedang gencar-gencarnya melakukan gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Ide-ide reformasi yang dilakukan Muhammad Abduh dari Mesir telah

(5)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

251

menarik perhatian pelajar-pelajar Indonesia yang sedang belajar di Makkah, tak terkecuali KH. Hasyim Asy’ari. Hal inilah yang menginspirasi beliau dalam mengelola pesantren.

Dalam mengelola pesantren Tebuireng KH. Hasyim Asy’ari membawa perubahan baru. Beliau melakukan pengembangan institusi pesantrennya, termasuk mengadakan pembaharuan sistem dan kurikulum. Jika pada saat itu pesantren hanya mengembangkan sistem halaqah, maka beliau memperkenalkan sistem belajar madrasah dan memasukkan pendidikan umum disamping pendidikan keagamaan. Beliau memposisikan Pesantren Tebuireng menjadi pusat pembaharuan bagi pengajaran Islam tradisional. Dalam pesantren itu, bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato (Dhofier, 2011:104).

Aktifitas KH. Hasyim Asy’ari dibidang sosial yang lain adalah mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama bersama ulama besar lainnya seperti syekh Abdul Wahab Hasbullah dan syekh Bisri Syamsuri pada tanggal 31 Januari 1926. Tujuan didirikannya organisasi ini adalah untuk memperkokoh pengetahuan keagamaan di kalangan masyarakat. Dan organisasi ini menjadi organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Beliau meninggal dunia pada 25 Juli 1947/ 7 Ramadhan 1366.

b. Karya-karya KH. Hasyim Asy’ari

Sebagai seorang intelektual, KH. Hasyim Asy’ari telah menyumbangkan banyak hal yang berharga bagi pengembangan peradaban, diantaranya adalah sejumlah literatur keagamaan dan sosial. Karya-karya tulis KH. Hasyim Asy’ari yang terkenal adalah sebagai berikut:

1) Adāb al-‘Ālim wa al-Muta’allim, yang menjelaskan tentang pelbagai hal yang

berkaitan dengan etikaorang yang menuntut ilmu dan seorangguru.

2) Ziyādāt Ta’liqāt, sebuah tanggapan atas pendapat Syaikh Abdullah bin Yasin

Pasuruan yang berbeda pendapat tentang NU.

3) Al-Tanbīhāt al-Wājibāt Liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarāt, yang menjelaskan

tentang orangorang yang mengadakan perayaanmaulid nabi dengan kemungkaran.

4) Al-Risālah al-Jāmi’ah, menjelaskan tentang keadaan orang yang meninggal dunia,

(6)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

252

5) Al-Nūr al-Mubīn fī Mahabbah Sayyid al-Mursalīn, menjelaskan tentangcinta kepada

Rasul dan hal-hal yang berhubungan dengannya, menjadi pengikutnya dan menghidupkantradisinya.

6) Al-Durar al-Muntasyirah fī al-Masāil al-Tis’a ’Asyarah, menjelaskan tentang

persoalan tarekat, wali, dan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan keduanya atau pengikuttarekat.

7) Al-Risalah al-Tauhidiyyah (naskah kecil berisi uraian terkait penjelasan akidah bagi

Ahlu-sunnah wal jamaah)

Dari karya-karya besar beliau yang popular dalam bidang pendidikan adalah Adāb

al-‘Ālim wa al-Muta’allim, didalamnya membahas tentang keutamaan pendidikan,

pendidikan akhlak bagi santri, akhlak bagi guru, dan akhlak kepada kitab. Menurut Suwendi, Hasyim Asy’ari menulis kitab tersebut didasari oleh kesadaran akan perlunya literature yang membahas tentang etika (adab) dalam mencari ilmu pengetahuan (Nizar,

2005:154).

c. Hasyim Asy’ari dan Nahdlatul Ulama

Berawal dari akan diadakannya dua kongres Islam dunia (Muktamar Alam Islami) yang akan membahas dua isu internasional yaitu masalah masa depan lembaga kekhalifahan menyusul penghapusan lembaga ini dan masalah direbutnya Makkah oleh pimpinan Wahabi, Abdul Aziz bin Sa’ud, dimana kongres pertama diadakan di Kairo pada tahun 1925 dan kongres kedua diadakan di Makkah setahun kemudian. Pada rancangan kongres kedua terjadi perpecahan antara kaum modernis dengan kaum tradisional. Pandangan Islam tradisional khawatir raja Ibnu Sa’ud yang beraliran Wahabi dan bermazhab Hambali akan melakukan restriksi (pembatasan) terhadap pendidikan dan ritual beraliran mazhab Syafi’i di Hijaz, sementara kalangan modernis justru sangat senang dengan tampilnya Ibnu Sa’ud di panggung kekuasaan (Suharto, 2006:313).

Untuk menghadapi kekhawatiran tersebut, pada pertengahan Januari 1926 KH Wahab Hasbullah putra pesantren Tambakberas dengan restu gurunya (Hasyim Asy’ari) mengundang para ulama terkemuka untuk mendukung pendirian panitia yang disebut komite Hijaz. Komite ini bertugas mengutus delegasinya ke Makkah untuk mewakili kepentingan-kepentingan tradisional dalam muktamar Alam Islami kedua. Ada empat harapan atau permohonan yang diajukan yaitu (1) meminta raja Ibnu Sa’ud untuk tetap

(7)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

253

memberlakukan kebebasan bermazhab empat, (2) memohon tetap diresmikannya temapat-tempat bersejarah yang telah diwakafkan ke masjid, (3) memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia setiap tahun sebelum jatuhnya musim haji mengenai hal ihwal haji, (4) memohon semua hukum yang berlaku di Hijaz ditulis dengan UU supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum ditulis.

Perkembangan berikutnya beberapa ulama berkumpul kembali tepatnya pada tanggal 31 januari 1926 untuk mengesahkan bentuk komite tersebut. Kemudian atas restu KH. Hasyim Asy’ari mereka sepakat untuk mendirikan organisasi permanen yang mewakili kalangan ulama tradisional dengan nama Nahdlatul Ulama (NU) yang berarti kebangkitan ulama.

Kedudukan KH. Hasyim Asy’ari dalam kepengurusan NU adalah Rais Akbar, suatu jabatan yang tidak dan belum pernah dipangku oleh tokoh NU lainnya, karena ketua NU setelah masa KH. Hasyim Asy’ari dipanggil dengan sebutan Rais ‘Am. Hal ini karena ulama yang menggantikannya secara hirarki sosial dan keilmuannya berada pada derajat dibawahnya. Alasan lain sebutan Rais Akbar bagi KH. Hasyim Asy’ari adalah untuk menandakan bahwa beliau merupakan “soko guru” bagi ulama tradisional NU.

Sifat keberagamaan NU merupakan upaya peneguhan kembali sebuah tradisi keagamaan dan sosial yang telah melembaga dalam jaringan struktur dan pola kepemimpinan pesantren yang mapan. Pengaruh KH. Hasyim Asy’ari dilingkungan pesantren cukup kuat, sehingga ketika pertama kali diperkenalkan, begitu mudahnya NU menarik simpati dan dukungan para kyai pesantren. Cabang-cabang NU di daerah mulai dibentuk, kemudian diadakan muktamar NU ke-2 tahun 1927 dengan dihadiri 36 cabang, muktamar ke-4 tahun 1929 dihadiri 62 cabang, dan pada muktamar ke-13 tahun 1938 dihadiri 99 cabang. Hal ini menunjukkan NU mengalami perkembangan pesat dari tahun ke tahun, semua berkat dukungan kyai dan simpatisannya (Haidar, 1998:85).

KH. Hasyim Asy’ari memliki pengaruh yang luas dikalangan kyai dan ulama tradisional terutama di Jawa dan Madura. Pengaruh ini dapat dicapai terutama berkat kesuksesannya dalam mendirikan dan mengembangkan pesantren Tebuireng, Jombang. Pesantren ini merupakan sumber reproduksi ulama dan pimpinan dikalangan pesantren dan kelompok Islam Tradisionalis.

(8)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

254

Kemajuan yang dicapai NU pada masa awal tidak bisa lepas dari pengaruh pribadi KH. Hasyim Asy’ari yang kharismatik. Kehadirannya dalam tubuh NU telah memberikan kebanggaan tersendiri bagi warga NU. Hal ini membuat kecintaan warga NU terhadap organisasinya semakin bertambah besar.

2. Pendidikan dalam Pandangan KH. Hasyim Asy’ari a. Urgensi Pendidikan

KH. Hasyim Asy’ari menganggap arti pentingnya suatu pendidikan. Menurutnya pendidikan itu penting karena beberapa hal, yaitu; Pertama, untuk mempertahankan predikat makhluk paling mulia yang dilekatkan pada manusia. Manusia menjadi makhluk yang mulai karena ilmunya. Manusia tinggi martabatnya karena ilmunya. Dan ilmu adanya lewat pendidikan. Dunia terpenting dalam peradaban adalah pendidikan, disitulah manusia bertahan dalam level kemanusiaannya. Kedua, menciptakan masyarakat yang berbudaya dan beretika, lahirnya peradaban karena ilmu. Seseorang yang berilmu dituntun untuk menerjemahkannya dalam perilaku sosial yang santun, dengan demikian akan tercipta suatu tatanan masyarakat yang beretika (Asy’ari, 1415 H:12).

Menurut KH. Hasyim Asy’ari, Ilmu itu penting bahkan lebih utama dari yang ibadah sunnah, artinya pengalaman ilmu itu lebih utama dari mengamalkan aktivitas ibadah yang sunnah, karena manfaat ilmu itu merata untuk pemiliknya dan masyarakat sekelilingnya, sementara ibadah sunnah hanya terbatas untuk pribadi pemiliknya saja.

Disamping itu KH. Hasyim Asy’ari menaruh perhatian lebih terhadap eksisitensi ulama. Penegasan terhadap eksistensi ulama yang menempati kedudukan tinggi tersebut membuktikan yang bersangkutan sangat mementingkan ilmu dan pengajaran. Beliau menjelaskan tingginya status penuntut ilmu dan ulama dengan mendasarkan pada firman Allah dalam surat al-Mujadilah ayat 11 yang artinya:

Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah

akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui

apa yang kamu kerjakan”.

Dengan dasar ayat tersebut, beliau ingin menegaskan bahwa ilmu pengetahuan sangat penting bagi manusia karena dapat meninggikan derajat dan martabat manusia.

(9)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

255 b. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’ari, sebagaimana yang diungkap Mukini (2014:14), adalah pembentukan manusia sebagai sosok yang penuh dengan pemahaman secara benar, sempurna terhadap ajaran-ajaran Islam, dan mampu mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-harinya secara konsisten. Menurut beliau tujuan ideal dari pendidikan adalah membentuk insan paripurna yang selalu mendekatkan diri kepada Allah swt, dan membentuk insan paripurna yang mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Ketika dipahami lebih jauh lagi, maka inti dari tujuan pendidikan yang disampaikan tidak lain adalah untuk mencapai derajat ulama dan derajat insan paling utama (Khairul bariyah) dan bisa beramal dengan ilmu yang diperoleh serta mencapai ridho Allah swt. Puncak ilmu adalah amal perbuatan sebagai bekal kehidupan akhirat. Artinya, keilmuannya harus memberikan kemanfaatan kepada sesama demi kebaikan dunia dan akhirat. Dan jalan yang paling mungkin untuk mendapat ridho Allah adalah ilmu. Sehingga untuk mendapat ridha Allah, niatkan setiap aktivitas untuk tujuan memperoleh ilmu.

KH. Hasyim Asy’ari (1415H:45) membagi ilmu pengetahuan dalam tiga karakter, yaitu:

1) Ilmu pengetahuan yang tercela dan terlarang, ilmu ini tidak dapat diharapkan kegunaannya baik di dunia dan di akhirat. Contoh ilmu ini adalah ilmu sihir, nujum, santet, dan ramalan nasib

2) Ilmu terpuji namun bisa menjadi tercela, yaitu ilmu dalam keadaan tertentu terpuji, namun jika terlalu dalam (over dosis) dapat mengakibatkan kekacauan pikir, sehingga dikhawatirkan menimbulkan kufur, menjauhkan diri dari Allah dan kebenaran.contoh ilmu kebatinan dan ilmu kepercayaan.

3) Ilmu pengetahuan yang terpuji, yaitu ilmu-ilmu pelajaran agama dan berbagai macam ibadah yang dapat membantu seseorang menemukan kebenaran, kebaikan, dan jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan mencari ridha-Nya

Tujuan ilmu pengetahuan menurut beliau adalah mengamalkannya, agar mendapatkan buah dan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat kelak. Oleh karena itu apabila seseorang dapat mengamalkan ilmu pengetahuannya dengan baik

(10)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

256

maka termasuk orang yang beruntung. Dan sebaliknya apabila tidak dapat mengamalkan ilmu pengetahuan dengan baik sesungguhnya termasuk orang yang merugi.

c. Konsep Dasar Belajar

Tidak diterangkan secara khusus mengenai pengertian belajar, namun ada titik tekan disini bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia akhirat. Oleh karena itu belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya sekedar menghilangkan kebodohan.

Konsep dasar belajar menurut KH. Hasyim Asy’ari dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Tugas dan Tanggungjawab Murid a) Etika dalam Belajar

Dalam hal ini penekanannya pada kebersihan jasmani maupun rohani. ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniawian, membersihkan niat, tidak menunda-nunda kesempatan belajar, bersabar dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan, pandai mengatur waktu, menyederhanakan makan dan minum, bersikap hati-hati (wara’), menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan dan kebodohan, menyikitkan waktu tidur dan meninggalkan hal-hal yang tidak berfaedah.

b) Etika Murid terhadap Guru

Etika yang harus diperhatikan seorang murid terhadap gurunya adalah hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan apa yang dikatakan atau dijelaskan oleh guru, memilih guru yang professional dan juga wara’ yakni berhati-hati dalam bertindak, memuliakan guru, mengikuti jejak-jejak guru yang baik, memperhatikan hal-hal yang menjadi hak guru, bersabar terhadap kekerasan guru, berkunjung pada guru, duduk dengan rapid an sopan dihadapan guru, berbicara sopan dan lemah lembut, dengarkan fatwanya, jangan menyela ketika guru sedang menjelaskan, dan menggunakan tangan kanan ketika menyerahkan sesuatu.

(11)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

257

Dalam menuntut ilmu sebaiknya murid memperhatikan hal-hal berikut; memperhatikan ilmu yang sifatnya fardhu ‘ain untuk dipelajari, mempelajari ilmu yang mendukung ilmu fardhu ‘ain, berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama, mendiskusikan dan menyerahkan hasil belajar kepada orang yang dipercaya, senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu, pancangkan cita-cita yang tinggi, bergaullah dengan orang yang berilmu tinggi (pintar), bila terdapat hal-hal yang belum diapahami hendaklah ditanyakan, mencatat pelajaran yang telah dipelajari, pelajari pelajaran yang telah diajarkan secara kontinyu (istiqaamah), dan tanamkan rasa semangat dalam belajar.

1) Tugas dan Tanggungjawab Guru a) Etika Guru

Seorang guru dituntut harus memiliki etika yang baik, agar bisa menjadi teladan bagi murid atau anak didiknya. Diantara etika yang harus dimiliki guru antara lain; senantiasa mendekatkan diri dan takut kepada Allah, senantiasa bersikap tenang, hati-hati, tawadhu dan khusuk, senantiasa mengadukan persoalan kepada Allah, tidak menggunakan ilmunya untuk meraih keduniawian semata, tidak selalu memanjakan anak didik, bersikap ramah, ceria dan suka menebart senyum, berlaku zuhud dalam kehidupan dunia, menghindari hal-hal yang rendah/tidak baik, menghindari tempat-tempat kotor atau maksiat, menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu pengetahuan, tidak sombong dengan ilmu yang dimilki, dan membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.

b) Etika Guru dalam Mengajar

Seorang guru ketika hendak mengajar, sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut; mensucikan diri dari hadats dan kotoran, berpakaian rapi dan sopan, diniatkan ibadah dalam mengajarkan ilmu kapada anak didiknya, biasakan membaca untuk menambah ilmu pengetahuan, sebelum mengajar mulailah berdoa untuk para ahli ilmu yang telah meninggal, bersikap kalem, ramah, sopan, dan tidak marah-marah, jauhi hal-hal yang tidak pantas, dalam mengajar dahulukan materi yang penting sesuai dengan profesionalisme yang dimiliki, menciptakan ketenangan, menasehati, menegur dengan baik jika ada anak yang

(12)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

258

nakal, bersifat terbuka, berilah kesempatan pada anak didik untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas atau belum dipahami.

c) Etika Guru bersama Murid

Etika yang sama-sama harus dimilki guru dan murid, menurut pemikiran KH. Hasyim Asy’ari antara lain; berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menhidupkan syari’at Islam, menghindari mengejar keduniawian dan ketidak ihklasan, memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain, harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu fardhu ‘ain, berhati-hati dalam menangggapi ikhtilaf ulama, mendiskusikan dan menyetorkan hasil belajar kepada orang yang dipercayainya, senantiasa menganalisis dan menyimak ilmu, mempunyai motivasi yang tinggi, berusaha bersama orang-orang yang alim dalan mengkaji dan mendalami ilmu, bila terdapat hal-hal yang belum dipahami hendaknya ditanyakan, bersikap terbuka dan lapang dada terhadap peserta didik, membantu memecahkan masalah dan kesulitan peserta didik, tunjukkan sikap arif dan penyayang kepada peserta didik dan tawadhu.

d) Etika Seorang Murid terhadap Sumber Belajar

KH. Hasyim Asy’ari sangat perhatian dan menganggap penting sumber belajar (buku, alat pelajaran) sehingga seorang murid perlu etika terhadap sumber belajar. Diantara etika yang ditawarkan antara lain; menganjurkan dan mengusahakan agar memilki buku pelajaran yang diajarkan, merelakan dan mengizinkan bila ada teman yang ingin meminjam buku serta bagi peminjam harus menjaga barang pinjaman tersebut, meletakkan buku pelajaran pada tempat yang layak, bila menyalin buku pelajaran syari’ah hendaknya bersuci dahulu dan membaca basmalah, dan bila yang disalin ilmu retorika atau semacamnya, maka mulailah dengan hamdalah (puji-pujian) dan shalawat nabi.

3. Pembaharuan Pemikiran Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari

Lembaga pesantren semakin berkembang cepat dengan adanya sikap non-kooperatif ulama terhadap kebijakan “politik etis” pemerintah kolonial Belanda pada akhir abad ke 19. Dengan kebijakan ini, pemerintah kolonial berusaha membalas jasa rakyat Indonesia dengan memberikan pendidikan modern, termasuk budaya barat. Sikap non-kooperatif ulama ditunjukkan dengan mendirikan banyak pesantren di daerah-daerah yang jauh dari kota, dengan maksud untuk menghindari intervensi kultural kolonial, disamping itu juga untuk

(13)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

259

memberi kesempatan kepada rakyat yang belum memperoleh pendidikan (Suharto, 2006:329).

Pada tahun 1905, sejumlah ulama memperkenalkan sistem madrasah, yaitu dengan penerapan sistem klasikal sesuai dengan sistem pendidikan Barat, dimana ilmu pengetahuan umum mulai dikenalkan. Pada perkembangan berikutnya ketika terjadi modernisasi pendidikan di Indonesia memberi dampak terhadap transformasi pesantren, dan pesantren mau tidak mau harus memberi respon terhadap modernisasi tersebut.

Salah satunya adalah pondok pesantren Tebuireng. Pondok pesantren yang berdiri pada tahun 1899 tepatnya di desa cukir kecamatan Diwek kabupaten Jombang Jawa Timur, di bawah pimpinan KH. Hasyim Asy’ari pesantren ini mulai mengadakan pembaharuan. Pelajaran di pesantren ini yang pada awalnya hanya mementingkan pelajaran agama dan bahasa Arab mulai melakukan pembaharuan. Sistem pendidikan mulai disesuaikan dengan penyempurnaan kurikulum dan metodenya. Madrasah merombak kurikulumnya dengan memberlakukan kurikulum campuran, yang memberikan pengajaran ilmu-ilmu umum, di samping ilmu-ilmu agama Islam yang sudah ada. Didalamnya terdapat tambahan materi pelajaran umum, seperti bahasa melayu/ Indonesia, ilmu bumi, dan ilmu hitung/matematika. Dalam meningkatkan pendidikan di pesantren tersebut, KH. Hasyim Asy’ari dibantu putranya KH. Wahid Hasyim mengadakan pembaharuan dengan mengadakan pembenahan dalam beberapa bidang yakni; (a) memperluas pengetahuan dan pemahaman santri, (b) memasukkan pengetahuan modern ke dalam kurikulum pendidikan pesantren, (c) meningkatkan sistem pengajaran bahasa Arab secara aktif.

Pembaharuan tersebut dapat dilihat dengan didirikannya Madrasah Nidzamiyah pada tahun 1934. Madrasah ini merupakan madrasah yang memberikan mata pelajaran umum 70% dari keseluruhan kurikulumnya. Pada tahap selanjutnya di tahun 1950 pesantren Tebuireng sudah mulai mengorganisasi sitem pendidikannya dengan mengikuti model pemerintah yakni dengan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Madrasah Mu’allimin.

Melalui pesantrennya, KH. Hasyim Asy’ari memiliki gagasan dan pemikiran yang dapat disimpulkan dalam dua gagasan, yaitu metode musyawarah dan sistem pesantren dalam madrasah. Selain sorogan dan bandongan, beliau menerapkan metode musyawarah khusus untuk santri yang hampir mencapai kematangan. Dalam musyawarah yang dicari adalah kebenaran dan mengusahakan pemecahan terbaik serta yang diutamakan adalah

(14)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

260

mempertimbangkan dan membandingkan argumen yang tumbuh dan berkembang di kalangan peserta.

Selain musyawarah, KH. Hasyim Asy’ari memelopori adanya madrasah dalam pesantren. Beliau menyadari betul akan pentingnya pengembangan pendidikan agama Islam dengan menambahkan ilmu-ilmu umum, dan dijadikan satu dengan ilmu-ilmu agama Islam ke dalam wadah tunggal, sehingga saling melengkapi. Menurut KH. Hasyim Asy’ari bahwa sesungguhnya Islam tidak mengenal konsep pemisahan ilmu. Islam hanya mengenal satu jenis ilmu, yang kemudian berkembang biak menghasilkan berbagai cabang ilmu.

C. Kesimpulan

1. KH. Hasyim Asy’ari adalah sosok ulama, tokoh NU, dan sekaligus sebagai pendiri lembaga pesantren Tebuireng Jombang yang keilmuannya luar biasa memiliki pemikiran di berbagai disiplin ilmu, diantaranya teologi, tasawuf, fiqih, dan kependidikan.

2. Pemikiran tentang pendidikan Islam KH. Hasyim Asy’ari terangkum dalam kitab karangannya yang berjudul Adab al-‘alim wa al-muta’allim, yang didalamnya menjelaskan tentang urgensi dari sebuah ilmu, tujuan ilmu dan etikanya dalam belajar yang meliputi tanggungjawab seorang murid dan tanggungjawab seorang guru.

3. Pemikiran pembaharuannya dalam pendidikan dapat dilihat pada sistem pengajaran yang diterapkan di pesantren Tebuireng yaitu dengan memasukkan materi atau pelaran-pelajaran umum ke dalam pesantrennya, dengan tetap mempertahankan ilmu agamanya. Metode sistem sorogan dan bandongan (biasanya untuk belajar kitab kuning) tetap dipertahankan, disampaing pula metode lain yaitu metode musyawah dan sistem madrasah dalam pesantren sebagai bentuk pembaharuan atas pemikirannya tentang pendidikan.

Daftar Pustaka

Asy’ari, Hasyim, 1415 H, Adabul Alim wa Al-Muta’alim, Jombang: Maktabah Turats Al-Islamy Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta:

LP3ES.

Dhofier, Zamakhsyar. 2011. Cet.9. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya

Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Haidar, M. Ali. 1998. Cet. 2. Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fiqih dalam

Politik. Jakarta: Gramedia.

Hanipudin, Sarno. 2013. Gagasan Dan Manifestasi Modernisasi Pesantren A.S Panji Gumilang Di

Ma’had Al-Zaytun. Dalam Jurnal Insania VOL 18 NO 2 (2013)

http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/insania/article/view/1459

(15)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X

261

Mukani. 2014. Pemikiran Pendidikan Islam Perspektif KH. Hasyim Asy’ari, Jurnal-PAI. Vol. 1, No.1. Juli-Desember.

Mukhlasin, Ahmad. 2019. PERILAKU PENDIDIK (Studi Pemikiran Syaih Mohammad Hasjim Asy'arie dalam Kitab ‘adabul ‘alim wal Muta’alim fii Baabu Al Khomis dan

Implementasinya di era otomasi). Jurnal Tawadhu vol. 3 no 2 (2020)

RI. Depag. 1999. Al-Qur’an dan Terjemaahnya. Semarang: Asy-Syifa. Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz.

Samsul Nizar. Al-Rasyidin. 2005. Cet. 2. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis,

dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press.

Suwendi. 2004. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Wan Daud, Wan Mohd Nor. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan IslamSyed M.Naquib Al-Attas.

Referensi

Dokumen terkait

Dari segi bilangan graduan yang diperlukan untuk memenuhi pasaran pekerjaan tempatan, berdasarkan kepada trend perkembangan industri sepanjang lima (5) tahun yang lalu

Tabel 4.12 Pengujian Sensor PIR (Passive Infra Red) pada lantai 2 kondisi tidak terdeteksi gerak orang

(8) Tolok ukur dan pembobotan indikator penilaian mandiri atas Kinerja PTSP Pemda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7)

Pemikiran para cendekiawan Muslim, khususnya yang hidup di wilayah Andalusia (Spanyol) seperti Ibnu Thufail (Abu Bacer), Ibnu Rusyd (Averroes), Ibnu Khaldun dan

Pandangan hidup Ambika mencerminkan mentalitasnya sebagai perempuan. Pandangan tersebut merupakan representasi pandangan hidup yang paternalistis dan feodal ² bahwa

Pulau Buru dan khususnya Kabupaten Buru memiliki potensi kekayaan sumberdaya alam yang sekiranya sangat besar, mulai dari kandungan emas hingga potensi panas bumi,

Sistem Online Focus Group Discussion adalah salah satu tool yang digunakan dalam menyampaikan pendapat dalam sebuah diskusi di mana terdapat peran seorang Moderator yang

Metode Harris Benedict digunakan untuk mengetahui kebutuhan kabohidrat, protein dan lemak pada masa kehamilan berdasarkan 5 faktor ( tinggi badan, berat badan, usia ibu